Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao adalah tanaman yang berasal dari hutan-hutan tropis di
Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Pengusahaan kakao sebagai
makanan dan minuman dilakukan pertama kali oleh penduduk suku Indian Maya
dan suku Aztec. Selanjutnya, bangsa Spanyol dan Belanda yang berperan
dalam mengenalkan dan menyebarkan tanaman kakao hingga ke Asia
termasuk Indonesia (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Jenis tanaman kakao ada 2 yaitu kakao lindak dan kakao mulia (Mulato
dan Misnawi,2005). Jenis tanaman kakao yang dibudidayakan dan juga digunakan
sebagai bahan baku pengolahan kakao adalah jenis kakao mulia, karena
produksinya tinggi dan biji kakao kering memiliki aroma yang sangat baik.
Menurut Susanto (1994) bahwa tanaman kakao yang paling banyak ditanam untuk
produksi kakao secara besar-besaran dapat dibagi menjadi tiga jenis (varietas),
yaitu Criollo, Forastero, dan Trinitario.
Kakao tipe Forastero termasuk kakao bermutu rendah dengan ciri
-ciri pertumbuhan tanaman kuat dengan produksi lebih tinggi, masa berbuah
lebih awal, relatif tahan terhadap serangan hama penyakit, kulit buah agak keras
dengan alur agak dalam, buah ada yang memiliki bottle neck, endosperm warna
ungu tua dan berbentuk gepeng, fermentasi lebih lama, rasa biji lebih pahit, dan
kulit buah muda berwarna hijau saat masak menjadi kuning. Forastero inilah yang
banyak digunakan dalam pengolahan rakyat pada umumnya.
Pengolahan rakyat pada umumnya tidak melalui proses fermentasi
sehingga menyebabkan mutu yang dihasilkan rendah. Beberapa faktor penyebab
mutu kakao beragam yang dihasilkan adalah minimnya sarana pengolahan,
lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan
proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu.

Berdasarkan penjelasan diatas, praktikum kakao bertujuan untuk


mengetahui perbedaan mutu biji kakao puslit (fermentasi) dengan kakao rakyat

dan untuk mengetahui mutu biji kakao yang ditentukan berdasarkan SNI 23232008.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui perbedaan mutu biji kakao puslit dengan kakao rakyat.
2. Untuk mengaetahui mutu biji kakao yang ditentukan berdasarkan SNI
2323-2008.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kakao (Theobroma cacao. L)
Kakao adalah tanaman yang berasal dari hutan-hutan tropis di
Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Pengusahaan kakao sebagai
makanan dan minuman dilakukan pertama kali oleh penduduk suku Indian Maya
dan suku Aztec. Selanjutnya, bangsa Spanyol dan Belanda yang berperan
dalam mengenalkan dan menyebarkan tanaman kakao hingga ke Asia
termasuk Indonesia (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Sistematika tanaman kakao

sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Malvales

Suku

: Sterculiaceae

Marga

: Theobroma

Spesies

: Theobroma cacao L.
Kakao terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu Criollo, Forastero, dan

Trinitario. Criollo dalam tata niaga kakao termasuk kelompok kakao mulia (fine
flavoured),

Forastero

termasuk

kakao

lindak

(bulk),

dan

Trinitario

merupakan hibrida Criollo dengan Forastero (Pusat Penelitian Kopi dan


Kakao Indonesia, 2004).
Jenis tanaman kakao ada 2 yaitu kakao lindak dan kakao mulia (Mulato
dan Misnawi, 2005). Jenis tanaman kakao yang dibudidayakan dan juga
digunakan sebagai bahan baku pengolahan kakao adalah jenis kakao mulia,
karena produksinya tinggi dan biji kakao kering memiliki aroma yang sangat baik.
Menurut Susanto dan Saneto (1994), bahwa tanaman kakao yang paling
banyak ditanam untuk produksi kakao secara besar-besaran dapat dibagi menjadi
tiga jenis (varietas), yaitu Criollo, Forastero, dan Trinitario.
Menurut Susanto dan Saneto (1994) Criollo termasuk kakao yang
bermutu tinggi dengan ciri-ciri memiliki tunas muda yang umumnya berbulu,
kulit buah tipis dan mudah diiris, terdapat 10 alur yang letaknya berselangseling (lima alur agak dalam dan lima alur dangkal), ujung buah umumnya
tumpul dengan sedikit bengkok tanpa bottle neck, tiap buah berisi 30-40 biji
yang bentuknya agak bulat hingga bulat dengan endosperm putih, fermentasi
cepat, rasa tidak begitu pahit, warna buah muda umumnya merah dan
setelah masak menjadi oranye. Namun 4 tipe Criollo memiliki pertumbuhan
tanaman kurang kuat, produksi rendah, masa berbuah lambat, dan agak peka
terhadap serangan hama dan penyakit.

Kakao tipe Forastero termasuk kakao bermutu rendah dengan ciri


-ciri pertumbuhan tanaman kuat dengan produksi lebih tinggi, masa berbuah
lebih awal, relatif tahan terhadap serangan hama penyakit, kulit buah agak keras
dengan alur agak dalam, buah ada yang memiliki bottle neck, endosperm warna
ungu tua dan berbentuk gepeng, fermentasi lebih lama, rasa biji lebih pahit, dan
kulit buah muda berwarna hijau saat masak menjadi kuning (Susanto, 1994).
Tipe

Trinitario

Forastero dapat

yang

dibedakan

merupakan
menjadi

hasil

empat

persilangan
golongan

Criollo

yaitu

dan

Angoleta,

Cundeamor, Amelonado, dan Calabacillo. Angoleta memiliki ciri bentuk luar buah
mendekati Criollo, tanpa bottle neck, beralur dalam, dan berbiji bulat dengan
endosperm ungu. Cundeamor dengan bentuk buah seperti Angoleta, memiliki
bottle neck, alur tidak dalam, biji gepeng dan mutu superior. Amelonado dengan
ciri bentuk buah bulat telur, biji gepeng, endosperm warna ungu. Calabacillo
dengan bentuk buah pendek dan bulat, alur buah dangkal, biji gepeng, rasa
pahit, endosperm ungu (Susanto, 1994).
Tanaman kakao memiliki tinggi mencapai 1.8-3.0 meter pada umur
tiga tahun dan mencapai 4.5-7.0 meter pada umur 12 tahun yang bergantung
pada intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman
kakao bersifat dimorfisme yaitu mempunyai dua bentuk tunas vegetatif (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Tanaman kakao asal biji setelah mencapai tinggi 0.9-1.5 meter akan berhenti
tumbuh dan membentuk jorket (jorquette) yaitu pergantian percabangan dari
pola ortotrop ke plagiotrop. Pembentukan jorket akan membentuk 3-6 cabang
primer yang

membentuk sudut 0-60 dengan arah horisontal (Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).


2.2 Pengolahan Kakao
Menurut Minifie (1999), beberapa faktor penyebab mutu kakao beragam
yang dihasilkan adalah minimnya sarana pengolahan,lemahnya pengawasan mutu
serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao
rakyat yang tidak berorientasi pada mutu.

Kriteria mutu biji kakao yang meliputi aspek phisik, cita rasa dan
kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh
perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Tahapan proses pengolahan
dan spesifikasi alat dan mesin yang digunakan yang menjamin kepastian mutu
harus didefinisikan secara jelas. Selain itu pengawasan dan pemantauan setiap
tahapan proses harus dilakukan secara rutin agar tidak terjadi penyimpangan
mutu, karena hal demikian sangat diperhatikan oleh konsumen, disebabkan biji
kakao merupakan bahan baku makanan atau minuman. Proses pengolahan buah
kakao menentukan mutu produk akhir kakao, karena dalam proses ini terjadi
pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak
dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat (Susanto, 1994).
2.2.1 Pemeraman Buah.
Pemeraman buah bertujuan, memperolehkeseragaman kematangan buah
serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Buah dimasukan kedalam
keranjang rotan atau sejenisnya disimpan ditempat yang bersih dengan alas daun
daunan dan permukaan tumpukan ditutup dengan daundaunan . Pemeraman
dilakukan ditempat yang teduh, serta lamanya sekitar 5-7 hari (maksimum 7 hari)
(Nasution dkk, 1985).

2.2.2. Pemecahan Buah


Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan
biji kakao, pemecahan buah kakao harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak
melukai atau merusak biji kakao. Pemecahan buah kakao dapat menggunakan
pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah lainnya, harus dihindari
kontak langsung biji kakao dengan benda benda logam, karena dapat
menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu.
Biji kakao dikeluarkan lalu dimasukan dalam ember plastik atau wadah
lain yang bersih, sedang empulur yang melekat pada biji dibuang. Fermentasi
dimaksudkan untuk memudahkan melepas zat lendir dari permukaan kulit biji dan
menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik, selain itu menghasilkan biji

yang tahan terhadap hama dan jamur, selama penyimpanan dan menghasilkan biji
dengan warna yang cerah dan bersih.
Wadah/alat fermentasi yang dibutuhkan yaitu : Kotak fermentasi terbuat
dari lembaran papan atau berupa: keranjang bambu, daun pisang. karung goni.
Ada beberapa cara fermentasi biji kakao yaitu :
Fermentasi dengan kotak/peti fermentasi

Biji kakao dimasukkan dalam kotak terbuat dari lembaran papan yang berukuran
panjang 60 cm dengan tinggi 40 cm (kotak dapat menampung 100 kg biji kakao

basah) setelah itu kotak ditutup dengan karung goni/daun pisang.


Pada hari ke 3 (setelah 48 jam) dilakukan pembalikan agar fermentasi biji merata.
Pada hari ke 6 biji-biji kakao dikeluarkan dari kotak fermentasi dan siap untuk
dijemur.
Fermentasi menggunakan keranjang bambu:

Keranjang bambu terlebih dahulu dibersihkan dan dialasi dengan daun pisang
baru, kemudian biji kakao dimasukan (keranjang dapat menampung 50 kg biji
kakao basah)
Setelah biji kakao dimasukan keranjang ditutup dengan daun pisang.
Pada hari ke 3 dilakukan pembalikan biji dan pada hari ke 6 biji-biji
dikeluarkan untuk siap dijemur.
2.2.3 Perendaman dan Pencucian.
Tujuan perendaman dan pencucian adalahmenghentikan proses fermentasi
dan memperbaiki kenampakan biji. Sebelum pencucian dilakukan perendaman 3
jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dengan kenampakan menarik dan
warna coklat cerah. Pencucian dapat dilakukan secara manual (dengan tangan)
atau menggunakan mesin pencuci.
Pencucian yang terlalu bersih sehingga selaput lendirnya hilang sama
sekali, selain menyebabkan kehilangan berat juga membuat kulit biji menjadi
rapuh dan mudah terkelupas. Umunya biji kakao yang dicuci adalah jenis edel
sedangkan jenis bulk tergantung pada permintaan pasar.
2.2.4

Pengeringan
Pelaksanaan pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur, memakai

mesin pengering atau kombinasi keduanya. Pada proses pengeringan terjadi

sedikit fermentasi lanjutan dan kandungan air menurun dari 55-60 % menjadi 6-7
%, selain itu terjadi pula perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan
pembentukan aroma dan warna yang baik.
Suhu pengeringan sebaiknya antara 55-66 c dan waktu yang dibutuhkan
bila memakai mesin pengering antara 20-25 jam, sedang bila dijemur waktu yang
dibutuhkan 7 hari apabila cuaca baik,tetapi apabila banyak hujan penjemuran
4 minggu. Bila biji kurang kering pada kandungan air diatas 8% biji mudah
ditumbuhi jamur.
2.2.5 Sortasi Biji.
Sortasi Biji Kakao Kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik
dan cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu, kulit dan
daun-daunan. Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar air
seimbang, sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak, sortasi
dilakukan dengan menggunakan ayakan yang dapat memisahkan biji kakao
dengan kotoran-kotoran.
2.2.6. Pengemasan dan Penyimpanan Biji
Biji kakao dikemas denganbaik didalam wadah bersih dan kuat, biasanya
menggunakan karung goni dan tidak dianjurkan menggunakan karung plastik. Biji
kakao tidak disimpan dalam satu tempatdengan produk pertanian lainnya yang
berbau keras, karena biji kakao dapat menyerap bau-bauan tersebut.
Biji kakao jangan disimpan di atas para-para dapur karena dapat
mengakibatkan biji kakao berbau asap. Biji kakao disimpan dalam ruangan,
dengan kelembaban tidak melebihi 75 % ventilasi cukup dan bersih. Antara lantai
dan wadah biji kakao diberi jarak 8 Cm dan jarak dari dinding 60 cm, biji
kakao dapat disimpan 3 bulan.
2.3 Syarat Mutu Biji Kakao
Syarat mutu umum biji kakao menurut SNI 2323-2008 dapat dilihat pada
Tabel 1 dan syarat mutu khusus biji kakao dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Persyaratan umum mutu biji kakao
No.
1.

Jenis uji
Serangga hidup

Satuan
-

Persyaratan
Tidak ada

2.

Kadar air

% fraksi massa

Maks 7,5

3.

Biji berbau asap dan atau berbau asing

Tidak ada

4.
Kadar benda asing
Sumber : Standart Nasional Indonesia 2323-2008

Tidak ada

Tabel 2. Persyaratan khusus mutu biji kakao


Kakao

Kakao

Biji

Biji slaty

Biji

Kotoran

Biji

mulia

lindak

berjamur

Maksimum

berserangga

maksimum

berkecambah

maksimum

(%biji/bij)

maksimum

(%biji/biji)

maksimum

IF

IB

(%biji/bij)
2

(%biji/biji)
1

1,5

(%biji/biji)
2

II F

II B

III F

III B

20

2.4 Penggolongan Biji Kakao


Biji kakao digolongkan menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran berat
bijinya.Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan ke dalam jenis mulia (Fine
cocoa/F) dan jenis lindak (Bulk cocoa/B). Biji kakao mulia adalah biji kakao
yang berasal dari tanaman kakao jenis criollo dan trinitario serta hasil
persilangannya, sedangkan biji kakao lindak berasal dari tanaman kakao jenis
forastero.Menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan ke dalam 3 jenis mutu
yaitu : mutu I, mutu II dan mutu III (Standart Nasional, 2008).
Menurut ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji per 100
gram contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan
penandaan:
AA = maksimum 85 biji per 100 gram
A = 86-100 biji per 100 gram
B

= 101-110 biji per 100 gram

C = 111-120 biji per 100 gram


S = > 120 biji per 100 gram
2.5 Istilah dan definisi

Berikut ini adalah istilah dan definisi mutu kopi menurut SNI 2323-2008:
a. Serangga hidup
Serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup pada partai barang.
b. Biji berbau asap abnormal atau berbau asing
Biji yang berbau asap, atau bau asing lainnya yang ditentukan dengan metode
uji.
c. Benda asing
Benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao
d. Biji berjamur
Biji kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya dan apabila dibelah
dapat terlihat dengan mata.
e. Biji slaty (tidak terfermentasi)
Pada kakao lindak, separuh atau lebih irisan permukaan keping biji berwarna
keabu-abuan atau biru keabu-abuan bertekstur padat dan pejal. Pada kakao mulia
warnanya putih kotor.
f. Biji berserangga
Biji kakao yang di bagian dalamnya terdapat serangga pada stadia apapun atau
terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan
karena serangga yang dapat dilihat oleh mata.
g. Kotoran
Benda-benda berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit,
biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao.
h. Biji dempet (cluster)
Biji kakao yang melekat (dempet) tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan
dengan satu tangan.
i. Pecahan biji
Biji kakao yang berukuran kurang dari setengah (1/2) bagian biji kakao yang
utuh
j. Pecahan kulit
Bagian kulit biji kakao tanpa keping biji
k. Biji pipih
Biji kakao yang tidak mengandung keping biji atau keping bijinya tidak bisa
dibelah
l. Biji berkecambah
Biji kakao yang kulitnya telah pecah atau berlubang karena pertumbuhan
lembaga.

BAB 3. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Pengamatan Biji Kakao berdasarkan Nilai Cacat
Sampel

Kakao
Puslit

Kakao
Rakyat

Pengamatan

Total Hasil

Serangga hidup
Benda Asing
Biji Berbau Asap Abnormal
Biji berbau asing
Plasenta
Biji dempet
Pecahan biji
Pecahan kulit
Biji pipih
Ranting
Jumlah biji per seratus
gram
Biji berjamur
Biji slaty
Biji berserangga
Biji berkecambah
Serangga hidup
Benda Asing
Biji Berbau Asap Abnormal
Biji berbau asing
Biji dempet
Pecahan kulit
Pecahan biji
Biji pipih
Ranting
Jumlah biji per seratus
gram
Biji berjamur
Biji slaty
Biji berserangga

Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
0
0
32,39 gram
7,47 gram
47,64 gram
0,55 gram
89 biji
22
21
1
0
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bau asing
26,01
21
14,64
3,93
98,17
1,3
104
17
70

Biji berkecambah

*Ket : data pengamatan merupakan data shift 1 dan shift 2 yang digabungkan.
3.2 Hasil Perhitungan
3.2.1 Perhitungan Biji Kakao berdasarkan Nilai Cacat
Sampel

Kakao
Puslit

Kakao
Rakyat

Pengamatan
Serangga hidup
Benda Asing
Biji Berbau Asap
Abnormal
Biji berbau asing
Plasenta
Biji dempet
Pecahan biji
Pecahan kulit
Biji pipih
Ranting
Jumlah biji per seratus
gram
Biji berjamur
Biji slaty
Biji berserangga
Biji berkecambah
Serangga hidup
Benda Asing
Biji Berbau Asap
Abnormal
Biji berbau asing
Plasenta
Biji dempet
Pecahan biji
Pecahan kulit
Biji pipih
Ranting
Jumlah biji per seratus
gram
Biji berjamur
Biji slaty
Biji berserangga

Hasil

Persenta
se

Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada
0
0
32,39 gram
7,47 gram
47,64 gram
0,55 gram

0%
0%
3,239 %
0,747%
4,764%
0,055%

89 biji

Mutu A

22
21
1
0
Tidak ada
Tidak ada

7,33%
7%
0,33%
0%
0%
0%

Tidak ada

0%

Bau asing
26,01
21
14,64
3,93
98,17
1,3

Bau asing
2,601%
2,1%
1,464%
0,393%
9,817%
0,13%
1: Mutu
B
2: Mutu S
5,67
23,33%
0%

1: 104
2: 131
17
70
0

Biji berkecambah
19
6,33%
*Ket : data perhitungan merupakan data shift 1 dan shift 2 yang digabungkan.
3.2.2 Perhitungan Kadar Air Biji Kakao
Sampel

Shift

Berat botol
Berat sebelum
timbang (gram) dioven (gram)

Berat setelah
dioven (gram)

Kadar air (%)

20,1277

30,0843

29,6608

4,253

40,9580

50,9406

50,5467

3,946

14,8772

24,8794

24,4542

4,251

19,88

29,889

29,5473

3,414

Kakao
puslit

Kakao
rakyat

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Penggolongan Biji Kakao


Kakao yang digunakan dalam praktikum perbedaan mutu kakao puslit
(fermentasi) dan kakao rakyat (tidak terfermentasi) yakni menggunakan jenis
kakao Forastero (Lindak). Penggolongan biji kakao ini adalah digolongkan
berdasarkan ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram
contoh
Pada kakao fermentasi (puslit), menurut ukuran berat bijinya memiliki
hasil yakni 89 biji per 100 gram. Hal ini menujukkan bahwa kakao puslit menurut
SNI 2323-2008 bahwa ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji
per 100 biji (fermentasi) memiliki grade A yakni 86-100 biji per 100 gram
contoh. Pada kakao rakyat memiliki ukuran berat biji per 100 gram contoh
adalah 118 biji per 100 gram. Hal ini menunjukkan bahwa biji kakao rakyat
memiliki grade C. Menurut SNI 2323-2008 bahwa biji kakao grade C adalah biji
kakao dengan jumlah biji 110-120 biji per 100gram. Hal ini menunjukkan bahwa
biji kakao rakyat memiliki grade lebih rendah daripada biji kakao puslit
(fermentasi).
Penggolongan biji kakao menurut SNI 2323-2008 bahwa ukuran berat biji
kakao dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram contoh, biji kakao digolongkan
dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan :
AA = maksimum 85 biji per 100 gram
A = 86-100 biji per 100 gram
B = 101-110 biji per 100 gram
C = 111-120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Sumbe: Standarrt Nasional Indonesia (2008).

4.2 Mutu Biji Kakao


4.2.1 Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao

Persyaratan umum mutu biji kakao menurt SNI 2323-2008 meliputi uji
serangga hidup, kadar air, biji berbau asap dan atau berbau asing dan kadar benda
asing.
Pada kakao puslit (fermentasi) dan kakao rakyat pada uji serangga hidup,
tidak ditemukan adanya serangga hidup. Hal ini sesuai dengan persyaratan biji
kakao menurut SNI 2323-2008 bahwa pada persyaratan umum mutu biji kakao
tidak boleh ada serangga.
Pada persyaratan umum mutu biji kakao dengan jenis uji kadar air pada
kakao rakyat memiliki kadar air sebanyak 4,251% dan 3,414% sehingga rerata
kadar air kakao rakyat adalah 3,8325%. Sedangkan pada kakao puslit memiliki
kadar air sebanyak 4,253% dan 3,946% sehingga rerata kadar air biji kakao puslit
(fermentasi) adalah sebanyak 4,0995%. Menurut SNI 2323-2008 bahwa kadar air
biji kakao maksimal adalah 7,5%. Kadar air biji kakao rakyat maupun puslit
menunjukkan bahwa tidak ditemukan penyimpangan, karena kadar air pada biji
kakao dibawah 7,5%.
Pada persyaratan umum mutu biji kakao yang ketiga yakni, adanya biji
berbau asap. Uji biji kakao berbau asap dengan membelah biji kakao kemudian
dianalisis secara organoleptik dengan menganalisa adanya bau asap abnormal.
Pada kakao fermentasi dan kakao rakyat tidak ditemukan adanya biji berbau asap.
Hal ini sesuai dengan persyaratan umum mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008
bahwa persyaratan pada biji kakao tidak boleh adanya biji yang berbau asap.
Persyaratan umum mutu biji kakao yang terakhir adalah kadar benda
asing. Pengujian kadar benda asing yaitu mengamati secara visual adanya benda
asing. Biji kakao fermentasi (puslit) dan kakao rakyat menunjukkan bahwa tidak
ditemukan adanya benda asing pada biji kakao. Hal ini sesuai dengan persyaratan
umum mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 bahwa tidak boleh ada benda
asing dalam biji kakao.

4.2.2 Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao

Persyaratan khusus mutu biji kakao menunjukkan mutu biji kakao yang
dihasilkan. Untuk kakao forastero memiliki spesifikasi mutu I F, II F, dan III F.
pada kakao jenis lindak (Bulk Cacao) memiliki spesifikasi mutu I B, II B, dan III
B. Pada persyaratan mutu khusus biji kakao meliputi pengamatan biji berjamur,
biji slaty, biji berserangga, kotoran dan biji berkecambah.
Pada kakao fermentasi (puslit) memiliki 22 biji berjamur, 21 biji slaty
sebesar 21, biji berserangga sebanyak 1 dan tidak ditemukan biji berkecambah
pada biji kakao fermentasi (puslit) yang diperoleh dari 300 biji kakao. Dari data
yang diperoleh menunjukkan bahwa kakao fermentasi puslit memiliki grade III F.
Hal ini sesuai dengan literatur menurut SNI 2323-2008, persyaratan mutu khusus
biji kakao grade IIIF memiliki spesifikasi sebagai berikut sebanyak 7,33% biji
berjamur, biji slatty 7%, biji berserangga 0,33% dan biji berkecambah 0%. Hal in
sesuai dengan literatur SNI 2323-2008 yakni biji berjamur maksimum 4
(%biji/biji), biji slaty maksimum 20 (%biji/biji), biji berserangga maksimum 2
(%biji/biji), kotoran maksimum 3 (%biji/biji), dan biji berkecambah maksimum
3(%biji/biji). Pada biji kakao dengan fermentasi memiliki mutu rendah karena
terlalu lamanya penyimpanan. Hal ini sesuai dengan literatur menurut Mulato dan
Misnawi (2005) bahwa pada penyimpanan biji kakao dapat menurunkan kualitas
dari biji kakao dengan adanya peningkatan RH dapat menyebabkan tumbuhnya
kapang pada biji kopi.
Pada kakao rakyat memiliki biji berjamur adalah 5,67%, biji slatty
23,33%, biji berserangga 0%, dan biji berkecambah 6,33%. Hal ini menunjukkan
bahwa pada biji rakyat memiliki mutu IIIF, karena sesuai dengan literatur menurut
SNI 2323-2008 bahwa persyaratan mutu khusus biji kakao rakyat memiliki grade
IIIF dengan spesifikasi sebagai berikut biji berjamur maksimum 4 (%biji/biji), biji
slaty maksimum 20 (%biji/biji), biji berserangga maksimum 2 (%biji/biji),
kotoran maksimum 3 (%biji/biji), dan biji berkecambah maksimum 3 (%biji/biji).
Pada biji kakao rakyat memliki persentase biji slatty dan biji berjamur yang tinggi
dikarenakan pada kakao rakyat tidak dilakukan fermentasi sedangkan persentase
biji berkecambah tinggi dikarenakan proses perlakuan pasca panen yang kurang
baik misalnya penyimpanan sehingga biji kopi akan berkecambah.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum perbedaan mutu biji kopi puslit (fermentasi) dan
kakao rakyat (tidak fermentasi) dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan kedalam jenis mulia (Fine
cocoa), jenis lindak (Bulk cocoa/B) dan jenis trinitario. Biji kakao mulia
adalah biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis criollo dan trinitario
serta hasil persilangannya, sedangkan biji kakao lindak berasal dari tanaman
kakao jenis forastero.
2. Jenis kakao yang digunakan adalah biji kakao rakyat dan biji kakao
fermentasi.
3. Persyaratan umum biji kakao rakyat maupun fermentasi menunjukkan
bahwa biji kako sudah sesuai dengan persyaratan menurut SNI 2323-3008
antara lain tidak ditemukan adanya serangga hidup, kadar air dibawah 7,5%,
tidak ada biji berbau asap dan tidak ada kadar benda asing.
4. Pada penggolongan ukuran berat biji kakao menunjukkan bahwa biji kakao
fermentasi memiliki grade A dengan jumlah biji 89 biji per 100 gram,
sedangkan pada biji kakao rakyat memiliki grade C yakni dengan jumlah biji
118 biji per 100 gram.
5. Pada biji kakao fermentasi dan rakyat memiliki mutu IIIF. Pada kakao
rakyat memiliki biji berjamur adalah 5,67%, biji slatty 23,33%, biji
berserangga 0%, dan biji berkecambah 6,33%. Sedangkan
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum biji kakao menggunakan beberapa jenis mutu kakao
sehingga dapat mengetahui masing-masing mutu biji kakao yang dihasilkan dan
jenis kakao yang digunakan seharusnya memiliki jenis berbeda, sehingga dapat
diketahui mutu masing-masing kakao.

DAFTAR PUSTAKA
Minifie, B.W., 1999. Chocolate, Cocoa and Confectionary: Science and
Technology. The AVI Publishing, Connecticut, USA

Mulato W dan Misnawi S. 2005. Petunjuk Teknis Produk Primer dan Sekunder
Kakao. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Nasution, Z., M.C. Wahyudi dan S.L. Betty, 1985. Pengolahan Coklat. Bogor :
Agroindustri IPB-Press,.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004. Budidaya Kakao. Jakarta
Agromedia Pustaka:. Hal. 25-31
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil.
Yogyakarta: Kanisius.
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.
Surabaya: Bina Ilmu
Standar Nasional Indonesia. 2008.Standar Nasional Indonesia (SNI) Biji Kakao
Nomor2323:2008/ Amd1:2010. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

Вам также может понравиться