Вы находитесь на странице: 1из 62

BAB I

PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan gangguan pada
otak dan sekitarnya atau karna pengaruh gangguan metabolik. Penurunan kesadaran
dapat terjadi secara akut/cepat atau secara kronik/progresif. Penurunan kesadaran
yang terjadi secara cepat ini yang biasanya merupakan kasus gawat darurat dan butuh
penanganan sesegera mungkin.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi
kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun
fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai
tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau
network system yang dari kaudal medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon
melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada
diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus,
thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang
berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan
gamma aminobutyric acid (GABA).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan
yang berpengaruh kepada sistem arousal. Korteks serebri merupakan bagian yang
terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri terhadap lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut
juga sebagai awareness.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Definisi Penurunan Kesadaran


Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya

sendiri dan lingkungan sekitarnya, sedangkan penurunan kesadaran atau koma


merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi
integritas otak

dan sebagai final common pathway dari gagal organ seperti

kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan
akibat kematian. Artinya, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda
disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi
tubuh.. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari
fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu
rangsangan.2 Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh,
namun tidak dapat merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti
membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga sering kali
dikatakan bahwa penderita tampak bingung.
Dalam beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun
dapat terganggu baik secara akut maupun secara kronik/progresif. 2 Terganggunya
kesadaran secara akut, antara lain:

Clouding of consciousness (somnolen) keadaaan dimana terjadi penurunan


tingkat kesadaran yang minimal sehingga pasien tampak mengantuk yang
dapat disertai dengan mood yang irritable dan respon yang berlebih terhadap
lingkungan sekitar. Biasanya keadaan mengantuk akan lebih tampak pada pagi
dan siang hari, sedangkan pada malam harinya pasien akan terlihat gelisah.

Delirium merupakan keadaaan terganggunya kesadaran yang lebih


dikarenakan abnormalitas dari mental seseorang dimana pasien salah
menginterpretasikan stimulan sensorik dan terkadang terdapat halusinasi pada
pasien. Berdasarkan DSM-IV, delirium adalah gangguan kesadaran yang
disertai ketidakmampuan untuk fokus atau mudah terganggunya perhatian.
Pada delirium, gangguan hanya terjadi sementara dalam waktu yang singkat
(biasanya dalam hitungan jam atau hari) dan dapat timbul fluaktif dalam 1
hari. Pasien dengan delirium biasanya mengalami disorientasi, pertama adalah

waktu, tempat, lalu lingkungan sekitar.


Obtundation (apatis) kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis
memiliki penurunan kesadaran yang ringan sampai sedang diikuti dengan
penurunan minat terhadap lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon

lambat terhadap stimulan yang diberikan.


Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak
merespon, respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus.

Dalam keadaan ini dapat ditemukan gangguan kognitif.


Koma keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap
stimulan, meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus.
Pasien mungkin dapat tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaki dan
tangan akibat rangsangan yang kuat, namun pasien tidak dapat melokalisir
atau menangkis daerah nyeri. Semakin dalam koma yang dialami pasien,
respon yang diberikan terhadap rangsangan yang kuat sekalipun akan

menurun.
Locked-in syndrome keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan
impuls eferen sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan
saraf cranial perifer. Dalam keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun tidak
dapat merespon rangsangan yang diberikan.

Terganggunya kesadaran secara akut lebih berbahaya dibandingkan terganggunya


kesadaran yang bersifat progresif. Terganggunya kesadaran secara progresif/kronik,
antara lain:
3

Dementia penurunan mental secara progeresif yang dikarenakan kelainan


organic, namun tidak selalu diikuti penurunan kesadaran. Penurunan mental
yang tersering adalah penurunan fungsi kognitif terutama dalam hal
memori/ingatan, namun dapat juga disertai gangguan dalam berbahasa dan

kendala dalam melakukan/menyelesaikan/menyusun suatu masalah.


Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun

saat terbangun, kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh.


Abulia keadaan dimana pasien tampak acuh terhadap lingkungan sekitar
(lack of will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal. Sering
kali respon tidak sesuai dengan percakapan atau gerakan yang diperintahkan,

namun tidak ada gangguan fungsi kognitif pada pasien.


Akinetic mutism merupakan keadaan dimana pasien lebih banyak diam dan

tidak awas terhadap diri sendiri (alert-appearing immobility).


The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat penurunan
kesadaran yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali diri sendiri dan
keadaaan sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada pasien yang mengalami
perbaikan dari keadaan koma atau perburukan dari kelainan neurologis yang

progresif.
Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang
mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien terbuka,
namun pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada
batang otak dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan saraf otonom,
tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer cerebri dan batang otak
mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami perbaikan namun
dapat juga menetap (persistent vegetative state). Dikatakan persisten

vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.
Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak
mengalami kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi
jantung dan paru yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh.

Kematian otak tidak hanya terjadi pada hemisfer otak, namun juga dapat
terjadi pada batang otak.
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan
di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma.
Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat
pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian
kesadaran biasanya berdasarkan respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan
oleh pemeriksa.
II.1.1 Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca
indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan
dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan
waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk,
mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih
dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi
terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata.
Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, merupakan tahap pertengahan antara spoor dan
koma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang
apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun
reaksi motorik.
II.1.2 Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E),
5

Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah
3 dan nilai tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8
menandakan koma.
II.2

Klasifikasi Penurunan Kesadaran


Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai

kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa
disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan
kesadaran disertai dengan kelainan fokal.

II.2.1 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gangguan iskemik
Gangguan metabolik
Intoksikasi
Infeksi sistemis
Hipertermia
Epilepsi

II.2.2 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku
kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak (meningitis)
3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
II.2.3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1.
2.
3.
4.
II.3

Tumor otak
Perdarahan otak
Infark otak
Abses otak

Bahaya Penurunan Kesadaran


Adapun kondisi yang segera mengancam kehidupan terdiri atas peninggian

tekanan intrakranial, herniasi dan kompresi otak dan meningoensefalitis/ ensefalitis.

II.4

Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara

menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus, maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi

ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial, infratentorial,


dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.

Gambar 1. Patofisiologi penurunan kesadaran


Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana terjadinya penurunan kesadaran,
ada baiknya mengetahui RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri. RAS
(reticular activating system) adalah merupakan suatu sistem yang mengatur beberapa
fungsi penting seperti, tidur dan bangun, perhatian/fokus, kelakuan seseorang,
pernapasan dan detak jantung. Sistem ini berada pada batang otak, dibagia menjadi
ascending (yang menerima impuls/rangsangan) dan descending (yang memberi
respon terhadap impuls/rangsangan yang diberikan). Area yang mengatur ARAS
(ascending) adalah formation reticularis, mesencephalon, thalamic intralaminar
nucleus, dorsal hipotalamus, dan tegmentum. Pada DRAS (descending), impuls
diteruskan ke saraf-saraf perifer yang berakhir pada motor end plate dan cerebellum.
Neurotransmitter yang berperan dalam jalur RAS adalah kolinergik dan adrenergik,
kadang GABA juga berperan dalam rangsangan nyeri yang diberikan untuk menilai
kesadaran seseorang.

Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan
langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada
ARAS karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema
yang diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi
kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang otak.
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS
baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir
selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada
suatu susunan anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.
Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02 /100 gr otak/menit yang disebut
Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai
9

kondisi normal tidak banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR 0 2


meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR 0 2 menurun. Pada
CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan
mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi
koma.
Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan
5.5 mgr glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan
pertama terjadi pada serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang
letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi
selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio reti-kularis dan
kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.Pada hipoglikemi, penurunan atau
gangguan kesadaran merupakan gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang
peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah
juga akan berkurang

Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari
penyakit metabolic dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal
luar/akibat infeksi

II.4.1 Gangguan metabolik toksik

10

dari

Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya


penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan
menyebabkan terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen
(O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi
penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan
teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara
integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga
keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara
keutuhan kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu,
kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah,
elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri.
Koma disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri

yang

menyebabkan

terganggunya

metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.


2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak,
yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan
elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai
dengan gangguan sistem motorik simetris dan utuhnya refleks pupil
(kecuali pasien mempergunakan glutethmide atau atropin), juga utuhnya
gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan
stupor dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi
setempat pada otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan
koma pada gangguan metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS
dan korteks serebri.
11

Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran


No
1
2
3
4
5
6
7

Penyebab metabolik atau

Keterangan

sistemik
Elektrolit imbalans

Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal

Endokrin
Vaskular
Toksik
Nutrisi
Gangguan metabolik
Gagal organ

ginjal dan gagal hati.


Hipoglikemia, ketoasidosis diabetic
Ensefalopati hipertensif
Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
Defisiensi vitamin B12
Asidosis laktat
Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatic

1. Elektrolit Imbalans
GANGGUAN KESEIMBANGAN NATRIUM
Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh.
Keseimbangan natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh dua mekanisme yaitu
pengatur:

Kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentu.


Keseimbangan antar natrium yang masuk dan yang keluar (steady state).

Perubahan kadar natrium dalam cairan ekstrasel akan mempengaruhi kadar


hormon terkait seperti Anti diuretik (ADH), sistem RAA (renin angiotensin
aldosteron), atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide (BNP).
Hormon-hormon ini akan mempengaruhi ekskresi natrium di dalam urin.
Naik turunnya ekskresi natrium dalam urin diatur oleh filtrasi glomerulus dan
reabsorpsi oleh tubulus ginjal. Peningkatan volume cairan (hipervolemia) dan
peningkatan asupan natrium akan meningkatkan laju filtrasi glomerulus; sedangkan
12

pada deplesi volume intravaskular (hipovolemia) serta asupan natrium yang


berkurang anak mengurangi LFG. Perubahan-perubahan LFG tersebut akan
mempengaruhi reabsorpsi natrium pada tubulus (glomerulotubular balance).
Sebanyak 60 65% natrium yang difiltrasi direabsorpsi di tubulus proksimal,
25 30% di loop of henle, 5% di tubulus distal, dan 4% di duktus koligentes.
A.

Hiponatremia
Respon fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya
pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi urin meningkat
oleh karena saluran-air (AQP2) dibagian duktus koligentes berkurang
(osmolaritas urin rendah).
hiponatremia terjadi bila: (a) Jumlah asupan cairan melebihi
kemampuan ekskresi, (b) Ketidakmampuan menekan sekresi ADH
misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal
jantung atau sirosis hati pada SIADH (Syndorome Inappropriate Anti
Diuretic Hormone Secretion). Hiponatremia (kadar natrium serum
<135 mmol/L) menyebabkan perubahan volume ekstrasel:
a) Hiponatremia dengan hipovolemia (Hiponatremia dengan
ADH meningkat)
Hiponatremia tipe ini disebabkan tubuh kehilangan
garam bersamaan dengan hilangnya air. Pada kasus ini, sekresi
Anti Diuretik Hormon (ADH) ditekan (via osmoreseptor
hipotalamus); namun ketika kehilangan cairan, reseptor volume
menggantikan osmoreseptor dan menstimulasi rasa haus dan
pelepasan ADH. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk mempertahankan volume pada sirkulasi terhadap
osmolalitas.

13

Tabel Penyebab Hiponatremia disertai Kehilangan Cairan


(Hipovolemia)
Dengan adanya kehilangan natrium ekstra-renal dan
dengan keadaan ginjal yang masih normal, tubuh gagal
mengekskresikan natrium pada urin bersamaan dengan
hilangnya air, sehingga urin menjadi terkonsentrasi (<20
mmol/L). Namun, pada kerusakan ginjal yang menyebabkan
hilangnya natrium, kompensasi ginjal tidak dapat muncul
sehingga satu-satunya jalan adalah merangsang rasa haus.
Gejala Klinis
Dengan hilangnya natrium, gejala klinis yang timbul biasanya di dominasi
oleh gejala hilangnya cairan. Gejalanya bisa bervariasi, mulai dari haus, kram otot,
nauseadan vomitus, dan hilangnya keseimbangan saat berdiri (postural dizziness).
Hilangnya cairan pada sirkulasi menyebabkan hipotensi dan gangguan perfusi otak,
menyebabkan penurunan kesadaran dan koma.
Sedangkan untuk tanda-tandanya dibagi menjadi dua, yaitu tanda kehilangan
cairan interstitial dan tanda kehilangan volume sirkulasi.

14

Hilangnya cairan interstitial menyebabkan hilangnya elastisitas


kulit (turgor) kekuatan recoil kulit untuk kembali lagi setelah
dilakukan traksi. Turgor kulit berkurang sesuai dengan usia,
terutama pada bagian perifer. Tugor kulit pada segitiga anterior

leher atau pada bregma dapat dilakukan pada segala jenis umur.
Kehilangan volume sirkulasi menyebabkan penurunan tekanan vena
dan (jika parah) kompartemen atrium. Kehilangan 1 L cairan
ekstrasel

pada

dewasa

dapat

dikompensasikan

dengan

venokonstriksi sehingga tidak menimbulkan gejala. Hilangnya


cairan > 1 L akan menimbulkan:
o Hipotensi Postural
Normalnya, tekanan darah akan meningkat ketika seseorang berdiri,
hal ini disebabkan pengembalian vena karena venokonstriksi (untuk
mempertahankan
(underfill)

perfusi

mencegah

otak).
terjadinya

Hilangnya

cairan

venokonstriksi

ekstrasel
sehingga

menyebabkan penurunan tekanan darah. Hipotensi postural


merupakan tanda yang paling baik untuk mengenal gejala deplesi
volume, selama penyebab hipotensi postural lain telah disingkirkan

15

o Penurunan Tekanan Vena Jugularis


Pada pasien dengan hipovolemia, pulsasi vena jugularis hanya bisa
dilihat pada pasien dengan posisi berbaring sempurna atau bahkan
head-down, karena tekanan atrium kanan kurang dari 5 cmH2O.
o Venokonstriksi Perifer
Ini menyebabkan akral yang dingin dan kosongnya vena perifer
sehingga akan sulit untuk melakukan kanulasi vena. Tanda ini
sering tidak terdapat pada pasien sepsis, dimana vasodilatasi perifer
terjadi untuk menyeimbangkan hipovolemia.
o Takikardia
Takikardi tidak selalu menjadi tanda yang dapat dijadikan patokan.
Beta-bloker dan obat anti-aritmia dapat mencegah takikardia dan
hipovolemia

dapat

mengaktivasi

mekanisme

vagal

dan

menyebabkan bradikardia.
Diagnosis hiponatremia dengan hipovolemia sangat jelas pada pasien dengan
riwayat diare, diabetes mellitus, atau overdosis obat diuretik. Pemeriksaan fisik
pasien terkadang lebih utama dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium
(elektrolit plasma dan urin)
Tabel dibawah akan menjelaskan hilangnya cairan dan elektrolit per hari lewat
saluran pencernaan. Terkandungnya natrium pada urin (>20 mmol/L) beserta adanya
gejala klinis deplesi cairan, menandakan telah terjadi kerusakan ginjal.
b) Hiponatremia dengan volume cairan ekstrasel yang normal (euvolemia)
Hiponatremia tipe ini diakibatkan jumlah intake air yang masuk tidak dapat
diekskresikan oleh ginjal (hiponatremia dilusional) tanpa adanya perubahan natrium
pada tubuh namun osmolalitas plasma menurun. Dengan fungsi ginjal yang masiih
normal, hiponatremia dilusional jarang terjadi meskipun dengan pasien yang minum

16

air 1 L per jam. Penyebab yang paling sering terjadi adalah iatrogenik, yaitu infus
berlebihan glukosa 5% pada pasein post-operasi; pada situasi ini kondisi diperparah
dengan sekresi ADH berlebihan akibat respon terhadap stress. Untuk mencegah
hiponatremia pasca-operasi, gunakan larutan NaCl 0,9% kecuali jika ada indikasi
lain. Serum natrium harus dihitung tiap hari jika pasien diberikan cairan parenteral
terus-menerus.

Tabel Penyebab Hiponatremia Euvolemia


Gejala Klinis
Gejala Hiponatremia dilusional umumnya terjadi
secara akut (<48 jam post-operasi). Gejala jarang timbul
kecuali jika serum natrium sudah mencapai <120 mmol/L.
Gejalanya

terutama

berupa

kelainan

neurologis

akibat

pergerakan air ke sel otak akibat penurunan osmolalitas


ekstrasel.

17

Hiponatremia ensefalopati memberikan gejala berupa


sakit kepala dan penurunan kesadaran, sehingga pasien akan
mngalami rasa mengantuk, kontraksi mioklonik, kejang
general, dan bahkan koma. Pada MRI otak akan terlihat edema
otak dalam konteks kelainan elektrolit dan gejala neurologis.
Faktor

risiko

untuk

terjadinya

hiponatremia

ensefalopati. Adaptasi otak terhadap hiponatremia adalah


ektrusi darah dan cairan serebrospinal (CSF), begitu juga
dengan natrum, kalium, dan osmolit organik, agar terjadi
penurunan osmolalitas otak. Beberapa faktor dapat mengurangi
adaptasi otak tersebut.

Anak dibawah 16 tahun mempunyai rasio volume otak-

intrakranial yang lebih besar dibandingkan dengan dewasa.


Wanita premenopause lebih sering terjadi ensefelopati
daripada wanita postmenopause akibat efek inhibisi
hormon seksual dan efek vasopressin pada sirkulasi
serebral yang menyebabkan vasokonstriksi dan hipoperfusi

otak.
Hipoksemia merupakan faktor risiko terbesar terjadinya
ensefalopati hiponatremia. Pasien hiponatremia yang
berkembang

menjadi

hipoksia

akibat

edema

non-

kardiopulmoner atau kegagalan respirasi hiperkapnea,


mempunyai mortalitas tinggi.
Investigasi
Penyebab hiponatremia dengan volume ekstrasel yang masih
normal memerlukan pemeriksaan:

Elektrolit plasma dan urin serta osmolalitasnya. Konstrasi


natrium plasma, klorida, dan urea yang rendah menandakan

18

adanya osmolalitas yang rendah. Konsentrasi natrium urin


biasanya meningkat sehingga perbandingan osmolalitas

urin melebihi osmolalitas plasma.


Untuk pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan untuk
menyingkirkan

penyakit

Addison,

hipotiroidisme,

Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone


(SIADH), dan obat-obatan penyebab retensi air (contoh:
klorpropramid).
Harus diingat, bahwa penurun magnesium dan kalium dapat
mencetus

pelepasan ADH

sehingga

menjadi

penyebab

hiponatremia akibat diuretik.


c) Hiponatremia dengan hipervolemia
Penyebab hiponatremia akibat berlebihnya cairan dapat dilihat
pada tabel dibawah.

Pada seluruh kondisi tersebut umumnya disebabkan penurunan


laju filtrasi glomerulus dengan penurunan reabsorpsi natrium dan
kalium pada tubulus proksimal sehingga urin tidak lagi menjadi dilusi.
Keadaan ini dapat diperparah dengan pemberian diuretik yang
memblok reabsorpsi klorida dan diuretik yang mengganggu dilusi
filtrat, baik di lengkung henle (loop diuretics) maupun di distal
(tiazid).
Menurut waktu terjadinya hiponatremia, maka hiponatremia
dapat dibagi dalam:
19

Hiponatremia akut. Disebut akut bila kejadian hiponatremia


berlangsung cepat, yaitu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan
menyebabkan kejang atau koma. Hal ini terjadi akibat adanya edema
sel otak karena air dari ekstrasel masuk ke intrasel yang
osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga sebagai
hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat. Pada keadaan ini,
perlu diberikan larutan natrium hipertonik intravena. Kadar natrium
plasma dinaikkan 5 mEq/L dari kadar natrium awal dalam 1 jam.
Setelah itu dinaikkan 1 mEq/L/jam sampai kadar natrium mencapai
130 mEq/L. Rumus yang dipakai untuk mengetahui jumlah natrium
dalam larutan natrium hipertonik yang diberikan adalah:
0,5 x BB (kg) x (Kadar Na awal Kadar Na yang diinginkan)
Hiponatremia kronik. Disebut kronik bila kejadian hiponatremia
melebihi 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat
seperti penurunan kesadaran atau kejang, gejala yang terjadi hanya
ringan seperti lemas atau mengantuk. Kelompok ini disebut juga
sebagai hiponatremia asimptomatik. Pada keadaan ini koreksi natrium
dilakukan secara perlahan, yaitu 0,5 mEq/L/jam, maksimal 10 mEq/L
dalam 24 jam. Bila delta Na sebesar 8 mEq/L, dibutuhkan waktu
pemberian selama 16 jam.
B.

Hipernatremia
Respon

fisiologis

hipernatremia

adalah

meningkatnya

pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi urin berkurang


oleh karena saluran air (AQP2) di bagian apikal duktus koligentes
bertambah (osmolalitas urin tinggi). Hipernatremia terjadi bila:
Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi
natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada pengeluaran

20

air tanpa elektrolit melalui insensible water loss, atau keringat,


osmotik diare akibat pemberian laktulose atau sorbitol; diabetes
insipidus sentral maupun nefrogenik; diuresis osmotik akibat
glukosa atau manitol; gangguan pusat rasa haus di hipotalamus
akibat tumor atau gangguan vaskular. Deplesi volume dan defisit
cairan menyebabkan ekskresi Na dalam urin rendah sehingga

kadarnya kurang dari 25 mEq/L.


Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh,
misalnya koreksi bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolik.
Pada keadaan ini tidak terjadi deplesi volume sehingga natrium
yang berlebihan akan diekskresikan ke dalam urin menyebabkan

kadara natrium dalam urin lebih dari 100 mEq/L.


Masuknya air tanpa mengandung elektrolit ke dalam sel. Misalnya
pada altihan olahraga yang berat, asam laktat dalam sel meningkat
sehingga osmolalitas sel juga meningkat da air dari ekstrasel akan
masuk ke intrasel. Biasanya kadar natrium akan kembali normal
dalam waktu 5 15 menit setelah istirahat.
Manusia dalam keadaan normal tidak akan pernah mengalami

hipernatremia, karena respons haus yang timbul akan dijawab dengan


asupan air yang meningkat sehingga tidak terjadi hipernatremia.
Hipernatremia terjadi bila respon kekurangan air tidak diatasi dengan
baik, misalnya pada orang dengan usia lanjut dan penderita diabetes
insipidus (volume urin dapat >10 L).
Dalam keadaan hipotalamus yang normal serta fungsi ginjal
yang normal, hipernatremia akan menyebabkan osmolalitas urin
menjadi lebih dari 700 800 mosm/kg.
Dalam kaitan dengan hipernatremia, harus membedakan antara
deplesi volume dengan dehidrasi. Deplesi volume adalah keluarnya air
tanpa

natrium

(cairan

hipotonik)

dari

dalam

tubuh

yang

mengakibatkan timbulnya hipernatremia. Dengan kata lain, deplesi

21

volume sama dengan hipovolemia dengan normonatremia.


Sedangkan pada dehidrasi terjadi pengurangan air baik ekstrasel
maupun intrasel sedang pada deplesi volume, air yang berkurang
hanyalah air ekstrasel.
Gejala Klinis
Timbul pada peningkatan natrium plasma secara akut hingga
158 mEq/L. Gejala yang ditimbulkan akibat mengecilnya volume otak
oleh karena air keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini
menimbulkan robekan pada vena dan menyebabkan perdarahan lokal
di otak dan subarakhnoid. Gejala dimulai dari letargia, lemas,
twitching, kejang, dan akhirnya koma. Kenaikan akut di atas 180
mEq/L dapat menyebabkan kematian.

2.

Endokrin
A. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan Otak
Glukosa merupakan bahan bakar utama otak dalam kondisi fisiologis yaitu

sekitar 50% glukosa digunakan untuk otak. Karena otak tidak bisa memetabolisme
glukosa, glukosa yang ada pada sirkulasi, glikogen yang disimpan di otot maupun
hepar digunakan untuk bahan bakar otak. Hipoglikemia akan mengakibatkan
kegagalan otak, yang nantinya ketika plasma glukosa meningkat, keadaan tersebut
akan berbalik. Pada penderita DM, hipoglikemia yang paling sering terjadi adalah
bersifat iatrogenik, yaitu akibat dari pengobatan itu sendiri. Obat-obatan yang
memberikan

efek

samping

hipoglikemia

adalah

insulin

injeksi,

golongan

sulfonylurea, dan glinid. Hipoglikemia dikatakan rendah jika kadarnya dalam plasma:
< 50 mg/dL pada pria
< 45 mg/dL pada wanita
< 40 mg/dL pada bayi dan anak

22

Manifestasi Klinis Hipoglikemia


Gejala dan tanda hipoglikemia tidak spesifik. Sehingga, gejala klinis
hipoglikemia biasanya didokumentasikan dengan menggunakan triad Whipple;
gejala yang menunjukkan hipoglikemia, gula darah sewaktu yang rendah; dan terjadi
perbaikan setelah glukosa plasma ditingkatkan.
Gejala neuroglikopenik, yang diakibatkan oleh hipoglikemia, termasuk
gangguan kognitif (glukosa <50 mg/dL), perubahan sikap dan gangguan psikomotor,
dan koma. Gejala neurogenik (atau autonomik), yang umumnya disebabkan oleh
persepsi perubahan fisiologis simpatoadrenalstimulasi adrenergik (palpitasi,
hiperhidrosis, takikardi, midiriasis, parestesi, tremor, dan ansietas) dan manifestasi
glukagon (lapar, nausea, vomitus, rasa tidak nyaman daerah abdomen, dan sefalgia).
Tanda dari hipoglikemia termasuk diaphoresis dan pallor, akibat dari
vasokonstriksi adrenergik kutaneus dan aktivasi kolinergik dari kelenjar keringat.
Gejala dan Tanda Klinis

Stadium parasimpatik ; lapar,mual,tekanan darah turun.


Stadium gangguan otak ringan: lemah lesu ,sulit bicara ,kesulitan menghitung

sementara
Stadium simpatik: keringat dingin pada muka ,bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat: tidak sadar,dengan atau tanpa kejang
Anamnesa

Penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral: dosis terakhir, waktu

pemakaian terakhir, perubahan dosis.


Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya.
Lama menderita DM, komplikasi DM.
Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll.
Penggunaan obat sistematik lainnya: penghambat adrenergik Beta, dll
Pemeriksaan Fisik

23

Pucat
Diaphoresis
Hipotensi
Heart rate menurun
Penurunan kesadaran
Defisit neurologik fokal transient.

B. Ketoasidosis Diabetik (KAD)


Adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif.

Faktor Pencetus
Infeksi
Infark miokard akut
Pankreatitis akut
Penggunaan obat golongan steroid
Menghentikan atau mengurangi dosis insulin

Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat suatu defisiensi insuli absolut
atau relatif dan peningkatan hormon counter-regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa
hepar meningkat dan pemakaian glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia.

24

Gejala Klinis
Pernapasan cepat & dalam (kussmaul)
Berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah & bibir
kering)
Kadang disertai hipovolemia sampai syok

25

Kriteria Diagnosis
Kadar glukosa 250 mg%
pH < 7,35
HCO3 rendah
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif
C.

Hiperglikemi Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)


Hiperglikemi Hiperosmolar Non

Ketotik

merupakan

komplikasi akut pada Diabetes Melitus (DM). Sindrom HHNK


ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar, tanpa disertai adanya
ketosis, dengan gejala klinis utama adalah dehidrasi berat,
hiperglikemia berat, dan seringkali disertai dengan gangguan
neurologis atau tanpa adanya ketosis.
Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu, dengan gejala khasnya yaitu sering haus,
polidipsi, poliuri, dan penurunan berat badan, dan kadang sampai
koma.
Ditinjau dari segi patofisiologi, HHNK dan KAD merupakan
suatu dekompensasi metabolik pada pasien DM; yang berbeda adalah
onset, derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis.

26

Faktor Pencetus
HHNK sering terjadi pada penderita DM usia tua, yang
mempunyai penyakit penyerta sehingga penurunan asupan makanan.
Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori:
Infeksi (selulitis, karies dentis, ISPA, ISK)
Pengobatan (antagonis kalsium, kemoterapi, klorpromazin, Loop

Diuretics, fenitoin, propranolol, diuretik tiazid)


Noncompliance (ketidakpatuhan minum obat)
DM tidak terdiagnosis
Penyalahgunaan obat (alkohol, kokain)
Penyakit penyerta (infark miokard akut, hipertermia, hipotermia,
pankreatitis, emboli paru, gagal ginjal, tirotoksikosis)

Patofisiologi

27

Patofisiologi HHNK
Faktor yang memulainya HHNK adalah diuresis glikosuria.
Glikosuria mengakibatkan kegagalan kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan

urin,

yang

semakin

memperberat

derajat

kehilangan urin. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeleminasi


kelebihan glukosa (sifat glukosa yaitu dapat menarik air) dalam tubuh
dalam batas tertentu. Namun, karena adanya penurunan volume
intravaskular yang telah ada sebeblumnya menyebabkan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) menurun, sehingga konsentrasi glukosa dalam urin
meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan dengan
natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Hal ini diperparah
dengan keadaan insulin yang ada dalam tubuh tidak mencukupi untuk
menurunkan kadar glukosa darah.
Pada HHNK, masih belum jelas mengapa tidak terbentuk
ketoasidosis. Faktor yang diduga adalah keterbatasannya ketogenesis
akibat keadaan hiperosmolar, konsentrasi asam lemak bebas yang
rendah untuk ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk

28

mencegah ketogenesis (namun tidak cukup untuki mencegah


hipoglikemia), dan resistensi hepar terhadap glukagon.
Penurunan penggunaan glukosa oleh jaringan perfier (hepatosit
dan miosit), ketidak mampuan stimulasi glukagon untuk menyimpan
glukosa pada hepatosit dalam bentuk glikogen, dan stimulasi glukagon
untuk

pembentukan

glukoneogenesis

memperparah

keadaan

hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan dieresis osmotik. Karena tekanan
osmotik glukosa yang tinggi, sehingga air di dalam lumen tubulus
ginjal tidak dapat di reabsorpsi ke dalam pembuluh darah, sehingga
akan mningkatkan diuresis. Hiperglikemia, bersamaan dengan
peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya
cairan intravaskular, menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan
hiperosmolar dapat menyebabkan rangsangan hormon ati-diuretik,
sehingga akan meningkatkan rasa haus.
Seluruh patofisiologi di atas (hiperglikemi dan hiperosmolar)
nantinya akan menimbulkan dehidrasi (jika tubuh tidak mampu
melakukan dekompensasi) dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia
nantinya akan menyebabkan hipotensi dan akhirnya gangguan perfusi
jaringan (syok).
Gejala Klinis
Pasien HHS umumnya berusia lanjut (> 60 thn). Gejala klinis utama:
- Dehidrasi berat
- Hiperglikemia berat
- Sering disertai gangguan. Neurologis (letargi, disorientasi,
hemiparesis, kejang/koma) dengan atau tanpa adanya ketosis
Keluhan pasien:
- Rasa lemah
- Gangguan penglihatan
- Kaki kejang
- Mual dan muntah
29

Letargi, disorientasi, hemiparesis, dan kejang


Koma (jika osmolaritas serum > 350 mOsm/kg = 350 mmol/kg)

Pemeriksaan Fisik:
Tanda dehidrasi berat:
-Turgor kulit buruk
-Mukosa bibir kering
-Mata cekung
-Ekstremitas dingin
-Denyut nadi cepat dan lemah
-Peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi
Secara klinis HHNK sulit dibedakan dengan KAD. Untuk
mendiagnosis HHNK, dapat digunakan pegangan sebagai berikut:

Sering ditumkan pada usia lanjut (> 60 tahun)


Hampir ditemukan pada pasien DM atau

terdiagnosis/terkontrol
Mempunyai penyakit dasar lain
Sering disebabkan oleh obat-obatan seperti tiazid, furosemid,

DM

tidak

manitol, digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin,

dilantin, simetidin, dan haloperidol.


Mempunyai faktor pencetus (infeksi, penyakit kardiovaskular,
perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma
hepatik, dan operasi).

Pemeriksaan Laboratorium
Temuan awal:

Hiperglikemia (> 600 mg/dL)


Hiperosmolaritas serum (> 320 mOsm/kg H20 [normal = 285

295])
pH >7,30
Ketonemia ringan atau negatif
Anion gap 10 12 (asidosis metabolik ringan), atau >12
(kemungkinan asidosis laktat)
30

Temuan lain:

Ureum & kreatinin meningkat


Blood urea nitrogen meningkat atau normal
Hematokrit hampir selalu meningkat
Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentras glukosa

darah pasien sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung


dari konsentrasi natrium yang sudah dikoreksi, yang dapat dihitung
dengan rumus:
Natrium (mEq/L) + 165 x (Glukosa darah [mg/dL]) 100) /
100
Misalkan konsentrasi natrium hasil pemeriksaan = 145 mEq/L
(145 mmol/L) dan konsentrasi glukosa darah plasma 1.100 mg/dL
(61,1 mmol/L), maka konsentrasi natrium koreksi:
145 + 165 x (1.100 100) / 100 = 145 + 16,5 = 161,5 mEq/L
Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat digunakan
rumus:
(2 x Natrium [mEq/L]) + Glukosa darah (mg/dL) / 18
Misalkan konsentrasi natrium hasil pemeriksaan = 145 mEq/L
(145 mmol/L) dan konsentrasi glukosa darah plasma 1.100 mg/dL
(61,1 mmol/L), maka osmolaritas serum efektifnya:
(2 x 150) + 1.100 / 18 = 300 + 61 = 361 mOsm/kg
3.
a)

Toksik
Intoksikasi Opiat
Simtomatologi Opiat
Berikut ini dimasukkan beberapa obat dengan simptomatologi
yang hampir sama dengan golongan opiate (morfin, petidin, heroin,
kodein) dan sedatif: (1) Narkotika; (2) Barbiturat; (3) Benzodiazepin;
(4) Meprebamat; (5) Etanol.

31

Tanda dan gejala yang ditemukan: koma, depresi nafas, miosis,


hipotensi, bradikardi, hipotermi, edema paru, bising usus menurun,
hiporefleksi, dan kejang (pada kasus berat).
OPIAT
Umumnya,

opiat

digunakan

sebagai

analgetik

melalui

mekanisme efek depresi pada otak. Golongan opiat yang biasa dipakai
adalah morfin, yaitu digunakan untuk nyeri dada, edema paru, dan
nyeri yang hebat pada keganasan. Akan tetapi, penggunaannya akhirakhir ini mengalami penyalahgunaan.
Pengaruh obat pada SSP bervariasi dari obat ke obat.
Sedangkan penemuan secara patologis post-mortem yang disebabkan
overdosis, gambarannya tidak khas.

Farmakologi Opiat
Setelah pemberian dosis tunggal (putaw) di dalam tubuh akan
dihidrolisis oleh hati (6 10 menit) menjadi 6 monoacetyl morphine
dan setelah itu akan diubah menjadi morfin. Morfin selanjutnya diubah
menjadi Mo 3 monoglucoronide dan Mo 6 monoglucoronide yang larut
dalam air. Bentuk metabolit ini yang dapat di tes di dalam urin.
Oleh karena heroin (putaw) larut di dalam lemak maka bahan
tersebut ( 60%) dapat melalui sawar otak dalam waktu yang cepat.
Mekanisme Toksisitas

32

Pada umumnya, kelompok opiat mempunyai kemampuan


untuk menstimulasi SSP melalui aktivasi reseptornya yang akan
menyebabkan efek sedasi dan depresi nafas. Kematian umumnya
akibat dari apneu atau aspirasi paru dari cairan lambung, sedangkan
reaksi edema pulmoner akut mekanismenya masih belum jelas.
Reaksi toksisitas bergantung pada obat yang dipakai, rute
pemberian, efek toleransi masing-masing individu, lama kerja, dan
masa paruh obat.
Dengan ditemukannya tipe reseptor opiat di SSP maka
mekanisme toksisitas dan atidotnya dapat diterangkan melalui
reseptor. Beberapa jenis reseptor opiat pada SSP:
Reseptor Mu1 (1): berefek analgesik, euphoria, dan hipotermia.
Reseptor Mu2 (2): bradikardi, depresi nafas, miosis, euphoria,

penurunan kontraksi usus, dan ketergantungan fisik.


Reseptor Kappa (): spinal analgesik, depresi nafas, dan miosis,

hipotermia
Reseptor Delta (): depresi nafas, disporia, halusinasi, vasomotor

stimulasi
Reseptro Gamma (): inhibisi otot polos, spinal analgesik

DIAGNOSIS
Bila ditemukan gejala klinis yang khas (pin point, depresi
nafas, dan membaik setelah pemberian nalokson) maka penegakkan
secara klinis dapat ditegakkan secara mudah. Kadang ditemukan bekas
suntikan (needle track sign). Pemeriksaan laboratorium tidak selalu
seiring dengan gejala klinis. Pemeriksaan secara kualitatif dari bahan
urin cukup efektif untuk memastikan diagnosis keracunan opiat dan
zat induktif lainnya.

33

GAMBARAN KLINIK
Umumnya, gejala yang timbul adalah penurunan kesadaran
(koma) dan gangguan sistem nafas (depresi nafas).
Dosis toksis selalu akan menyebabkan kesadaran yang turun
sampai koma, pupil yang pin point dapat terjadi dilatasi pupil pada
anoksia yang berat, pernafasan yang pelan, sianosis, nadi lemah,
hipotensi, spasme dari saluran cerna dan bilier, dapat terjadi edema
paru dan kejang. Kematian karena gagal nafas dapat terjadi 2 4 jam
setelah pemberian oral maupun subkutan, lebih cepat pemberian
intravena. Beberapa gejala yang dapat terjadi ialah hipertermi, aritmia,
hipertensi, bronkospasme, Parkinson like syndrome, nekrosis tubular
akut akibat rabdomiolisis, dan mioglobinuria, gagal ginjal. Kulit dapat
berwarna kemerahan, dan dapat terjadi leukositosis dan hipoglikemia.
4.

Gagal Organ
A. Koma Uremia (Ensefalopati Uremik)
Pendahuluan
Uremia merupakan keadaan akhir dari insufisiensi renal yang
progresif dan akibat dari kegagalan multi-organ. Uremia diakibatkan
oleh terakumulasinya metabolit protein, asam amino, dan kegagalan
katabolisme ginjal, metabolisme, dan proses endokrinologis. Sampai
saat ini masih belum ada metabolit yang menyebabkan terjadinya

34

uremia. Ensefalopati uremik (EU) merupakan salah satu dari banyak


manifestasi dari gagal ginjal.
Patofisiologi
Penyebab pasti dari EU sampai saat ini masih belum diketahui.
Beberapa zat organik yang terkumpul seperti urea, asam urat, asam
hipurat, berbagai macam asam amino, polipeptida, poliamin, fenol dan
konjugasi fenol, asam fenolat dan asam indolat, asetoin, asam
glukoronat, karnitin, myoinositol, sulfat, fosfat, dan komponen
guanidin

(asam

guanidisuksinat,

metilguanidin,

guanidin,

dan

kreatinin). Akhir-akhir ini telah terbukti bahwa komponen guanidin


bersifat neurotoksik.
Belum ada satupun abnormalitas yang spesifik berhubungan
dengan gejala klinis EU. Meningkatnya kadar glisin, asam organik dan
triptofan bebas, berkurangnya GABA pada Liquor Serebrospinal
(LCS) mungkin yang mengakibatkan fase awal EU. Pada tikus
percobaan dengan gagal ginjal, ditemukan kadar adenosin trrifosfat
(ATP) dan glukosa yang meningkat, sedangkan kadar adenosim
monofosfat (AMP) dan difosfat (ADP) jumlahnya berkurang. Hal ini
menunjukkan pada tikus percobaan, otak menggunakan sedikit ATP
dan memproduksi sedikit ADP dan AMP.
Asam guanidisuksinat, metilguanid, guanid, dan kreatinin
mencegah respon GABA dan glisin (asam amino inhibitor) pada
neuron tikus percobaan.
Berbagai kombinasi imbalans metabolit tersebut diperkirakan
menyebabkan gangguan keseimbangan inhibisi dan eksitasi pada
sistemik tubuh.
MANIFESTASI KLINIS
35

Anamnesis
Ensefalopati uremik merupakan konsekuensi dari insufisiensi
ginjal. Gejala umumnya di sadari oleh orang-orang disekitar penderita.
Pada banyak kasus, umumnya gejala yang timbul adalah gejala
neurologis, bisa timbul secara perlahan-lahan atau secara cepat.
Perubahan pada neurologis seperti hilang ingatan, gangguan
konsentrasi, depresi, delusi, letargia, iritabilitas, kelelahan, insomnia,
psikosis, stupor, katatonia, dan koma.
Pasien juga bisa mengeluh kesulitan berbicara, pruritus, atau
twitching.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:

Myoclonic jerks, twitches, atau fasikulasi

Asterixis (tremor pada pergelangan tangan ketika pergelangan


tangan dilakukan gerakan dorsofleksi)

Disarthria

Agitasi

Tetani

kejang, umumnya kejang seluruh tubuh, tonik-klonik

Confusion, stupor, dan berbagai macam bentuk gangguan kesdaran

Koma

Gangguan tidur

B. Shock
Hemodinamik
Segala faktor-faktor yang berhubungan dengan hemodinamik
dapat dikumpulkan menjadi satu inti, yaitu cardiac output. Cardiac
Output (CO) adalah jumlah volume darah yang dipompa dari
36

ventrikel kiri dalam satu menit. Darah tersebut digunakan untuk


menyuplai sel tubuh dengan oksigen pada darah.
Dua komponen penting yang mengatur CO adalah heart rate
dan stroke volume, dimana:
CO = HR dan SV
Heart Rate dan Stroke Volume akan menghasilkan Cardiac
Output yang baik (4 8 Liter darah per menit) jika kerjanya saling
sinkron. Jika salah satunya meningkat, maka yang lain akan menurun,
dan sebaliknya. Hal ini merupakan konsep dari compensatory heart
rate. Bentuk kompensasi yang paling utama berubah adalah dengan
cara meningkatkan HR (takikardia) akibat dari berkurangnya SV atau
meningkatnya kebutuhan oksigen pada jaringan. Penyebab dari
kompensasi takikardi ini akibat oleh:
Hipovolemia akibat dehidrasi, perdarahan, atau kehilangan cairan.
Hipotensi (sistolik < 100 mmHg)
Ansietas, rasa takut, amarah akibat dari stimulasi sistem saraf

untuk melepas katekolamin eksogen maupun endogen.


Demam
Exercise
Pada keadaan lain, HR dapat menurun (bradikardia) untuk

mengkompensasi SV yang meningkat atau hipertensi.


Stoke Volume adalah jumlah darah yang keluar pada satu kali
ejeksi ventrikel. Terdapat tiga faktor yang menentukan SV, yaitu (1)
kontraktilitas, (2) preload, dan (3) afterload.
1) Kontrakatilitas
Kontraktilitas adalah kekuatan dan kecepatan (force
and velocity) dari ejeksi ventrikel. Dapat digambarkan
kontraktilitas merupakan sebuah kekuatan genggaman atau
squeeze. Kontraktilitas meningkat seperti pada keadaan takut,
ansietas, stres, takut, hipovolemia, dan exercise.

37

Hal
kontraktilitas

yang

dikhawatirkan

adalah

meskipun

pada

meningkatnya

kontraktilitas

juga

meningkatkan SV, kontraktilitas juga meningkatkan kebutuhan


oksigen pada miokardium. Hal ini dapat berbahaya pada pasien
dengan penyakit jantung. Berkurangnya kontraktilitas akan
mengurangi SV dan kebutuhan oksigen miokardium, akan
terlihat pada:
Hipoksia
Hiperkapnea
Asidosis metabolik
Hiperkalemia
Hipokalsemia
Infark miokardium
Pembedahan jantung
2) Preload
Preload adalah jumlah darah pada ventrikel sebelum
kontraksi. Preload

disebut juga sebagai filling pressures.

Preload, dipengaruhi oleh:


Total volume darah yang ada pada sirkulasi
Distribusi volume vaskular (letak darah dan cairan. Apakah
intravaskular, ekstrasel, intrasel, atau di kompartemen

ketiga)
Sistolik atrium (sinkronisasi kontraksi atrium dengan
ventrikel. Jika tidak sinkron, maka preload berkurang

20%).
3) Afterload
Konsep terakhir pada hemodinamik adalah afterload.
Afterload adalah seberapa keras jantung (baik sebalah kiri
maupun kanan) untuk mendorong darah keluar dari jantung.
Afterload ditentukan oleh:
Kemampuan aorta untuk berdistensi atau stretch.
Viskositas darah (kental atau encer)
Resistensi vaskuler

38

Kadar

oksigen

(hipoksemia

akan

menyebakan

vasokonstriksi)
Shock
Shock didefinisikan sebagai keadaan dimana sel dan jaringan
tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolismenya. Pusat dari
penyebab shock ini adalah terjadinya hipoperfusi jaringan, baik
disebabkan oleh shock hipovolemik, hemorhagik, sepsis, kardiogenik,
atau neurogenik. Perfusi jaringan dipengaruhi oleh (1) Cardiac Output
(CO), yaitu perkalian antara stroke volume (SV) dan Heart Rate (HR),
dan (2) Resistensi Perifer (PR).
Ketidakseimbangan perfusi ini menyebabkan aktivasi respon
neuroendokrin dan inflamasi. Respon yang timbul akan bergantung
pada etiologi dari shock. Contohnya, respon kardiovaskular yang
diinduksi oelh aktivasi sistem saraf simpatis terjadi pada shock sepsis
dan neurogenik. Sebagai tambahan, hipoperfusi dapat terjadi akibat
aktivasi dan kerusakan sel, seperti pada shock sepsis ataupun
traumatik shock. Tedapat banyak respon organ spesifik yang berfungsi
untuk mempertahankan perfusi jaringan pada sirkulasi koroner dan
serebral, contohnya adalah (1) reseptor peregangan dan baroreseptor
pada jantung dan sinus karotis dan arkus aorta, (2) kemoreseptor, (3)
respon serebral iskemi, (4) pelepasan vasokonstriktor endogen, (5)
perpindahan jaringan ke rongga intravaskuler, dan (5) reabsorpsi ginjal
dan retensi garam dan air.

39

Patofisiologi perjalanan terjadinya hipoperfusi dan shock.


Berkurangnya perfusi jaringan secara langsung bisa diakibatkan oleh
perdarahan/hipovolemia, gagal jantung, atau kerusakan neurologis.
Berkurangnya perfusi sel dan cedera sel diakibatkan oleh reaksi
imunologi dan respon inflamasi. Pada jalur lain, adanya produk
mikroba ketika terjadi infeksi atau pelepasan produk sel endogen dari
kerusakan sel dapat mengaktifkan sel yang mempengaruhi perfusi
jaringan dan terjadinya shock.. (Keterangan: HMBG 1 = High
Mobility Group Box 1; LPS = Lipopolisakarida; RAGE = Receptor for
Advanced Glycation End products)

40

Siklus shock. Apapun etiologinya, hipoperfusi jaringan dan


shock menyebabkan siklus yang maju kedepan dan akhirnya
akan memperparah kerusakan sel dan disfungsi jaringan.
1)

Shock Sepsis
Shock sepsis merupakan tahap yang paling akhir dari
Systemic Inflammation Response Syndrome (SIRS). SIRS akan
menyebabkan perubahan pada HR, Respiratory Rate (RR),
tekanan darah (TD), regulasi suhu, dan aktivasi sel imun.

C. Koma Hepatik (Ensefalopati Hepatik)

41

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan


susunan saraf pusat yang dijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan
ini ditandai oleh gangguan memori dan perubahan kepribadian
(Corwin., 2001).
Ensefalopati hepatik (ensefalopati

sistem portal, koma

hepatikum) adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami


kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati (Stein., 2001).
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada
penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan
mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis
(Price et al., 1995).
Patogenesis
Sampai saat ini, patogenesis koma hepatikum belum diketahui
secara pasti, karena: (1) Masih terdapatnya perbedaan mengenai dasar
neurokimia/neurofisiologis; (2) Heterogenitas otak, baik secara
fungsional maupun biokimia yang berbeda dalam jaringan otak; (3)
Ketidak pastian apakah perubahan-perubahan mental dalam penemuan
biokimia yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Beberapa hipotesis yang dicetuskan antara lain adalah:
Hipotesis ammonia. Amonia berasal dari metabolisme bakteri di
mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan
dari bakteri yang mengandung enzim urease. Dalam hepar, ammonia
diubah menjadi urea pada hepatosit periportal dan glutamine pada
hepatosit perivena, sehingga jumlah ammonia yang masuk ke sirkulasi
dapat dikontrol dengan baik. Pada penyakit hati kronis, terdapat
gangguan ammonia sehingga kadar ammonia dalam vena meningkat 5
10x lipat. Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui:

42

Pengaruh langsung terhadap membran neuron. Yaitu berkurangnya


glikogen pada astrosit, gangguan komunikasi sel glia-neuron, dan

mengganggu transmisi sinaps.


Mempengaruhi metabolisme otak melalui siklus peningkatan
sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua bahan ini mempengaruhi
siklus kreb sehingga menyebabkan hilangnya molekul ATP yang

diperlukan untuk oksidasi sel.


Pada pasien dengan sirosis terjadi perubahan cairan dan elektrolit
sistemik dengan cara retensi natrium dan air akibat sirosis atau
penggunaan obat diuresis. Karena ensefalopati umumnya diperparah
oleh

gangguan

dipertimbangkan

metabolik,
dalam

status

pengaruhnya

asam-basa
terhadap

darah

harus

keseimbangan

metabolisme ammonia, dengan asumsi kenaikan kadar ammonia darah


menentukan derajat keparahan ensefalopati. Hipokalemi terjadi pada
pasien dengan sirosis akibat kehilangan cairan akibat obat diuresis,
diare, vomitus, dan defisiensi nutrien. Pertama, hipokalemia
meningkatkan produksi produksi ammonia pada ginjal. Kedua,
hipokalemia dan alkalosis meningkatkan uptake ammonia ke dalam
sel. Karena kalium dalam tubuh paling banyak tersimpan dalam
intersel, mengurangi konsentrasi kalium pada cairan ekstrasel
menstimulasi efluks kalium keluar sel untuk mengembalikan
konsentrasi ekstrasel. Sel mengkompensasi kehilangan kalium dengan
cara menambah uptake ion natrium dan hidrogen untuk menjaga
elektroneuralitas, sehingga menyebabkan alkalinisasi rongga ekstrasel
dan asidifikasi rongga intrasel. Karena ammonia (NH3) dan ion
ammonium (NH4) diperlukan dalam keseimbangan, alkalosis ekstrasel
menambah permeabilitas sel terhadap NH3, dimana asidosis intrasel
tetap menjaga kadar NH4 di dalam sel. Sehingga, efek hipokalemia
adalah pergerakan ammonia ke dalam neuron atau sel lain yang

43

menyebabkan efek toksik, sehingga koreksi kalium serum dibutuhkan


sebagai terapeutik.
Hipotesis toksisitas sinergik. Zat neurotoksik lain yang mempunyai
efek sinergis dengan ammonia seperti merkaptan, asam lemak rantai
pendek (oktanoid), fenol, dan lain-lain.
Merkaptan yang dihasilkan dari Metionin oleh bakteri usus akan
berperan menghambat NaK-ATP-ase.
Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid mempunyai efek
metabolik seperti gangguan oksidasi, fosforilasi, dan penghambatan
konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase sehingga
dapat menyebabkan koma hepatik reversibel.
Fenol sebagai hasil metabolisme tirosi dan fenilalanin dapat menekan
aktivitas

otak

dehidrogenase,

dan

enzim

suksinat

hati

monoamine

dehidrogenase,

prolin

oksidase,

laktat

oksidase

yang

berpotensi dengan zat lain seperti ammonia yang mengakibatkan koma


hepatikum. Senyawa-senyawa tersebut akan meningkatkan efek
neurotoksisitas ammonia.
Hipotesis neurotransmitter palsu. Pada keadaan normal, otak
mengandung neurotransmitter dopamin dan noradrenalin. Sedangkan
pada gangguan fungsi hati, neurotransmitter otak akan diganti oleh
neurotransmitter parlsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang
lebih lemah dibandingkan dopamin atau nor-adrenalin.
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah: (1) Pengaruh bakteri
usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi
oktapamin yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak;
(2) Pada gagal hati seperti sirosis hepatis, akan terjadi penurunan asam
amino rantai cabang (BCAA) yang terdiri dari valin, leusin, dan
isoleusin, yang terjadinya peningkatan asam amino aromatik (AAA)
seperti tirosin, fenilalalnin, dan triptofan karena penurunan ambilan
hepar (hepatic uptake). Rasio antara BCAA dengan AAA (Fisischer

44

Ratio) normalnya adalah 3 3,5 dan pada keadaan tersebut akan


mengecil menjadi 10.
Keseimbangan kedua kelompok asam amino tersebut penting
dipertahankan

karena

akan

menggambarkan

konsentrasi

neurotransmitter pada susunan saraf pusat.


Hipotesis GABA (Gamma Amino Butyric Acid) dan Benzodiazepin.
Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmitter yang
menghambat dan merangsang fungsi otak merupakan faktor yang
berperan terjadinya koma hepatik. Terjadi penurunan transmitter yang
memiliki efek merangsang seperti glutamat, aspartat, dan dopamin
sebagai akibat meningkatnya ammonia dan gama aminobutirat
(GABA) yang menghambat transmisi impuls.
Efek GABA yang meningkat bukan karena influx yang meningkat ke
dalam otak, tetapi akibat perubahan reseptor GABA dalam otak akibat
suatu substansi yang mirip benzodiazepine (benzodiazepine-like
substance).
Klasifikasi
Klasifikasi EH yang banyak dianut adalah:
1) Menurut cara terjadinya
a) EH tipe akut
Timbul tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek,
sangat cepat memburuk jatuh dalam koma, sering kurang dari
24 jam. Tipe ini antara lain hepatitis virus fulminan, hepatitis
karena obat dan racun, sindroma reye atau dapat pula pada
sirosis hati.
b) EH tipe kronik
Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan sampai
dengan bertahun-tahun. Suatu contoh klasik adalah EH yang
terjadi pada sirosis hepar dengan kolateral sistem porta yang
ekstensif, dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional
atau kelainan nueurologik yang berangsur-angsur makin berat.

45

2) Menurut faktor etiologinya


A. EH primer/Endogen
Terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir
dari kerusakan sel-sel hati yang difus nekrosis sel hati yang
meluas. Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel hati yang
difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul
disorientasi, berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh
dalam keadaan koma, sedangkan pada siridis hepar disebabkan
fibrosi sel hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem
kolateral, ascites. Disini gangguan disebabkan adanya zat racun
yang tidak dapat dimetabolisir oleh hati. Melalui sistem portal /
kolateral mempengaruhi susunan saraf pusat.
B. EH Sekunder / Eksogen
Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita
yang telah mempunyai kelainan hati. Faktor-faktor antara lain
adalah:
a) Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH darah:
Dehidrasi/hipovolemia
Parasintesis abdomen
Diuresis berlebihan
b) Pendarahan gastrointestinal
Operasi besar
Infeksi berat
Intake protein berlebihan
Konstipasi lama yang berlarut-larut
Obat obat narkotik/ hipnotik
Pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun

pembedahan
Azotemia

Manifestasi klinik
Spektrum klinis EH sangat luas yang sama sekali asimtomatik
hingga koma hepatik. Simpton yang acap kali dijumpai pada EH klinis

46

antara lain perubahan personalitas, iritabilitas, apati, disfasia, dan rasa


mengantuk disertai tanda klinis seperti asteriksis, iritabilitas, gelisah,
dan kehilangan kesadaran (koma). Manifestasi klinis EH biasanya
didahului oleh dekompensasi hati dan adanya faktor pencetus yang
berupa keadaan amoniaagenik seperti makan protein berlebih,
perdarahan gastrointestinal atau program obat sedatif.
Manifestasi EH adalah gabungan dari ganguan mental dan
neurologik. Gambaran klinik EH sangat bervariasi, tergantung
progresivitas penyakit ini, penyebab, dan ada tidaknya berdasarkan
status mental, adanya asteriksis,serta kelainan EEG, manifestasi
neuropsikiatri pada EH dapat dibagi atas stadium (lihat tabel). Di luar
itu terdapat sekelompok pasien yang asimtomatik, tetapi menunjukkan
adanya kelainan pada pemeriksaan EEG dan / atau psikometrik.
Contoh uji piskometrik yang populer ialah NCT (Number Conection
Test). Kelompok inilah yang digolongkan sebagai ensefalopatia
hepatik subklinis atau laten (EHS). Para peneliti mendapatkan bahwa
proporsi EHS jauh lebih besar daripada EH klinis (akut maupun
kronik), yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus sirosis hati dengan
hipertensi portal.

Diagnosis

47

Diagnosis koma hepatik dapat ditegakkan berdasarkan


gambaran klinis dan dibantu dengan beberapa pemeriksaan penunjang,
antara lain adalah:
Elektroensefalografi (EEG). Dengan pemeriksaan EEG terlihat
peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah siklus gelombang
perdetik. Terjadi penurunan gelombang normal Alfa (8 12 Hz).

Tes Psikometri. Cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan


intelektual

pasien

yang

mengalami

koma

hepatik

subklinis.

Penggunaannya sangat sederhana dan mudah melakukannya serta


memberikan hasil dengan cepat dan tidak mahal.

Tes UHA dapat dipakai untuk menilai tingkat ensefalopati hepatik


terutama pada pasien sirosis hepatik yang rawat jalan.
Pemeriksaan Ammonia Darah. Ammonia merupakan hasil akhir
metabolisme asam amino baik yang berasal dari dekarboksilasi protein
maupun hasil deaminasi glutamine pada usus dari hasil katabolisme
protein otot. Dalam keadaan normal, ammonia dikeluarkan oleh hati
dengan pembentukan urea. Pada kerusakan sel hati seperti sirosis hati,
terjadi peningkatan konsentrasi ammonia darah karena gangguan
48

fungsi hati dalam mendetoksifikasi ammonia serta terjadinya pintas


(shunt) porto-sistemik.

II.4.2 Gangguan Struktur Intrakranial


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural
formasio retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak
kesadaran) disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik
dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan
lesi infratentorial.
1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri,
sedangkan batang otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer
serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan
hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di
sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial
sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.
b. Herniasi transtentorial/sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses
desak ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli

49

basalis; secara berurutan menekan disensefalon, mesensefalon,


pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium.
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii
media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus
dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas
tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta
merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,
perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala
dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah
tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan
menekan medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan
sebagainya.
Ditemukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) pada kelainan
struktural yang menyebabkan penurunan kesadaran dan dapat dibantu dengan
pemeriksaan penunjang (CT-Scan) untuk menentukan lokasi terjadinya
lesi/kerusakan.
Tabel 2. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran
No
Penyebab struktural
1 Vaskular
2
3
4
5

Infeksi
Neoplasma
Trauma
Herniasi

Keterangan
Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
Abses, ensefalitis, meningitis
Primer atau metastasis
Hematoma, edema, kontusi hemoragik
Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
50

Peningkatan tekanan

Proses desak ruang

intracranial
II.5

Diagnosis dan Diagnosis Banding Penurunan Kesadaran Metabolik dan

Struktural
II.5.1 Diagnosis penurunan kesadaran
Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:
- Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut
didapat, biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu
berada bersama penderita. Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit,
riwayat trauma, riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat
kelainan kejiwaan. Dari anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam
mendiagnosis penderita dengan kesadaran menurun.
- Pemeriksaan fisik umum
Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:
Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada
tidaknya aritmia.
Bau nafas
Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang
disebabkan penyakit hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal
atau fruity smell yang disebabkan karena ketoasidosis.
Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan
hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita
dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat
berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal.
Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan
lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.

Kepala
51

Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.


Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal
(jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
Toraks/ abdomen dan ekstremitas
Perhatikan ada tidaknya fraktur.
- Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara
kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan
neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
Umum
- Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
- Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
- Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot
berirama (aktivitas seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot

lama).
Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
- Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)
- Kuantitatif (menggunakan GCS)
Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
- Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan
-

okulosefalik (-), dicurigai suatu koma metabolik


Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat

kolinergik.
Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksikiskemi global, keracunan barbiturat.

52

Funduskopi
Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan
diatur oleh nervus oculomotorius. Nuclei nervus oculomotor
mendapat impuls aferen dari cortical, tectal, dan tegmental sistem
oculomotor, serta impuls langsung dari sistem vestibular dan
vestibulocerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa dengan
menolehkan kepala pasien, namun harus hati-hati pada pasien
trauma yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang
cervical. Selain dengan menolehkan kepala pasien, dapat juga tes
kalori. Respon normal dari gerakan yang menimbulkan impuls pada
vestibular menuju sistem oculomotor dan membuat mata berputar
berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan pemeriksa. Pada

53

pasien sadar, refelks memfokuskan pandangan menutupi reflex


tesebut, sehingga pemeriksaan dolls eye tidak dilakukan pada
pasien sadar, namun pada pasien dengan penurunan kesadaran,
reflex okulosefalik lebih dominan.

54

Refleks kornea dan posisi kelopak mata


Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam
keadaan tetutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam
keadaaan koma, biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan
mudah diangkat seperti halnya dalam keadaan tidur. Tidak adanya
tonus pada kelopak mata atau terbuka sebagian dari kelopak mata
dapat menandakan adanya kelemahan dari otot-otot wajah. Jika saat
pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang sulit dibuka atau saat
55

dibuka langsung tertutup kembali, biasanya itu merupakan gerakan


yang volunter dan dapat menandakan bahwa pasien tidak
sepenuhnya dalam keadaan koma. Reflek mengedip biasanya hilang
pada saat seseorang dalam keadaan koma. Respon mengedip
terhadap suara keras atau sinar lampu pada pasien dalam persistent
vegetative state menggambarkan bahwa jaras sensoris aferen ke
batang otak masih baik, namun tidak berarti pasien aktif dalam
menerima respon, bahkan pasien dengan kerusakan total pada
cortex yang mengatur visual masih dapat merespon kedip terhadap
sinar, tetapi tidak pada respon langsung/sentuhan. Reflek dalam
menutup kelopak mata dan elevasi kedua bola mata (Bells
Phenomenon) menandakan jaras reflek dari nervus trigeminal
menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus oculomotor
dan facial masih dalam keadaaan intak/baik. Lesi struktural pada
mesencephalon dapat menyebabkan hilangnya Bells phenomenon,
tetapi respon mengedip tetap ada.

Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam

darah, juga untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa.


Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton,

faal hati, faal ginjal dan elektrolit.


Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan

lambung.
Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG,
EKG, foto toraks dan foto kepala.

II.5.2 Diagnosis banding penurunan kesadaran karena metabolik dan


struktural

56

Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan


manajemen penderita berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada penderita dengan penurunan kesadaran, dapat
ditentukan apakah akibat kelainan struktur, toksik atau metabolik. Pada koma
akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak
langsung. ARAS merupakan kumpulan neuron polisinaptik yang terletak pada
pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran
karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau
terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor. Diagnosis banding
dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan,
evaluasi saraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.
- Pola pernafasan
Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang
menentukan jenis gangguan.
Respirasi cheyne stoke
Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan
diselingi apnoe. Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer
bilateral sedangkan batang otak masih baik. Pernafasan ini dapat
merupakan gejala pertama herniasi transtentorial. Selain itu, pola
pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan metabolik dan gangguan

jantung.
Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal
ini, lesi biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan
pons). Ambang respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis
respirasi, PCO2 arterial rendah, pH meningkat dan ada hipoksia ringan.
Pemberian O2 tidak akan mengubah pola pernafasan. Biasanya didapatkan
pada infark mesensefalon, pontin, anoksia atau hipoglikemia yang
melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi

transtentorial.
Respirasi apneustik
57

Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan

frekuensi 1-11/2 per menit kemudian diikuti oleh pernafasan kluster.


Respirasi kluster
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya terjadi pada

kerusakan pons varolii.


Respirasi ataksik (irregular)
Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya.
Kerusakan terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan
keadaan preterminal.

Pernapasan
abnormal
-

Pergerakan
spontan
Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat. Pergerakan abnormal
seperti twitching, mioklonus, tremor merupakan petunjuk gangguan toksik/
metabolik. Apabila tampak pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai
bawah rotasi keluar) menunjukkan defisit fokal motorik.
Komponen brain stem dari ARAS masih baik bila tampak mengunyah,
berkedip dan menguap spontan dan dapat membantu lokalisasi penyebab

koma.
Pemeriksaan saraf kranial
Jika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak asimetrik dicurigai
lesi struktural. Umumnya pasien koma dengan reflek brain stem normal maka
menunjukkan kegagalan kortikal difus dengan penyebab metabolik. Obat58

obatan seperti barbiturat, diphenylhydantion, diazepam, antidepresan trisiklik


dan intoksikasi etanol dapat menekan refleks okular tetapi refleks pupil tetap
baik. Impending herniasi dapat terjadi pada herniasi supratentorial dan
infratentorial yang ditandai oleh penurunan level kesadaran, pola pernafasan
tidak teratur, reflex patologis yang positif pada kedua tungkai, hemiparese
yang muncul terlambat, pupil yang anisokor dan reflex pupil yang
-

menghilang.
Repons motorik terhadap stimuli
Defisit fokal motorik biasanya menunjukkan kerusakan struktur, sedangkan
dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada kelainan metabolik toksik atau
kerusakan struktural. Gerakan-gerakan abnormal seperti tremor dan

II.6

mioklonus sering terjadi pada gangguan metabolik toksik.


Tatalaksana Penurunan Kesadaran
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat,

pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua


komponen utama yaitu umum dan khusus.
II.6.1 Umum
Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit
ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan

tekanan intrakranial yang meningkat.


Posisi trendelenburg baik sekali

untuk

mengeluarkan

cairan

trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika

ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.


Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus

sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.


Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan

elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk
mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi.
Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika

59

dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01


mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
II.6.2 Khusus
- Pada herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30

mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv.
Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25

gr setiap 6 jam.
Edema serebri

deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.


Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel

karena

tumor atau abses

dapat

diberikan

seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi


dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan
pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi
berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan
terapi sesuai dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid.

60

BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi
yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common
pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat
ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penurunan kesadaran disebabkan oleh
kelainan metabolik dan struktural yang mempengaruhi korteks dan ARAS. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik
neurologis dan pemeriksaan penunjang.

61

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara, AS. (1992). Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran.
Ed 80. FK USU. Hal 85-87.
2. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posners
Diagnosis of Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal.
5-9.
3. Dewanto, G. Suwono, WJR. Budi, dkk. (2007). Diagnosis & Tatalaksana
Penyakit Saraf. Fakultas UNIKA ATMAJAYA. EGC
4. Harris, S. (2004). Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam
Updates in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
5. Harsono. (2005). Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
6. Lindsay, KW dan Bone I. (1997). Coma and Impaired Conscious Level
dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone.
UK. Hal.81
7. Greenberg, MS. (2001). Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed.
Thieme. NY. Hal 119-123

62

Вам также может понравиться

  • Optic Disc Cupping
    Optic Disc Cupping
    Документ16 страниц
    Optic Disc Cupping
    Alfi Syahreza
    Оценок пока нет
  • Edukasi & Prognosis Epilepsi
    Edukasi & Prognosis Epilepsi
    Документ4 страницы
    Edukasi & Prognosis Epilepsi
    Ester Kapaiter Bakujay
    Оценок пока нет
  • Referat Kelainan Refraksi
    Referat Kelainan Refraksi
    Документ52 страницы
    Referat Kelainan Refraksi
    ariobaskoro
    Оценок пока нет
  • Case Oftalmopati Graves
    Case Oftalmopati Graves
    Документ40 страниц
    Case Oftalmopati Graves
    allehdhella
    Оценок пока нет
  • Golongan Obat Glaukoma
    Golongan Obat Glaukoma
    Документ9 страниц
    Golongan Obat Glaukoma
    Irwan Bahar Budiyanto
    Оценок пока нет
  • Referat - Katarak Imatur
     Referat - Katarak Imatur
    Документ18 страниц
    Referat - Katarak Imatur
    Ara
    Оценок пока нет
  • Stroke Nervus VII Dan Xii
    Stroke Nervus VII Dan Xii
    Документ5 страниц
    Stroke Nervus VII Dan Xii
    Ichsan Fammi
    Оценок пока нет
  • PTERYGIUM
    PTERYGIUM
    Документ14 страниц
    PTERYGIUM
    IndahK.WardhaniPutri
    Оценок пока нет
  • Mastoiditis
    Mastoiditis
    Документ19 страниц
    Mastoiditis
    Gumilang Aryayudha
    Оценок пока нет
  • Hidrosefalus Acc
    Hidrosefalus Acc
    Документ26 страниц
    Hidrosefalus Acc
    Sherla Wijoyo
    Оценок пока нет
  • Referat Poag Perbaikan
    Referat Poag Perbaikan
    Документ34 страницы
    Referat Poag Perbaikan
    Billy Gerson Goandys
    Оценок пока нет
  • Critical Care Medicine
    Critical Care Medicine
    Документ11 страниц
    Critical Care Medicine
    Bakingpancakes
    Оценок пока нет
  • Mulut Mencong
    Mulut Mencong
    Документ85 страниц
    Mulut Mencong
    Dinda Adia
    100% (1)
  • Os KALAZION Scribd
    Os KALAZION Scribd
    Документ41 страница
    Os KALAZION Scribd
    Putih Nur'ani
    Оценок пока нет
  • FUNDUSKOPIku
    FUNDUSKOPIku
    Документ66 страниц
    FUNDUSKOPIku
    Edward Angimoy
    Оценок пока нет
  • Beda Delirium Demensia
    Beda Delirium Demensia
    Документ8 страниц
    Beda Delirium Demensia
    almahdy25051976
    Оценок пока нет
  • Catatan Osce
    Catatan Osce
    Документ4 страницы
    Catatan Osce
    Yoga Kharisma
    Оценок пока нет
  • Pediatrik Oftalmologi
    Pediatrik Oftalmologi
    Документ48 страниц
    Pediatrik Oftalmologi
    Widya Sistha Yuliasmi
    Оценок пока нет
  • Fisiologi Jaras Penglihatan
    Fisiologi Jaras Penglihatan
    Документ6 страниц
    Fisiologi Jaras Penglihatan
    Anggi ANggraini
    Оценок пока нет
  • Etiologi Hemiparesis 2
    Etiologi Hemiparesis 2
    Документ5 страниц
    Etiologi Hemiparesis 2
    Shilla Humairah
    Оценок пока нет
  • Glaukoma
    Glaukoma
    Документ38 страниц
    Glaukoma
    Luciana Lorenza
    Оценок пока нет
  • Jaras Penglihatan Dan Nervus Optik
    Jaras Penglihatan Dan Nervus Optik
    Документ8 страниц
    Jaras Penglihatan Dan Nervus Optik
    William Teng
    Оценок пока нет
  • Leucokoria Agbung
    Leucokoria Agbung
    Документ31 страница
    Leucokoria Agbung
    GustiAngriAngalan
    Оценок пока нет
  • Kuliah Pemeriksaan Oftalmologi
    Kuliah Pemeriksaan Oftalmologi
    Документ24 страницы
    Kuliah Pemeriksaan Oftalmologi
    TokekKompie
    0% (1)
  • Pemeriksaan Fisik Epilepsi
    Pemeriksaan Fisik Epilepsi
    Документ2 страницы
    Pemeriksaan Fisik Epilepsi
    muhammad satri
    Оценок пока нет
  • AMBLIOPIA
    AMBLIOPIA
    Документ10 страниц
    AMBLIOPIA
    Jefry Halim
    Оценок пока нет
  • Ocular Hypertension
    Ocular Hypertension
    Документ10 страниц
    Ocular Hypertension
    Marvelius Liandry
    Оценок пока нет
  • Amaurosis Fugaks
    Amaurosis Fugaks
    Документ19 страниц
    Amaurosis Fugaks
    Doli Catur Utomo
    Оценок пока нет
  • Makalah MIOPIA
    Makalah MIOPIA
    Документ19 страниц
    Makalah MIOPIA
    Rizana Tsalats
    0% (1)
  • Referat Rinitis Kronis
    Referat Rinitis Kronis
    Документ22 страницы
    Referat Rinitis Kronis
    della
    Оценок пока нет
  • Sumbatan Jalan Nafas
    Sumbatan Jalan Nafas
    Документ22 страницы
    Sumbatan Jalan Nafas
    Lyvie Lavenia
    Оценок пока нет
  • Hifema - Trauma Tumpul Mata
    Hifema - Trauma Tumpul Mata
    Документ23 страницы
    Hifema - Trauma Tumpul Mata
    Dicha Oseanni Andriswari
    Оценок пока нет
  • 4 PPT TBR Patofis UMN LMN Bagian Saraf
    4 PPT TBR Patofis UMN LMN Bagian Saraf
    Документ22 страницы
    4 PPT TBR Patofis UMN LMN Bagian Saraf
    AVG2011
    Оценок пока нет
  • CRS Epilepsi
    CRS Epilepsi
    Документ40 страниц
    CRS Epilepsi
    Miftahul Khairinna
    100% (1)
  • Tolosa Hunt Syndrome
    Tolosa Hunt Syndrome
    Документ14 страниц
    Tolosa Hunt Syndrome
    Kevin Dermawan
    Оценок пока нет
  • Simptomatologi
    Simptomatologi
    Документ71 страница
    Simptomatologi
    Sari Rakhmawati
    Оценок пока нет
  • Penyakit Mata
    Penyakit Mata
    Документ11 страниц
    Penyakit Mata
    Zoe Zoo
    Оценок пока нет
  • Optic Disc Cupping
    Optic Disc Cupping
    Документ8 страниц
    Optic Disc Cupping
    Sutrisno Hadi Saputra
    Оценок пока нет
  • Referat Syndrome Horner
    Referat Syndrome Horner
    Документ25 страниц
    Referat Syndrome Horner
    Dwi Pascawitasari
    Оценок пока нет
  • Neuropati DM
    Neuropati DM
    Документ44 страницы
    Neuropati DM
    Hana Sungkar
    Оценок пока нет
  • Edukasi Epilepso
    Edukasi Epilepso
    Документ2 страницы
    Edukasi Epilepso
    Icha Marissa Sofyan
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Lapang Pandang Dengan Perimetri
    Pemeriksaan Lapang Pandang Dengan Perimetri
    Документ22 страницы
    Pemeriksaan Lapang Pandang Dengan Perimetri
    angga
    Оценок пока нет
  • Mata Tenang Visus Turun Perlahan
    Mata Tenang Visus Turun Perlahan
    Документ55 страниц
    Mata Tenang Visus Turun Perlahan
    MaulidianaIndah
    Оценок пока нет
  • Nyeri Kepala Primer
    Nyeri Kepala Primer
    Документ22 страницы
    Nyeri Kepala Primer
    Marcel Hariman
    Оценок пока нет
  • Referat Hipertiroid
    Referat Hipertiroid
    Документ32 страницы
    Referat Hipertiroid
    auliaajengrahmawati
    Оценок пока нет
  • Izzatul Hanifa - Laporan Kasus Besar Pseudofakia Dengan After Cataract ODS
    Izzatul Hanifa - Laporan Kasus Besar Pseudofakia Dengan After Cataract ODS
    Документ27 страниц
    Izzatul Hanifa - Laporan Kasus Besar Pseudofakia Dengan After Cataract ODS
    Sandy Rahmando
    Оценок пока нет
  • Penegakan Diagnosis Uveitis
    Penegakan Diagnosis Uveitis
    Документ15 страниц
    Penegakan Diagnosis Uveitis
    windy
    Оценок пока нет
  • Trauma Kimia Pada Mata
    Trauma Kimia Pada Mata
    Документ66 страниц
    Trauma Kimia Pada Mata
    ASRIAN HENDIANI
    Оценок пока нет
  • Diagnosis Dan Tata Laksana Glaukoma Akut 2018
    Diagnosis Dan Tata Laksana Glaukoma Akut 2018
    Документ33 страницы
    Diagnosis Dan Tata Laksana Glaukoma Akut 2018
    Felicia Sesi
    Оценок пока нет
  • Epidemiologi Katarak
    Epidemiologi Katarak
    Документ3 страницы
    Epidemiologi Katarak
    Evelyn Peterlim
    Оценок пока нет
  • Referat Anatomi Mata
    Referat Anatomi Mata
    Документ41 страница
    Referat Anatomi Mata
    Aisyah Yudith Kattiarni
    Оценок пока нет
  • Referat Status Epileptikus
    Referat Status Epileptikus
    Документ20 страниц
    Referat Status Epileptikus
    alvionita citra
    Оценок пока нет
  • Referat Retinopati Diabetika
    Referat Retinopati Diabetika
    Документ64 страницы
    Referat Retinopati Diabetika
    Mohammad Almuhaimin
    Оценок пока нет
  • Perbedaan Cerebral Palsy ADHD Autisme
    Perbedaan Cerebral Palsy ADHD Autisme
    Документ9 страниц
    Perbedaan Cerebral Palsy ADHD Autisme
    Imam Tofiqur
    Оценок пока нет
  • Edema Papil
    Edema Papil
    Документ1 страница
    Edema Papil
    Jodi Cardenas
    Оценок пока нет
  • Referat Penurunan Kesadaran
    Referat Penurunan Kesadaran
    Документ21 страница
    Referat Penurunan Kesadaran
    MarcellRaymond
    Оценок пока нет
  • Referat Penurunan Kesadaran
    Referat Penurunan Kesadaran
    Документ22 страницы
    Referat Penurunan Kesadaran
    Tasha Fadhillah
    Оценок пока нет
  • Referat Penurunan Kesadaran
    Referat Penurunan Kesadaran
    Документ24 страницы
    Referat Penurunan Kesadaran
    Erin Triana
    100% (2)
  • Referat Penurunan Kesadaran
    Referat Penurunan Kesadaran
    Документ18 страниц
    Referat Penurunan Kesadaran
    Gusti Ratih Permatasari
    Оценок пока нет
  • LP
    LP
    Документ17 страниц
    LP
    Wildan Qomaruz Zaman
    Оценок пока нет
  • Bayi DG Ibu HIV
    Bayi DG Ibu HIV
    Документ5 страниц
    Bayi DG Ibu HIV
    Suprapto Chip
    Оценок пока нет
  • Infertilitas Ec Hematosalping
    Infertilitas Ec Hematosalping
    Документ14 страниц
    Infertilitas Ec Hematosalping
    Suprapto Chip
    Оценок пока нет
  • Hematosalpinx
    Hematosalpinx
    Документ2 страницы
    Hematosalpinx
    Suprapto Chip
    100% (1)
  • Laporan Kasus - Iktiosis
    Laporan Kasus - Iktiosis
    Документ10 страниц
    Laporan Kasus - Iktiosis
    Suprapto Chip
    Оценок пока нет
  • Hematosalping
    Hematosalping
    Документ19 страниц
    Hematosalping
    Suprapto Chip
    Оценок пока нет
  • KOLESISTITIS
    KOLESISTITIS
    Документ15 страниц
    KOLESISTITIS
    Suprapto Chip
    Оценок пока нет
  • Jurnal Miastenia Gravis
    Jurnal Miastenia Gravis
    Документ9 страниц
    Jurnal Miastenia Gravis
    Suprapto Chip
    Оценок пока нет
  • LPJ Kastrad
    LPJ Kastrad
    Документ9 страниц
    LPJ Kastrad
    Suprapto Chip
    Оценок пока нет