Вы находитесь на странице: 1из 24

Presentasi Kasus

Hypospadia

Disusun Oleh :
Ovienanda Kristi Purbasari, S.Ked
110.2011.205
Pembimbing :
dr.H.Supriyono, Sp.B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KOTA CILEGON
SEPTEMBER 2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan
judul HYPOSPADIA sebagai salah satu tugas untuk memenuhi persyaratan mengikuti
ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah RSUD Cilegon. Berbagai kendala yang
telah dihadapi penulis hingga presentasi kasus ini selesai tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun
materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada :
1. dr. H.Supriyono, Sp.B selaku konsulen dan kepala SMF Bedah RSUD Cilegon yang
telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan kritik kepada penulis dalam
penyelesaian presentasi kasus ini.
2. dr.Arie Soetoto, Sp.BO, dr. Rizky Notario, Sp.BO dan dr.Febriyanto, Sp.B yang
telah membantu dan memberikan ilmu kepada penulis selama kepaniteraan di bagian
bedah.
3. Kedua orang tua tercinta dan tentunya teman-teman seperjuangan di bagian Ilmu
Bedah RSUD Cilegon periode Desember 2013 - Februari 2015.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini,
kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata bahasa
yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan
yang dibuat. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
pembaca dalam memberikan sumbang pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
kedokteran. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi memperoleh
hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan presentasi kasus ini.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
merahmati kita semua.

Cilegon, September 2015


Penulis

SURAT PERNYATAAN................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................

i
ii
iii

BAB I LAPORAN KHUSUS ........................................................................


I.
Identitas Pasien ....................................................................................
II.
Anamnesa ............................................................................................
III.
Pemeriksaan Fisik................................................................................ .
IV.
Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................
V. Resume ................................................................................................
VI.
Diagnosis Kerja ....................................................................................
VII.
Diagnosis Banding................................................................................
VIII.
Usulan Pemeriksaan..............................................................................
IX.
Penatalaksanaan....................................................................................
X. Prognosis...............................................................................................
XI.
Follow Up.............................................................................................

4
4
4
5
6
7
7
7
7
7
7
8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................


1.1
Embriologi ............................................................................................
1.2
Anatomi ................................................................................................
1.3
Etiologi .................................................................................................
1.4
Patofisiologi ..........................................................................................
1.5
Klasifikasi .............................................................................................
1.6
Manifestasi Klinis .................................................................................
1.7
Diagnosis ..............................................................................................
1.8
Diagnosis Banding................................................................................
1.9
Penatalaksanaan ....................................................................................
1.10 Komplikasi Pasca Operasi ....................................................................
1.11 Prognosis...............................................................................................

10
10
12
12
13
14
15
16
16
17
22
23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 24

BAB I
LAPORAN KASUS

I.

II.

Identitas pasien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Status
Masuk RSUD
No. RM

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

An. Riyan Elyawan


12 tahun
Laki- laki
Kp. Ampel 07/02 Kecamatan Pulo Ampel
Islam
Pelajar
SMP
Belum menikah
9 September 2015
922831

Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 10
September 2015 pukul 08.30 WIB di Ruang Bougenville RSUD Cilegon.
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan lubang kencing berada dibagian bawah
kelamin sejak lahir dan pancaran air kencing tidak keluar dari ujung kelamin
melainkan dari bagian bawah kelamin, namun tidak ada keluhan saat buang air
kecil.
Riwayat penyakit sekarang :
Seorang anak laki- laki berumur 12 tahun datang ke Poli Bedah RSUD
Cilegon dengan keluhan lubang kencing berada dibagian bawah kelamin sejak lahir
dan pancaran air kencing tidak keluar dari ujung kelamin melainkan dari bagian
bawah kelamin, namun tidak ada keluhan saat buang air kecil. Pasien lahir
prematur pada usia kehamilan 25 minggu dengan persalinan normal dan ditolong
oleh bidan di RS Kratau Medika.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku mengalami keluhan seperti ini sejak lahir, pasien
menyangkal adanya riwayat Diabetes Melitus, pasien menyangkal adanya riwayat
Hipertensi dan penyakit ginjal. Pasien juga menyangkal adanya riwayat Asma dan
Alergi baik makanan, cuaca, atau obat-obatan. Pasien mengatakan belum pernah
menderita sakit TB paru dan juga tidak pernah mendapat pengobatan paru selama 6
bulan.

Riwayat penyakit keluarga :


Keluarga pasien mengaku ada riwayat hipertensi dalam keluarga, namun
tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan adanya riwayat sakit diabetes melitus,
gangguan ginjal, asma, alergi, dan TB Paru.
Riwayat ANC dan Persalinan
ANC di bidan, Lahir pada usia gestasi 25 bulan di RS oleh bidan
III. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 21 x/menit
Suhu aksila
: 36,7C
BB
: 38 kg

Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala
: Normocephale.
Rambut
: Hitam, lebat, tidak mudah dicabut.
Mata
: Tidak exopthalmus, sklera tidak ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil bulat dan isokor, oedem palpebral (-/-).
Hidung
: Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, darah (-),
sekret (-).
Telinga
: Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah.
Mulut
: Mulut terasa kering (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), gigi
berlubang (-).
Leher
:Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, trakhea tidak
deviasi, tidak terdapat pembesaran tiroid.
Thoraks
: Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena dan massa.
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris


: Fremitus taktil simetris kanan-kiri
: Sonor pada kedua lapang paru
: Suara nafas vesikuler diseluruh lapangan paru, wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)
: Iktus kordis tidak terlihat
: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra, dan
tidak terdapat thrill.

Perkusi

: Batas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis dextra, batas


jantung kiri pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula
sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan
gallop

Abdomen
Inspeksi: Tampak simetris, tidak terdapat sikatrik, tidak ditemukan adanya
spider nevy, tidak terlihat massa, tidak terlihat adanya
pelebaran vena.
Auskultasi : Bising usus (+), bising aorta abdominalis terdengar.
Palpasi
: Supel, turgor kulit baik, tidak terdapat nyeri lepas, tidak teraba
massa, hepatomegaly (-) splenomegali (-), Ballotement ginjal
(-), undulasi (-).
Perkusi
: Suara timpani di semua lapang abdomen, tidak ada nyeri ketok.
Ekstremitas

: Akral hangat, edema tungkai -/-, tampak luka bakar pada kaki
kanan disertai dengan bula (+), hiperemis (+), darah (+), serous (+).
Status Lokalis
Regio Genitourinaria
Inspeksi : Ostium uretra eksterna di proximal penile, hooding (+), penis
terlihat melengkung ke arah bawah, radang (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), testis teraba (+/+).

IV. Pemeriksaan Laboratorium


Laboratorium tanggal : 09 September 2015
GDS
: 102 mg/dl
Hb
: 10,7 g/dl
Ht
: 33,2%
Leukosit
: 10.890/ul
Trombosit
: 312.000/ul
SGOT
: 55 u/l
SGPT
: 29 u/l
Albumin
: 4,1 g/dL
Ureum
: 14 mg/dL

V.

Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida
Gol. Darah
APTT
PT
HbsAg
Anti HIV

: 0,7 mg/dL
: 141,5 mmol/l
: 3,35 mmol/l
: 104,2 mmol/l
: O Rh +
: 45,8 detik
: 12,9 detik
: negatif
: non reaktif

Resume Anamnesa
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Cilegon dengan keluhan lubang
kencing berada dibagian bawah kelamin sejak lahir dan pancaran air kencing tidak
keluar dari ujung kelamin melainkan dari bagian bawah kelamin, namun tidak ada
keluhan saat buang air kecil. Pasien lahir prematur pada usia kehamilan 25 minggu
dengan persalinan normal dan ditolong oleh bidan di RS Kratau Medika.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal, dengan
status lokalis ditemukannya ostium uretra eksterna di proximal penile, penis
melengkung ke arah bawah, terdapat hooding.

VI. Diagnosis kerja


Hypospadia tipe proximal penile

VII. Diagnosis banding


Ambigous genitalia
VIII. Usulan pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium DPR, Golongan Darah, GDS.
IX. Penatalaksanaan
Pro Chordectomy
X.

Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

Follow up
S/ Os mengatakan lubang kencing berada dibagian bawah kelamin,
namun tidak ada gangguan saat berkemih.

9 September
2015

O/ KU : Baik, Kesadaran : Compos mentis


TD : 100/70 mmHg, N: 88 x/menit,
RR : 26x/menit, S: 36,5C
Status lokalis:
Regio Genitourinaria :

Inspeksi: Tampak ostium uretra eksterna berada di


proximal penile, hooding (+), penis terlihat
melengkung ke arah bawah (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)


A/ Pre-op hypospadia tipe proximal penile
P/ Menganjurkan untuk puasa
Rencana operasi besok

10 September
2015

S/ Os mengatakan lubang kencing berada dibagian bawah kelamin,


pancaran air kencing tidak keluar pada ujung kelamin melainkan
dari bagian bawah kelamin. Tidak ada keluhan saat BAK.
O/ KU: Baik, kesadaran: Compos Mentis
TD : 100/60 mmhg
S : 36,0C
RR : 20x
N : 80x
Status lokalis:
Regio Genitourinaria:

Inspeksi: Tampak ostium uretra eksterna berada di


proximal penile, hooding (+), penis terlihat
melengkung ke arah bawah (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)


A/ Pre-op hypospadia tipe proximal penile
P/ Pasien sudah puasa
IVFD RL 20 tpm
Rencana operasi hari ini

11 September
2015
(Post Op)

S/ Os mengatakan nyeri pada luka bekas operasi sudah berkurang


O/ KU : Sakit Sedang, Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/60 mmHg, N: 89 x/menit,
RR : 20x/menit, S: 36,0C
Status lokalis:
Regio Genitourinaria:

Inspeksi: tidak tampak adanya darah maupun pus.

Palpasi: nyeri (+)


A/ Post op chordectomy e.c hypospadia
P/ : IVFD RL 20tpm
Inj. Cefotaxime 1 gr IV
Inj. Gentamycin amp IV
Inj. Ketorolac amp IV

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPOSPADIA
Hipospadia adalah suatu keadaan abnormal dari perkembangan uretra anterior
dimana meatus uretra eksterna terletak di bagian ventral dan letaknya lebih proksimal dari
letak yang normal dan disertai adanya fibrosis pada bagian distal meatus uretra eksterna
yang menyebabkan bengkoknya penis (chordae). Letak meatus uretra bisa terletak di
glandular hingga perineal. Hipospadia merupakan salah satu kelainan bawaan (kongenital).
pada anak-anak dimana angka kejadian hipospadia adalah 3,2 dari 1000 kelahiran hidup.
Pada hipospadia tidak didapatkan preputium ventral sehingga preputium dorsal
menjadi berlebihan dan sering disertai dengan korde. Kadang-kadang didapatkan stenosis
meatus uretra, dan anomali bawaan berupa testis maldensus atau hernia inguinalis.
1.1 Embriologi
Jenis kelamin pada embrio ditentukan pada saat konsepsi oleh kromosom pada
spermatozoa yang membuahi ovum. Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan
yaitu ektoderm dan entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah-tengah yaitu
mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan entoderm
tersebut. Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membran
kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang
disebut Genital Turbecle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana di
bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut Genital Fold. Sebagai respon
terhadap androgen yang disekresi testis janin, maka tuberkel genital membesar dan
memanjang membentuk penis.
Selama minggu ke-7, genital turbecle akan memanjang dan membentuk glans. Ini
adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi
cltoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital turbecle tidak terbentuk sehingga
penis juga tidak terbentuk. Lipatan-lipatan genital fold berfusi di garis tengah menutupi
urethra, dan tonjolan genital bermigrasi ke inferior, berfusi dan membentuk skrotum. Selain
itu sepasang lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenital.
Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenital maka akan timbul hipospadia.
Pada bulan ke-3 perkembangan, preputium berkembang dari jaringan pada pangkal
glans penis, bertumbuh meliputi bagian dorsal penis dan mengelilingi glans, serta berfusi
pada bagian sentral dan membentuk frenulum. Saluran kelamin berdiferensiasi dari
pasangan duktus Wolfii atau Mulleri sesuai genetik jenis kelamin. Pada pria, masing-masing
duktus Wolfii membentuk epididimis, vas deferens, vesika seminalis, dan duktus
ejakulatorius. Sedangkan duktus Mulleri mengalami regresi. Kebanyakan penyakit kelamin
bawaan (kongenital) disebabkan oleh gangguan penyatuan, fusi, atau konfluensi antara
saluran embriologi sehingga terjadi duplikasi ureter, refluks vesiko-ureter, ekstrofia kantung
kemih, fistel retro vesikel, hipospadia dan epispadia penis.

10

Gambar 1.1 Embriologi genitalia eksterna


1.2 Anatomi
Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora cavernosa yang dibungkus oleh
tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Uretra
melintasi penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur
diantara kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glans penis yang
terbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos, adalah suatu lapisan longgar penis
yang terletak pada fascia tersebut. Di bawah tunika dartos terdapat fascia Bucks yang
mengelilingi korpora cavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum
secara terpisah. Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks pada diantara
kedua korpora kavernosa.

Gambar 1.2 Struktur anatomi genitalia pria

1.3 Etiologi
Meskipun ada sebagian ahli yang menyatakan bahwa penyebab kelainan ini adalah
maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi yang premature dari sel intersisiel

11

testis (12), namun kebanyakan kasus dari hipospadia tidak diketahui jelas penyebabnya.
Faktor genetik, endokrinologi dan lingkungan dianggap sangat berpengaruh.
Faktor genetik dimaksudkan karena melihat adanya peningkatan presentase
hipospadia pada kelahiran kembar dibanding kelahiran tunggal. Kemungkinan mendapatkan
hipospadia bila salah satu anggota keluarga juga menderita hipospadia adalah 8%, jika salah
satu dari saudara kandung juga menderita hipospadia maka presentase akan meningkat
menjadi 12%. Dan presentasi akan terus meningkat menjadi 26% pada generasi selanjutnya
bila dalam satu keluarga terdapat dua anggota keluarga yang penderita hipospadia. (Bauer,
Bull et Ratio 1979). Menurut penelitian dikatakan ada mutasi pada kromosom pembentuk
enzim 5-alpha reductase, menyebabkan produksi dihydrotestosteron yeng bertugas dalam
pematangan traktus urogenital menurun.
Hormon hCG yang dikeluarkan pada awal kehamilan yang berperan dalam memicu
pengeluaran produksi estrogen-progesteron, dan pada kehamilan ganda hal ini tidak cukup
kuat untuk mencegah perkembangan urethra secara komplit. Didapatkan pula 20% insidens
hipospadia juga dimiliki oleh salah satu anggota keluarga yang lain dalam 1 keluarga.
Faktor endokrinologi dihubungkan dengan abnormalitas dari metabolisme androgen
atau defek pada reseptor androgen mencakup rendahnya kadar androgen tubuh (dalam hal
ini kadar testosteron dan androsterone) dan akhirnya sel-sel tubuh infant tidak mampu
efektif menstimulasi perkembangan karakteristik laki-laki secara komplit dan sempurna.
Faktor lingkungan dikaitkan dengan faktor pencemaran limbah industri. Limbah
industri berperan sebagai Endocrin discrupting chemicals baik bersifat eksogenik maupun
anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida organochlorin,
alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites. Paparan ini didapatkan oleh ibu bisa berasal dari
pestisida pada buah-buahan yang dikonsumsinya pada saat mengandung.
Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu:
a. Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk tumbuh ke
dalam massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra penis.
Hal ini mengakibatkan terjadinya osteum uretra eksternum terletak di glans atau
korona glandis di permukaan ventral.
b. Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra-uretra groove ke
dalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum terletak di
batang penis. Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu dengan sempurna
mengakibatkan osteum uretra ekternum bermuara di penoskrotal atau perineal.
Paulozzi dkk, 1997 dalam Metropolitan Congenital Defects Program (MCDP)
membagi hipospadia atas 3 derajat, yaitu :
1. Derajat I: OUE letak pada permukaan ventral glans penis dan korona glandis.
2. Derajat II: OUE terletak pada permukaan ventral korpus penis
3. Derajat III: OUE terletak pada permukaan ventral skrotum atau perineum.
Biasanya derajat II dan derajat III diikuti oleh melengkungnya penis ke ventral
yang disebut Chordee. Chordee ini disebabkan terlalu pendeknya kulit pada
permukaan ventral penis. Hipospadia derajat ini akan mengganggu aliran normal urin
dan fungsi reproduksi, oleh karena itu perlu dilakukan terapi dengan tindakan operasi.

12

1.4 Patofisiologi
Setiap konsepsi dari janin akan membawa kelamin sendiri-sendiri. Secara embriologi
pronefros pada minggu 12-14 akan bercampur dengan mesonefros menjadi metanefros.
Percampuran ini akan menonjol menjadi urogenital ridge. Urogenital ridge ini akan tumbuh
menjadi duktus mulleri, selain itu juga bertumbuh sistem duktus Wolfii. Keduanya pada
awalnya akan tumbuh kearah distal dan melebar serta bersatu dibawah menjadi kloaka.
Dalam pertumbuhannya setelah minggu ke 8-10, janin masih belum mempunyai jenis
kelamin. Dan perkembangannya akan komplit pada minggu ke-15.
Setelah minggu 6 atas pengaruh hormonal yang diproduksi gonad maka akan terjadi
differensiasi. Jenis kelamin pria (46xy) berdifferensiasi akibat pengaruh hormon AMH (
Anti Mullerian Hormon ) sehingga sisa-sisa duktus Mulleri akan atrofi/regresi, dan akibat
pengaruh hormon testosterone duktus Wolfii akan tumbuh menjadi epididimis, vas deferens,
semanales vesicle dan duktus ejakulasi.
Dari urogenital ridge akan tumbuh menjadi phallus dan glands penis, karena
pertumbuhannya membuat selokan yang memisahkan kedua phallus bulbus kavernosus
uretra. Jika pertumbuhannya terganggu, maka akan terbentuk muara ditengah-tengah, maka
timbul hipospadia.
Pada hipospadia muara orifisium urethra eksterna (lubang tempat air seni keluar)
berada di proksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis, sepanjang ventral
batang penis sampai perineum. Jadi meatus urethra eksterna letaknya bukan pada tempat
yang semestinya dan terletak di ventral penis. Tampak variasi dari letak orifisium urethra
(dapat bervariasi mulai dari anterior, middle, dan posterior).
Meatus urethra bermuara pada permukaan ventral penis; preputium tidak ditemukan
pada bagian ventral, hanya berupa sungkup atau lipatan dorsal. Kegagalan perkembangan
bagian distal urethra biasanya disertai suatu pita fibrosa di ventral, yang menyebabkan penis
sedikit melengkung (chordee) pada bagian ventral. Chordee menjadi nyata saat ereksi, dan
jika berat akan menyulitkan atau tidak memungkinkan persetubuhan. Chordee terbentuk
karena korpus spongiosum menjadi lebih pendek daripada korpus cavernosa. Chordee yang
menyebabkan penis melengkung ini sering pula ditemukan pada usia dewasa dengan
Peyrones disease. Stenosis meatus urethra sering ditemukan; abnormalitas penyerta lainnya
termasuk hernia inguinalis dan kegagalan desensus testikulorum.

1.5 Klasifikasi

13

Beberapa macam klasifikasi hipospadia menurut para ahli berdasarkan lokasi


meatus urethra, adalah sebagai berikut:

Gambar 1.3. Different classifications of hypospadias, according to location of meatus


(modified from Sheldon and Ducket 1987). Dikutip dari kepustakaan 14.

Walaupun beberapa klasifikasi berbeda telah dijabarkan, namun kebanyakan


klasifikasi digunakan adalah berdasarkan Barcat dan modifikasi oleh Duckett, yang
menggambarkan letak muara urethra setelah dilakukan koreksi chordee. Klasifikasi
tersebut adalah:
1. Hipospadia anterior terdiri atas tipe glanular, subkoronal.
2. Hipospadia medius terdiri atas : penil distal, midshaft, dan penil proksimal
3. Hipospadia posterior terdiri atas penoskrotal, skrotal, dan perineal

Gambar 1.4 : anterior hipospadia ; middle hipospadia; posterior hipospadia .


Dikutip dari kepustakaan 14.

1.6 Manifestasi Klinis

14

Pada hipospadia gejala klinis yang paling sering ditemukan, antara lain:
-

Lubang tempat keluarnya kencing tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di
bawah atau di dasar penis. Bahkan ada yang terletak di kantong kemaluan. Yang
pada saat mendatang dapat menunjukkan gejala dan tanda suatu problem
infertilitas.

Penis melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi
(seperti gambar di bawah). Hal ini disebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu
jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus dan membentang ke distal
sampai basis dari glans penis yang letaknya abnormal. Walaupun dengan adanya
chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai hipospadia, perlu diingat
bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee.(5,7,12)

Gambar 1.5. Penis yang melengkung akibat terbentuknya korda.


Dikutip dari kepustakaan

Kadang kadang dapat ditemukan penis yang kecil (mikropenis) sehingga


diperlukan pemeriksaan kromatin seks untuk identifikasi jenis kelamin.

Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis.

Adanya abnormalitas pada pancaran urine. Pancaran urine menjadi melemah dan
agak ke bawah, dan dengan arah yang berbeda dengan yang normal, hal tersebut
dikarenakan posisi meatus yang tidak tepat.
Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok ke arah ventral
(chordee) dan urethra pada penis lebih pendek secara progresif, tetapi jarak
antara meatus dan glans tidak bertambah secara signifikan sampai chordee
dikoreksi.

1.7 Diagnosis

15

Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan di
awal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan aliran kemih dan adanya
penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan
perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada sistem saluran kemih seperti
pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada
hipospadia adalah meatus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah dorsal
serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia berat
berupa suatu skrotum bifida.
Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding uretra (corpus spongiosum) pada proksimal
meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering digambarkan sesuai dengan posisi meatus
uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus dilakukan dengan sangat hatihati untuk kemungkinkunan timbul keraguan karena dengan adanya chordee yang
signifikan. Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga
sangat dekat dengan persimpangan penoscrotal dan karena itu setelah koreksi chordee,
meatus akan surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang
luas. Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordee
cocok dengan hipospadia ringan. Oleh karena itu karena kehadiran chordee yang signifikan,
posisi meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan
korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan
mengompresi kavernosum terhadap rami pubis.
Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar kasus,
pasien dengan testis hipospadia ringan sampai sedang dan kedua testis yang dapat turun
secara genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam kasus hipospadia yang berat, terutama
bila dikaitkan dengan testis yang tidak turun baik unilateral atau bilateral, muncul
pertanyaan tentang interseks.
Beberapa
pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk
secara normal selain itu pemeriksaan karyotype juga daat dilakukan. Excretory
urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal
dan ureter.
1.8 Diagnosis Banding
1. Ambiguous Genitalia
Genitalia ambigua adalah kelainan bentuk genitalia eksterna/fenotip yang tidak jelas
laki atau perempuan.Beberapa keadaan di bawah ini harus dipertimbangkan sebagai kasus
genitalia ambigua yang perlu mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.
Tampak laki-laki:
1. Kriptorkismus bilateral.
2. Hipospadia dengan skrotum bifidum.
3. Kriptorkismus dengan hipospadia.
4. Inderteminate/meragukan

16

5. Genitalia ambigua.
Tampak Perempuan
1. Clitoromegali
2. Vulva yang sempit
3. Kantong hernia inguinalis berisi gonad
Beberapa sindrom berhubungan dengan genitalia ambigua, misalnyasindrom SmithLemli-Opitz, Robinow, Denys-Drash, WAGR (WilmsTumor, Aniridia, Genitourinary
malformation, and Retardation) dan Beckwith-Wiedemann.
2. Anomali Genitalia
1.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi penis menjadi
lurus dengan meatus urethra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran
kencing arahnya ke depan, dapat melakukan coitus dengan normal, dan dengan alasan
kosmetik pada identitas seksual tersebut.
Waktu yang sangat ideal an optimal time window untuk melakukan operasi
elektive pada hipospadia adalah pada anak di usia antara 6-18 bulan (3-15 bulan- modified
from Schulz et al. 1983), banyak literatur juga menuliskan kisaran umur antara 6-12 bulan
adalah waktu yang tepat untuk operasi rekonstruksi, meninjau dari aspek psikologi juga,
akan tetapi lebih diprioritaskan pada umur 6 bulan.
Kontraindikasi melakukan operasi pada hipospadia/rekonstruksi urethra adalah pada
infant, sangat sulit untuk dilakukan karena struktur yang didapat masih dalam dimensi yang
sangat kecil sehingga kemungkinan trauma menjadi sangat besar. Penderita hipospadia yang
baru lahir (newborn hipospadia) tidak boleh dilakukan sirkumsisi segera, karena kulit
preputium sangat bermanfaat digunakan untuk rekonstruksi penis-urethra penderita
hipospadia tersebut di saat yang akan datang.
Lebih dari 300 jenis operasi dijelaskan sebagai pilihan dalam penatalaksanaan pada
hipospadia. Untuk hipospadia tipe glanular dengan meatus yang mobile, diromendasikan
untuk memakai metode operasi inverted Y technique. Untuk hipospadia tipe distal,
direkomendasikan memakai operasi Y-V glanuloplasty modifikasi Mathieu. Untuk
hipospadia tipe proksimal banyak mengadopsi teknik operasi lateral-based flap

Glanular : Inverted Y technique atau Meatal


advancement and glanuloplasty
incorporated (MAGPI) , Y-V modified
Mathieu

17

Tipe
hipospadia
Distal penis : Y-V modifikasi Mathieu atau
Tubularised Incised Plate (TIP)
Proximal : Lateral Based (LB) flap atau Onlay island
flap, TIP, atau Two stage repair

Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari


beberapa tahap, yaitu pertama dilakukan koreksi terhadap chordee (chordectomy)
dan selanjutnya adalah operasi rekonstruksi untuk urethra yang baru.
1.

Operasi pelepasan chordee dan tunneling


Dilakukan pada usia 6-18 bulan. Pada tahap ini dilakukan operasi
eksisi chordee dari muara urethra sampai ke glans penis. Setelah eksisi
chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus urethra masih
terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes
ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam korpus
kavernosum.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu
pembuatan urethra pada glans penis dan muaranya. Bahan untuk menutup
luka eksisi chordee dan pembuatan tunneling diambil dari preputium penis
bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak
untuk sirkumsisi.

2.

Operasi Uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Urethra dibuat
dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di
kedua sisi urethra sampai ke glans. Lalu dibuat pipa dari kulit di bagian
tengah ini untuk membentuk urethra. Setelah urethra terbentuk, luka operasi
ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian lateral yang ditarik ke
ventral dan dipertemukan pada garis median.(7) Beberapa tahun terakhir,
sudah mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap akan tetapi
hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang
cukup besar.
Operasi hipospadia satu tahap (ONE STAGE URETHROPLASTY)
adalah tehnik operasi sederhana yang sering dapat digunakan, terutama untuk
hipospadia tipe distal. Tipe distal ini yang meatusnya letak anterior atau yang
middle. Meskipun sering hasilnya kurang baik untuk kelainan yang berat.
Sehingga banyak operator dalam operasi lebih memilih untuk melakukan

18

teknik 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan


kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris tidak
dapat dilakukan.
Operasi hipospadia ini sebaiknya selesai dilakukan sebelum penderita
masuk sekolah. karena dikhawatirkan akan timbul rasa malu pada anak akibat
merasa berbeda dengan teman-temannya.
Sebelum

Sesudah

Gambar 1.6. Dikutip dari kepustakaan13

Setelah menjalani operasi, perawatan pasca operasi adalah tindakan yang


amat sangat penting. Biasanya pada lubang kencing yang baru (post urehtroplasty)
masih dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul sembuh.(2)
Baberapa teknik yang direkomendasikan:(14)
Teknik Y-V modifikasi Mathieu

Gambar 1.7. Dikutip dari kepustakaan 14

19

Langkah-langkah melakukan teknik Y_V modifikasi Mathieu ini : a) buat


insisi Y; b). ketiga posisi guntingan diangkat untuk memudahkan membuat lubang
untuk urethra yang baru; c). Insisi Y dijahit sehingga bentuk menyerupai huruf V,
seperti telinga anjing (dog ear).; d) hasil jahitan tampak seperti gambar di bawah; e)
kemudian dilakukan pengguntingan membentuk huruf U; f) dilanjut dengan
melakukan teknik uretroplasti; g). Sedikit kulit yang telinga anjing(dog ear) tadi
digunting; h). Sebagian kulit dari tempat urethra yang baru juga digunting; i),j)
dilakukan meatoplasti dan glanuloplasti.(14)
Teknik Y-V modifikasi Mathieu, merupakan teknik yang paling populer
untuk merekonstruksi hipospadia bagian distal. Satu-satunya kontraindikasi teknik
ini adalah adanya severe chordee pada bagian distal dari meatus pasien hipospadia
tersebut. omplikasi : terjadi fistula 2-5 % pasien.(14)
Teknik Lateral Based (LB) flap;

Gambar 1.8. Dikutip dari kepustakaan 14

Langkah-langkah: a,b) Dilakukan insisi Y secara dalam pada glans penis. c)


dilakukan chordectomy; daerah tengah daripada incisi tersebut akan digunakan
sebagai puncak dari lokasi meatus yang baru. Kira-kira 2 lipatan bagian atas insisi Y
tadi dibuat panjangnya 0,5cm. Sedangkan bagian yang vertikal ditarik ke bawah
sampai sulcus koroner sepanjang lingkaran glans penis. Setelah itu 3 lipatan tadi
ditarik ke atas dan jaringan lunak dieksisi untuk memberi ruang pada urethra yang
baru. Hasil eksisi dari chordee atau jaringan ikatnya dibuang. d) Incisi kulit bagian
luarnya dan dijahit; e) pembentukan untuk lubang urethra yang baru; e) dilakukan
glanulomeatoplasti; f) pertahankan lapisan bagian tengah; h) tutup kulit dan operasi
selesai.(14)
Teknik Lateral Based (LB) flap, digunakan dalam rekonstruksi seluruh tipe
daripada proksimal hipospadia. Merupakan kombinasi daripada teknik meatal-based

20

flap dan teknik preputial pedicle flap, menguntungkan karena memiliki suplai darah
ganda tanpa perlu dilakukan anastomosis antar vena.
Komplikasi : fistula muncul pada 6-12 % pasien.
Tubularized Incised Plate Urethroplasty (TIP); teknik ini dibuat
berdasarkan atas asumsi bahwa adanya incisi midline sampai ke dasar urethra dapat
mengurangi resiko striktur pada urethroplasty. Terdapat dua buah kriteria penting
untuk mendapatkan hasil terbaik : adalah diameter urethra sampai pada dasarnya
adalah tidak boleh kurang dari 1 cm dan harus tidak terdapat chordee yang dalam
pada bagian distal.(14) Komplikasi : fistula terjadi pada 2-15% pasien. Stenosis
Meatus terjadi 5-20%.
Teknik one stage repair lainnya yang direkomendasikan yaitu Transverse
Preputial Island Flap, Meatal Advancement and Glanuloplasty Incorporated
(MAGPI), Onlay Island Flap.
Two Stage Repair.
Merupakan teknik repair/perbaikan pada kasus
hipospadia melalui dua tahap. Kelompok kecil pada pasien dengan hipospadia
proksimal berat, chordee dan phallus kecil seperti pada pasien dengan hipospadia
rekurrent dan kulit fibrous yang rusak mungkin menguntungkan bila melakukan
prosedur 2 tahap tersebut.
Pada tahap pertama ( I ) insisi sirkumferensial dibuat dari proksimal sampai
sulcus coronal, chordee di eksisi dan bagian penis diiris dengan kulit glans
dibiarkan.. Pelurusan penis dan pemindahan semua jaringan chordee harus
dikonfirmasi dengan penggunaan test ereksi buatan/artificial.

Gambar 1.9. Dikutip dari kepustakaan 14. Langkah Two Stage Repair : (1). Identifikasi Chordee, (2)
Dilakukan Eksisi chordee ventral & plika bila perlu, (3) tutup permukaan yang terbuka tadi dengan skin graft,
(4) Tubularisasi sebagai langkah akhir.

21

Artificial Erection Test/tes ereksi buatan pada koreksi chordee. Curvatura


ventral (chordee) dapat di evaluasi dengan tes ereksi buatan. Terdapat 2 tipe chordee pada
hipospadia, yaitu :
1. Chordee yang berada pada distal hipospadia (skin chordee/chordee kulit).
Chordee superficial ini terletak subkutan, bagian atas dari meatus dan bisa di
koreksi dengan memindahkan kulit bagian proksimal ke meatus. (14)
Tipe lain dari chordee adalah chordee yang biasanya bersamaan dengan
hipospadia proksimal, biasanya terletak dalam, fibrous dan terletak dibagian distal
ke meatus. Curvatura ini dapat dikoreksi dengan teknik Heineke Mikulicz, dorsal
plication, rotasi korpus atau teknik Split&Roll.
1.10

Komplikasi Pasca Operasi


Komplikasi jangka pendek:
- Edema lokal dan bintik-bintik perdarahan dapat terjadi segera setelah operasi dan
biasanya tidak menimbulkan masalah yang berarti
- Perdarahan postoperasi jarang terjadi dan biasanya dapat dikontrol dengna balut
tekan. Tidak jarang hal ini membutuhkan eksplorasi ulang untuk mengeluarkan
hematoma dan untuk mengidentifikasi dan mengatasi sumber perdarahan.
- Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari hipospadia. Dengan
persiapan kulit dan pemberian antibiotika perioperatif hal ini dapat dicegah.
Komplikasi jangka panjang:
- Fistula : Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul pada
operasi hpospadia.Fistula jarang menutup spontan dan dapat diperbaiki dengna
penutupan berlapis dari flap kulit lokal.
- Stenosis meatus : Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi.
Adanya aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas
adanya stenosis meatus.
- Striktur : Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang
dari operasi hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan dapat
membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.
- Divertikula: Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya
pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan
obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk
walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi
berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi hipospadia, yang
disangga dari otot maupun subkutan dari jaringan uretra asal.
- Terdapatnya rambut pada uretra: Kulit yang mengandung folikel rambut
dihindari digunakan dalam rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini berhubungan
dngan uretra, hal ini dapat menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih
dan pembentukan batu saat pubertas. Biasanya untuk mengatasinya digunakan
laser atau kauter, bahkan bila cukup banyak dilakukan eksisi pada kulit yang
mengandung folikel rambut lalu kemudian diulang perbaikan hipospadia.

22

1.11

Prognosis
Dewasa ini dengan anestesi modern, instrumen operasi yang semakin
lengkap, tekhnik penjahitan yang benar dapat menghasilkan pembedahan
rekonstruksi pada hipospadia banyak berhasil dengan baik sehingga prognosis
pada hipospadia semakin menjanjikan.

23

Daftar Pustaka

1. Horton C E, Sadove R, Devine C J et al. Hypospadias, epispadias, and extrophy of the


bladder. Chapter 54. 1337 - 1348.
2. Porter M P, Faizan M K, Grady R W et al. Hypospadias in Washington State: Maternal
Risk

Factors

and

Prevalence

trend.

2011.cited

from:

http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/115/4/e495.
3. Purnomo B.B., Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi, Malang, 2000 :
6,137-138.
4. Sadler TW.1996. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7. Jakarta: EGC.
5. Santanelli Fabio and Grippaudo Francesca Romana.2010. Urogenital Reconstruction:
Penile

Hypospadia.

Disitasidari:http://emedicine.medscape.com/article/1297569-

overview pada tanggal: 10 September 2015.


6. Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1995: 428-435.
7. Schnack T H, Zdravkovic S, Myrup C et al. Familial Aggregation of Hypospadias: A
Cohort Study. 2007.cited from: www.americanjournalofepidemiology.com.
8. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, ed 2. Jakarta : EGC, 2005.
9. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta :
EGC.
10. Toms A P, Bullock K N, Berman LH. Descending urethral ultrasound of the native and
reconstructed

urethra

in

patients

with

hypospadias. 2003.

Cited

from:

http://www.thebritishjournalofradiology.com.

24

Вам также может понравиться