Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
inilah
dapat
digunakan
sebagai
petisi
yang
ditujukan
kepada
dengan
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cengkih
Cengkih (Syzgium Aromaticum) merupakan salah satu tanaman rempah asli
Indonesia yang berasal dari Kepulauan Maluku. Cengkih termasuk dalam famili
Myrtaceae. Tanaman cengkih dapat tumbuh mulai dari dataran rendah hingga
dataran tinggi dengan ketinggian 1.500 m dpl. Namun ketinggian optimum untuk
produksi minyak atsiri sebaiknya di atas 800 m dpl. Curah hujan yang dibutuhkan
untuk penanaman cengkih berkisar antara 2.000 3.500 mm/tahun atau 60 80
mm/bulan. Tanah yang baik untuk pertumbuhan cengkih adalah tanah yang
gembur, berhumus, dan berdrainase dengan pH tanah asam hingga netral
berkisar 4,5 7 (Yuliani, 2012).
cengkih
: Plantae
: Tracheobionta
: Spermatophyta
: Magnoliophyta
: Magnoliopsida
: Rosidae
: Myrtales
: Myrtaceae
: Syzgium
: Syzgium aromaticum L. (Plantamor, 2012)
memiliki
bagian-bagian
tanaman
yang
dapat
dimanfaatkan, seperti bunga, tangkai bunga dan daun cengkih. Bunga cengkih
lebih banyak dimanfaatkan karena memiliki kandungan minyak cengkih yang
paling tinggi diantara daun dan tangkai bunga cengkih. Minyak cengkih termasuk
dalam golongan minyak atsiri fenol. Komponen utama yang terdapat dalam
minyak cengkih adalah senyawa eugenol (EuOH) dengan kandungan mencapai
70-96 % (Alma et al., 2007). Kualitas minyak cengkih ditentukan oleh kandungan
senyawa eugenol tersebut, semakin tinggi kandungan eugenolnya maka semakin
baik kualitasnya dan semakin tinggi nilai jualnya. Dalam persyaratan mutu
: Plantae
: Tracheobionta
: Spermatophyta
: Magnoliophyta
: Magnoliopsida
: Magnoliidae
: Magnoliales
: Myristaceae
Genus
: Myristica
Spesies
: Myristica fragrans Houtt
Sumber : Plantamor (2012)
Menurut Agusta (2000) kandungan minyak atsiri pada setiap bagian
tanaman pala berbeda-beda, dimana pada daun segarnya mengandung 3,78%
minyak atsiri dengan komponen terbesar -pinena (29,18%), -pinena (27,17%),
dan limonena (10,48%). Pada daging buah segar mengandung 0,32% minyak
atsiri dengan komponen terbesar -pinena (16,56%), -pinena (10,58%) dan
limonena (10,92%). Pada fuli segar mengandung 11,40% minyak atsiri dengan
komponen terbesar -pinena (16,85%), -pinena (30,43%) dan limonena
(8,48%). Pada biji segar mengandung 2,16% minyak atsiri dengan komponen
terbesar -pinena (22,48%), -pinena (39,93%) dan limonena (9,92%).
Menurut Kurniawati (2010), kulit buah pala mengandung minyak atsiri dan
zat samak. Daging buahnya mengandung kalsium, fosfor, zat besi, mangan,
vitamin A, dan vitamin C. Fuli atau bunga pala mengandung zat pati. Sedangkan
biji pala mengandung saponin, miristin, elemisi, enzim lipase, pectin, lemonena,
dan asam oleanolat. Pala memiliki efek farmakologis dapat mengatasi gangguan
perut (kembung), sebah, kejang, dapat digunakan sebagai obat diare dan untuk
meningkatkan gairah seks (Permadi, 2008).
Daunnya berbentuk pita yang semakin meruncing ke ujung, tepi daunnya kasar
dan tajam. Tulang daunnya berbentuk sejajar. Panjang daunnya mencapai 1 m
dengan lebar 1,5 cm. Serai wangi itu sendiri dapat tumbuh pada lahan pertanian
yang kurang subur hingga tandus. Hal ini dikarenakan tanaman ini dapat
beradaptasi dengan lingkungannya dengan baik dan tidak memerlukan
perawatan khusus. Hanya saja, tinggi tempat penanaman serai wangi
berpengaruh terhadap kualitas dan kandungan minyak atsiri yang diperoleh.
Pada ketinggian di atas 1.200 m dpl, kandungan minyak atsirinya lebih rendah
daripada yang tumbuh di bawah ketinggian 1.200 m dpl.
Tanaman serai wangi digolongkan dalam taksonomi sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Cymbopogon
Spesies
: Cymbopogon nardus L. (Plantamor, 2012)
Komponen kimia dalam minyak serai wangi cukup komplek, namun
komponen yang terpenting adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen
tersebut menentukan intensitas bau, aroma, serta nilai harga minyak serai wangi.
Kadar komponen kimia penyusun utama minyak serai wangi tidak tetap dan
tergantung beberapa faktor, namun biasanya jika kadar geraniol tinggi maka
kadar sitronellal juga tinggi. Kandungan lainnya dalam minyak atsiri serai wangi
yakni citral, methylheptenone, eugenol-methyleter, dipenten, eugenol, kadinen,
kadinol, dan limonene. Selain itu, serai juga mengandung alkaloid, flavonoid, dan
polifenol (Suryo, 2010).
Daun dan tangkai serai wangi mengandung minyak atsiri yang dalam
dunia perdagangan disebut citronella oil. Di dalam dunia perdagangan, dikenal
dua jenis minyak serai wangi, yaitu Ceylon citronella oil dan Java citronella oil.
Ceylon citronella oil hanya dihasilkan oleh Srilangka, sedangkan Java citronella
oil terutama dihasilkan oleh Indonesia, Taiwan, RRC, dan Guatemala. Minyak
serai Ceylon hanya mengandung sekitar 55-65% geraniol dan 7-15% citronelal,
sedangkan minyak serai Jawa mengandung minimum 85% geraniol dan 35%
citronelal. Kedua unsur inilah yang menentukan kualitas minyak serai tersebut.
Selain itu juga menyebabkan perbedaan terhadap penggunaannya. Minyak serai
Ceylon biasanya digunakan untuk pewangi parfum, sabun, deterjen, dan
berbagai jenis semir. Sedangkan minyak serai Jawa digunakan untuk pembuatan
aromatik, industri wewangian, dan bahan baku pembuatan jenis produk sintetis
(Santoso, 1992).
Saat ini, minyak serai Jawa memiliki kualitas yang unggul dari berbagai
Ceylon, yakni terdiri dari sitronelal (32-45%), sitronelol (16%), geraniol (11-13%),
geranyl asetat (3-8%), dan limonene (1-4%). Minyak serai jawa dapat dijadikan
sumber turunan kimia yang lebih baik dari Ceylon khususnya digunakan dalam
industry parfum sebagai blok bangunan dasar wewangian. Ceylon memiliki
komposisi yang relative lebih tinggi dari monoterpen, borneol, camphene, citral,
asam citronellic, dipentene, elemol, limonene (9-11%), metil iso-eugenol (711%),dan nerol (Agusta, 2000).
Dalam dunia medis, serai wangi memiliki kasiat sebagai obat batuk
tradisional dan dapat menimbulkan efek menenangkan. Hal ini dikarenakan
minyak atsiri yang dihasilkan oleh serai wangi memiliki rasa yang pedas dan
bersifat hangat. Serai wangi juga dapat digunakan sebagai obat antiinflamasi
(antiradang), menghilangkan rasa sakit (analgetik), melancarkan peredaran
darah serta meredakan rasa mual dan sakit perut pada wanita saat menstruasi
berlangsung (Somantri, 2011). Selain itu, serai wangi juga memiliki kasiat
meredakan nyeri otot dan sendi (rematik artritis), badan pegal linu, nyeri
lambung, kembung, sakit kepala, dan memar (Wijayakusuma, 2007). Efek
farmakologis lainnya yang dihasilkan oleh minyak serai wangi yakni dapat
membantu mengobati demam, melancarkan buang air kecil, menghilangkan bau
mulut, menghilangkan sakit gigi dan gusi bengkak, mengobati masuk angina,
melancarkan sirkulasi cairan limpa dan darah (Suryo, 2007).
Genus
: Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb. (Plantamor, 2012)
Pandan wangi merupakan satu-satunya anggota suku Pandanaceae yang
memiliki daun harum. Daun pandan wangi memiliki bau yang harum (aromatik)
dan bersifat sejuk. Karakteristik aroma pandan ini berasal dari kandungan
senyawa 2-asetil-1-pirolina yang juga memberikan wangi khas pada roti putih
dan beras melati. Pandan wangi biasanya dimanfaatkan daunnya sebagai
pewangi dan pemberi warna hijau pada makanan dan minuman (Kurniawati,
2010). Menurut Sukandar (2007), daun pandan wangi kaya akan senyawa
alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, terpenoid, steroid, polifenol, dan zat warna.
Senyawa-senyawa ini berpotensi sebagai antioksidan alami. Efek farmakologis
pandan wangi, diantaranya menguatkan saraf (tonikum), menambah nafsu
makan (stomachica), dan penenang (sedative), mengobati lemah saraf
(neurasthenia),
mengobati
sakit
disertai
gelisah,
tekanan
darah
tinggi
merangsang
semangat,
merangsang
saraf
pusat,
menghambat
sineol, terpineol, dan borneol. Kadar sineol dalam buah kapulaga lebih kurang
12%. Selain itu, buah kapulaga juga mengandung saponin, flavanoida, dan
senyawa-senyawa polifenol, serta mangan, pati, gula, lemak, protein, dan silikat
dalam jumlah yang sedikit. Sementara itu, biji kapulaga mengandung minyak
atsiri 3-7% yang terdiri atas terpineol, terpinil asetat, sineol, alfaborneol, kamper yang termasuk dalam golongan terpenoida. Disamping itu, biji kapulaga
juga mengandung minyak lemak, protein, kalsium oksalat, dan asam kersik.
Aroma yang dihasilkan oleh kapulaga berasal dari hasil penyulingan biji
kapulaga, yakni minyak atsiri yang disbut Oleum Cardamoni yang juga
digunakan sebagai stimulan.
Kapulaga (Amomum Cardamomum) selama ini dikenal sebagai rempah
untuk masakan. Selain itu, kapulaga juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan
campuran jamu. Biji kapulaga memiliki aroma yang sedap dan rasa yang agak
pahit, namun dapat memberikan efek kehangatan. Kapulaga terkenal juga
sebagai ekspektoran sekaligus antibakteri. Hal ini dibuktikan dengan adanya
beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa khasiat tersebut berasal dari
kandungan minyak atsiri sineol. Sineol memiliki sifat yang sama dengan
eukaliptol pada kayu putih, hanya saja sineol lebih pedas dari eukaliptol. Namun,
bila dimanfaatkan sebagai obat kumur, sineol memberikan sensasi sejuk. Bahkan
biasanya kapulaga dimanfaatkan untuk membuat peppermint tiruan (Hernawati,
2009).
Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam kapulaga antara lain
minyak atsiri sineol, terpineol, alfaborneol, -kamper, sabinena, mirkena,
mirtenal, karvona, terpinil asetat, protein, gula, lemak, serta silikat. Sementara
itu, efek farmakologis yang dimiliki oleh kapulaga yakni sebagai obat batuk, obat
untuk mengatasi perut kembung, obat penurun panas, bersifat antitusif, peluruh
dahak, dan antimuntah (Hariana, 2013).
Di
(9,29%),
dan
bisabolene
(7,55%),
serta
senyawa-senyawa
hidrokarbon alifatik jenuh dan tidak jenuh sebesar 16,67%, diantaranya 8heptadekena, pentadekana, dan heptadekana.
Berdasarkan penelitian, efek farmakologi yang dihasilkan oleh cabai jawa
atau cabai jamu adalah antipiretik karminatif, aromatik stomakik, menyenyakkan
tidur
dengan
memperlonggar
pernapasan,
antiradang,
menghangatkan,
2.9 Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc) termasuk ke dalam kelas Monocotyledon
(tanaman berkeping satu) dan famili Zingiberaceae (suku temu-temuan).
Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang telah
lama tumbuh di Indonesia. Tanaman rempah ini biasanya dimanfaatkan sebagai
minuman atau campuran pada bahan pangan. Adanya rasa pedas yang
ditimbulkan oleh jahe cukup dominan, dimana rasa ini disebabkan karena
adanya senyawa keton (zingeron) dan kandungan senyawa gingerol. Kandungan
gingerol ini dipengaruhi oleh umur tanaman dan agroklimat tempat tumbuhnya
tanaman. Rasa jahe yang pedas bila dimanfaatkan sebagai minuman akan
memberikan sensasi hangat pedas sebagai pelega dan penyegar tenggorokan.
Selain itu, jahe memberikan aroma khas jahe yang harum dan menyengat yang
disebabkan karena adanya kandungan minyak atsiri yang berwarna kuning agak
kental.
Secara umum terdapat tiga jenis tanaman jahe yang dapat dibedakan dari
aroma, warna, bentuk dan besar rimpang.
a. Jahe besar
Jahe besar atau yang disebut juga jahe badak memiliki rimpang berwarna
putih kekuningan dengan ukuran yang lebih besar dan lebih menggembung
daripada jenis jahe lainnya. Jahe besar memiliki rasa yang kurang pedas
serta aroma yang kurang tajam bila dibandingkan dengan jenis jahe lainnya.
Hal ini dikarenakan kandungan minyak atsiri yang dihasilkan hanya berkisar
0,18% - 1,66% dari berat keringnya.
b. Jahe putih kecil
Jahe putih kecil (Zingiber officinale var. Amarum) atau yang biasa disebut
jahe emprit memiliki warna putih dengan bentuk yang agak pipih, berserat
lembut, dengan ukuran rimpang yang lebih kecil daripada jahe gajah, tetapi
lebih besar dari jahe merah. Jaeh putih kecil memiliki aroma yang lebih tajam
bila dibandingkan dengan jahe besar, namun tidak lebih tajam bila
dibandingkan dengan jahe merah. Hal ini dikarenakan jahe kecil memiliki
kadar minyak atsiri sebesar 1,7%-3,8% dan dengan kadar oleoresin hingga
2,39%-8,87%.
Jahe
putih
kecil
biasa
dimanfaatkan
sebagai
bahan
minyak atsiri yang kadarnya paling tinggi, kemudian jahe putih kecil, dan jahe
gajah. Meskipun demikian, jahe gajah lebih banyak dikenal daripada jahe merah
dikarenakan jahe gajah banyak digunakan sebagai bumbu dapur, rempahrempah, dan bahan obat-obatan (Hariana, 2013).
Pada jahe besar atau jahe badak, minyak atsirinya berkisar antara 0,82%,
sedangkan pada jahe kecil atau jahe emprit berkisar 1,5-3,3%. Minyak atsiri pada
jahe memiliki karakteristik yang sama seperti minyak atsiri pada umumnya, yakni
berwarna kuning, sedikit kental. Hanya saja pada minyak atsiri jahe memberikan
aroma khas jahe. Besarnya kandungan minyak atsiri dipengaruhi oleh umur
tanaman. Semakin tua umur jahe tersebut, maka semkain tinggi kandungan
minyak
atsiri
didalamnya.
Namun,
selama
dan
sesudah
pembungaan,
serai, pala, jahe, cabai jamu, lada, kayu manis, pandan wangi, dan kapulaga.
Minuman ini selain menggunakan rempah sebagai bahan bakunya, juga
menggunakan gula merah dan gula pasir sebagai pemanis alaminya. Adanya
campuran rempah kompleks ini memberikan aroma dan rasa yang kuat pada
hasil akhirnya.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sirup pokak khas
pasuruan buatan Bu Endang. Pada proses pembuatan sirup pokak, semua
bahan yang ada dibersihkan terlebih dahulu. Rempah-rempah seperti bunga
pala, jahe, cengkih, merica, cabai jamu, pandan, serai, kapulaga, kayu manis
dihaluskan terlebih dahulu. Proporsinya yakni bunga pala kurang lebih sebanyak
25 gram, cengkih 25 gram, merica 25 gram, cabe jamu 25 gram, kapulaga 25
gram, kayu manis 50 gram. Setelah itu, gula pasir sebanyak 2 kg dan gula merah
sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam panci yang telah berisi air sebanyak 1,5
liter. Panci yang berisi campuran air dengan gula pasir dan gula merah
dipanaskan di atas kompor sambil di aduk. Kemudian daun pandan wangi
sebanyak 5 lembar daun, 2 batang serai, 50 gram jahe parut dimasukkan ke
dalam air rebusan gula tersebut. Air rebusan tersebut dimasak hingga mendidih.
Setelah mendidih, air didinginkan kurang lebih 10 menit. Pendinginan ini
dilakukan dengan tujuan untuk membuat sirup menjadi mengental. Kemudian
dilakukan penyaringan sirup dengan menggunakan saringan tradisional dan
kasa. Setelah disaring, sirup dimasukkan ke dalam botol dan ditutup. Setelah
dimasukkan, botol yang berisi sirup dipasteurisasi pada suhu 70-80 0 C selama 10
menit. Setelah dingin dilakukan pelabelan pada botol. Berikut merupakan
diagram alir proses pembuatan Sirup Pokak Bu Endang :
Diagram Alir
Sirup pokak dalam botol dilakukan pelabelan dan pengemasan dalam kardus
pokak dalam
botol siap
dipasarkan
Gambar 2.10. DiagramSirup
alir proses
pembuatan
Sirup
Pokak Bu Endang
kurang lebih 10 menit. Pendinginan ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat
Didinginkan kurang lebih 10 menit
sirup menjadi mengental. Kemudian dilakukan penyaringan sirup dengan
menggunakan saringan tradisional dan
kasa.
Setelah
disaring, sirup dimasukkan
Sirup
bonagung
disaring
ke dalam botol steril dan ditutup. Setelah dimasukkan, botol yang berisi sirup
0
dipasteurisasi pada suhu 70-80
C
selamadimasukkan
10 menit.keSetelah
dingin dilakukan
Sirup
bonagung
dalam botol
steril
pelabelan pada botol dan sirup siap dipasarkan. Berikut merupakan diagram alir
0
proses pembuatan
Sirup
Rempah
Bonagung
merk Salsa
:
Sirup
bonagung
dalam
botol dipasteurisasi
padaJaya
suhu 70-80
C selama 10
menit
Diagram Alir
Sirup bonagung dalam botol dilakukan pelabelan dan pengemasan dalam kardus
2.11Evaluasi Sensori
Evaluasi sensori adalah metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur,
menganalisa dan menginterpretasikan respon terhadap produk, seperti yang
dirasakan melalui indera penglihatan, penciuman, peraba, perasa, dan
pendengaran (Lawless, 2010). Seperti halnya metode ilmiah lainnya, evaluasi
sensori juga memperhatikan presisi, akurasi, sensitifitas, dan menghindari bias.
Tingkat keakuratan evaluasi sensori tergantung pada kecakapan analis dalam
mengoptimasi 4 faktor, yakni mendefiniskan masalah, merancang eksperimental,
peralatan, dan menginterpretasikan hasil (Choi, 2003).
Menurut Oliveira (2011) terdapat 3 kategori utama dalam uji sensori, yakni
uji diskriminatif, uji afektif, dan uji deskriptif.
a. Uji afektif
Uji afektif adalah pengevaluasian sensori yang didasarkan pada
preferensi (daya terima produk) oleh konsumen. Panelis yang digunakan
dalam pengujian ini adalah panelis tidak terlatih atau konsumen. Pada
pengujian ini, panelis memberikan peringkat untuk sampel yang ia sukai pada
lembar kuisioner yang telah berisi pilihan skor untuk mengindikasikan tingkat
kesukaan konsumen terhadap produk (Choi, 2003).
b. Uji diskriminatif
Uji diskriminatif merupakan metode pengevaluasian sensori yang
digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan atau persamaan antara
dua atau lebih sampel. Uji diskriminatif ini dapat dilakukan oleh panelis tidak
terlatih maupun panelis terlatih (Choi, 2003). Pada penelitian ini pengujian
diskriminatif dilakukan dengan tujuan untuk membedakan antara dua sampel
berdasarkan atribut sensori yang ada pada sampel sehingga pengujian
diskriminatif dilakukan dengan menggunakan metode paired comparison test.
Menurut aturan ISO 5495 : 2005, metode paired comparison test
digunakan ketika ada perbedaan antara dua sampel atau lebih pada suatu
atribut sensori atau lebih, dimana itu dapat dilakukan untuk menentukan
adanya perbedaan penerimaan yang diutamakan pada atribut yang diberikan.
Prosedur yang dilakukan pada pengujian diskriminatif dengan menggunakan
paired comparison test adalah panelis diberikan 2 sampel dengan kode yang
tertutup. Mereka diminta untuk menilai sampel dan menentukan diantara
kedua sampel yang mana yang memiliki intensitas tertinggi dari atribut
spesifik yang diberikan. Diantara pengujian dua sampel tersebut, perlu
digunakan palate cleanser yang tepat. Hal ini dikarenakan banyaknya bahan
rempah yang mengandung flavor dan aroma yang kuat menyebabkan
timbulnya kelelahan pada fisiologis panelis dan merupakan penyebab utama
diperlukan
untuk
mengembangkan
produk
baru
dan
untuk
produk (Meyners and Castura, 2014). Penggunaan metode CATA (Check-AllThat-Apply) ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya yakni struktur
pertanyaan yang ada pada kuisioner yang diberikan kepada panelis terhitung
cukup mudah sehingga pengumpulan dan penganalisan data menjadi mudah
(Ares and Varela, 2014). Selain itu, menurut Ares et. al, (2014), karakterisasi
sensori produk oleh konsumen dengan menggunakan CATA (Check-All-ThatApply) dapat dipercaya dan diandalkan dan menurut Ares and Jager (2013), bila
ditilik dari sisi konsumen, mereka menyatakan bahwa melengkapi pertanyaan
pada kuisioner CATA (Check-All-That-Apply) terbilang mudah dan tidak
membosankan. Namun, disisi lain CATA (Check-All-That-Apply) juga memiliki
kelemahan. Kelemahannya yakni metode CATA (Check-All-That-Apply) tidak
memberikan kesempatan detail dan tidak membedakan produk yang memiliki
terminologi serupa (Ares et. al, 2014). Oleh karena itu, dikembangkanlah metode
baru yang menyediakan pilihan intensitas pada setiap atribut sehingga mampu
mengkarakterisasi sensori dari suatu produk dan dapat membedakan produk
dengan karakteristik yang serupa yakni metode RATA (Rate-All-That-Apply).
Pada metode RATA (Rate-All-That-Apply), panelis akan diberi kuisioner
yang berisi berbagai macam atribut sensori produk. Panelis diminta untuk
memberi tanda pada atribut yang dianggap ditemukan pada produk, kemudian
menetapkan skala intensitas dari atribut yang dipilih dengan 3 skala (rendah,
sedang, dan tinggi). Adanya pilihan intensitas dari setiap atribut merupakan
kelebihan dari metode RATA, dimana panelis memiliki kesempatan untuk
menggambarkan seberapa besar intensitas atribut tersebut. Pada metode ini,
panelis dapat mengosongkan atribut yang dianggap tidak ditemukan pada
produk (Ares et.al., 2014).
Pada penganalisisan data, frekuensi penggunaan terminologi atribut
sensori dapat diketahui melalui perhitungan jumlah panelis yang menggunakan
terminologi tersebut dalam mendeskripsikan sampel. Perhitungan frekuensi ini
dapat
dilakukan melalui
dua
pendekatan,
yakni
dengan menggunakan
penganalisan
jumlah
frekuensi
tanpa
menggunakan
pembobotan
dan
penganalisisan
jumlah
frekuensi
dengan
menggunakan
2.12
Atribut Sensori
Menurut Meilgard et.al (1999), atribut sensori yang ada pada produk
dalam
memilih
produk,
konsumen
akan
mempertimbangkan
konsistensi
dan
tekstur
dari
suatu
produk
pangan
mencakup
konsistensi untuk cairan non Newtonian atau cairan yang heterogen dan untuk
produk semisolid, serta atribut teksur yang digunakan untuk produk padat atau
semisolid (Meilgard et.al 1999).
2.14 Palate Cleanser
Palate cleanser merupakan bahan yang digunakan untuk membersihkan
residu sampel yang ada pada rongga mulut setelah melakukan pengevaluasian
sensori. Palate cleanser ini digunakan diantara pengujian suatu sampel dengan
sampel lainnya. Ketika melakukan pengujian pada sampel, panelis akan mulai
beradaptasi terhadap sampel tersebut. Adaptasi ini bukan hanya terjadi ketika
panelis mengunyah makanan, namun saat panelis menghirup sampel, maka
residu dari sampel akan melekat pada panelis. Penggunaan palate cleanser ini
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari carryover effects (terbawanya sisa
sampel sebelumnya saat melakukan pengujian sampel) (Choi, 2003).
Menurut Johnson (2004), palate cleanser yang baik harus mampu
meningkatkan deskriminasi atau perbedaan antar produk dan meminimalkan
penurunan sensitifitas atau yang biasa disebut adaptasi sensori. Menurut
Carpenter et.al (2000), palate cleanser yang biasa digunakan untuk pengujian
menggunakan sampel yang memiliki aroma dan flavor yang kuat adalah air
mineral, air soda, jus lemon, apel, wortel, irisan mentimun, natural yoghurt (untuk
kari dan rempah), biskuit/cookies tanpa rasa, dan crackers tanpa rasa. Pada
penelitian ini palate cleanser yang digunakan adalah irisan mentimun dan air
mineral.
2.14.1 Mentimun
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari
keluarga labu-labuan (Cucurbitaceae) yang sudah terkenal hampir di seluruh
penjuru dunia.
Tabel 2. Kandungan gizi buah mentimun tiap 100 gram bahan mentah (segar)
Komposisi Gizi
Energi
Protein total
Kandungan Gizi
45 kJ
0,7 g
Total-N
0,1 g
Lemak total
0,1 g
Asam lemak Jenuh 0,0 g
Karbohidrat Total
2,1 g
Karbohidrat
1,4 g
Gula tambahan
0,0 g
Serat Pangan
0,7 g
Alkohol
0,0 g
Abu
0,4 g
Kadar Air
96,7 g
Vitamin A
5,17 RE
Vitamin D
0 g
Vitamin E
0,15 -TE
Vitamin K
16,4 g
Natrium
10 mg
Kalium
136 mg
Kalsium
20,7 mg
Magnesium
9,23 mg
Phospor
25,3 mg
Besi
0,220 mg
Copper
0,028 mg
Zinc
0,129 mg
Iodin
0,3 g
Sumber : National Food Institute Technical University of Denmark (2009)
yang memiliki sensasi dingin atau seperti peppermint lebih cocok menggunakan
palate cleanser mentimun dengan lama waktu pengunyahan yakni 5 menit.
2.14.2 Air
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Air
sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrient seperti bahan makanan lain,
namun sangat essensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme
hidup. Kualitas air untuk berbagai keperluan ditentukan berdasarkan sifat fisinya,
sifat kimiawinya, dan kandungan mikrobiologinya (Sudarmadji, 2010).
Dalam penelitian ini, air digunakan sebagai bahan pembilas sisa
mentimun yang sebelumnya dikunyah untuk membersihkan residu sampel. Air
yang digunakan dalam penelitian ini adalah air mineral. Menurut Badan
Standarisasi Nasional (2006), air mineral merupakan air minum dalam kemasan
yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral.
Menurut Warnock and Delwiche (2006) dalam pengujian sampel larutan
yang memiliki rasa manis dapat digunakan air sebagai palate cleanser yakni
dengan memanfaatkan air untuk membilas residu sisa sampel di rongga mulut
sebanyak 3 kali selama 15 menit. Sedangkan menurut Monteleone et. al (2004),
dalam pengujian sampel yang mengandung tannin dapat digunakan crackers
yang tidak berasa dan air selama waktu penjedahan. Hal ini dikarenakan ketika
panelis menguji sampel yang mengandung tannin akan dihasilkan sensasi
astringency, yakni sensasi kompleks seperti kering pada permukaan dan
menebal dan adanya sensasi mengerut pada mukosa dan otot pada mulut
(Gawell, Oberholster, and Francis, 2000).
merk Salsa Jaya produksi UD Riz Jaya Pasuruan yang diperoleh dari rumah
produksi UD Riz Jaya Pasuruan, Jawa Timur.
Cara pembuatan tiap sampel berbeda-beda proporsinya antara air panas
dengan sampel yang berupa sirup. Berikut ini adalah cara pembuatan masingmasing sampel :
a. Sampel Sirup Pokak
6 sendok makan sampel dicampur ke dalam 500 ml air panas bersuhu
80-90oC ke dalam beaker glass. Kemudian sampel diaduk dengan
homogenizer dengan kecepatan 50 rpm selama 1 menit. Setelah homogeny,
sampel dibagikan ke dalam gelas kertas polos yang telah diberi kode acak
tiga digit sebanyak 30 ml per gelas kertas. Sampel disajikan pada suhu 63 3
o
C.
b. Sampel Sirup Rempah Bonagung
10 sendok makan sampel dicampur ke dalam 500 ml air panas bersuhu
80-90oC ke dalam beaker glass. Kemudian sampel diaduk dengan
homogenizer dengan kecepatan 50 rpm selama 1 menit. Setelah homogeny,
sampel dibagikan ke dalam gelas kertas polos yang telah diberi kode acak
tiga digit sebanyak 30 ml per gelas kertas. Sampel disajikan pada suhu 63 3
o
C.
sebagai
media
panelis
dalam
memberikan
pendapat
atau
sensori atau lebih, dimana itu dapat dilakukan untuk menentukan adanya
perbedaan penerimaan yang diutamakan pada atribut yang diberikan. Prosedur
yang dilakukan pada pengujian diskriminatif dengan menggunakan paired
comparison test adalah panelis diberikan 2 sampel dengan kode yang tertutup.
Mereka diminta untuk menilai sampel dan menentukan diantara kedua sampel
yang mana yang memiliki intensitas tertinggi dari atribut spesifik yang diberikan.
Diantara pengujian dua sampel tersebut, perlu digunakan palate cleanser yang
tepat. Hal ini dikarenakan banyaknya bahan rempah yang mengandung flavor
dan aroma yang kuat menyebabkan timbulnya kelelahan pada fisiologis panelis
dan merupakan penyebab utama timbulnya carry-over effect (Carpenter et al.,
2000).
Palate cleanser merupakan bahan yang digunakan sebagai pembersih
dari sisa sampel yang ada di mulut saat melakukan pengevaluasian sensori.
Menurut Johnson (2004) palate cleanser yang baik harus mampu meningkatkan
deskriminasi atau perbedaan antar produk dan meminimalkan penurunan
sensitifitas atau yang biasa disebut adaptasi sensori. Menurut Carpenter et.al
(2000), palate cleanser yang biasa digunakan untuk pengujian menggunakan
sampel yang memiliki aroma dan flavor yang kuat adalah air mineral, air soda,
jus lemon, apel, wortel, irisan kulit mentimun, natural yoghurt (untuk kari dan
rempah), biskuit/cookies tanpa rasa, dan crackers tanpa rasa. Pada penelitian ini
palate cleanser yang digunakan adalah biskuit/cookies tanpa rasa.
Pada penelitian ini, sampel disajikan secara berpasangan, yakni sampel
Wedang Pokak dan Jamu Bonagung. Berikut ini model penyajian sampel dengan
metode paired comparison test menurut Carpenter et.al. (2000) :
1.
A
SIRUP POKAK
B
SIRUP REMPAH BONAGUNG
2.
B
SIRUP REMPAH BONAGUNG
A
SIRUP POKAK
2.
A
SIRUP POKAK
B
SIRUP REMPAH BONAGUNG
A
SIRUP POKAK
B
SIRUP REMPAH BONAGUNG
Pada
pengujian
ini,
pertama-tama
panelis
akan
1.
30 ml
A
SIRUP POKAK
2.
30 ml
B
SIRUP REMPAH BONAGUNG
sensori, data palate cleanser, data paired comparison test, dan data RATA (Rate-
All-That-Apply).