Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 103
APBN, tetapi beberapa propinsi oleh APBD tahun 2000. Penanaman terakhir oleh proyek
(Nogoseno, 1996). Hal ini berjalan selama 10 SRADP dilakukan di Sulawesi Tengah dan
tahun. Walaupun hanya bersifat sporadis, luas Sulawesi Tenggara seluas 500 dan 450 ha pada
arealnya pada tahun 1990 dapat mencapai tahun 2000. Disamping kegiatan pengembangan,
275.221 ha dan 98% merupakan perkebunan pada beberapa proyek berbantuan tersebut
rakyat. Nilai ekspor yang dicapai waktu itu US$ terdapat kegiatan penelitian dan pengembangan,
8.243.000. antara lain : a) Pada proyek EISCDP terdapat
Kerjasama komoditas menunjukkan bahwa pembangunan 2 unit stasiun penelitian di Dompu
peluang pasar dan nilai ekonomis cukup dan Manggarai serta penelitian usahatani
memberikan harapan, sehingga bagi wilayah terpadu dengan tanaman pokok jambu mete, b)
Indonesia Timur yang kondisinya cukup sesuai Pada proyek ADB terdapat bantuan peningkatan
dengan persyaratan tumbuh jambu mete, sarana dan prasarana bangunan, peralatan dan
komoditas ini dapat dijadikan andalan. Oleh pelatihan di BPP Naibonat, dan c) Pada proyek
sebab itu pengembangan jambu mete dilaksana- SADP bantuan ADB terdapat pendirian Pusat
kan secara besar-besaran dan bertahap dalam 5 Penelitian Usahatani Terpadu di Jayapura dan
tahun (1990 – 1994) melalui proyek Pengem- pendirian 2 unit percobaan usahatani di Jaya
bangan Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) Wijaya dan Sorong (Nogoseno, 1996).
dengan bobot pengembangan terbesar di Ternyata, luas areal jambu mete tidak
propinsi NTB dan NTT, kemudian ditambah 8 berhenti setelah proyek bantuan luar negeri
propinsi lainnya yaitu DIY, Jatim, Bali, Sulsel, terhenti. Hal ini menunjukkan masih adanya
Sultra, Sulteng, Maluku dan Irja. Tujuan dari minat dari petani dan pemerintah daerah. Sampai
program P2WK adalah menangani wilayah akhir 2003 luas areal menjadi 581.641 ha dengan
pengembangan yang tertinggal dan wilayah produksi 112.509 ton. Sebagian besar (98%) dari
bermasalah lainnya dengan memanfaatkan luas areal tersebut, merupakan perkebunan
lahan-lahan marginal. Konsepsi dari P2WK ini rakyat (571.528 ha). Sekitar 50% dari produksi
adalah menghadirkan perusahaan inti, agar dana gelondong mete diekspor (57.087 ton) dengan
pemeliharaan terjamin. Perusahaan inti yang nilai US$ 36.968.000 (BPEN, 2004) dengan negara
ditunjuk adalah PT. Bali Anacardia, PT. Sekar tujuan India (61,15%), Vietnam (36,45%), China
Alam dan PT. Supin Raya. Secara keseluruhan (1,04%), Amerika (0,53%) dan Taiwan (0,51%).
P2WK telah membangun seluas 21.686 ha, Kontribusi gelondong Indonesia dalam
perusahaan inti 3.300 ha dan Bank Pembangunan perdagangan mete internasional, hanya sekitar
Asia 1.000 ha. Mengacu kepada keberhasilan 10.10%, jauh dibawah Tanzania yang memiliki
P2WK Lembaga keuangan luar negeri juga kontribusi sebagai eksportir gelondong utama
tertarik untuk membantu yaitu ADB (UFDP, 44,92%. Sedangkan kontribusi ekspor kacang
TCSPP, SADP), IFAD (EISCDP) dan OECF mete hanya 0,98%, jauh dibawah eksportir utama
(ADP). Luas areal jambu mete pada akhir tahun yaitu India sebesar 57,28% dan Brazil sebesar
1994 meningkat 5 kali lipat dibanding tahun 1978 25,51%. (Indrawanto et al., 2001). Seperti
yaitu menjadi 418.801 ha. Seiring dengan dijelaskan sebelumnya ekspor gelondong
meningkatnya areal dan produksi, ekspor jambu Indonesia sebagian besar ditujukan ke India.
mete juga mengalami peningkatan yang cukup Kekuatan monopoli India inilah yang menjadikan
pesat. Volume eskpor kacang mete mencapai Indonesia kesulitan untuk menembus pasar
38.620 ton dengan nilai US$ 43.401.000 dunia yang sudah lebih percaya ke India.
(Ditjenbun, 2000). Tiga negara besar yang memasok kacang
Sumbangan pertambahan luas areal dari mete hádala India, Brazil dan Vietnam. Ketiga
proyek bantuan luar negeri sampai akhir tahun negara tersebut (87,5%) memiliki kebijakan yang
1994 sebenarnya masih sangat sedikit. Sisa target berbeda dalam pengembangan industri
seluas 58.050 ha masih diteruskan sampai dengan pengolahan kacang mete. India melarang impor
Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 105
namun hanya 3 spesies yang menyerang tanaman adalah Sanurus indecora Jacobi (Siswanto et al.,
jambu mete yaitu H. antonii, H. theivora dan H. 2003). S. indecora yang sekarang dikenal sebagai
bradyi (Supriadi et al., 2002). wereng pucuk jambu mete jauh lebih kecil dari
Nimfa dan imago mengisap cairan tumbuhan Lawana Sp. Pronotum tidak bercarina, sudut
pada pucuk muda, tunas, bunga, gelondong dan posterior atas segmen tidak meruncing, jumlah
buah muda. Air liurnya sangat beracun dan spine pada tubuh kaki belakang 1 buah. Sayap
tempat yang terkena menjadi melepuh dan bewarna putih, hijau atau putih kemerahan,
bewarna coklat tua. Buah yang terserang berukuran 6-8 mm (Siswanto et al., 2003).
berbecak hitam. Serangan pada pucuk dapat Telur diletakkan secara berkelompok pada
mengakibatkan gugur pucuk dan daun muda permukaan bawah daun dan diselimuti dengan
yang terserang menjadi kering dan lapisan lilin berwarna putih atau krem. Nimfa
mengakibatkan mati pucuk. Bunga-bunga yang dan serangga dewasa mengisap cairan tanaman
terserang menjadi hitam dan mati, kadangkala pada pucuk, daun muda, tangkai bunga dan
bekas tusukan serangga ditandai oleh keluarnya buah muda. Serangan pada populasi tinggi
gum. Menurut Rickson dan Rickson dalam Davis terutama pada tangkai bunga dan buah muda
(1999), serangan Helopeltis anacardii di beberapa menyebabkan bagian yang terserang menjadi
negara Asia Selatan, India dan Afrika Timur kering, bunga tidak dapat menjadi buah. Selain
menyebabkan kerusakan ranting hingga 80%, itu kehadiran serangga ini menyebabkan
sedang Mandal (2000) menyebutkan bahwa terhalangnya aktivitas penyerbukan bunga oleh
serangan Helopeltis Spp. menyebabkan kerusakan serangga penyerbuk.
sebesar 25% pada tunas-tunas, 30% pada bunga Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh S.
dan 15% pada buah yang masih lunak. indecora belum diketahui secara pasti, namun
Ciri khas serangga ini adalah jarum yang hasil penelitian yang telah dilaksanakan di dusun
tegak pada bagian punggung (toraks). H. antonii Sambik Rindang, desa Salut, kabupaten Lombok
bewarna coklat kemerahan dengan kepala hitam Barat, menunjukkan bahwa investasi S. indecora
dan toraks merah dengan ukuran sekitar 7-10 pada fase generatif dapat menurunkan hasil
mm dan antena yang berukuran hampir dua kali sebesar 57,83% (Mardiningsih et al., 2004).
ukuran panjang toraks. H. theivora bewarna Memang sepintas lalu gejala serangan tidak
kuning kehijauan. Telur diletakkan pada pucuk terlihat jelas, namun bila bagian terserang
daun dan pada jaringan muda yang masih lunak. dikupas akan terlihat bintik-bintik hitam bekas
Rata-rata telur yang diletakkan sebanyak 25 butir. tusukan stilet (Wiratno dan Siswanto, 2001).
Sepasang benang halus yang menonjol keluar Populasi S. indecora mulai menanjak di
menandakan adanya telur di dalam jaringan pertanaman bila populasi Helopeltis spp menurun
tersebut (Kalshoven, 1980). Populasi Helopeltis dan mencapai puncak pada akhir masa
spp. pada pertanaman mengikuti pola pembungaan. Pada keadaan tertentu, seperti
munculnya pucuk muda. Pucuk muda muncul pada akhir tahun 2004 dan awal tahun 2005,
setelah ada hujan dan mencapai puncak pada populasi S. indecora tetap ada di pertanaman
akhir musim hujan. (Karmawati et al., 2004).
Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 107
UPAYA PENGENDALIAN yang diterapkan belum mampu menekan biaya
produksi dan meningkatkan pendapatan serta
Teknik Pengendalian
tidak mudah untuk dilaksanakan, maka
Penelitian pengendalian hama terpadu (PHT) teknologi tersebut belum sesuai bagi kondisi
jambu mete baru diprioritaskan pada tahun 2001, petani kecil di Indonesia. Teknologi yang
oleh sebab itu upaya pengendalian di lapang diperlukan adalah yang bersifat efektif, efisien,
belum bernafaskan ”PHT” dan masih bersifat aman, murah dan mudah dilakukan. Oleh sebab
komponen-komponen yang sebelum tahun 2001 itu strategi yang prospektif digunakan untuk
sebagian besar menggunakan pestisida kimiawi. mengembangkan PHT adalah a). pemanfaatan
Tercatat pada tahun 1994, di tujuh propinsi dan perekayasaan lingkungan pertanaman jambu
daerah pengembangan, hama yang menyerang mete (kembali ke prinsip dasar PHT) serta b).
pertanaman jambu mete adalah C. trifenestrata, pengkajian skala luas di beberapa agroekologi
Selenothrips sp., H. antonii, Acrocercops sp, sekaligus melanjutkan pembinaan pemandu dan
Pseudococcus sp dan Aphids sp. Pengendalian petani dalam wadah SLPHT.
yang telah dilaksanakan bersifat mekanis untuk Pemanfaatan lingkungan pertanaman sangat
C. trifenestrata, dan sisanya menggunakan erat hubungannya dengan SLPHT karena
monokrotofos. Beberapa tempat menggunakan kegiatan pokok dan SLPHT adalah analisis
jamur Beauveria bassiana. agroekosistem dan pengambilan keputusan.
Perbaikan-perbaikan teknologi pengendalian Seluruh peserta berpartisipasi aktif dalam
telah dilakukan yang merupakan rakitan dari pengumpulan data aktual lapangan, pengkajian
hasil penelitian di daerah sentra produksi dan data dan pengambilan keputusan manajemen
laboratorium. Sampai dengan tahun 2004, banyak lahan. Kegiatan analisis agroekosistem ini
informasi yang telah dihasilkan seperti dinamika bermanfaat dalam penajaman ”pandangan”
populasi (Siswanto et al., 2003; Mardiningsing et petani dan petugas terhadap ekologi lokal serta
al., 2004), identifikasi musuh alami (Karmawati et memudahkan proses pengelolaan ekologi lokal.
al., 1999; Karmawati et al., 2001; Karmawati et al., Sebagai gambaran teknologi yang murah,
2004; Purnayasa, 2003; Wikardi et al., 2001) dan mudah dilakukan dan berada di sekitar
jenis-jenis pestisida nabati (Subiyakto, 2003). pertanaman adalah a) nomor harapan yang
Teknologi-teknologi tersebut telah berulangkali
toleran terhadap Helopeltis spp (Amir et al., 2004),
disosialisasikan untuk diterapkan oleh petani
b) Serasah yang berupa bahan organik yang telah
dikebun jambu mete, karena visi dari kegiatan
mati dari ranting, dan hasil pengkasan atau
PHT adalah kemandirian petani dalam
gulma hasil penyiangan. Hasil penelitian
mengambil keputusan dengan pengelolaan
sistem kebun berdasarkan prinsip-prinsip PHT menunjukkan sekitar 100 spesies parasitoid dan
untuk meningkatkan kesejahteraannya. Evaluasi predator muncul dari serasah selama proses
terhadap hasil perbaikan belum memberikan dekomposisi (Soebandrijo et al., 2000), c)
hasil yang memuaskan, terbukti serangan hama Pembersihan gulma berdaun lebar karena
di salah satu sentra produksi makin meluas. merupakan inang alternatif bagi Helopeltis spp.
Berbeda pada tanaman kapas, gulma berguna
Strategi Pengendalian bagi parasitoid dan serangga penyerbuk (Kromp
Teknologi budidaya termasuk PHT jambu dan Steinberger, 1992), d) Pemangkasan tajuk
mete sebagian besar telah ditemukan dan yang tumpang tindih , karena Helopeltis spp
sebagian menjadi teknologi tepat guna, namun sangat peka terhadap radiasi matahari
pengembangan teknologi tersebut di tingkat (Kalshoven, 1981), e) Peningkatan populasi semut
petani tidak selalu mudah. Pengendalian hama predator di pertanaman (Karmawati et al., 2004),
selalu dirasakan menjadi salah satu input yang dan f) Penggunaan pestisida nabati biji mimba
memberatkan bagi petani. Apabila teknologi yang pertanamannya banyak ditemukan di
Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 109
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2000. Statistik enemies of Arthropod pests in agriculture.
Perkebunan Indonesia 1994 – 1996. 52 hal. Annu. Rev. Entomol. 2000. 45 : 175 – 201.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Mandal, R.C. Cashew Production and Processing
Perkebunan Indonesia. Jambu Mete. 2004- Technology. 2000. Agrobias, India. 195 hal.
2005, Jakarta. 33 hlm Mardiningsih, T.L., A.M. Amir, I.M. Trisawa dan
FAO. 2003. FAO : Statistic data base. IGNR Purnayasa. 2004. Biologi dan
www.FAO.org. pengaruh serangan Sanurus indecora
Ferry, Y., J.T. Yuhono dan Chandra Indrawanto. terhadap kehilangan hasil jambu mete.
2001. Strategi Pengembangan Industri Mete Jurnal Littri 10 (3) : 112 – 117.
Indonesia. Hlm. 8 – 9. Mulyono, E. dan D. Sumangat. 2001. Pengelolaan
Indrawanto, C., E. Mulyono, R. Zaubin dan I. gelondong jambu mete, cairan kulit biji
Sriwulan. 2001. Perspektif perkembangan mete (CNSL) dan pemanfaatannya.
pemasaran dan pasca panen jambu mete. Monograf Jambu Mete. Monograf No.6,
Warta Litbangtri 7(4) : 12 – 14. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Indrawanto, C., S. Wulandari dan A. Wahyudi. Obat. p. 77 – 96.
2003. Analisis faktor-faktor yang Nogoseno. 1996. Pengembangan jambu mete di
empengaruhi keberhasilan usahatani jambu Indonesia. Prosiding Forum Komunikasi
mete di Sulawesi Tenggara. Jurnal Littri 9 Ilmiah Komoditas Jambu Mete. Bogor, 5 – 6
(4) : 141 – 147. Maret 1996. Hlm. 37 – 45.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Purnayasa, I.G.N.R. 2003. Parasitasi Aphanomerus
Indonesia. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, sp. pada wereng pucuk jambu mete
Jakarta. p. 119. Sanurus indecora Jacobi. Jurnal Littri 9 (1) : 1
Karmawati, E., T.H. Savitri, T.E. Wahyono dan – 3.
I.W. Laba. 1999. Dinamika populasi Puslitbangbun dan Ditjenbun. 2002. Evaluasi
Helopeltis antonii Sign, pada jambu mete. Pelaksanaaan Pengendalian OPT Tanaman
Jurnal Littri 4 (6) : 163 – 67. Perkebunan di Nusa Tenggara Timur, Nusa
Karmawati, E., T.H. Savitri, W.R. Atmadja dan Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Selawesi
T.E. Wahyono. 2001. Jurnal Littri 7 (1) 1 – 5. Selatan dan Kalimantan Selatan pada T.A.
Karmawati, E., Siswanto dan E.A. Wikardi. 2004. 2002. Kerjasama Puslitbangbun dan
Peranan semut (Oecophylla smaragdina dan Ditjenbun. 18 hlm.
Dolichoderus sp.) dalam pengendalian Rauf, A. 2004. Entomologi Dalam Perubahan
Helopeltis Spp. dan Sanurus indecora pada Lingkungan dan Sosial : Perspektif
jambu mete. Jurnal Littri 10 (1) : 1 – 7. Pertanian. Disampaikan pada Seminar
Karmawati, E. dan R. Balfas. 2007. Pemanfaatan Nasional IV PEI – Cabang Bogor, 5 Oktober
pestisida nabati dan jamur Beauveria 2004. 6 hlm.
bassiana untuk pengendalian kutu daun F. Siswanto, E.A. Wikardi, Wiratno dan E.
virgata. 8 hlm (dalam proses penyusunan Karmawati. 2003. Identifikasi wereng
prosiding) pucuk jambu mete, Sanurus indecora dan
Krebs, C.J. 1978. Ecology : The Experimental beberapa aspek biologinya. Jurnal Littri 9
Analysis of Distribution and Abundance. (4) : 157 – 161.
Harper and Row Publications. 678 hlm. Soebandrijo, Sri Hadiyani, S.A. Wahyuni dan M.
Kromp, B dan K.H.Steinberger. 1992. Grassy field Soehardjan. 2000. Peranan serasah dan
margin and arthoprod diversity ; a case gulma dalam meningkatkan keanekar-
study in ground and spiders in Eastern agaman hayati dan pengendalian serangga
Australia Agric. Ecol. Environ. 40; 71-93 hama kapas di Indonesia. Pros. Simp.
Landis, D.A., S.D. Wratten and G.M. Gurr. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada
Habitat management to conserve natural
Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 111
INDEKS
Volume 7, 2008
INDEKS PENULIS
Bustaman, S. 65
Djajadi 12
Indrayani, I G.A.A. 47, 55
Karmawati, E. 92
Noveriza, R. 35
Nurindah 1
Riajaya, P.D. 82
Subiyakto 55
Sudjindro 80
Sunarto, D.A. 1
Supriadi 20
Yulianti, T. 20