Вы находитесь на странице: 1из 11

Perspektif Vol. 7 No. 2 / Desember 2008.

Hlm 102 - 111


ISSN: 1412-8004

Perkembangan Jambu Mete dan


Strategi Pengendalian Hama Utamanya
ELNA KARMAWATI
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Indonesian Center of Estate Crops Research and Development
Jalan Tentara Pelajar No.1 Bogor

ABSTRAK Indonesian export commodities. Beside shells and


nuts, the plant produces lacca oil and other products
Tanaman jambu mete menghasilkan komoditas ekspor from the fruits. The cashew growing area increases
yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan relatif every year and the end of 2006 achieved 595.111 ha.
stabil dibanding komoditas ekspor Indonesia lainnya. Pests can cause the death or the lower productivity
Selain gelondong dan kacang mete tanaman tersebut and nut quality. In several production area, Helopeltis
menghasilkan pula minyak laka dan produk lain yang has the largest attack area, followed by Sanurus
diolah dari buah semu. Arealnya bertambah terus tiap indecora or other pests. Several problems have been
tahun, sehingga akhir 2006 mencapai 595.111 ha. found in the field, such as: a). more branches produced
Organisme pengganggu tumbuhan terutama hama by the plant caused micro climate changes, b).
merupakan salah satu penyebab kematian dan Helopeltis spp and S. indecora have a very wide host
mengakibatkan produktivitas serta mutu menjadi range, c). the over usage of synthetic insecticide, d).
rendah. Pada beberapa daerah sentra produksi the lack of farmers knowledge of intercropping, e).
Helopeltis merupakan hama yang luas serangannya there is interaction among Helopeltis spp, S. indecora
paling tinggi diikuti oleh S. indecora dan hama lainnya. and Dolichoderus sp. Before 2001, synthetic insecticide
Beberapa permasalahan telah ditemukan yang were commonly used for controlling insect pest. Since
menyebabkan hama Helopeltis spp seringkali muncul then, other control methods have been developed. The
atau Sanurus menjadi hama baru, diantaranya a). control strategy are a). ecosystem engineering and its
percabangan tanaman yang semakin banyak sehingga utilization surrounding cashew plantation and b). large
tumpang tindih dan mengakibatkan perubahan iklim scale assessment of agroecologies and farmer and
mikro, b). Helopeltis spp dan S. indecora mempunyai extension worker supervision in Field School of
rentang tanaman inang yang sangat lebar dan Integrated Pest Management (FSIPM).
berlimpah di lapangan, c). penggunaan insektisida
kimia yang berlebihan, d). kurangnya pengetahuan Key words : Anacardium occidentale L., shell, cashew,
petani mengenai tanaman sela, e). adanya interaksi Helopeltis spp, Sanurus indecora, micro
antara Helopeltis spp, S. indecora dan Delichoderus sp. climate, host plant, ecosystem
Upaya pengendalian sebelum tahun 2001 sebagian engineering, FSIPM
besar masih menggunakan bahan kimia, namun
perbaikan-perbaikan teknologi telah dilakukan setiap
tahun. Strategi pengendalian yang digunakan adalah
a). pemanfaatan dan perekayasaan lingkungan PENDAHULUAN
pertanaman jambu mete, b). pengkajian skala luas di
beberapa agroekologi sekaligus melanjutkan Tanaman jambu mete (Anacardiun accidentale
pembinaan pemandu dan petani dalam wadah
L) merupakan komoditas ekspor yang memiliki
sekolah langsung pengendalian hama terpadu
(SLPHT). nilai jual yang cukup tinggi dan relatif stabil
dibanding komoditas ekspor Indonesia lainnya.
Kata kunci: Anacardium occidentale L., gelondong , Nilai ekspor Indonesia dari gelondong mete pada
kacang mete, Helopeltis spp., Sanurus
akhir 2006 mencapai US $ 409.081.000 dengan
indecora, iklim mikro, tanaman inang,
perekayasaan lingkungan, SLPHT volume 494.471 M/ton (BPEN, 2007). Harga jual
dalam negeri pun cukup tinggi, saat ini berkisar
ABSTRACT antara Rp. 65.000 - Rp. 77.000/kg. Selain
Cashew nut Development and Control menghasilkan gelondong dan kacang mete,
Strategy of Its Main Pests tanaman jambu mete menghasilkan pula minyak
Cashew plant produces export commodity having a laka dan produk lain yang diolah dari buah
very high value and stability compared with other semu. Tanaman ini menghendaki iklim kering

102 Volume 7 Nomor 2, Desember 2008 : 102 - 111


sehingga sangat potensial untuk dikembangkan OPT jambu mete terutama hama,
di Kawasan Timur Indonesia, yang umumnya merupakan salah satu penyebab kematian
mempunyai kondisi alam yang cocok dengan tanaman dan mengakibatkan produktivitas serta
persyaratan tumbuh dari komoditas tersebut. mutu menjadi rendah. Jenis dan luas serangan
Status tanaman jambu mete yang semula hama utama bervariasi pada daerah sentra jambu
merupakan tanaman penghijauan beralih mete. Pada 5 daerah sentra produksi utama
menjadi komoditas unggulan, sehingga dirasakan Helopeltis spp. mencapai luas serangan yang
perlu adanya penekanan pola pengembangan paling tinggi saat ini. Luas serangan hama kedua
yang berorientasi agribisnis. berbeda pada masing-masing propinsi, seperti
Usahatani jambu mete masih mengun- Sanurus indecora di NTB, Trips sp di NTT, Rayap di
tungkan. Harga kacang mete Rp. 35.000- Sulawesi Selatan dan Cricula sp di Yogyakarta.
Rp.40.000 per kg dengan tingkat suku bunga 12% Berbeda dengan hama-hama jambu mete lainnya
nilai NPV masih positif (Rp. 1.049.293), B/C 1.36 yang muncul di setiap sentra produksi walaupun
dan IRR 22,17% (Balittro, 2002). Apabila harga hanya sedikit, Sanurus indecora merupakan hama
saat ini mencapai Rp. 77.000, nilai B/C dan IRR baru dan hanya ditemukan di Lombok.
akan lebih tinggi. Nilai tersebut baru berasal dari Upaya pengendalian hama jambu mete
gelondong dan kacang mete. Peluang untuk telah dimulai dengan menggunakan berbagai
meningkatkan nilai tambah berasal dari CNSL komponen sejak pemerintah mengeluarkan
yang merupakan bahan multiguna untuk bahan kebijakan PHT jambu mete pada tahun 2001,
baku cat, pernis, ban, kanvas rem,minyak namun usaha ini belum memberikan hasil yang
pelumas, anti serangga, pengawet dan jaring ikan optimal karena pengendalian masih bersifat
(Mulyono dan Sumangat, 2001). Permasalahan parsial. Makalah ini mengemukakan perkem-
utama pada usahatani jambu mete di Indonesia bangan jambu mete di Indonesia, masalah hama
terletak pada produktivitas dan mutu kacang utama jambu mete, upaya-upaya serta strategi
mete yang masih rendah, sehingga harganya pengendalian di masa mendatang.
lebih rendah dibandingkan kacang mete negara
lain (Ferry et al., 2001). Areal pengembangan
sudah cukup luas dengan penghasilan utama PERKEMBANGAN JAMBU METE
saat ini propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas
keseluruhan jambu mete di Indonesia 595.111 ha Pengembangan jambu mete dicanangkan
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). pertama kali oleh Pemerintah pada pertengahan
Ada anggapan bahwa tanaman jambu mete tahun 1972, yang diawali dengan program
akan tumbuh dengan baik di lahan marjinal dan penghijauan pada lahan kritis oleh Sub Sektor
beriklim kering, namun kenyataan di lapang saat Kehutanan (Alaudin, 1996). Ternyata beberapa
ini tidak sedikit pertanaman di areal tahun kemudian, selain untuk penghijauan dan
pengembangan yang pertumbuhannya merana, memulihkan kembali kondisi lahan kritis,
berdaun kering, berbunga lebat tapi pem- tanaman ini dapat meningkatkan pendapatan
bentukan buahnya rendah. Hal ini disebabkan petani serta memperluas lapangan kerja. Pada
oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, tahun 1977, kacang mete mulai diekspor dengan
mulai dari bahan tanaman sampai ke gangguan volume 23 ton senilai US$ 90.000 (BPS, 2003) dan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). disebut sebagai tanaman ekspor non tradisional.
Walaupun demikian, ternyata ada kantong- Sejak tahun 1979 Direktorat Jenderal
kantong wilayah yang memberikan harapan dan Perkebunan mulai mengembangkan jambu mete
produktivitas di atas rata-rata nasional, dan melalui pola Unit Pelayanan Pengembangan
diharapkan pada pengembangan jambu mete ke (UPP), walaupun dengan input yang sangat
depan, diadakan pemilahan terhadap kantong- terbatas yaitu hanya penyaluran benih kepada
kantong wilayah. petani. Itupun tidak seluruhnya dibiayai oleh

Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 103
APBN, tetapi beberapa propinsi oleh APBD tahun 2000. Penanaman terakhir oleh proyek
(Nogoseno, 1996). Hal ini berjalan selama 10 SRADP dilakukan di Sulawesi Tengah dan
tahun. Walaupun hanya bersifat sporadis, luas Sulawesi Tenggara seluas 500 dan 450 ha pada
arealnya pada tahun 1990 dapat mencapai tahun 2000. Disamping kegiatan pengembangan,
275.221 ha dan 98% merupakan perkebunan pada beberapa proyek berbantuan tersebut
rakyat. Nilai ekspor yang dicapai waktu itu US$ terdapat kegiatan penelitian dan pengembangan,
8.243.000. antara lain : a) Pada proyek EISCDP terdapat
Kerjasama komoditas menunjukkan bahwa pembangunan 2 unit stasiun penelitian di Dompu
peluang pasar dan nilai ekonomis cukup dan Manggarai serta penelitian usahatani
memberikan harapan, sehingga bagi wilayah terpadu dengan tanaman pokok jambu mete, b)
Indonesia Timur yang kondisinya cukup sesuai Pada proyek ADB terdapat bantuan peningkatan
dengan persyaratan tumbuh jambu mete, sarana dan prasarana bangunan, peralatan dan
komoditas ini dapat dijadikan andalan. Oleh pelatihan di BPP Naibonat, dan c) Pada proyek
sebab itu pengembangan jambu mete dilaksana- SADP bantuan ADB terdapat pendirian Pusat
kan secara besar-besaran dan bertahap dalam 5 Penelitian Usahatani Terpadu di Jayapura dan
tahun (1990 – 1994) melalui proyek Pengem- pendirian 2 unit percobaan usahatani di Jaya
bangan Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) Wijaya dan Sorong (Nogoseno, 1996).
dengan bobot pengembangan terbesar di Ternyata, luas areal jambu mete tidak
propinsi NTB dan NTT, kemudian ditambah 8 berhenti setelah proyek bantuan luar negeri
propinsi lainnya yaitu DIY, Jatim, Bali, Sulsel, terhenti. Hal ini menunjukkan masih adanya
Sultra, Sulteng, Maluku dan Irja. Tujuan dari minat dari petani dan pemerintah daerah. Sampai
program P2WK adalah menangani wilayah akhir 2003 luas areal menjadi 581.641 ha dengan
pengembangan yang tertinggal dan wilayah produksi 112.509 ton. Sebagian besar (98%) dari
bermasalah lainnya dengan memanfaatkan luas areal tersebut, merupakan perkebunan
lahan-lahan marginal. Konsepsi dari P2WK ini rakyat (571.528 ha). Sekitar 50% dari produksi
adalah menghadirkan perusahaan inti, agar dana gelondong mete diekspor (57.087 ton) dengan
pemeliharaan terjamin. Perusahaan inti yang nilai US$ 36.968.000 (BPEN, 2004) dengan negara
ditunjuk adalah PT. Bali Anacardia, PT. Sekar tujuan India (61,15%), Vietnam (36,45%), China
Alam dan PT. Supin Raya. Secara keseluruhan (1,04%), Amerika (0,53%) dan Taiwan (0,51%).
P2WK telah membangun seluas 21.686 ha, Kontribusi gelondong Indonesia dalam
perusahaan inti 3.300 ha dan Bank Pembangunan perdagangan mete internasional, hanya sekitar
Asia 1.000 ha. Mengacu kepada keberhasilan 10.10%, jauh dibawah Tanzania yang memiliki
P2WK Lembaga keuangan luar negeri juga kontribusi sebagai eksportir gelondong utama
tertarik untuk membantu yaitu ADB (UFDP, 44,92%. Sedangkan kontribusi ekspor kacang
TCSPP, SADP), IFAD (EISCDP) dan OECF mete hanya 0,98%, jauh dibawah eksportir utama
(ADP). Luas areal jambu mete pada akhir tahun yaitu India sebesar 57,28% dan Brazil sebesar
1994 meningkat 5 kali lipat dibanding tahun 1978 25,51%. (Indrawanto et al., 2001). Seperti
yaitu menjadi 418.801 ha. Seiring dengan dijelaskan sebelumnya ekspor gelondong
meningkatnya areal dan produksi, ekspor jambu Indonesia sebagian besar ditujukan ke India.
mete juga mengalami peningkatan yang cukup Kekuatan monopoli India inilah yang menjadikan
pesat. Volume eskpor kacang mete mencapai Indonesia kesulitan untuk menembus pasar
38.620 ton dengan nilai US$ 43.401.000 dunia yang sudah lebih percaya ke India.
(Ditjenbun, 2000). Tiga negara besar yang memasok kacang
Sumbangan pertambahan luas areal dari mete hádala India, Brazil dan Vietnam. Ketiga
proyek bantuan luar negeri sampai akhir tahun negara tersebut (87,5%) memiliki kebijakan yang
1994 sebenarnya masih sangat sedikit. Sisa target berbeda dalam pengembangan industri
seluas 58.050 ha masih diteruskan sampai dengan pengolahan kacang mete. India melarang impor

104 Volume 7 Nomor 2, Desember 2008 : 102 - 111


kacang mete dan mengimpor gelondong agar berproduksi, bahkan di gudangpun masih ada
industrinya berjalan sepanjang tahun, sedang jenis hama yang menyerang. Sebaran dan
Brazil dan Vietnam melarang ekspor gelondong kerusakan yang ditimbulkan oleh hama jambu
mete (FAO, 2003). Jika dilihat dari segi mete belum tercatat dengan baik, karena semula
konsumen, pasar kacang mete terkonsentrasi tanaman tersebut hanya untuk konservasi,
kepada USA dan Eropa yang mengimpor kacang tanaman pekarangan atau tanaman sela saja.
mete dunia masing-masing 48 dan 28%. Hal ini Perkembangan 15 tahun terakhir, masalah hama
yang membuat posisi tawar USA pada pasar menjadi penting untuk diperhatikan, karena
mete internasional cukup kuat. Menghadapi jambu mete ditanam secara monokultur dan pada
pasar yang sangat terkonsentrasi tersebut areal yang luas.
industri mete Indonesia harus memiliki daya Hama utama pada jambu mete selalu
saing yang tinggi. Daya saing ini akan tercapai mengalami perubahan dalam sepuluh tahun
kalau usahatani jambu mete Indonesia memiliki terakhir ini. Hal-hal yang menyebabkannya
kinerja yang tinggi, diantaranya kinerja sistem adalah perubahan ekosistem/lingkungan dan
agribisnis yang merupakan kesatuan dari lima perilaku manusia (Rauf, 2004). Pada tahun 1996,
subsistem (Indrawanto et al., 2003). berdasarkan hasil inventarisasi di 8 propinsi
Salah satu subsistem yang perlu diperhatikan utama daerah pengembangan, minimal ada 8
adalah subsistem usahatani. Ada anggapan jenis hama (Wikardi et al., 1996). Namun hama
bahwa tanaman jambu mete akan tumbuh dan yang paling merusak, tersebar luas dan hampir
berproduksi dengan baik dilahan marginal, selalu ditemukan pada daerah pengembangan
beriklim kering dan memiliki musim kemarau 5 – hanya dua yaitu Cricula trifenestrata (Saturniidae :
7 bulan di KTI, oleh sebab itu pemerintah Lepidoptera) dan Helopeltis antonii Sign
mencanangkan pengembangan jambu mete di (Heteroptera: Miridae). Beberapa tahun
Kawasan Timur Indonesia sejak 1990. Pada kemudian, hasil survei yang telah dilaksanakan
kenyataan di lapang saat ini, tidak sedikit oleh Supriadi et al. (2002) menunjukkan bahwa
pertanaman di areal pengembangan yang telah lebih dari 90 jenis serangga yang telah
berumur 9 – 11 tahun pertumbuhannya kurang diidentifikasi dari pertanaman jambu mete.
baik seperti merana, berdaun kering, berbunga Serangga ini terdiri atas serangga hama,
lebat tapi pembentukan buahnya rendah. Hal ini parasitoid, predator, penyerbuk dan serangga
diakibatkan oleh berbagai faktor yang sangat lainnya. Hama utama dari serangga tersebut,
kompleks, misalnya bahan tanaman yang yaitu Helopeltis spp. dan Sanurus indecora Jacobi.
ditanam waktu itu bukan bibit unggul, tanaman Hasil pengamatan di Nusa Tenggara Barat, luas
ini ditujukan untuk konservasi lingkungan serangan hama dan penyakit mencapai 1.217 ha
agroekologinya kurang sesuai, kurangnya pada tahun 2002 sehingga menurunkan hasil
pemeliharaan dan tingginya gangguan OPT. sebesar 10% atau taksasi kerugian hasil mencapai
Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Rp. 13,8 milliar (Dinas Perkebunan NTB, 2002).
produktivitas rata-rata nasional sangat rendah Kedua jenis hama dijumpai hampir merata di 6
hanya 333 kg gelondong/ha. kabupaten di Nusa Tenggara Barat dengan
intensitas yang berbeda-beda. (Puslitbangbun
PERKEMBANGAN HAMA UTAMA DAN dan Ditjenbun, 2002).
PERMASALAHAN DI LAPANG
1. Helopeltis spp.
Perkembangan Hama Utama Sampai saat ini Helopeltis spp. tetap menjadi
hama yang paling dominan pada pertanaman
Serangan hama merupakan salah satu jambu mete baik di dalam maupun luar negeri.
kendala produksi pada pertanaman jambu mete Berdasarkan studi pustaka, ada 9 spesies yang
di Indonesia. Serangan ini dapat terjadi sejak menyerang beberapa jenis tanaman perkebunan,
tanaman masih di pembibitan sampai tanaman seperti kopi, kakao dan teh (Wiratno et al., 2001),

Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 105
namun hanya 3 spesies yang menyerang tanaman adalah Sanurus indecora Jacobi (Siswanto et al.,
jambu mete yaitu H. antonii, H. theivora dan H. 2003). S. indecora yang sekarang dikenal sebagai
bradyi (Supriadi et al., 2002). wereng pucuk jambu mete jauh lebih kecil dari
Nimfa dan imago mengisap cairan tumbuhan Lawana Sp. Pronotum tidak bercarina, sudut
pada pucuk muda, tunas, bunga, gelondong dan posterior atas segmen tidak meruncing, jumlah
buah muda. Air liurnya sangat beracun dan spine pada tubuh kaki belakang 1 buah. Sayap
tempat yang terkena menjadi melepuh dan bewarna putih, hijau atau putih kemerahan,
bewarna coklat tua. Buah yang terserang berukuran 6-8 mm (Siswanto et al., 2003).
berbecak hitam. Serangan pada pucuk dapat Telur diletakkan secara berkelompok pada
mengakibatkan gugur pucuk dan daun muda permukaan bawah daun dan diselimuti dengan
yang terserang menjadi kering dan lapisan lilin berwarna putih atau krem. Nimfa
mengakibatkan mati pucuk. Bunga-bunga yang dan serangga dewasa mengisap cairan tanaman
terserang menjadi hitam dan mati, kadangkala pada pucuk, daun muda, tangkai bunga dan
bekas tusukan serangga ditandai oleh keluarnya buah muda. Serangan pada populasi tinggi
gum. Menurut Rickson dan Rickson dalam Davis terutama pada tangkai bunga dan buah muda
(1999), serangan Helopeltis anacardii di beberapa menyebabkan bagian yang terserang menjadi
negara Asia Selatan, India dan Afrika Timur kering, bunga tidak dapat menjadi buah. Selain
menyebabkan kerusakan ranting hingga 80%, itu kehadiran serangga ini menyebabkan
sedang Mandal (2000) menyebutkan bahwa terhalangnya aktivitas penyerbukan bunga oleh
serangan Helopeltis Spp. menyebabkan kerusakan serangga penyerbuk.
sebesar 25% pada tunas-tunas, 30% pada bunga Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh S.
dan 15% pada buah yang masih lunak. indecora belum diketahui secara pasti, namun
Ciri khas serangga ini adalah jarum yang hasil penelitian yang telah dilaksanakan di dusun
tegak pada bagian punggung (toraks). H. antonii Sambik Rindang, desa Salut, kabupaten Lombok
bewarna coklat kemerahan dengan kepala hitam Barat, menunjukkan bahwa investasi S. indecora
dan toraks merah dengan ukuran sekitar 7-10 pada fase generatif dapat menurunkan hasil
mm dan antena yang berukuran hampir dua kali sebesar 57,83% (Mardiningsih et al., 2004).
ukuran panjang toraks. H. theivora bewarna Memang sepintas lalu gejala serangan tidak
kuning kehijauan. Telur diletakkan pada pucuk terlihat jelas, namun bila bagian terserang
daun dan pada jaringan muda yang masih lunak. dikupas akan terlihat bintik-bintik hitam bekas
Rata-rata telur yang diletakkan sebanyak 25 butir. tusukan stilet (Wiratno dan Siswanto, 2001).
Sepasang benang halus yang menonjol keluar Populasi S. indecora mulai menanjak di
menandakan adanya telur di dalam jaringan pertanaman bila populasi Helopeltis spp menurun
tersebut (Kalshoven, 1980). Populasi Helopeltis dan mencapai puncak pada akhir masa
spp. pada pertanaman mengikuti pola pembungaan. Pada keadaan tertentu, seperti
munculnya pucuk muda. Pucuk muda muncul pada akhir tahun 2004 dan awal tahun 2005,
setelah ada hujan dan mencapai puncak pada populasi S. indecora tetap ada di pertanaman
akhir musim hujan. (Karmawati et al., 2004).

2. Sanurus indecora 3. Cricula trifenestrata dan hama lainnya


Serangga ini baru menyerang pertanaman Hama Cricula disebut juga ulat kenari. Ulat
jambu mete beberapa tahun terakhir, khususnya ini pernah menjadi hama utama, namun tiga
di Lombok dan Sumbawa, karena di Jawa dan tahun terakhir ini tidak muncul karena kokonnya
daerah pengembangan lainnya serangga ini bernilai ekonomis. Selain menyerang jambu mete
belum ditemukan. Semula dikenal dengan nama ulat ini juga menyerang kenari, alpukat, jambu,
Lawana sp, namun hasil identifikasi yang kedondong, mangga, kakao dan kayumanis.
dilakukan di Laboratorium Entomologi Balittro Daerah sebaran hama ini luas antara lain Asia
Zoologi-LIPI diketahui bahwa serangga tersebut Selatan dan Asia Tenggara. Di Indonesia

106 Volume 7 Nomor 2, Desember 2008 : 102 - 111


ditemukan di setiap sentra produksi di Jawa enggan untuk melakukan pemangkasan cabang
Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, yang tidak produktif. Kedua faktor ini paling
Sulawesi dan Maluku (Wikardi dan Wahyono, berkaitan erat dengan peningkatan populasi
1991; Wikardi et al., 1996). Helopeltis (Karmawati et al., 1999).
Ulat kecil memakan daun yang masih muda Helopeltis spp. dan Sanurus indecora
dari bagian bawah, secara bergerombol dan mempunyai rentang tanaman inang yang sangat
bekas serangan terlihat seperti sobekan-sobekan lebar (Kalshoven, 1981; Siswanto, et al, 2003).
tidak teratur pada pinggiran daun. Serangan ulat Kedua hama ini mempunyai wilayah serangan
yang lebih besar dapat menghabiskan seluruh berat yang berbeda 3 tahun terakhir ini, Sanurus
helainya, tinggal tulang daun saja. Bila populasi menyerang pertanaman di Kabupaten Lombok
ulat tinggi, seluruh daun dalam areal yang luas Barat dan Helopeltis spp menyerang pertanaman
akan gundul, tinggal ranting-ranting saja. di Kabupaten Dompu. Kedua hama tersebut lebih
Di Jawa, status hama ini cukup menarik mudah untuk mempertahankan hidupnya
untuk dikaji karena beberapa petani di Jawa sebelum pindah ke jambu mete karena
dengan sengaja memeliharanya untuk diambil mempunyai inang alternatif. Tanaman mangga
kokonnya yang berwarna kuning keemasan yang adalah salah satu inang alternatif bagi S. Indecora,
dapat digunakan sebagai bahan serat kain. padahal tanaman mangga sedang dikembangkan
Disamping hama-hama tersebut, Thrips di Lombok. Selain kakao dan teh, tanaman inang
(Selenotrip sp.), Nepophterix sp., Acrocercops sp., alternatif Helopeltis spp adalah gulma babadotan
aphid, Hypomeces sp. juga merupakan hama dan singkong. Gulma di pertanaman jambu mete
penting (Wikardi et al., 1996; Wikardi, 1997). hampir mencapai kanopi jambu mete, petani
malas untuk membersihkan.
Permasalahan di Lapang Penggunaan insektisida kimia dapat
membunuh musuh alami dari serangga sehingga
Berdasarkan fenomena yang ditemukan di
pertumbuhan populasinya tidak ada yang
alam diketahui bahwa populasi serangga pada
membatasi. Perubahan pertanaman polikultur
pertanaman selalu berfluktuasi dalam keadaan
menjadi monokultur umumnya akan mengurangi
stabil. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
sumber makanan bagi parasit atau predator atau
kesinambungan populasi ini di alam serta sangat
tanaman sela dapat berfungsi sebagai tempat
kompleks. Namun secara umum faktor tersebut
berlindung (Refugee). Petani kurang dapat
dapat dikelompokkan menjadi faktor biotik dan
memilih tanaman sela yang cocok untuk tempat
abiotik (Krebs, 1978). Apabila pada suatu saat
berlindung bagi parasitoid dan predator. Hasil
kelimpahan populasi terus bertambah dan terjadi
penelitian di Wonogiri menunjukkan bahwa pola
ledakan serangan suatu hama, berarti ada satu
tanam jambu mete dengan kacang-kacangan
atau dua faktor yang tidak dapat bekerja lagi
dapat mengurangi tingkat kerusakan pucuk
karena perilaku manusia atau faktor lain.
dibandingkan jambu mete monokultur
Pada pertanaman jambu mete, beberapa
(Karmawati et al., 2001). Penciptaan infrastruktur
permasalahan telah ditemukan yang
ekologi yang seimbang dalam agroekosistem
menyebabkan hama Helopeltis spp seringkali
dengan melengkapi sumber energi yang
muncul atau Sanurus menjadi hama baru.
diperlukan bagi musuh alami dan diintegrasikan
Sebagian besar pertanaman di sentra produksi,
dalam suatu ruang dan waktu sangatlah penting
umur tanaman jambu mete lebih dari 10 tahun
(Landis et al., 2000). Selain tanaman, interaksi
percabangan semakin banyak dan sudah
dengan mahluk hidup yang lain juga diperlukan.
tumpang tindih akibat dari jarak tanam yang
Kehadiran S indecora sangat diperlukan bagi
terlalu dekat. Hal ini mengakibatkan perubahan
Dolichoderus sp untuk memperoleh cairan dan
iklim mikro pada pertanaman jambu mete
Dolichoderus sp merupakan pemangsa bagi
terutama kelebaban nisbi dan perubahan
Helopeltis spp. (Karmawati et al., 2004).
pemaparan terhadap sinar matahari. Petani

Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 107
UPAYA PENGENDALIAN yang diterapkan belum mampu menekan biaya
produksi dan meningkatkan pendapatan serta
Teknik Pengendalian
tidak mudah untuk dilaksanakan, maka
Penelitian pengendalian hama terpadu (PHT) teknologi tersebut belum sesuai bagi kondisi
jambu mete baru diprioritaskan pada tahun 2001, petani kecil di Indonesia. Teknologi yang
oleh sebab itu upaya pengendalian di lapang diperlukan adalah yang bersifat efektif, efisien,
belum bernafaskan ”PHT” dan masih bersifat aman, murah dan mudah dilakukan. Oleh sebab
komponen-komponen yang sebelum tahun 2001 itu strategi yang prospektif digunakan untuk
sebagian besar menggunakan pestisida kimiawi. mengembangkan PHT adalah a). pemanfaatan
Tercatat pada tahun 1994, di tujuh propinsi dan perekayasaan lingkungan pertanaman jambu
daerah pengembangan, hama yang menyerang mete (kembali ke prinsip dasar PHT) serta b).
pertanaman jambu mete adalah C. trifenestrata, pengkajian skala luas di beberapa agroekologi
Selenothrips sp., H. antonii, Acrocercops sp, sekaligus melanjutkan pembinaan pemandu dan
Pseudococcus sp dan Aphids sp. Pengendalian petani dalam wadah SLPHT.
yang telah dilaksanakan bersifat mekanis untuk Pemanfaatan lingkungan pertanaman sangat
C. trifenestrata, dan sisanya menggunakan erat hubungannya dengan SLPHT karena
monokrotofos. Beberapa tempat menggunakan kegiatan pokok dan SLPHT adalah analisis
jamur Beauveria bassiana. agroekosistem dan pengambilan keputusan.
Perbaikan-perbaikan teknologi pengendalian Seluruh peserta berpartisipasi aktif dalam
telah dilakukan yang merupakan rakitan dari pengumpulan data aktual lapangan, pengkajian
hasil penelitian di daerah sentra produksi dan data dan pengambilan keputusan manajemen
laboratorium. Sampai dengan tahun 2004, banyak lahan. Kegiatan analisis agroekosistem ini
informasi yang telah dihasilkan seperti dinamika bermanfaat dalam penajaman ”pandangan”
populasi (Siswanto et al., 2003; Mardiningsing et petani dan petugas terhadap ekologi lokal serta
al., 2004), identifikasi musuh alami (Karmawati et memudahkan proses pengelolaan ekologi lokal.
al., 1999; Karmawati et al., 2001; Karmawati et al., Sebagai gambaran teknologi yang murah,
2004; Purnayasa, 2003; Wikardi et al., 2001) dan mudah dilakukan dan berada di sekitar
jenis-jenis pestisida nabati (Subiyakto, 2003). pertanaman adalah a) nomor harapan yang
Teknologi-teknologi tersebut telah berulangkali
toleran terhadap Helopeltis spp (Amir et al., 2004),
disosialisasikan untuk diterapkan oleh petani
b) Serasah yang berupa bahan organik yang telah
dikebun jambu mete, karena visi dari kegiatan
mati dari ranting, dan hasil pengkasan atau
PHT adalah kemandirian petani dalam
gulma hasil penyiangan. Hasil penelitian
mengambil keputusan dengan pengelolaan
sistem kebun berdasarkan prinsip-prinsip PHT menunjukkan sekitar 100 spesies parasitoid dan
untuk meningkatkan kesejahteraannya. Evaluasi predator muncul dari serasah selama proses
terhadap hasil perbaikan belum memberikan dekomposisi (Soebandrijo et al., 2000), c)
hasil yang memuaskan, terbukti serangan hama Pembersihan gulma berdaun lebar karena
di salah satu sentra produksi makin meluas. merupakan inang alternatif bagi Helopeltis spp.
Berbeda pada tanaman kapas, gulma berguna
Strategi Pengendalian bagi parasitoid dan serangga penyerbuk (Kromp
Teknologi budidaya termasuk PHT jambu dan Steinberger, 1992), d) Pemangkasan tajuk
mete sebagian besar telah ditemukan dan yang tumpang tindih , karena Helopeltis spp
sebagian menjadi teknologi tepat guna, namun sangat peka terhadap radiasi matahari
pengembangan teknologi tersebut di tingkat (Kalshoven, 1981), e) Peningkatan populasi semut
petani tidak selalu mudah. Pengendalian hama predator di pertanaman (Karmawati et al., 2004),
selalu dirasakan menjadi salah satu input yang dan f) Penggunaan pestisida nabati biji mimba
memberatkan bagi petani. Apabila teknologi yang pertanamannya banyak ditemukan di

108 Volume 7 Nomor 2, Desember 2008 : 102 - 111


daerah sentra jambu mete (Karmawati et al., 1. Pengembangan jambu mete di Indonesia
2007). selain ditujukan untuk konservasi juga untuk
peningkatan nilai tambah petani dan
Strategi Penelitian peningkatan devisa.
2. Perubahan ekosistem pada lingkungan jambu
Sebagian besar penelitian jambu mete sampai
mete menimbulkan masalah serangan hama.
saat ini masih bersifat parsial, mengacu pada
Jenis serangan hama utama berubah seiring
kegiatan-kegiatan penelitian monodisiplin,
dengan berjalannya waktu, oleh sebab itu
terpotong-potong serta lebih banyak berorientasi
strategi pengendalian ke depan adalah
pada cara berfikir dan kepentingan peneliti. Oleh
pengelolaan habitat yang dilakukan secara
karena itu kegiatan penelitian belum dapat
bijaksana dengan melengkapi sumber-
mengatasi permasalahan yang nyata yang
sumber energi yang diperlukan.
dihadapi oleh petani untuk mengambil
3. Strategi penelitian jambu mete ke depan
keputusan dalam ekosistem yang dinamis.
adalah : a) Melakukan inventarisasi parasit
Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk
dan predator dan cara perbanyakannya di
menjembatani antara penelitian dan
laboratorium serta mencari varietas yang
permasalahan di lapang adalah :
tahan terhadap serangan hama. b)
(a) Melakukan inventarisasi parasit dan predator Melakukan penelitian teknologi dan stabilitas
dan cara perbanyakannya di laboratorium mutu pestisida nabati dan agens hayati, c)
serta mencari varietas yang tahan terhadap Penelitian tidak terbatas pada tim
serangan hama. perlindungan saja tapi multidisiplin, dan d)
(b) Melakukan penelitian toksikologi dan Penelitian sosial ekonomi pendukung.
stabilitas mutu untuk meningkatkan
kesadaran petani dalam menggunakan DAFTAR PUSTAKA
pestisida nabati dan agens hayati.
(c) Mengingat kegiatan PHT sekarang Alaudin. 1996. Status dan pengembangan
berdasarkan ekologis yang berorientasi pada nasional komoditas jambu mete di
pengelolaan ekosistem, maka kegiatan Indonesia. Prosiding Forum Komunikasi
penelitian harus bersifat integratif dan Ilmiah Komoditas Jambu Mete. Bogor, 5 – 6
komprehensif, yang dilaksanakan oleh suatu Maret 1996. Hlm. 1 – 16.
tim peneliti yang lintas disiplin yang tidak Amir, A.M., E. Karmawati dan Hadad E.A. 2004.
terbatas oleh tim perlindungan tanaman, Evaluasi ketahanan beberapa aksesi jambu
karena stabilitas suatu ekosistem ditentukan mete terhadap hama Helopeltis antonii Sign.
pula oleh faktor lain seperti penelitian Jurnal Littri 10 (4) : 149-153
varietas, keragaman tanaman serta iklim Balittro. 2002. Agribisnis Tanaman Jambu Mete.
mikro disekitarnya. Booklet. Balittro. 11 hlm.
(d) Untuk mendukung paradigma PHT yang Biro Pusat Statistik. 2003. Ekspor Gelondong
baru ini diperlukan penelitian sosial ekonomi Jambu Mete Indonesia. Data lepas.
mengingat keadaan sosial ekonomi petani BPEN. 2007. Indonesia Export of Cashew Nut in
Indonesia yang rumit, spesifik dan dinamis, Shell by Country of Destination. 6p
agar teknologi yang dihasilkan efektif dan Davis, K. 1999. Cashew. Eco Technical Note.
efisien. http:///www.echonet.org.
Dinas Perkebunan Nusa Tenggara Barat. 2002.
KESIMPULAN Taksasi Kehilangan Hasil dan Kerugian
Hasil Akibat Serangan OPT di Nusa
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, Tenggara Barat. Laporan Pengamatan OPT
kesimpulan yang dapat diberikan adalah : Tanaman Perkebunan. 10 hlm.

Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 109
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2000. Statistik enemies of Arthropod pests in agriculture.
Perkebunan Indonesia 1994 – 1996. 52 hal. Annu. Rev. Entomol. 2000. 45 : 175 – 201.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Mandal, R.C. Cashew Production and Processing
Perkebunan Indonesia. Jambu Mete. 2004- Technology. 2000. Agrobias, India. 195 hal.
2005, Jakarta. 33 hlm Mardiningsih, T.L., A.M. Amir, I.M. Trisawa dan
FAO. 2003. FAO : Statistic data base. IGNR Purnayasa. 2004. Biologi dan
www.FAO.org. pengaruh serangan Sanurus indecora
Ferry, Y., J.T. Yuhono dan Chandra Indrawanto. terhadap kehilangan hasil jambu mete.
2001. Strategi Pengembangan Industri Mete Jurnal Littri 10 (3) : 112 – 117.
Indonesia. Hlm. 8 – 9. Mulyono, E. dan D. Sumangat. 2001. Pengelolaan
Indrawanto, C., E. Mulyono, R. Zaubin dan I. gelondong jambu mete, cairan kulit biji
Sriwulan. 2001. Perspektif perkembangan mete (CNSL) dan pemanfaatannya.
pemasaran dan pasca panen jambu mete. Monograf Jambu Mete. Monograf No.6,
Warta Litbangtri 7(4) : 12 – 14. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Indrawanto, C., S. Wulandari dan A. Wahyudi. Obat. p. 77 – 96.
2003. Analisis faktor-faktor yang Nogoseno. 1996. Pengembangan jambu mete di
empengaruhi keberhasilan usahatani jambu Indonesia. Prosiding Forum Komunikasi
mete di Sulawesi Tenggara. Jurnal Littri 9 Ilmiah Komoditas Jambu Mete. Bogor, 5 – 6
(4) : 141 – 147. Maret 1996. Hlm. 37 – 45.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Purnayasa, I.G.N.R. 2003. Parasitasi Aphanomerus
Indonesia. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, sp. pada wereng pucuk jambu mete
Jakarta. p. 119. Sanurus indecora Jacobi. Jurnal Littri 9 (1) : 1
Karmawati, E., T.H. Savitri, T.E. Wahyono dan – 3.
I.W. Laba. 1999. Dinamika populasi Puslitbangbun dan Ditjenbun. 2002. Evaluasi
Helopeltis antonii Sign, pada jambu mete. Pelaksanaaan Pengendalian OPT Tanaman
Jurnal Littri 4 (6) : 163 – 67. Perkebunan di Nusa Tenggara Timur, Nusa
Karmawati, E., T.H. Savitri, W.R. Atmadja dan Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Selawesi
T.E. Wahyono. 2001. Jurnal Littri 7 (1) 1 – 5. Selatan dan Kalimantan Selatan pada T.A.
Karmawati, E., Siswanto dan E.A. Wikardi. 2004. 2002. Kerjasama Puslitbangbun dan
Peranan semut (Oecophylla smaragdina dan Ditjenbun. 18 hlm.
Dolichoderus sp.) dalam pengendalian Rauf, A. 2004. Entomologi Dalam Perubahan
Helopeltis Spp. dan Sanurus indecora pada Lingkungan dan Sosial : Perspektif
jambu mete. Jurnal Littri 10 (1) : 1 – 7. Pertanian. Disampaikan pada Seminar
Karmawati, E. dan R. Balfas. 2007. Pemanfaatan Nasional IV PEI – Cabang Bogor, 5 Oktober
pestisida nabati dan jamur Beauveria 2004. 6 hlm.
bassiana untuk pengendalian kutu daun F. Siswanto, E.A. Wikardi, Wiratno dan E.
virgata. 8 hlm (dalam proses penyusunan Karmawati. 2003. Identifikasi wereng
prosiding) pucuk jambu mete, Sanurus indecora dan
Krebs, C.J. 1978. Ecology : The Experimental beberapa aspek biologinya. Jurnal Littri 9
Analysis of Distribution and Abundance. (4) : 157 – 161.
Harper and Row Publications. 678 hlm. Soebandrijo, Sri Hadiyani, S.A. Wahyuni dan M.
Kromp, B dan K.H.Steinberger. 1992. Grassy field Soehardjan. 2000. Peranan serasah dan
margin and arthoprod diversity ; a case gulma dalam meningkatkan keanekar-
study in ground and spiders in Eastern agaman hayati dan pengendalian serangga
Australia Agric. Ecol. Environ. 40; 71-93 hama kapas di Indonesia. Pros. Simp.
Landis, D.A., S.D. Wratten and G.M. Gurr. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada
Habitat management to conserve natural

110 Volume 7 Nomor 2, Desember 2008 : 102 - 111


Sistem Produksi Pertanian, PEI. Cipayung : Wikardi, E.A. dan T.E. Wahyono. 2001. Serangga
277 – 284. perusak tanaman kayumanis (Cinnamomum
Subiyakto. 2003. Teknologi Sederhana Peman- Spp.) dan masalahnya. Buletin Littro 6 (1).
faatan Pestisida Nabati (Leaflet). Balittas. Wikardi, E.A., G.N.R. Purnayasa dan Siswanto.
Supriadi, Siswanto, E. Karmawati, S. Rahayu- 2001. Potensi Cendawan Synnematium Sp.
ningsih, D. Sitepu, E.M. Adhi, E.A. sebagai agens hayati Lawana Sp.
Wikardi, Wiratno, T.E. Wahyono dan C. (Hemoptera : Flatidae). Jurnal Littri 7 (3) :
Sukmana. 2002. Pengelolaan Ekosistem 84 – 87.
Jambu Mete Berdasarkan Teknologi PHT. Wiratno, E.A. Wikardi dan Siswanto. 2001.
Laporan Hasil Penelitian PHT Tahun 2001. Keanekaragaman Helopeltis spp. di
(tidak dipublikasikan). 50 hlm. Indonesia. Prosiding Simposium Keaneka-
Wikardi, E.A., Wiratno dan Siswanto. 1996. ragaman Hayati Arthropoda pada Sistem
Beberapa hama utama tanaman jambu Produksi Pertanian. Cipayung, 16 – 18
mete dan usaha pengendaliannya. Pro- Oktober 2000. Hlm. 387 – 390.
siding Forum Komunikasi Ilmiah Komo- Wiratno dan Siswanto. 2001. Serangan Lawana Sp
ditas Jambu Mete. Bogor, 5 – 6 Maret 1996. (Homoptera : Flatidae) pada tanaman
Hlm. 124 – 132. jambu mete (Anacardium occidentale).
Wikardi, E.A. 1997. Consultant’s report of Prosiding Seminar Nasional PEI,
National Entomologist. The Ministry of Pengelolaan Serangga yang Bijaksana
Forestry and Estate. Jakarta. Menuju Optimasi Produksi. Bogor, 6
Nopember 2001. p. 165 – 172.

Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya (ELNA KARMAWATI) 111
INDEKS
Volume 7, 2008

INDEKS SUBJEK Helicoverpa armigera 1


Jerami padi 55
Anacardium occidentale
Pengendalian hama 55
Gelondong 102
Periode kering 92
Helopeltis, spp 102
PHT 92
Iklim mikro 102
Morfologi tanaman 47
Kacang mete 102
Mulsa 55
Perekayasaan lingkungan 102
Musuh alami 1
Sanurus indicora 102
Tumpangsari 55
SLPHT 102
Waktu tanam 92
Brassicaceae Metroxylon
Biofumigan 20 Maluku 65
Hidrolisis 20 Pengembangan bio-etanol 65
Indonesia 20
Musa textilis
Prospek pengembangan 20
Fusarium oxysporum f.sp.cubense 80
Sumber tanaman 20
Seleksi in-vitro 80
Cendawan kontaminan
Nicotiana tabacum
Mikotoksin 35
Besuki 12
Tumbuhan obat 35
Jember Selatan 12
Gossypium hirsutum Permasalahan 12
Ambang kendali 1 Pengembangan 12
Amrasca biguttulla 1, 47

INDEKS PENULIS

Bustaman, S. 65
Djajadi 12
Indrayani, I G.A.A. 47, 55
Karmawati, E. 92
Noveriza, R. 35
Nurindah 1
Riajaya, P.D. 82
Subiyakto 55
Sudjindro 80
Sunarto, D.A. 1
Supriadi 20
Yulianti, T. 20

112 Volume 7 Nomor 2, Desember 2008 : 102 - 111

Вам также может понравиться