Вы находитесь на странице: 1из 8

Makalah Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku

Makalah ini disusun untuk memenuhi Pengantar Kesejahteraan Sosial


Dosen Pengampu: Noorkamilah

Kelompok 5:

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku


A) Ketunaan sosial merupakan indikasi atas ketidakberhasilan fungsi sosial seseorang, yaitu
tergantungnya salah satu atau lebih, fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
fisik, emosi, konsep diri, dan juga kebutuhan religius, rekreasi dan pendidikan seseorang.
Contoh ketunaan sosial:

Anak cacat
Penyandang cacat
Tuna susila
Pengemis
Gelandangan
Korban penyalahgunaan NAPZA
Korban bencana sosial
Keluarga yang bermasalah sosial psikologis

Jenis-jenis Ketunaan:
1) Tuna Grahita
Pengertian Tuna Grahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAM
sebagai berikut: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average),
yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, yang muncul sebelum usia 16 tahun, yang
menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992:
p.22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan
tes inteligensi baku.Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa
perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
2) Tuna Netra
yaitu, kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya.
Berdasarkan tingkat gangguannya/kecacatannya tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind)
dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (Low Visioan).
Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tuna netra dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu
berwarna putih dengan ada garis merah horizontal. Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra
penglihatannya maka tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya

seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebaginya sehingga tidak sedikit

penyandang tuna netra yang memiliki kemampuan luar biasa misalnya di bidang musik atau ilmu
pengetahuan.
3) Tuna Rungu

adalah, seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar


baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya
dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara
kompleks.
Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan yaitu tuli dan
kurang dengar.
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar
sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai atau
tidak memakai alat dengar
Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan
mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu
dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui
pendengaran.
4) Tuna Daksa
Berasal dari kata Tuna yang berarti rugi, kurang dan daksa berarti tubuh. Dalam
banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang
kesehatan sehingga sering dijumpai judul Physical and Health Impairments (kerusakan
atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat
gangguan kesehatan. Sebagai contoh,otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia.
Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan
sesuatu pada fisik/tubuh, padaemosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi
pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan
retardasi dari mental.
B) Dan, Penyimpangan Perilaku yaitu, perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara
individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.

Definisi-definisi Penyimpangan Perilaku:


a) James Vander Zenden
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai
hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
b) Robert M.Z Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku
dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem
itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.
Contoh: Masyarakat Punan di Kalimantan Timur
Punan adalah, salah satu kelompok masyarakat asli penghuni hutan Borneo
di Kalimantan, yang mempunyai ketergantungan hidup pada sumber daya hutan kayu,
dan bukan kayu sebagai sumber kehidupan, baik untuk kebutuhan subsistem seperti
makanan, obat-obatan, dll.
Penyebab perilaku menyimpang:
1. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup
menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat
membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses
sosialosasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang
retak (broken home).
2. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang
karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu
merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang
menyimpang.
3. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara
kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu
terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang,
sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang.

4. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa
kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka
kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
5. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media
massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku
menyimpang). Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan
yang menyimpang.
Penyimpangan berdasarkan pelakunya:

Penyimpangan individual
adalah, tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma
suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana
melaksanakan suatu kejahatan.
Penyimpangan kelompok
adalah, tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma
kelompok yang bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya,
sekelompok orang menyelundupkan narkotika atau obat-obatan terlarang lainnya.
Penyimpangan campuran
penyimpangan seperti itu dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi
yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok didalamnya taat dan tunduk kepada
norma golongan dan mengabaikan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, remaja
yang putus sekolah dan pengangguran yang frustasi dari kehidupan masyarakat, dengan
di bawah pimpinan seorang tokoh mereka mengelompok ke dalam organisasi rahasia
yang menyimpang dari norma umum (geng).
1.

Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk
melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari
penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental, dan penyandang disabilitas fisik dan
mental.

Kriteria :

1.

Mengalami hambatan untuk melakukan suatu aktifitas sehari-hari.

2.

Mengalami hambatan dalam bekerja sehari-hari

3.

Tidak mampu memecahkan masalah secara memadai

4.

Penyandang disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara

5.

Penyandang disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik

6.

Penyandang disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda

1.

Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau
lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan
mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.

Kriteria :

1.

Seseorang (laki-laki / perempuan) usia 18 59 tahun

2.

Menjajakan diri di tempat umum, di lokasi atau tempat pelacuran (bordil), dan tempat
terselubung (warung remang-remang, hotel, mall dan diskotek).

10. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang
layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta
mengembara di tempat umum.

Kriteria :

1.

Seseorang (laki-laki/perempuan) usia 18 59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan hidup


mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar

2.

Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar,
terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya

3.

Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau
barang bekas, dll.

11. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta ditempat umum dengan berbagai
cara dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.

Kriteria :

1.

Seseorang (laki-laki/perempuan) usia 18 59 tahun

2.

Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu


lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya

3.

Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-pura sakit, merintih, dan
kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi
tertentu

4.

Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada
umumnya.

12. Pemulung adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara mengais langsung dan pendaurulang
barang-barang bekas.

Kriteria :
Tidak mempunyai pekerjaan tetap atau mengais langsung dan mendaurulang barang bekas, dll.
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tunasosial

Kegiatan pelayanan dan rehabilitasi tunasosial adalah salah satu kegiatan Ditjen Yanrehsos yang
dilaksanakan oleh Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Tunasosial bagi PMKS yang masuk dalam kelompok

tunasusila, gelandangan dan pengemis, dan bekas warga binaan lembaga pemasyarakatan. Melalui
bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan serta pemberian bantuan Usaha Ekonomis Produktif dalam
rangka pelaksanaan program Pelayanan dan Rehabilitasi Tunasosial serta bimbingan teknis dalam rangka
pembinaan lanjut yang diarahkan pada pemberdayaan tunasusila (wanita dan waria tunasusila),
gelandangan dan pengemis, dan bekas warga binaan pemasyarakatan. Melalui upaya-upaya tersebut tidak
hanya tertanganinya masalah tunasosial tetapi juga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya serta
dapat bersosialisasi di tengah masyarakat lingkungannya.
Upaya-upaya pelayanan dan rehabilitasi tunasosial dalam rangka mencapai sasaran pelayanannya
mencakup:

1.
2.
3.
4.

pelayanan dan rehabilitasi tunasusila: wanita penjaja seks, waria penjaja seks
pelayanan dan rehabilitasi gelandangan dan pengemis
pelayanan dan rehabilitasi eks narapidana
pelayanan dan rehabilitasi orang dengan HIV dan AIDS
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat
Pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat merupakan salah satu kegiatan Ditjen
Yanrehsos (dilaksanakan oleh Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang
Cacat) yang diarahkan untuk membantu penyandang cacat melalui upaya peningkatan
peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial
penyandang cacat, memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang
cacat,meningkatkan mutu dan profesionalisme pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan memantapkan manajemen
pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat.
Upaya pelayanan bagi penyandang cacat tersebut dilakukan melalui; (i) rehabilitasi sosial,
(ii) bantuan sosial, (iii) pemeliharaan taraf hidup, dan (iv) aksesibilitas. Adapun kegiatan
pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat dilaksanakan melalui :

1.

Institutional-based yang mencakup program reguler,multilayanan dan multitarget group


melalui day care dan subsidi silang, dan program khusus yang meliputi outreach, unit
pelayanan sosial keliling (UPSK) dan bantuan tenaga ahli kepada organisasi sosial dan
rehabilitasi berbasis masyarakat (RBM)

2.

Non-institutional-based yang mencakup pelayanan pendampingan family-based


(berbasiskan keluarga) dan community-based (berbasiskan masyarakat) yang
menyelenggarakan RBM, serta pelayanan-pelayanan lain mencakup UPSK, loka bina karya

3.

(LBK), praktik belajar kerja (PBK), UEP/Kube.


Pemeliharaan taraf hidup/bantuan sosial

Вам также может понравиться