Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan yang saat ini menjadi perhatian di
seluruh dunia, keadaan ini dapat diderita oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak
baik itu laki-laki maupun perempuandan yang menarik adalah jumlah penderita
obesitas lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Obesitas sangat mempengaruhi kesehatan baik itu secara fisik maupun mental berupa
meningkatnya risiko untuk terjadinya hipertensi, penyakit arteri koronaria, sleep
apneu, masalah sehubungan dengan orthopedi dan diabetes, maupun kesehatan
mental seperti kurang percaya diri, diskriminasi dalam pergaulan sehari-hari termasuk
secara estetika tidak indah untuk dipandang.Peningkatan penderita obesitas ini
termasuk wanita usia reproduktif yang mana akan mengalami kehamilan dengan
segala bentuk komplikasi yang akan timbul.
World Health Organization (WHO) melaporkan suatu keadaan darurat sehubungan
dengan fenomena tersebut diatas, dengan orang dewasa yang mengalami overweight
mencapai 1,6 miliar dan obesitas sekitar 400 juta di tahun 2005. WHO dan National
Institutes of Health (NIH) mendefinisikan overweight sebagai keadaan dimana Body
Mass Index (BMI) 25-29,9 kg/m2 dan obesitas 30 kg/m2. Dan diperkirakan pada
tahun 2015 orang dewasa yang mengalami overweight akan mencapai angka 2,3
miliar sedangkan yang obesitas sebesar 700 juta orang (Aviram dkk.,2010). Saat ini
obesitas mendapat perhatian yang serius karena jumlah penderitanya yang semakin
meningkat termasuk didalamnya adalah wanita pada usia reproduktif dan jumlah
penderita obesitas pada wanita hamil juga meningkat sekitar 18,5% sampai dengan
38,3%. Ibu hamil dengan obesitas saat ini diketahui sangat berisiko untuk menderita
penyakit-penyakit dalam kehamilan.Selain itu obesitas juga mempengaruhi kesuburan
seorang wanita, wanita hamil dengan obesitas juga lebih berisiko mengalami
keguguran dibandingkan dengan wanita hamil normal (Kerrigan, 2010).
Wanita hamil dengan obesitas sangat berisiko untuk mengalami penyakit-penyakit
seperti hipertensi dalam kehamilan, gestasional diabetes, gangguan pernafasan dan
tromboemboli, berkaitan dengan proses persalinannya sendiri wanita tersebut akan
membutuhkan waktu persalinan yang lebih lama dengan risiko tindakan seksio
sesaria lebih tinggi, selain itu juga sehubungan dengan operasi akan mengalami
kesulitan dalam tindakan pembiusan dan penyembuhan luka (Yao dkk., 2014). Dan
terhadap bayinya risiko untuk terjadi komplikasi seperti kelainan kongenital,
makrosomia, stillbirth, distosia bahu dan kemungkinan menderita obesitas dan
diabetes pada saat dewasa menjadi lebih besar (Rowlands dkk., 2010).
Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya obesitas, diantaranya faktor
lingkungan, gaya hidup, genetik dan sosioekonomi. Obesitas merupakan suatu
keadaan gangguan keseimbangan antara asupan kalori dan penggunaannya
(Gunatilake, 2011). Oleh karena itu banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh
keadaan obesitas baik itu bagi ibu maupun terhadap janin atau bayi yang
dikandungnya entah itu pada trimester awal maupun usia kehamilan selanjutnya, pada
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Body Mass Index (BMI) 30
kg/m2 dimana angka tersebut diperoleh dari rumus (Davies, 2010):
BB (kg)
BMI =
TB2 (m)
Penentuan obesitas dengan BMI lebih lazim digunakan dibandingkan dengan metode
lain seperti pengukuran ketebalan lipatan lemak dan lingkar pinggang (waist
circumferrencia), penghitungan rasio waist-to-hip circumferrencia, termasuk juga
dengan menggunakan alat-alat seperti USG (Ultrasonografi), CT-scan (Computed
Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) (Davies, 2010).
Obesitas dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe android (central body obesity) yang merujuk
pada distribusi lemak ke pusat tubuh dan tipe gynoid (lower body obesity) dimana
distribusi lemak kearah bawah yaitu femoral dan gluteal.Diantara kedua tipe tersebut
tipe android lebih berisiko terjadi kelainan metabolik seperti insulin resisten,
dislipidemia, hipertensi, diabetes (metabolik sindrom).Hal tersebut disebabkan oleh
karena lemak pada visceral (central body obesity) lebih aktif terjadi lipolisis dan
sensitivitas terhadap insulin menurun (Huda, 2010).
BMI oleh WHO dikelompokan menjadi underweight, normal, overweight, dan obese
dimana obesitas dibagi lagi menjadi kelasI,II,IIIseperti yang ditunjukkan pada tabel di
bawah ini :
Tabel 2.1Body Mass Index(BMI)(Gunatilake, 2011)
Selain kriteria BMI menurut WHO tersebut diatas oleh karena perbedaan ras maka
untuk daerah asia pasifik terdapat kriteria lain dalam penentuan BMI seperti yang
diperlihatkan pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Klasifikasi BMI menurut kriteria Asia Pasifik (Flier, 2008)
Gambar 1.1 Prevalensi status gizi kurus, BB lebih, obesitas penduduk dewasa (>18
tahun) menurut provinsi (Balitbangkes, 2013)
Sedangkan obesitas pada perempuan usia > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 32,9 persen, meningkat 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen
dari tahun 2010 (15,5%) dimana prevalensi terendah di Nusa Tenggara Timur (5,6%),
dan prevalensi tertinggi di Sulawesi Utara (19,5%)(Balitbangkes, 2013).
Sudah jelas bahwa wanita hamil dengan obesitas akan memerlukan perawatan yang
lebih jika dibandingkan wanita hamil dengan berat badan normal, obesitas berisiko
tinggi menimbulkan abortus, gestasional diabetes mellitus, hipertensi dalam
kehamilan, gangguan pernafasan pada ibu, bayi makrosomia, trauma persalinan baik
pada ibu maupun bayi, kelainan kongenital, fase persalinan yang lambat, tindakan
operasi pervaginam, distosia bahu, persalinan dengan seksio sesaria, perdarahan post
partum, trombosis dan infeksi (Jensena, 2009). Wanita obesitas yang menjalani
seksio sesaria memiliki risiko morbiditas bahkan mortalitas lebih tinggi dibandingkan
wanita dengan berat badan normal sehubungan dengan kehilangan darah yang lebih
banyak, komplikasi dari tindakan anestesi, kesulitan dari teknik operasi dan
komplikasi berkaitan dengan penyembuhan luka (Gunatilake, 2011).
Tabel 2.5Komplikasi yang ditimbulkan obesitas terhadap kehamilan
10
2.2 Patofisiologi
Distribusi jaringan lemak pada berbagai organ yang berbeda jugaakan memberikan
implikasi morbiditas yang berbeda pula. Secara spesifik, lemak yang berlebihan di
daerah abdomen dan intraabdomen berimplikasi terhadap morbiditas lebih signifikan
dibandingkan lemak berlebih di daerah bokong atau ekstremitas bawah. Banyak
komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas pada wanita seperti diabetes mellitus,
hipertensi, resistensi insulin dan hiperlipidemia berhubungan erat dengan distribusi
lemak yang berlebih di daerah intraabdomen/tubuh bagian atas dibandingkan dengan
dibagian lain, mekanisme bagaimana hal tersebut dapat terjadi sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas tetapi fakta menunjukan bahwa lemak di daerah abdomen
bersifat lebih lipolytically active dibandingkan dengan lemak di daerah yang lainnya.
Lepasnya asam lemak bebas dalam sirkulasi dapat menyebabkan efek yang buruk
11
komplek
tersebut
sangat
penting
karena
jika
sedikit
saja
terjadi
tetapi
efek
tersebut
bukan
merupakan
regulasi
utama
yang
12
13
14
diderita oleh wanita dari kelompok sosial bawah sedangkan di negara sedang
berkembang obesitas lebih banyak diderita oleh wanita dari strata sosial atas.Baik
dari data epidemiologi maupun eksperimental menunjukan bahwa keadaan kurang
tidur meningkatkan prevalensi obesitas (Flier, 2008).
2.2.2 Sindrom genetik spesifik
Selama beberapa tahun diketahui bersama bahwa obesitas pada rodent disebabkan
oleh mutasi gen. mutasi gen tersebut menyebabkan hiperfagia dan berkurangnya
penggunaan energi, kedua hal tersebutmempengaruhi homeostasis energi. Produk dari
gen obesitas adalah peptide leptin yang asal katanya dari bahasa Yunani Leptosyang
berarti tipis, leptin disekresikan oleh sel adipose dan bertindak secara primer di
hipotalamus selain itu juga leptin dihasilkan oleh plasenta.Fungsi utama leptin di
sistem saraf pusat adalah mempertahankan homeostasis energi di seluruh tubuh
melalui kerjanya menekan neuropeptide Y yang mengatur regulasi pusat nafsu makan
di hipotalamus sehinga terjadi keseimbangan antara penyimpanan dan penggunaan
energi di perifer.Kadar produksi leptin menunjukan indeks penyimpanan energi di
adipose, tingginya kadar leptin menurunkan pengambilan makanan dan meningkatkan
pemakaian energi.Target sel atau organ dari leptin memiliki 1 atau lebih reseptor
leptin (OB-R). Gen OB ditemukan pada manusia dan diekspresikan di lemak,
Beberapa keluarga dengan morbiditas dan onset obesitas yang lebih dini menunjukan
inaktivasi dari leptin atau reseptor leptin (Flier, 2008).
Obesitas pada individu yang muncul segera setelah lahir adalah suatu keadaan yang
buruk dan berhubungan dengan abnormalitas neuroendokrin.Tetapi berdasarkan data
15
yang ada, belum ada bukti yang menunjukkan mutasi atau polimorfism leptin atau
reseptornya memainkan peranan yang penting terhadap terjadinya obesitas.Obesitas
berkorelasi dengan meningkatnya kadar leptin, dan korelasi positif meningkat dengan
BMI dan massa lemak sehingga dengan kadarnya yang tinggi akan memberikan
sinyal ke pusat dan terjadi resistensi leptin (Flier, 2008).
Dalam kehamilan kadar leptin akan meningkat selama trimester I dan II serta stabil
pada akhir trimester II dan III, kadarnya akan menurun saat postpartum. Pada
percobaan di tikus, kadar hiperleptinemia selama kehamilan normal berujung pada
resistensi leptin di pusat, keadaan ini merupakan suatu mekanisme kompensasi untuk
penggunaan energi bagi fetus. Fungsi leptin di perifer sebagai parakrin/autokrin yang
bertanggung jawab terhadap sensitivitas insulin, metabolism jaringan, respon
terhadap stress dan fungsi dari reproduksi (Gunatilake, 2011). Fungsi leptin dalam
reproduksi antara lain seperti transport nutrisi di plasenta, plasenta angiogenesis,
mitogenesis dari trofoblas dan imunomodulasi dimana semua fungsi tersebut penting
untuk perkembangan janin dan fungsi plasenta yang adekuat. Sebagai contoh fungsi
leptin dalam transport nutrisi di plasenta adalah pada plasenta aterm leptin menekan
aktivitas SNAT (System A Sodium dependant Neutral Amino Acid Transport)
menerangkan peranan leptin sebagai mediator transport asam amino kepada janin
melalui plasenta, pada IUGR (Intra Uterine Fetal Growth Restriction) aktivitas
SNAT di trofoblast menurun sehingga transport asam amino pun berkurang
sedangkan pada DMG (Diabetes Mellitus Gestasional) kadar SNAT meningkat
16
berakibat transport asam amino tinggi dan terjadi berat badan janin diatas 90 persentil
atau LGA.Obesitas berakibat disregulasi dari fungsi leptin (Tessier, 2013).
Gambar 2.2 Fisiologi dari sistem yang diregulasi oleh Leptin. Meningkat atau
menurunnya kadar Leptin pada Hipotalamus berpengaruh terhadap nafsu makan,
penggunaan energi dan fungsi neuroendokrin serta pengaruhnya di perifer seperti
terhadap sistem imun (Flier, 2008).
Mutasi pada beberapa gen lainnya menyebabkan obesitas pada manusia, beberapa
dari keadaan tersebut adalah sangat jarang terjadi. Mutasi pada gen yang mengkode
proopiomelanocortin (POMC) menyebabkan obesitas berat oleh karena gagal
mensintesa -MSH, yaitu suatu neuropeptide yang menghambat selera makan di
hipotalamus. Absennya POMC juga berperan terhadap terjadinya insufisiensi adrenal
karena ketiadaan Adrenocorticotropin hormone (ACTH) dengan gambaran kulit
pucat dan rambut kemerahan oleh karena absennya -MSH. Mutasi Proenzyme
Convertase 1 (PC-1) juga menyebabkan obesitas melalui terhambatnya sintesa -
17
MSH melalui prekursor peptide yaitu POMC, -MSH berikatan dengan Melanocortin
receptor type 1 (MC4R) suatu reseptor di hipotalamus yang menghambat makan
(Flier, 2008).
Gambar 2.3 Mekanisme sentral dimana Leptin bertindak meregulasi nafsu makan dan
mempengaruhi berat badan.Sinyal Leptin melalui neuron proopiomelanocortin
(POMC) di Hipotalamus menginduksi meningkatnya produksi -melanocyte
stimulating hormone (-MSH), memerlukan processing enzyme PC-1 (proenzyme
convertase 1).-MSH bertindak sebagai agonist pada melanocortin-4 receptors untuk
menghambat nafsu makan, dan neuro peptida AgRp (Agouti-related peptide)
bertindak sebagai antagonis dari reseptor tersebut. Mutasi yang menyebabkan
obesitas pada manusia ditunjukkan oleh panah berwarna hijau (Flier, 2008).
Kelima defek gen tersebut melalui leptin (stimulasi POMC dan meningkatkan MSH) mengurangi asupan makanan dan membatasi peningkatan berat badan. Selain
itu juga penelitian pada tikus mengungkapkan beberapa molekul merupakan mediator
di hipotalamus untuk terjadinya obesitas, tub merupakan gen yang mengkode peptide
hipotalamus dengan fungsi yang belum diketahui, mutasi gen tersebut menyebabkan
onset lambat terjadinya obesitas. Gen fat mengkode carboxypeptidase E , suatu
18
peptide untuk pembentukan enzim yang mana apabila terjadi mutasi akan
menyebabkan obesitas oleh karena terjadi gangguan pembentukan beberapa
neuropeptida. Sedangkan AgRP diekspresikan bersama NYP di nucleus arcuatus
saraf, AgRP merupakan antagonis -MSH saat berikatan dengan MC4R, sehingga
produksinya yang berlebihan dapat menginduksi terjadinya obesitas (Flier, 2008).
Tabel 2.3 Beberapa gen obesitas pada manusia dan tikus (Flier, 2008)
19
20
21
22
kehamilan dialami oleh wanita dengan overweight dan obesitas (Roberts dkk., 2011).
Pada wanita obesitas berisiko 3 kali untuk menderita diabetes dalam kehamilan, oleh
karena keadaan obesitas
menyebabkan disregulasi
keadaan inflamasi
dan
23
C3a akan berisiko 8,8 kali untuk terjadinya preeklampsia sedangkan komplemen Bb
berisiko 10 kali (Lynch dkk., 2012).
2.4.3 Komplikasi perinatal dan postpartum
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya perdarahan dan infeksi postpartum, termasuk
kegagalan dalam proses laktasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh respon
prolaktin pada wanita dengan obesitas sehingga akan meningkatkan penggunaan susu
formula yang mana cenderung menimbulkan obesitas pada bayi tersebut (De
paivadkk., 2012).Dari beberapa literatur menunjukkan bukti bahwa kontraksi uterus
pada wanita obesitas terganggu (Huda, 2010).Pada obesitas terjadi gangguan
proliferasi limfosit dan penurunan produksi CD8+ dan NKT sel sehingga
meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka jahit paska persalinan, infeksi saluran
kemih, serta penggunaan antibiotik yang lebih lama dibandingkan dengan wanita
berat badan normal (Sarbattama dkk., 2013).
2.4.4 Komplikasi pada bayi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas terhadap hasil konsepsi dimulai sejak
awal konsepi, antenatal, intrapartum dan postpartum bahkan sampai pada saat
dewasa. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain :
1. Kelainan kongenital
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko kelainan kongenital
sehubungan dengan obesitas pada ibu. Kelainan tersebut antara lain defek tabung
saraf (DTS), defek jantung, abnormalitas saluran cerna, omfalokel, orofacial cleft dan
kelainan kongenital lainnya pada sistem saraf pusat (Kither, 2012). Dari beberapa
24
25
26
2. Makrosomia
Pada suatu penelitian kohort prospektif menunjukan bahwa peningkatan BMI
berkorelasi dengan peningkatan kejadian aspirasi mekonium, gawat janin dan
rendahnya apgar skor.Wanita dengan obesitas, pregestasional diabetes, gestasional
diabetes berisiko untuk melahirkan bayi makrosomia, yaitu bayi dengan berat badan
>90 persentil (LGA, Large for Gestasional Age) atau >4,5kg atau > 2 SD. Dalam
penelitian menunjukkan dari 100 bayi yang lahir dengan LGA, 11 diantaranya berasal
dari ibu dengan obesitas, sedangkan 4 lahir dari ibu dengan pregestasional diabetes,
hal tersebut menunjukkan bahwa prevalensi bayi LGA lebih sering pada wanita
dengan obesitas dibandingkan wanita dengan pregestasional diabetes (Buschur,
2012).Dari literatur disebutkan bahwa kadar trigliserid wanita obesitas merupakan
prediktor yang baik untuk memperkirakan bayi makrosomia pada wanita tersebut
baik dengan atau tanpa disertai diabetes dalam kehamilan (Shaikh, 2010).
3. Prematuritas
Dari beberapa literatur menunjukkan perbedaan pendapat bahwa obesitas
menyebabkan prematuritas, tetapi lebih cenderung prematuritas disebabkan oleh
penyakit yang diderita oleh ibu yang mana risiko kejadiannya meningkat apabila ibu
mengalami obesitas (Vaswani, 2013).
4. Antepartum stillbirth
Dari penelitian didapatkan bahwa peningkatan BMI sebelum hamil berhubungan
dengan kejadian stillbirth, patofisiologi yang menerangkan peningkatan risiko
terjadinya hal tersebut hingga saat ini belum jelas.Kemungkinannya adalah
27
28
29
dengan BMI yang lebih dari normal cenderung untuk mengalami berat badan lebih
pada usia 12 tahun (Desai dkk., 2014).
Pada penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa tiap peningkatan 1 kg
berat badan bayi baru lahir meningkatkan kecenderungan sebesar 5% untuk
terjadinya overweight saat remaja.Selain itu juga dari penelitian tersebut menyatakan
bahwa bayi yang lahir dengan berat badan lebih tersebut sangat dipengaruhi oleh
status berat badan ibu saat sebelum hamil maupun selama kehamilan (Paliy, 2014).
Gambar 2.4 Hubungan potensial antara berat badan ibu selama dan setelah kehamilan
dengan risiko peningkatan berat badan pada bayinya(Paliy, 2014).
2.5Prakonsepsi dan manajemen selama kehamilan
Idealnya intervensi yang dilakukan sehubungan dengan obesitas dan
kehamilan dilakukan pada masa prakonsepsi yang kemudian dilanjutkan saat
kehamilan dan persalinan, namun yang sering terjadi adalah kehamilan sudah
terdiagnosa sebelum dilakukan intervensi prakonsepsi sehingga janin sudah terlebih
dahulu terpapar lingkungan yang buruk untuk berkembang dengan konsekuensinya
terjadi gangguan organogenesis.
30
31
32
Tabel 2.9 Panduan umum olah raga pada wanita hamil dengan obesitas
(Seneviratne, 2014).
33
2.5.1
untuk wanita dengan BMI > 35 kg/m2 yang menunjukan suatu gejala ke arah diabetes
mellitus, penyakit jantung koroner, gangguan sendi atau sleep apnea berat. Pasien
yang menjalani bedah bariatrik untuk mengurangi berat badan secara umum
menunjukan perbaikan kualitas hidup terlebih jika dikombinasi dengan menjalankan
gaya hidup sehat (Wuntakal, 2009). Pasien yang menjalani bedah bariatrik ini
disarankan untuk tidak hamil paling sedikit 12-18 bulan setelah tindakan bedah untuk
menghindari risiko komplikasi dari tindakan serta kemungkinan paparan terhadap
fetus akibat hilangnya berat badan yang cepat. Observasi setelah tindakan bedah
tersebut harus terus dilakukan mengingat komplikasi yang dapat timbul paska operasi
seperti obstruksi usus, infeksi, perforasi lambung, striktur dan defisiensi mikronutrien
seperti vitamin B12, asam folat, dan zat besi bahkan kematian setelah tindakan ini
pernah dilaporkan.Secara umum bedah bariatrik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
berdasarkan mekanismenya mengurangi berat badan yaitu prosedur restriksi
,malabsorbsidan penurunan penyerapan zat makanan (Gunatilake, 2011).
Prosedur pada kelompok pertama meliputi vertical banded gastroplasty,
sleeve gastrectomy dan laparoscopic adjustable gastric band (LAGB), ketiga
prosedur tersebut mengurangi pengambilan energi dengan cara mengurangi kapasitas
penyimpanan lambung sehingga makanan yang masuk dalam jumlah kecil saja sudah
bisa menginduksi rasa puas (Guelinckx, 2012).
34
35
Manajemen Antenatal
Diperlukan manajemen yang tepat dan berkelanjutan dan melibatkan beberapa
36
tampung 24 jam untuk mengevaluasi adanya protein urine terlebih pada obesitas kelas
III termasuk pemeriksaan ekokardiografi untuk mengevaluasi adanya kardiomiopati.
Wanita hamil dengan obesitas juga mungkin memerlukan konsultasi dengan spesialis
paru, jantung, endokrin atau yang lainnya tergantung indikasi yang ada.Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah bahwa wanita tersebut juga harus dijelaskan perihal
kemungkinan hasil akhir yang buruk dari kehamilan tersebut baik itu terhadap hasil
konsepsinya atau bagi ibu sendiri (Gunatilake, 2011).
Pada suatu penelitian besar yang melibatkan hasil luaran dari 1,4 juta
kehamilan menunjukan korelasi positif antara BMI dan risiko terjadinya
preeklampsia. Wanita hamil dengan obesitas juga harus diingatkan sehubungan
dengan peningkatan risiko abortus spontan 2 kali lipat dibandingkan dengan wanita
dengan BMI normal.Obesitas juga berisiko untuk terjadinya kelainan kongenital
seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Gunatilake, 2011).
Pasien obesitas harus mendapatkan konseling tentang diet nutrisi sehubungan
dengan penambahan berat badan selama kehamilan karena penambahan berat badan
yang berlebih berhubungan erat dengan bayi makrosomia, tindakan operatif
pervaginam, seksio sesaria serta komplikasi pada neonatal dengan meningkatnya
perawatan di NICU (Gunatilake, 2011).Pasien juga harus ditekankan bahwa tujuan
utama yang ingin dicapai selama kehamilan adalah pertambahan berat badan yang
terbatas bukan penurunan berat badan. Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa
komplikasi seperti preeklampsia, IUGR, bayi makrosomia berkurang apabila
penambahan berat badan selama kehamilan pada obesitas kelas II dan III kurang dari
37
10 pon (4,5 kg). Berikut adalah tabel pertambahan berat badan yang
direkomendasikan selama kehamilan termasuk pada penderita obesitas (Vinter,
2012).
Tabel 2.10 Rekomendasi kenaikan badan selama kehamilan (Gunatilake, 2011).
Wanita yang hamil harus mengatur penambahan berat badan mereka berdasarkan
BMI sebelum hamil seperti yang ditunjukkan pada tabel diatas.
Berikut adalah prosedur yang direkomendasikan oleh NICE sehubungan
dengan nutrisi dan aktivitas sebelum konsepsi dan selama kehamilan.
38
39
2. Trimester II
Manajemen pada trimester II ini melanjutkan apa yang telah dilakukan pada
trimester I perihal adanya kelainan kongenital sehubungan dengan tingginya risiko
tersebut pada wanita hamil dengan obesitas. Kemungkinan terjadinya kelainan
kongenital seperti defek tabung neural dan malformasi jantung telah dilaporkan
sebelumnya bahwa sangat tinggi termasuk hernia diafragmatika, hidrocephalus,
hipospadia, kista ginjal, omfalokel, dan orofasial cleft. Atas dasar itulah maka pasien
obesitas harus dijadwalkan untuk dilakukan pemeriksaan USG untuk fetal anatomi
skaning pada pertengahan trimester serta dipertimbangkan untuk dilakukan fetal
ekokardiografi antara 22-24 minggu usia kehamilan. Menjadi sebuah tantangan
bahwa pemeriksaan USG pada wanita obesitas akan lebih sulit dilakukan mengingat
anatominya sehingga membutuhkan pemeriksaan pada trimester selanjutnya
(Gunatilake, 2011).
Apabila didapatkan suatu kelainan anatomi maka diperlukan suatu tindakan
invasif selanjutnya yaitu dapat berupa amniocentesis atau pengambilan sampel villi
chorion walaupun tindakan ini akan lebih sulit dilakukan pada wanita obesitas dan
belum ada data yang menunjukan komplikasi yang terjadi pada wanita tersebut
sehubungan dengan tindakan invasif yang dilakukan. Tujuan lainnya yang ingin
dicapai pada trimester ke-2 ini adalah tentang penambahan berat badan dan diet yang
direkomendasikan, perbaikan terhadap faktor-faktor co-morbid apabila ditemukan
sebelumnya, serta konsultasi ke disiplin ilmu lainnya apabila dibutuhkan (Gunatilake,
2011).
40
3. Trimester III
Pada trimester III merupakan suatu periode kritis dimana masalah ibu-janin
mulai menunjukan manifestasinya secara klinis dan berkontribusi terhadap hasil
luaran yang tidak baik.Obesitas sangat berisiko untuk terjadinya kelahiran prematur,
yang mana dari beberapa penelitian menunjukan bahwa persalinan prematur tersebut
lebih diakibatkan oleh komplikasi medis yang terjadi seperti diabetes mellitus dan
hipertensi. Data terbaru juga menggambarkan bahwa tingginya BMI prakonsepsi
serta pertambahan berat badan selama kehamilan berkorelasi dengan lamanya usia
kehamilan yang tampak dengan tingginya risiko kehamilan post date serta
meningkatnya kebutuhan untuk dilakukannya induksi persalinan (Gunatilake, 2011).
Pasien obesitas dengan hipertensi kronis harus dimonitoring secara ketat
karena sangat berisiko untuk berkembang menjadi superimposed preeklampsia, ketika
pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada pasien tersebut maka yang perlu
diperhatikan adalah pemakaian cuff yang sesuai. Pada pasien obesitas yang telah
dilakukan skrining gula darah pada trimester awal dan hasilnya normal maka dapat
dilakukan pemeriksaan ulang pada usia kehamilan 24-28 minggu. Secara
epidemiologi wanita hamil dengan obesitas memiliki risiko 2-3 kali untuk terjadinya
IUFD (Intra Uterine Fetal Death), walaupun faktor-faktor co-morbidseperti diabetes
mellitus dan hipertensi sudah terkontrol. Mekanisme pasti terjadinya hal tersebut
sampai saat ini belum secara jelas daapt dipahami, namun beberapa hipotesis
mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya hal itu yaitu bahwa obesitas
meningkatkan mediator inflamasi yang berakibat pada disfungsi endothelial,
41
termasuk kadar gula darah yang tidak terkontrol pada diabetes mellitus yang tidak
terdiagnosa sebelumnya juga memainkan peranan penting untuk terjadinya fetal
anomali.Sehingga hal ini menjadi alasan untuk melakukan pemeriksaan antenatal
yang lebih sering pada trimester ke-3 (Gunatilake, 2011).
Wanita hamil dengan obesitas 2 kali berisiko melahirkan bayi makrosomia
dengan segala sekuele yang ditimbulkannya walaupun faktor predisposisinya seperti
diabetes mellitus sudah dikontrol.Bukan hanya bayi makrosomia yang ditemukan
pada kehamilan dengan obesitas tetapi juga didapatkan bayi IUGR (Intra Uterine
Growth Restriction) hal ini terjadi terlebih apabila sudah ada penyakit penyerta
seperti diabetes mellitus dan hipertensi. Oleh karena sulitnya mengevaluasi
pertumbuhan janin melalui
dengan anatomi wanita obesitas maka pengukuran dengan USG sangat dianjurkan.
Informasi yang didapatkan digunakan sebagai dasar pemilihan mode of delivery
(MOD) (Gunatilake, 2011).
Berikut adalah manajemen praktis sehubungan dengan wanita hamil dengan
berat badan lebih atau obesitas (Shaikh, 2010) :
a. Konseling prakonsepsi
b. Antenatal
42
c. Perinatal
d. Postpartum
43
4. Ultrasonografi (USG)
Waktu yang tepat untuk skrining anatomi janin adalah pada usia kehamilan
18-22 minggu, kemampuan sonografer untuk mengevaluasi sangat dipengaruhi oleh
ukuran tubuh pasien. 15% dari struktur normal yang tampak akan kurang optimal
pada wanita dengan BMI diatas 90 persentil. Pada wanita tersebut hanya 63% dari
struktur yang akan tampak dengan jelas. Struktur anatomi secara umum akan kurang
jelas seiring dengan peningkatan BMI termasuk denyut jantung janin, tulang
belakang, diafragma, ginjal dan tali pusat. Visualisasi tulang belakang fetus
dilaporkan berkurang dari 43% menjadi 29% pada wanita obesitas dibandingkan
dengan BMI normal sehingga denganmengulang evaluasi 2-4 minggu kemudian akan
mengurangi tidak optimalnya penilaian sebelumnya. Penilaian anatomi janin pada
wanita obesitas sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 20-22 minggu. Suatu
tantangan terhadap penggunaan USG pada wanita obesitas dimana terjadi
peningkatan risiko kelainan kongenital. Nuthalapathy dan Rouse mereview
17
penelitian yang dilakukan sejak tahun 1978-2003 didapatkan hubungan antara BMI
sebelum hamil dengan kejadian kelainan kongenital, mereka melaporkan terjadi
peningkatan 2 kali lipat defek tabung saraf. Perkiraan berat badan janin dengan USG
tidak lebih superior dibandingkan dengan pemeriksaan fisik.Meskipun kedua metode
tersebut memiliki kesalahan sebesar 10%, pada suatu laporan yang disampaikan oleh
44
Field dkk.30% perkiraan berat badan janin dengan USG pada wanita obesitas setelah
melahirkan menunjukkan perbedaan > 10% dengan berat badan sebenarnya
((Schaefer-Graf, 2012).
2.6 Persalinan
Pengukuran tanda-tanda vital pada pasien dengan obesitas juga terkadang
menimbulkan kesulitan, contohnya dalam pengukuran tekanan darah karena jaringan
lemak yang tebal maka membutuhkan cuff yang tepat untuk menghasilkan
pengukuran yang akurat. Pada wanita hamil dengan obesitas yang inpartu harus
dilakukan observasi tanda vital secara ketat termasuk monitoring janin yang mana
akan lebih sulit sehubungan dengan anatomi ibu. Yang perlu ditekankan bahwa pada
pasien dengan obesitas memiliki risiko untuk pemanjangan waktu dari fase aktif dan
terkadang membutuhkan akselerasi dengan oksitosin yang dosisnya lebih tinggi dari
BMI normal (Gunatilake, 2011).
Wanita hamil inpartu dengan BMI > 30 kg/m2 memiliki risiko 1,5 kali
sedangkan BMI > 40 kg/m2 berisiko 2 kali untuk persalinan yang berakhir dengan
operative vaginal delivery, yang mana berkaitan dengan tingginya angka morbiditas
baik terhadap bayi maupun ibu. Dari beberapa laporan juga mengatakan kejadian
distosia bahu (2,7 kali) dan trauma jalan lahir lebih sering terjadi pada wanita hamil
dengan obesitas (Gunatilake, 2011).
Obesitas juga berkontribusi terhadap terjadinya kegagalan dalam induksi
persalinan. Pada suatu analisa diperoleh data bahwa wanita dengan BMI > 40
45
kg/m2membutuhkan kadar oksitosin yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama (5,0
unit dan 8,5 jam) dibandingkan dengan BMI normal (2,6 unit dan 6,5 jam). Pada
penelitian di Eropa yang mengobservasi > 200.000 persalinan ditemukan wanita
dengan BMI > 40 kg/m2 berisiko 4 kali untuk dilakukan seksio sesaria oleh karena
tidak adanya kemajuan persalinan, bahkan apabila terjadi persalinan normal maka
kemajuan persalinannya lebih lambat pada wanita obesitas, pada penelitian prospektif
terhadap 509 nullipara didapatkan rata-rata kemajuan dilatasi serviks lambat dan
apabila dilakukan induksi juga membutuhkan waktu yang lebih panjang. Penelitian
lain juga menunjukan hasil durasi rata-rata dilatasi serviks 4-10 cm lebih lama pada
wanita overweight dan obesitas dibandingkan dengan BMI normal (7,5 ; 7,9 ; 6,2
jam), mekanisme terjadinya keadaan ini hingga saat ini belum diketahui secara pasti
(Gunatilake, 2011). Namun pada percobaan in vitro saat operasi seksio sesaria
didapatkan gangguan kontraksi dari miometrium, gangguan tersebut dalam
demonstrasi disebabkan oleh kurangnya atau terganggunya lalu lintas ion kalsium
yang mungkin disebabkan oleh perubahan viskositas dan kestabilan membran sel
karena tingginya kadar kolesterol.pendapat lain juga menyatakan bahwa leptin, yaitu
suatu bahan yang dilepaskan oleh jaringan lemak menghambat pelepasan oksitosin
sehingga menghambat terjadinya kontraksi uterus (Bogaerts, 2013).
Data dari berbagai penelitian menggambarkan bahwa terjadi peningkatan
seksio sesaria emergensi maupun elektif pada wanita hamil dengan obesitas, dan
korelasi positif ini bukan hanya dilihat dari BMI sebelum hamil tapi juga oleh karena
pertambahan berat badan yang masif saat hamil.Pada penelitian lain terhadap >16.000
46
pasien didapatkan angka seksio sesaria pada wanita hamil normal sebesar 20,7%
bandingkan dengan wanita hamil dengan obesitas sebesar 33,8% (BMI 30-34,9
kg/m2), sedangkan wanita dengan BMI > 35kg/m 2 kejadian seksio sesaria mencapai
50%. Risiko tersebut berkaitan erat dengan komplikasi obesitas terhadap kehamilan
seperti bayi makrosomia, bayi IUGR, diabetes mellitus dan hipertensi. Seksio sesaria
pada obesitas juga sangat berisiko berkaitan dengan terjadinya ruptur uterus, plasenta
previa, plasenta akreta termasuk kejadian morbiditas peri operatif seperti trauma saat
operasi, perdarahan, meningkatnya perawatan di ICU (Intensive Care Unit)dan
kebutuhan untuk dilakukan transfuse (Gunatilake, 2011).
Tabel 2.12 Komplikasi peripartum sehubungan dengan obesitas(Gunatilake, 2011).
47
48
tindakan operasi pada wanita obesitas seperti infeksi, perdarahan, dan tromboemboli.
Namun hal-hal berikut dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan seksio
sesaria sebagai tindakan primer pada wanita obesitas (Gunatilake, 2011):
1. Rata-rata angka kejadian seksio sesaria pada wanita obesitas yang ekstrim
sebesar 50%.
2. Risiko terjadinya perdarahan dan infeksi akibat seksio sesaria emergensi entah
itu atas indikasi ibu ataupun bayi lebih besar dibandingkan dengan seksio
sesaria elektif.
3. Bahwa wanita hamil dengan obesitas yang ekstrim memiliki kemungkinan
tindakan seksio sesaria emergensi yang sangat tinggi.
4. Didapatkan pula bahwa tindakan seksio sesaria pada wanita dengan obesitas
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan wanita normal.
Informed consent yang tepat harus diberikan kepada pasien dan keluarga sehubungan
dengan tindakan yang akan dilakukan.
2.8Pertimbangan anestesi
Intrapartum merupakan suatu periode yang krusial sehubungan dengan
anestesi, dari beberapa laporan menyatakan hampir mencapai 75% kematian ibu
hamil berkaitan dengan anestesi pada wanita obesitas, akibat kegagalan dalam
pemasangan endotracheal tube(ETT). Dibandingkan dengan wanita BMI normal
pada obesitas angka kegagalan intubasi dan epidural lebih tinggi sehingga menjadi
49
inhibitor
(Omeprazole
40mg
intravena)atau
dopamin
antagonis
50
endometritis sebesar 75%. Antibiotik broad spektrum segera diberikan sebelum insisi
kulit (Gunatilake, 2011).
Tromboemboli merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil di
Amerika serikat dan hal tersebut terjadi lebih sering pada ibu hamil dengan
obesitas.Seperti yang dilaporkan oleh Edwards dkk. pada 683 wanita obesitas (BMI >
29 kg/m2) dibandingkan dengan 660 wanita berat badan normal (BMI 19,8-26,0
kg/m2) didapatkan insiden tromboembolisme sebesar 2,5% pada wanita obesitas
sedangkan pada wanita berat badan normal hanya sebesar 0,6%. Mengingat risiko
tersebut maka perlu dipertimbangkan untung dan rugi untuk penggunaan obat
trombofilaksis dosis rendah terutama pada ibu hamil dengan BMI > 40 kg/m2.
Bagaimanapun juga belum ada suatu percobaan secara random perihal penggunaan
obat trombofilaksis untuk mengurangi risiko terjadinya tromboemboli sehingga
kembali
lagi
pemberiannya
tergantung
pada
pendapat
ahli.
Penggunaan
51
harus dihindari saat perioperative (12-48 jam sebelum anestesia atau sampai 12 jam
setelah persalinan pervaginam atau sampai 24 jam setelah seksio sesaria) oleh karena
meningkatkan risiko terbentuknya hematom spinal atau epidural.Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) merekomendasikan trombofilaksis untuk
3-5 hari menggunakan LMWP setelah persalinan pervaginam pada wanita berusia
>35 tahun dengan BMI >30 kg/m2 atau berat >90 kg.Juga terhadap wanita tersebut
yang menjalani seksio sesaria trombofilaksis diberikan sebelum dan 3-5 hari setelah
operasi. Tetapi The Pregnancy and Thrombosis Working Group di Amerika tidak
setuju dengan rekomendasi RCOG dan menyarankan trombofilaksis hanya diberikan
pada wanita obesitas yang imobilisasi atau yang menjalani operasi. Oleh karena itu
penggunaan trombofilaksis tergantung pada keadaan klinik dan penggunaannya pun
sangat individualistic (Gunatilake, 2011).
Bahkan bagi seorang ahli bedah yang berpengalaman puntindakan operasi
pada pasien dengan obesitas ekstrim memberikan suatu tantangan yang besar.
Persiapan prabedah yang baik dan teknik yang terampil akan mencegah terjadinya
morbiditas pada ibu maupun bayi. Pada kasus yang jarang terkadang diperlukan
untuk dilakukan panniculectomyuntuk mencapai cavum peritoneum. Oleh karena
anatomi dinding abdomen dan konturnya telah mengalami distorsi pada pasien
tersebut maka penting untuk menentukan anatomi landmarkssebelum dilakukan
insisi. Pemilihan jenis insisi sangat bergantung pada anthropometri ibu dan harus
diperhitungkan pula bahwa obesitas menimbulkan suatu keterbatasan dalam lapangan
52
pandang operasi. Gambar 1 dan 2 mengilustrasikan macam insisi seksio sesaria pada
pasien obesitas yang sulit (Gunatilake, 2011). Masih menjadi perdebatan dari
beberapa literatur tentang pemilihan jenis insisi seksio sesaria yang tepat pada
obesitas. Beberapa keuntungan dan kerugian telah ditunjukan sehubungan dengan
masing-masing jenis insisi baik itu transversal maupun midline (vertikal), insisi
midline relatif tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai cavum abdomen
serta dapat dengan mudah memperluas lapangan operasi apabila diperlukan, namun
kerugiannya adalah lebih berisiko untuk terjadinya wound dehicence, terbentuknya
hernia, dan nyeri paska operasi, pada akhirnya juga mengurangi kemampuan untuk
inspirasi sehingga berkontribusi untuk terjadinya atelektasis paru dan komplikasi paru
lainnya (Marrs dkk., 2014). Penelitian pada wanita dengan BMI > 35 kg/m2
komplikasi luka operasi lebih sering terjadi pada insisi jenis midline dengan risiko >
12 kali lipat dibandingkan jenis insisi transversal. Sebaliknya jenis insisi transversal
lebih sedikit menimbulkan komplikasi pada luka operasi, kurang menimbulkan nyeri
dan hanya menimbulkan sedikit tegangan pada tepi luka, insisi transversal dilakukan
di abdomen bagian bawah untuk mencapai segmen bawah rahim (SBR). Kerugian
insisi transversal antara lain berisiko untuk terjadi infeksi sangat besar apabila insisi
dilakukan dibawah lipatan lemak serta luasnya lapangan pandang kurang
dibandingkan dengan insisi midline. Selain itu juga pada suatu penelitian didapatkan
bahwa waktu insisi sampai lahirnya bayi memanjang berbanding lurus dengan
peningkatan BMI, yaitu 11.06.8 menit untuk BMI 30-39.9 kg/m2, 13.08.0 menit
53
untuk BMI 40-49.9 kg/m2, dan 16.011.3 menit untuk BMI 50 kg/m2(Conner dkk.,
2013).
Dari beberapa literatur menawarkan untuk melakukan insisi transversal
diabdomen bagian bawah jika pannus dapat diretraksi kearah cephalica dan
disarankan juga agar lokasi insisi dihindari pada lipatan perut karena sangat
berpotensi untuk terjadinya infeksi pada lokasi tersebut, retraksi dapat menggunakan
elastoplast tape seperti pada gambar dibawah.
54
Retraksi kearah caudal juga dapat dilakukan apabila akan melakukan insisi
periumbilikus baik itu supraumbilikal maupun infraumbilikal tergantung anatomi saat
intraoperatif agar mempermudah mencapai SBR, Pembuluh darah dengan diameter
yang lebih besar akan lebih tampak dipermukaan jaringan subkutis sehingga untuk
menghindari perdarahan dilakukan tindakan ligasi. Yang menjadi perhatian adalah
jangan melakukan perluasan insisi fasia kearah lateral karena perdarahan yang
muncul akan sulit untuk divisualisasi, dengan menggunakan teknik seksio sesaria
Joel-Cohen dapat mengurangi jumlah perdarahan, waktu operasi yang lebih cepat,
dan lebih sedikit komplikasi post operasi. Setelah tindakan membuka uterus langkah
selanjutnya yaitu melahirkan bayi juga merupakan suatu tantangan pada seksiosesaria
wanita hamil dengan obesitas, penekanan fundus dengan tujuan membantu
melahirkan bayi terkadang tidak efektif sehingga terkadang pada presentasi kepala
operator merubah menjadi presentasi bokong selain itu juga alat vakum ekstraksi dan
forcep ekstraksi juga harus selalu tersedia di ruang operasi sehingga apabila sewaktuwaktu dibutuhkan sudah ada. Penutupan luka operasi harus dilakukan dengan sangat
teliti mengingat sangat berisiko untuk terjadi infeksi, wound dehiscence dan
hematom. Penjahitan fasia dengan menggunakan benang yang delayed absorbable
monofilament (contohnya PDS = Polydioxanone), jarak antar jahitan > 1cm untuk
menghindari jahitan yang terlalu ketat sehingga berisiko untuk terjadinya nekrosis
fasia yang mana merupakan faktor predisposisi terjadi wound dehiscence(Gunatilake,
2011).
55
56
57
BAB III
RINGKASAN
58
2. BMI harus diukur sejak sebelum hamil sehingga modal ini dapat digunakan
untuk menjelaskan risiko yang mungkin terjadi terkait dengan obesitas pada
kehamilan.
3. Wanita hamil dengan obesitas harus mendapat konseling tentang penambahan
berat badan, nutrisi dan pilihan makanan yang tepat.
4. Wanita yang mengalami obesitas harus dijelaskan tentang risikonya untuk
mengalami komplikasi medis seperti penyakit jantung, penyakit paru,
gestasional hipertensi, dan obstructivesleep apnoe. Olah raga yang tepat
secara regular selama kehamilan mungkin akan mengurangi risiko tersebut.
5. Wanita hamil dengan obesitas harus memperoleh penjelasan tentang risiko
terjadinya kelainan kongenital sehingga skrining yang tepat harus dilakukan.
6. Waktu yang tepat untuk dilakukan skrining oleh seorang obstetris harus
dipikirkan sehubungan dengan BMI yaitu pada usia 20-22 minggu.
7. Wanita hamil dengan obesitas harus dijelaskan tentang jenis persalinannya
yang cenderung pilihannya adalah seksio sesaria mengingat keberhasilan
persalinan pervaginam sangat rendah.
8. Konsultasi dengan spesialis anestesi juga harus dijelaskan sehubungan dengan
pilihan obat analgesik dan jenis anestesinya.
9. Risiko terjadinya tromboembolisme juga harus dijelaskan sehingga terkadang
dipertimbangkan untuk pemberian trombofilaksis.
59
Wanita hamil dengan obesitas dan janin yang dikandung sangat berisiko untuk
memperoleh luaran kehamilan yang buruk pada setiap usia kehamilan. Walaupun
perawatan pada pasien hamil dengan obesitas menujukan suatu tantangan dan
membutuhkan keterlibatan berbagai disiplin ilmu, dengan menemukan suatu risiko
penyakit yang mungkin terjadi pada kehamilan tersebut serta melalui penanganan
yang tepat akan memberikan hasil luaran kehamilan yang lebih baik. Dengan
perawatan prakonsepsi untuk mencapai berat badan yang ideal akan memberikan
hasil luaran kehamilan yang lebih baik.
60
DAFTAR PUSTAKA
Adamo, K.B.; et al. The Maternal Obesity Management (MOM) Trial Protocol: A
lifestyle
intervention
during pregnancy to
minimize
downstream
obesity.
M.;
Garca-Patterson,
A.;
Corcoy,
R.
Miscarriage
and
E.;
Kim,
C.
Guidelines
and
interventions
for
obesity during
61
62
Gunatilake, R.P.; Perlow, J.H. Obesity and pregnancy: clinical management of the
obese gravid. American Journal of Obstetrics and Gynecology.Februari 2011. 106119
Harder, T.; Dudenhausen, J.W.; Plagemann, A.
Developmental
Programming
in
the
Offspring.Maternal
Obesity
in
intensity
of
perceived
breathlessness
during
exercise
in
healthy
63
64
65