Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Hawari, Dadang. 2001).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis,
2005).
2. Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut :
a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa
sesuatu yang tidak nyata.
c. Menggerakan bibir tanpa suara
d. Pergerakan mata cepat
e. Respon vebal lambat
f. Menarik diri dari orang lain
g. Berusaaha untuk menghindari orang lain dan sulit berhubungan dengan orang
lain
h. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
i. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata
j. Tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri seperti mandi, sikat gigi,
memakai pakaian dan berias dengan rapi
k. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri sulit membuat keputusan ketakutan,
mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan
kacau dan tidak masuk akal dan banyak keringat
l. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
m. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
n. Biasa terdapat orientasi waktu, tempat dan orang
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution
(2003), seseorang yang, mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan
gejala-gejala yang khas yaitu :
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakan bibir tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata abnormal
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam
f. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang menyakitkan
g. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya,
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
h. Penyempitan kemampuan konsentrasi
i. Dipenuhi dengan pengalaman sensori
j.
4. Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :
a. Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Disini kliuen tyersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
b.
c.
d.
sendiri. Jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal
pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsi. Disini terjadi penin gkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital. Asyik dengan pengalaman
sensori danb kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita. Ansietas meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensori dan halusionasinya
dapat berupa bisikan yang jelas, klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain atau tempat lain.
Fase III
Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasi tersebut
memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancamjika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari
satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan. Klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam
dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan
selamanya.
menjadi repulsif
Respon
Maladaptif
Pikiran Logis
Persepsi akurat
Emosi
konsisten
dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
Pikiran
kadang
menyimpang
Ilusi
Reaksi
emosional
berlenihan atau kurang
Perilaku ganjil atau tak
lazim
Menarik diri
Kelainan pikiran /
delusi
Halusinasi
Ketidakmampuan
untuk
mengalami
emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial
Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren
Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca indera yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada
didalam maupun diluar dirinya
Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu manifestasi perasaan yang konsisten
atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak
lama.
Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang
berlaku
Hubungan sosial harmonis : hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dalam bentuk kerjasama
Proses pikir kadang terganggu (ilusi) : manifestasi dari persepsi impuls eksternal
melalui alat panca indera yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu
B. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas otak dapat menyebabkan respon neuro biologik yang maladptif,
misal adanya lesi pada area frontal, temporal dan limbik yang paling berhubungan
dengan munculnya perilaku psikotik. Perubahan-perubahan kimia di otak juga dapat
dikaitkan dengan skizoprenia seperti kelebihan neurotransmiter dopamin,
ketidakseimbangan dopamin dengan neurotransmiter lain dan masalah pada
reseptor.
2. Psikologis
Selama lebih dari 20 tahun skizoprenia diyakini sebagai penyakit yang dapat
disebabkan oleh keluarga dan sebagian oleh karakter individu itu sendiri. Ibu yang
selalu cemas, over protektif, dingin dan tidak berperasaan ayah yang tidak dekat
dengan anaknya atau terlalu memanjakan, konflik pernikahan juga dapat
menyebabkan gangguan ini.
Skizoprenia juga dipandang sebagai kaegagalan membangun tahap awal
perkembangan psikososial. Skizoprenia dipandang sebagsi contoh paling berat dari
ketidakmampuan mengatasi stress. Gangguan identitas, ketidakmampuan untuk
mengontrol insting-insting dasar diduga sebagai teori kunci dari skizoprenia.
3. Sosial budaya
Beberapa ahli menyimpulkan bahwa kemiskinan, ketidakmampuan sosial budaya
dapat menyebabkan skizoprenia. Ilmuan lain menyatakan bahwa skizoprenia di
sebabkan terisolasi dikota atau segera tempat tinggalnya. Walaupun stress yang
terakumulasi berhubungan dengan faktor lingungan berkontribusi untuk munculnya
skizoprenia dan untuk kekambuhannya, penemuan neurobiologis mengembangkan
proses terjadinya gangguan psikotik ini.
C. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya : teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif misalnya lingkungan
yang penuh kritik (rasa bermusuhan), kehilangan kemandirian dalam kehidupan atau
kehilangan harga diri, kerusakan dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan
dalam pekerjaan dan kemiskinan. Teori ini mengatakan bahwa stress yang menumpuk
dapat menunjang terhadapa terjadinya gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama gangguan.
D. Mekanisme koping (Stuart dan Sundeen, 1998)
1. Regresi : merupakan upaya klien untuk menanggulangi ansietas
2. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi mengalihkan
tangguang jawab
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
E. Proses terjadinya masalah
Klien yang mengalkami halusinasi dapoat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai pada fase keempat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya. Masalah yang mnenyebabkan halusinasi adalah harga
diri rendah dan isolasi sosial akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka
klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).
F.
suara
bisikan
/
melihat
bayangan
Do:
Bicara sendiri
Tertawa sendiri
Marah tanpa sebab
Isolasi sosial : Ds:
menarik diri
Klien
mengatakan
malas
berinteraksi dengan orang lain,
juga mengatakan orang lain
tidak mau menerima dirinya,
merasa orang lain tidak selevel
Do:
Menyendiri
Mengurung diri
Tidak mau bercakap-cakap
dengan orang lain
klien
juga
mengatakan
senang mendengar suarasuara
Do:
Menyendiri
Melamun
Ds:
Curiga dengan orang lain,
mendengar suara / melihat
bayangan,
merasa
tidak
berguna
Do:
Mematung
Mondar-mandir
tanpa
arah
Tidak
berinisiatif
berhubungan
dengan
orang lain
Perencanaan
Intervensi
Kriteria Evaluasi
Setelah
....x
pertemuan, Sp 1
pasien dapat menyebutkan :
Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu,
Isi, waktu frekuensi, situasi
frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat
pencetus, perasaan
terjadi halusinasi)
Mampu
memperagakan Latih mengontrol halusinasi dengan cara
cara dalam mengontrol
menghardik :
halusinasi
Jelaskan cara menghardik halusinasi
Peragakan cara menghardik
Minta pasien memperagakan ulang
Pantau cara penerapan cara ini, beri
pengetahuan perilaku pasien
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, pasien Sp 2
mampu :
Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1)
Menyebutkan
kegiatan Latih berbicara / bercakap dengan orang lain
yang sudah dilakukan
saat halusinasi muncul
Memperagakan
cara Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
bercakap-cakap
dengan
orang lain
Setelah ...x pertemuan, pasien Sp 3
mampu :
Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1 dan Sp 2)
Menyebutkan
kegiatan Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
yang sudah dilakukan
Tahapannya :
Membuat jadwal kegiatan
Jelaskan aktivitas yang teratur untuk
sehari-hari dan mampu
mengatasi halusinasi
memperagakannya
Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan
oleh pasien
Latih pasien menentukan aktivitas
Rasional
Pasien tidak mengetahui apa
yang didalamnya saat ini, jadi
perawat
membantu
pasien
mengenalkan tentang apa yang
sedang ia alami sehingga pasien
mengerti dengan keadaannya.
Cara yang diajarkan perawat
ialah dengan menghardik suarasuara itu cepat hilang.
Kegiatan
yang
lalu
dapat
memperlihatkan perkembangan
pasien.
Mengkaji
tingkat
kesadaran pasien , mendorong
agar pasien mau minum obat
yang telah diresepkan dan
menjelaskan
sesuatu
akan
membuat pasien lebih percaya
tebuka,
mendorong
paisen
mampu meminum
obat dan
menjalankan peratawan seharihari, pasien mampu meminum
obat sendiri tanpa ditemani
perawat
dan
untuk
pendokumentasian
Mengkaji maslah yang dihadapi
keluarga dalam merawat pasien
halusinasi, dapat memberikan
pemahaman
pada
keluarga
tentang
halusinasi
sehingga
keluarga mampu menghadapi
pasien saat terjadi halusinasi
bisa dijangkau
Bermain peran cara merawat
Rencana tidak lanjut keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
Sp 2
Evaluasi kemampuan keluarga (Sp1)
Latih keluarga merawat pasien
RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Setelah
...x
pertemuan
keluarga
mampu
menyelesaikan kegiatan yang
sudah
dilakukan,
memperagakan cara merawat
pasien
Setelah
...x
pertemuan
keluarga mampu menyebutkan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan,
memperagakan
cara merawat pasien serta
mampu membuat RTL
Sp 3
Evaluasi kemampuan keluarga (Sp 2)
Latih keluarga merawat pasien
RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Meningkatkan
kemampuan
keluarga merawat pasien secara
mandiri
Sp 4
Evaluasi kemampuan keluarga
Evaluasi kemampuan pasien
RTL keluarga :
Follow up
rujukan
Daftar Pustaka
Maramis, W.E. 2004. Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya : Airlangga
Stuart dan Sundeen, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna, 1999. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Towsend, M.C, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Keperawatan Psikiatri Edisi 3, Jakarta : EGC
Hawari, Dadang, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Skizoprenia,
Jakarta : FKUI
Stuart dan Landia. 2001. Principle and Practicew Of Psychiatric Nursing
Edisi 6. St. Louis Mosby Year Book
Hamid, Achir Yani, 2000. Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1.
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta :
Depkes RI