Вы находитесь на странице: 1из 3

Karakteristik klinis dan epidemiologis dari pasien dengan

sifilis tahapawal dari tiga pusat akademis di Polandia,


Jerman, dan Irlandia: temuan awal dari studi POETS
D Rowley, P swiecki, E Firlag-Burkacka, C Sabin, T kummerle, S Surah,
C Sadlier, S ODea, A Horban, G Fatkenheuer, F Mulcahy
Abstrak
Tujuan Pengenalan sifilis pada pasien HIV-positif memiliki implikasi
penting. Data awal dari studi ini, didapatkan pada Juni 2012 agar
dapat memahami perkembangan alami terjadinya sifilis dan respon
pengobatannya, memeriksa karakteristik pasien termasuk perilaku
seksual, tingkat infeksi seksual menular (STI) yang terjadi dalam
waktu yang bersamaan dan jenis tindakan yang diberikan.
Metode Pasien diambil dari Irlandia, Polandia dan Jerman. Data
yang dikumpulkan meliputi data demografis, cara penjangkitan
sifilis, tahap infeksi sifilis, status HIV, nadir dan kadar CD4 saat ini
dan tingkat penekanan dari virus HIV. Data kemudian dipisahkan ke
dalam kelompok negatif HIV positif dan HIV negatif.
Hasil Dari 175 pasien yang diteliti, 68% merupakan pendertia HIV
positif, dan 86.3% merupakan pria yang melakukan hubungan
sesama jenis, sebagian besar pasien dengan HIV positif
dipresentasikan dengan sifilis sekunder (55.7% vs 13.2%)
(p=0.0001) sedangkan sebagian besar dari pasien dengan HIV
negatif menderita sifilis primer pada saat dilakukan perekrutan
(47.2% vs 18.9%) (p=0.0002). Diperkirakan sekitar setengah dari
keseluruhan jumlah pasien mempunyai viral load (jumlah virus pada
suatu organisme) dari virus HIV RNA sebesar <40copies/mL (55%).
Infeksi sifilis yang sebelumnya juga lebih sering didapatkan pada
pasien dengan HIV positif dibandingkan dengan pasien dengan HIV
negatif (p=0.0001). Penyakit seksual menular (STI) yang terjadi
dalam waktu yang sama pada saat pendiagnosaan sifilis ditemukan
pada 26.8% pasien, dimana 31 orang (25.4%) menderita HIV positif
(p=0.64). Pasien dengan HIV positif lebih sering diberikan
doxycycline dibandingkan dengan yang menderita HIV negatif
(33.6% vs 1.9%) (p=0.0001), dimana pasien dengan HIV negatif
diberikan penisilin jangka panjang pada 88.7% kasus vs 58% dari
pasien dengan HIV positif.
Kesimpulan Tingkat viral load (unsupressed viremia) sebesar 40%,
penderita penyakit seksual menular yang tinggi, dan perbedaan
tingkat pengobatan menggambarkan sebuah resiko kesehatan
masyarakat di eropa, menandakan bahwa model pelayanan
kesehatan seksual bagi psaien HIV positif memerlukan evaluasi
lebih lanjut

PENDAHULUAN
Sifilis adalah sebuah penyakit seksual menular (STI) yang
disebabkan oleh bakteri spiral Treponema pallidum. Bakteri ini
mempunyai banyak sejarah panjang dengan kasus treponemal
infeksi yang didokumentasikan di Eropapada masa prakolumbia ,
Afrika, dan Asia.
Setelah perang dunia kedua, seiring meningkatnya akses
kepada penisilin dan adanya kebijakan kesehatan publik yang baik
terhadap penyakit yang berhubungan dengan kelamin, tingkat
infeksi sifilis menurun secara signifikan pada negara maju dengan
pendapatan perkapita besar. Namun, sejak pergantian abad ke 21
insiden penyakit sifilis mengalami peningkatan secara global.
Irlandia, Polandia, dan Jerman juga telah mengikuti kejadian ini
dengan laporan kasus sifilis pada tahun 2012 masing-masing
sebanyak 518, 963, dan 4410, dengan penderita terbanyak terdapat
pada pria yang melakukan hubungan sesama jenis (MSMs).
Insiden ini meningkat disebabkan oleh berbagai macam
faktor, termasuk kedalamnya faktor ekonomi, sosial, dan teknologi,
diikuti dengan masalah migrasi penduduk dan masalah yang
berhubungan dengan hal hal yang tercela. Peningkatan ini paling
banyak terjadi diantara pria yang berhubungan sesama jenis dan
sifilis saat ini mempengaruhi penderita HIV positif secara tidak
proporsional, khususnya pada penderita HIV positif yang merupakan
pria yang berhubungan sesama jenis. Alasan kenapa hal ini bsa
terjadi sangatlah kompleks dan beragam; peningkatan insiden yang
terjadi tidak bisa dijelaskan hanya dengan peningkatan infeksi HIV,
ini disebabkan karena terdapat banyak negara yang mengalami
peningkatan infeksi sifilis, namun tidak diikuti dengan peningkatan
insiden HIV. Perubahan pada norma sosial dan perilaku seksual
seperti hubungan seks dengan resiko tinggi disebabkan sering
berganti ganti pasangan seks, penggunaan internet untuk mencari
pasangan seks, serosorting (memilih pasangan berdasarkan status
HIV seseorang), penggunaan obat terlarang untuk menambah
kepuasan seksual (eg, crystal methamphetamine), dan anggapan
bahwa seks secara oral dapat mengurangi penularan HIV, semuanya
berkontribusi dalam menyebabkan epidemik tersebut.
Laporan awal pada literatur mengacu kepada HIV dapat
mempengaruhi perkembangan awal dari sifilis, hal tersebut tidak
lagi dianggap benar. Namun beberapa tanda tetap ada pada
keberadaan sifilis pada populasi HIV positif dibandingkan dengan
populasi HIV negatif. Peningkatan dari infeksi primer tanpa gejala,
peningkatan terdapatnya kanker pada tahap sekunder dan
peningkatan secara keseluruhan dari pasien yang
mempresentasikan sifilis sekunder telah di dokumentasikan.
Terdapat juga kemungkinan lebih banyak ditemukan sel kanker
dengan penampilan yg lebih dalam, dan yang terakhir yaitu pada

individu yang menderita sifilis dapat menunjukan perkembangan


pada tanda dan gejala neurologis dalam frekuansi yang lebih sering.
Sifilis dapat memfasilitasi penularan dan penjangkitan HIV
dalam beberapa cara. Pada saat infeksi awal, kerusakan lapisan
mukosa pada kulit disebabkan oleh anogenital ulcer menyebabkan
kehilangan mekanisme pertahanan alami kulit. Di dalam ulcer,
makrofag yang telah terinfeksi sifilis mengalami CCR5.............

Вам также может понравиться