Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gagal Ginjal Kronik
2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal
terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh
atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu bahan yang biasanya
dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi
renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,
elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan
merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai peyakit urinary tract dan
ginjal (Arif Muttaqin, 2011)
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner
and Suddart, 2002)
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau penurunan
kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang
terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau
pertanda kerusakan gagal ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda
kerusakan ginjal, diagnosis penyakit gagal ginjal kronis ditegakkan jika
nilai laju filtrasi glomerolus kurang dari 60ml/menit/1,73 m2 (National
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative dikutip dari Arora. 2009)
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen
lainnya beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan
dialysis atau transplantasi ginjal) (Nursalam dan Fransisca B.B. 2009)
2.1.2
Derajat
A
B
C
D
E
F
pemekatan urin)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
1. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2. Sedang
15% - 40 % fungsi ginjal normal
3. Berat
<20% fungsi ginjal normal
Stadium 3 : tahap akhir (GGK terminal) atau uremia
GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa (sekitar 90% dari massa nefron telah hancur
dan rusak).
Kreatinin dan BUN meningkat sangat mencolok sehingga penurunan
fungsi ginjal.
Gejala parah karena ketidakmapuan ginjal menjaga homeostasis
cairan dan elektrolit tubuh
Oliguria bisa terjadi (output urin kurang dari 500 ml/ hari karena
kegagalan glomerulus)
Uremia terjadi.
Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
LFG (ml/mnt/1,73m2)
>90 dengan faktor
Kerusakan
risiko
>90
2
3
4
5
normal/meningkat
Penurunan ringan LFG
Penurunan moderat LFG
Penurunan berat LFG
Gagal ginjal
Std
0
ginjal
dengan
LFG
60-89
30-59
15-29
<15 dan dialisis
Stadium 2
(ringan)
Stadium 3
(sedang)
Stadium 4
(berat)
Stadium 5
(terminal)
Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2,
penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati), penyakit
tubulointerstitial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat),
penyakit kistik
penyakit pada transplantasi seperti penyakit rejeksi kronis, keracunan obat,
penyakit recurren, transplantasi glomerulopathy (Suhardjono, 2003 dikutip dari
Susalit). Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal
kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari
penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan
pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya
meliputi :
a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anakanak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.
b.
e. Nefropati herediter.
f.
Penyakit
yang
tertentu
seperti
glomerulonefritis
pada
penderita
2.1.3
EPIDEMIOLOGI
Menurut United State Renal Data System (USRDS, 2008) di Amerika
Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20-25% setiap
tahunnya. Di Kanada insiden penyakit gagal ginjal tahap akhir meningkat ratarata 6,5 % setiap tahun (Canadian Institute for Health Information (CIHI), 2005),
dengan peningkatan prevalensi 69,7 % sejak tahun 1997 (CIHI, 2008).
Sedangkan di Indonesia prevalensi penderita gagal ginjal hingga kini belum ada
yang akurat karena belum ada data yang lengkap mengenai jumlah penderita
gagal ginjal kronis di Indonesia. Tetapi diperkirakan, bahwa jumlah penderita
gagal ginjal di Indonesia semakin meningkat. WHO memperkirakan di Indonesia
akan terjadi peningkatan penderita gagal ginjal antara tahun 1995-2025 sebesar
41,4%. Berdasarkan data dari Yayasan Ginjal Diatras Indonesia (YGDI) RSU AU
Halim Jakarta pada tahun 2006 ada sekitar 100.000 orang lebih penderita gagal
ginjal di Indonesia.
2.1.4
PATOFISIOLOGI (terlampir)
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat
dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
asam
ketidakmampuan
(H+)
yang
tubulus
berlebihan.
ginjal
untuk
Sekresi
asam
mensekresi
terutama
amonia
(NH)
akibat
dan
Pathway (Terlampir)
2.1.5 ETIOLOGI
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis
bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2011) :
1. Penyakit dari Ginjal
Glomerulonefritis
histopatologi
tertentu
pada
glomerulus
(Markum,
1998).
sistemik
(Prodjosudjadi, 2006).
(LES),
mieloma
multipel,
atau
amiloidosis
Gejala tersebut
dapat
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus
atau hipertensi, obesitas , perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan dengan
riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam
keluarga. (National Kidney Foundation, 2009)
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, antara lain :
Diabetes : Diabetes tipe 2 merupakan penyebab nomor satu. Dengan
mengendalikan kadar gula darah risiko terjadinya kerusakan ginjal dapat
dicegah.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) : Hipertensi yang berkelanjutan dapat
merusak atau mengganggu pembuluh darah halus dalam ginjal yang lama
kelamaan dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah.
Dengan menjaga berat badan tetap ideal, berolahraga teratur, dan
menggunakan obat yang sudah diresepkan dokter dapat membantu
mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit ginjal menjadi gagal
ginjal.
Mengkonsumsi obat pereda rasa nyeri yang mengandung ibuprofen
berlebihan maupun dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan
timbulnya nefritis intersitialis, yaitu peradangan ginjal yang dapat mengarah
pada gagal ginjal. Jika Anda mengalami gangguan fungsi ginjal dan sedang
mengkonsumsi obat secara rutin, coba konsultasikan ke dokter. Untuk obat
baru, konsultasikan dengan dokter bila Anda mengalami gejala tertentu.
Penyalahgunaan obat / zat tertentu Pemakaian obat terlarang, seperti heroin
atau kokain, dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal yang dapat
mengarah pada gagal ginjal.
Agent : NTA akibat toksik terjadi akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Ada
banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel tubulus dan
menyebabkan GGA, yaitu seperti :
baik
sehingga
dapat
menimbulkan
keracunan
darah
dan
dengan
nefrokalsinosis.
Hal
ini
mungkin
disebabkan
oleh
substansi
buangan
dalam
tubuh.
Perdarahan
karena
hipoalbuminemia
Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
Hipoalbuminemia dan
hipokolesterolemia:
umumnya
disebabkan
(anuria)
Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat
yang tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak,
fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, mioglobin.
Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
Klirens kreatinin : mungkin menurun.
Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
parenkim
ginjal,
anatomi
sistem
pelviokalises,
ureter
hasil
keterangan
yang
lebih
baik.Dehidrasi
akan
puasa.
Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan
pengangkatan tumor selektif
d. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,
f.
ginjal
dan
meringankan
keluhan-keluhan
akibat
akumulasi
toksin
(uremia).3)Mengatur
keseimbangan
cairan
dan
yaitu
mempertahankan
keseimbangan
positif
nitrogen,
Kebutuhan Cairan: Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan
harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Cairan
dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan
vitamin C, vitamin D.
b. Terapi Simtomatik
Asidosis Metabolic: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
mendadak.
Keluhan Gastrointestinal:
merupakan
keluhan
yang
Anoreksi,
sering
cegukan,
dijumpai
mual
pada
dan
muntah,
GGK.
Keluhan
mulai dari
mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
keluhan kulit.
Kelainan neuromuskular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan
yaitu terapi hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau
adalah
suatu
proses
yang
digunakan
untuk
sebuah
mesin
yang
dihubungkan
dengan
sebuah
kualitas
hidup
klien
yang
menderita
Dialisis
peritoneal
merupakan
alternatif
hemodialisa
pada
meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi
asidosis.
Pengendalian Hipertensi : Pemberian obat Beta-Blocker, Alpa Metildopa,
dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dan mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak sama gagal ginjal disertai retensi
natrium.
Transplantasi Ginjal: Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien
GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal baru. Pertimbangan
program transplantasi ginjal :
Cangkok ginjal dapat mengambil alih seluruh 100% fungsi dan faal
ginjal
Kualitas hidup normal kembali
Survival rate meningkat
Komplikasi (biasanya dapat di antisipasi) terutama berhubungan
Terapi Obat
hindari antacids or laxatives magnesium to prevent magnesium
toxicity.
antipruritics, such as diphenhydramine (Benadryl)
LFG
(ml/mnt/1,873 m2)
>90
60-89
30-59
15-29
<15
Perencanaan
Penatalaksanaan Terapi
Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,
kondisi
kormobid,
evaluasi
perburukan
2.1.10 KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron. Tekanan Darah Tinggi. Karena salah satu fungsi
ginjal adalah mengatur tekanan darah,maka anda bisa mengalami
tekanan darah tinggi ketika terjadi gangguan kronis dari fungsi ginjal.
Selanjutnya kondisi demikian akan mempercepat peningkatan risiko
penyakit jantung.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat
anorganik.
Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
Hiperparatiroid dan Hiperfosfatemia.
Anemia
Perdarahan
Neuropati perifer
Esofagitis, Pankreatitis, Infeksi
Hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati dilatasi, Oateodistrofi
Penyakit Jantung. Ketika anda mengalami GGK, maka anda sangat
berisiko
terkena
penyakit
jantung.
Dan
dilaporkan
lebih
dari
2.1.11 PENCEGAHAN
Pencegahan Primer : Pengaturan diet protein, menghindari obat
netrotoksik, menghindari kontak radiologik yang tidak amat perlu,
mencegah kehamilan pada penderita yang berisiko tinggi, konsumsi
garam sedikit. makin tinggi konsumsi garam, makin tinggi pula
kemungkinan
ekskresi
kalsium
dalam
air
kemih
yang
dapat
Diet rendah kalium .Asupan kalium dikurangi, diet yang dianjurkan adalah
40-80 mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi
kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia. Selain itu,Diet rendah
natrium Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 gr Na).
Dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi gagal jantung kongestif. Pengaturan cairan Asupan yang bebas
dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema.
Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi dan gangguan fungsi ginjal
Pencegahan Tersier : upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat atau kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik
tetapi juga menyangkut rehabilitasi jiwa. Pencegahan tersier bagi
penderita GG dapat berupa: mengurangi stress, menguatkan sistem
pendukung sosial atau keluarga untuk mengurangi pengaruh tekanan
psikis pada penyakit GGK, meningkatkan aktivitas sesuai toleransi,
hindari imobilisasi karena hal tersebut dapat meningkatkan demineralisasi
tulang, meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik, mematuhi
program diet yang dianjurkan untuk mempertahankan keadaan gizi yang
optimal agar kualitas hidup dan rehabilitasi dapat dicapai.
2.2 Hemodialisa
2.2.1 Pengertian
Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat
dialysis ginjal) untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan
produk sisa dari darah. (Litin, 2009)
Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal
akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin.
Hemodialysis termasuk jenis membrane dialysis selain cangkok ginjal.
Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya datang ke rumah
sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat
digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal,
2011)
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai
terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa
asam urat.
Membuang kelebihan air.
Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Memperbaiki status kesehatan penderita.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya
dialysate
natrium,
penyakit
jantung
aterosklerotik,
pada
pasien
yang
mengalami
gangguan
fungsi
kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan
heparin selama hemodialisa juga merupakan factor resiko terjadinya
perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah
yang disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering
disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi
pada akses vaskuler.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin
yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
2.3 Nyeri Otot
2.3.1 Pengertian
Menurut Basoeki (2005) kram otot merupakan kontraksi otot tertentu yang
berlebihan, terjadi secara mendadak tanpa disadari. Otot yang mengalami kram
sulit untuk menjadi rileks kembali. Bisa dalam hitungan menit bahkan jam untuk
meregangkan otot yang kram itu. Kontraksi dari kram otot sendiri dapat terjadi
dalam waktu beberapa detik sampai beberapa menit. Selain itu, kram otot dapat
menimbulkan keluhan nyeri. Kram otot dapat mengenai otot lurik atau bergaris,
otot yang berkontraksi secara kita sadari. Kram otot dapat juga mengenai otot
polos atau otot yang berkontraksi tanpa kita sadari. Kram otot dapat terjadi pada
tangan, kaki, maupun perut.
2.3.2 Mekanisme Kram Otot
Ganong (1998) menguraikan bahwa rangsang berulang yang diberikan
sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap
elemen kontraktil, dan tampak adanya respon berupa peningkatan kontraksi.
Fenomena ini dikenal sebagai penjumlahan kontraksi. Tegangan yang terbentuk
selama penjumlahan kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang
terjadi selama kontraksi kedutan otot tunggal. Dengan rangsangan berulang
yang cepat, penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum
sampai pada masa relaksasi. Masing-masing respon tersebut bergabung
menjadi satu kontraksi yang berkesinambungan yang dinamakan tetanik atau
kontraksi otot yang berlebihan (kram otot).
Menurut Corwin (2000) setiap pulsa kalsium berlangsung sekitar 1/20
detik dan menghasilkan apa yang disebut sebagai kedutan otot tunggal.
Penjumlahan terjadi apabila kalsium dipertahankan dalam kompartemen intrasel
oleh rangsangan saraf berulang pada otot. Penjumlahan berarti masing-masing
kedutan menyebabkan penguatan kontraksi. Apabila stimulasi diperpanjang,
maka kedutan-kedutan individual akan menyatu sampai kekuatan kontraksi
maksimum. Pada titik ini, terjadi kram otot sampai dengan tetani yang ditandai
oleh kontraksi mulus berkepanjangan.
Menurut Ganong (1998) satu potensial aksi tunggal menyebabkan satu
kontraksi singkat yang kemudian diikuti relaksasi. Kontraksi singkat seperti ini
disebut kontraksi kedutan otot. Potensial aksi dan konstraksi diplot pada skala
waktu yang sama. Kontraksi timbul kira-kira 2 mdet setelah dimulainya
depolarisasi membran, sebelum masa repolarisasi potensial aksi selesai.
Lamanya kontraksi kedutan beragam, sesuai dengan jenis otot yang dirangsang.
2.3.3 Penyebab
Menurut Mohamad (2001) kram otot dapat terjadi karena letih, biasanya
terjadi pada malam hari, dapat pula karena dingin, dan dapat pula karena panas.
Pada otot bergaris, kram dapat disebabkan kelelahan, dehidrasi atau kekurangan
cairan dan elektrolit (terutama kekurangan kalium dan natrium), dapat juga akibat
trauma pada tulang dan otot yang bersangkutan, atau kekurangan magnesium.
Selanjutnya Basoeki (2005) menegaskan bahwa beberapa obat juga dapat
menyebabkan terjadinya kram otot, seperti obat pelancar kemih, penurun lemak,
kekurangan vitamin B1 (thiamine), vitamin B5 (pantothenic acid) dan B6
(pyridoxine). Kram otot juga dapat terjadi akibat sirkulasi darah ke otot yang
kurang baik.
2.3.4 Hubungan Hemodialisa dengan Kram Otot
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dializer
(NKF 2006). Dengan adanya sebagian darah pasien yang keluar dari tubuh dan
beredar dalam sebuah mesin (extracorporeal) bisa menyebabkan sirkulasi darah
ke otot kurang baik sehingga dapat mengakibatkan kram otot.
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) alat dialisa juga dapat dipergunakan
untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan
melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar
dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Adanya
penarikan cairan (ultrafiltrasi) selama hemodialisa menyebabkan dehidrasi atau
kekurangan cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kram otot.
Menurut Price dan Wilson (1995) komposisi cairan dialisat diatur
sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit
dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering
menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+ , K+, Ca++ , Mg+
+ , Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi
dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat
dalam dialisat. Adanya perbedaan unsur-unsur elektrolit dalam dialisat dengan
komposisi elektrolit darah pasien bisa mengakibatkan kekurangan elektrolit.
Adanya kekurangan cairan dan elektrolit bisa mengakibatkan kram otot (Basoeki,
2005).
2.3.5 Pencegahan Kram Otot
Biasanya kram otot dapat berhenti dengan meregangkan otot yang
mengalami kram, agar otot itu menjadi rileks kembali (Basoeki, 2005).
Sedangkan, kram otot yang terus menerus dan sering terjadi dapat
menyebabkan distonia. Jika terjadi kram otot selama tindakan hemodialisa
segera lakukan pengobatan dengan langsung memulihkan volume cairan
beberapa
manfaat
apabila
seseorang
melakukan
gerakan
detak
jantung
sehingga
akan
mempersiapkan
kecepatan
perjalanan
sinyal
syaraf
yang
Peregangan aktif
Peregangan
aktif
(active
stretching)
dilakukan
dengan
Peregangan Dinamis
Peregangan dinamis adalah gerakan peregangan yang dilakukan
dengan melibatkan otot-otot dan persendian, gerakan peregangan ini
dilakukan secara perlahan dan terkontrol dengan pangkal gerakannya
adalah pangkal persendian. Kunci dan penekanan pada peregangan ini
adalah pada cara garakannya yang dilakukan secara perlahan dan
terkontrol tersebut. Adapun yang dimaksud dengan gerakan perlahan,
yaitu dilakukan dengan cara yang halus dan tidak menghentak-hentak.
Sedangkan gerakan yang terkontrol, artinya gerakan yang dilakukan
hingga mencapai seluas ruang gerak dari persendian yang dikenai
latihan.
Sasaran peregangan dinamis adalah untuk memelihara dan
meningkatkan kelentukan persendian, tendon, ligament dan otot. Adapun
perbedaan yang terjadi antara peregangan statis dan dinamis, terutama
pada saat melakukan gerakanny dan sasaran yang dikenai dalam latihan.
Gerakan pada peregangan statis setelah mencapai rasa nyeri (tidak
nyaman) dipertahankan dalam beberapa waktu, sedangkan pada
peregangan dinamis adalah sebaliknya. Yaitu diregang-regangkan sacara
aktif seluas ruang gerak persendian yang dilatihkan. Sasaran pada
peregangan statis adalah kelenturan (elastisitas otot), sedangkan
peregangan dinamis adalah kelentukan persendian.
c.
Peregangan pasif
Peregangan pasif (passive stretching) merupakan suatu tehnik
peregangan di mana anda dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan
kontribusi pada daerah gerakan. Malahan, kekuatan (tenaga) eksternal
dapat dibangkitkan oleh alat baik dengan cara manual maupun mekanis.
Tehnik ini efektif apabila otot agonist (yaitu otot utama yang berperan
dalam gerakan yang terjadi) dalam kondisi yang terlalu lemah untuk
diukur.
Dapat memajukan kekompakan tim bilamana peregangan tersebut
dilakukan bersama-sama dengan atlet lainnya.
Kelemahan utama dari peregangan pasif adalah resiko adanya
rasa sakit maupun mengalami luka-luka (cedera) yanglebih besar, apabila
teman anda mempergunakan tenaga eksternal secara tidak tepat.
Selanjutnya, tehnik ini dapat menimbulkan adanya stretch reflex, apabila
pergangan tersebut dilakukan dengan cepat, serta meningkatnya
kemungkinan terjadi cedera (luka) karena adanya perbedaan yang lebih
besar di antara daerah peregangan aktif dan pasif. Tetapi pemakaian
tehnik ini dapat juga membangun kelenturan aktif anda.
d.
Peregangan Balistik
Peregangan balistik menurut Bowers dan Fox (1992: 245)
bentuknya
sama
dengan
senam
calisthenics,
yaitu
bentuk
dari
peregangan pasif yang dilakukan dengan cara gerakan yang aktif. Cirriciri dari peregangan balistik adalah dilakukan secara aktif dan gerakannya
dipantul-pantulkan artinya, gerakan otot yang sama dan pada persendian
yang sama dilakukan secara berulang-ulang. Contoh ; gerakan mencium
lutut yang dilakukan berulang ukang, dengan pososo duduk kedua
tungkai lurus kedepan, dan saat kedua tangan berusaha meraih kedua
ujung kaki lutut harus tetap menempel dilantai. Gerakan mencium lutut di
entul-entul dari perlahan menjadi cepat, dengan luas ruang gerak
persendian pungung kira-kira hanya mencapai 80% saja, berikut ini
disijikan beberapa contoh gambar gerakan latihan untuk meningkatkan
fleksibilitas dengan cara peregangan stretching balistik.
e.
Peregangan Statis
Peregangan statis adalah gerakan peregangan pada otot-otot
yang dilakukan perlahan-lahan hingga terjadi ketegangan dan mencapai
rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada otot tersebut. Untuk selanjutnya
posisi pada rasa tidak nyaman tersebut dipertahankan untuk beberapa
saat. Adapun lama waktu menahan posisi tidak nyaman tersebut 20-25
detik. Sasaran peregangan statis adalah untuk meningkatkan dan
memelihara kelenturan (elastisitas otot yang direngangkan).
Langkah-langkah peregangan statis:
a. Regangkan otot secara perlahan-lahan tanpa kejutan
b. Segera terasa regangan pada otot, berhentilah
sebentar kemudian lanjutkan sampai agak sakit,
berhenti lagi, lanjutkan regangan sampai sedikit
melewati titik/limit rasa saki. Bukan sampai terasa
sakit/ekstrim
c. Pertahankan sikap terakhir ini selama 20-25 detik
d. Seluruh anggota tubuh rileks terutama otot-otot
antaginisnya (yang diregangkan), agar gerak sendi
mampu untuk meregang lebih luas
e. Bernafaslah terus, jangan menahan nafas
f. Selesai mempertahankan sikap statis selama 20-25
detik kembalilah ke sikap sempurna secara perlahanlahan, tidak mengejut, agar ototnya tidak berkontraksi.
f.
Dengan
menggunakan
metode
auto
stretching
untuk
g.
DAFTAR PUSTAKA
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., CushmanW.C., Green L.A., Izzo J.L.,
Jr., et al, 2003. The seventh report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure:
The JNC 7 Report. JAMA;289:2560-72.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn, dan Alice C. Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC.
Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi
FK-UI.
Gareth Beevers.
Para
patofisiologi
hipertensi.
British
Medical
Journal.
FindArticles.com.
Hopper D.P, dan William S.L. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing
Third Edition. Philadelphia: FA Davis Company
Hughes AD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD,
Schachter M. Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70.
Br Med Bull 1994; 50:356-70.
Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II
NIH.
Diseases
Information
Sumatera
Utara.
2011.
Bab
Tinjuan
Pustaka.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/4/Chapter
%20II.pdf.