Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
Afrizal Tri Heryadi
G99142074
PEMBIMBING:
dr. Husni Thamrin, M.Kes, Sp.An.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat
pada
1. Kulit
Kulit kepala menutupi cranium dan meluas dari line nuchalis superior
pada os occipitale sampai margo supraorbitalis ossis frontalis. Kulit kepala terdiri
2.
Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis crania berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa
media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak
dan serebelum. (Mardjono M., 2003)
a.
Meningens
b.
Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa 14
kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon (bagian terbesar yang terdiri dari thalamus dan
hypothalamus) merupakn bagian sentral otak. Mesensefalon (midbrain) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medulla oblongata dan
serebelum. (Mardjono M., 2003)
C. Aspek Fisiologis Cedera Kepala
1. Tekanan intrakranial
Tekanan intrakranial dapat meningkat oleh beberapa proses patologi yang
selanjutnya dapat menggangu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk
terhadap penderita. Tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan
konsekuensi yang menggangu fungsi otak.Tekanan intrakranial normal kira kira
10 mmHg, Tekanan intrakranial lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak
normal.Semakin tinggi tekanan intrakranial setelah cedera kepalaa, semakin buruk
prognosisnya.(Markam S, 2005)
2. Hukum Monroe Kellie
Konsep utama volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar
dari tulang tengkorak yang tidak elastis. Volume intrakranial (Vic) adalah sama
dengan jumlah total volume komponen komponennya yaitu volume jaringan
otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (V bl).
(Markam S, 2005)
Vic = V br + V csf + V bl.
Volume tekanan intrakranial pada dewasa 1500 mL, karena volume
intrakranial tetap, tekanan dalam kompartemen tersebut karena beberapa tindakan
5
(mean arteral pressure) dengan tekanan intrakranial. Pada otak manusia normal
tekanan perfusi otak adalah konstan dikisaran 50 150 mmHg, hal ini
dipengaruhi karena autoregulasi arteiol. Apabila tekanan perfusi otak kurang dari
50 mmHg atau lebih besar dari 150 mmHg akan memberikan prognosa yang
buruk bagi penderita. (Markam S, 2005)
4.
Kerusakan otak pada penderita cedera kepalaa dapat terjadi dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder.Cedera primer merupakan awal cedera otak
sebagai akibat langsung dari trauma, dapat disebabkan benturan langsung kepala
dengan suatu benda keras.(Markam S, 2005)
Mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan countercoup.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak pada
daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi countercoup. Akselarasi-deselarasi terjadi akibat kepalaa
bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan
densitas antara tualng tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid)
menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countercoup).Cedera
sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan
intrakranial dan perubahan neurokimiawi. (Markam S, 2005)
(Mardjono
3. Morfologi cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesi
intrakranial. (Mardjono M., 2003)
a. Fraktur tulang tengkorak
Fraktur tulang tengkorak (cranium) dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak (basis cranii), dan dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula
terbuka atau tertutup. (Mardjono M., 2003)
Fraktur Depressed: Fraktur tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur
terletak di bawah level anatomi normal dari tabula interna tulang
tengkorak sekitarnya yang masih utuh. Jenis fraktur ini terjadi jika energi
benturan relatif besar terhadap area yang relatif kecil. Misalnya benturan
oleh martil, kayu, batu, pipa besi.
Fraktur Basis Cranii: Fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk
dasar tengkorak. Dasar tengkorak terbagi atas tiga bagian. Fraktur pada
masing masing fossa akan memberikan manifestasi yang berbeda.
o Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior: Bagian posterior dari fossa
anterior dibatasi oleh os. Sphenoid, processus clinoidalis anterior
dan jugum sphenoidalis. Manifestasi klinisnya yaitu Ecchymosis
periorbita, bisa bilateral dan disebut brill hematoma atau racoon
eyes. Eccymosis ini kadang kadang sulit dibedakan dengan
ecchymosis yang timbul karena cedera langsung.
o Fraktur Basis Cranii Fossa Media: Bagian anterior langsung
berbatasan dengan fossa anterior sedangkan bagian posterior
dibatasi oleh pyramida petrosus os. Temporalis, processus
jika
dengan
chymosis,
sakit
kepalaa,
adanya
bruit,
10
b.
Lesi intrakranial
11
12
diakibatkan hiperemia
dan dilatasi
sistem serebrovaskular.
14
Tingkat kesadaran.
Pola pernapasan.
15
Terapi harus diingat bahwa hasil penilaian yang paling prediktif dalam
perkiraan prognosis adalah penilaian yang dilakukan setelah 24 jam post
resusitasi, karena penilaian sebelumnya masih banyak dipengaruhi oleh keadaan
sistemik yang belum begitu stabil. (Ekayuda I,2006)
Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dinilai dengan GCS. Penilaian tersebut harus
dilakukan secara periodik untuk menilai apakah keadaan penderita
membaik atau memburuk.Dari ketiga komponen GCS tersebut, motorik
merupakan komponen yang paling objektif.Komponen yang menjadi
tolak ukur penilaian adalah reaksi (respons) terbaik. Tingkat kesadaran
tidak akan terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisfer otak,
tetapi menjadi progresif memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat,
atau juga ada proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang
otak. (Ekayuda I,2006)
simpatis
dan
parasimpatis.
Sistem
simpatis
mulai
dari
16
17
Pada keadaan normal, respons motorik diatur oleh korteks serebri yang
bekerja sama dengan berbagai pusat pengatur subkortikal lainnya.
Penilaian reaksi motorik terbaik sangat penting, karena memiliki nilai
objektif yang tinggi. Tingkat reaksi motorik dibagi atas: (Anderson S.
McCarty L, 2005)
a. Gerakan bertujuian jelas (purposeful movement)
b. Gerakan bertujuan tidak adekuat (semipurposeful movement)
c. Postur fleksor (dekortisasi)
d. Postur ekstensor (deserebrasi)
e. Diffuse musle flaccidity
Reaksi okulosefalik (Dolls head eye phenomenon).Pemeriksaan
nervus trigeminus dan fasialis dapat dilakukan dengan dengan tes
kapas pada kornea, dilakukan dari samping. (Anderson S. McCarty L,
2005)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala tidak semua penderita dengan cedera kepalaa
diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang
sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka
tembus(tembak/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala
yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.( Ekayuda I, 2006)
2.
CT Scan
Indikasi CT Scan adalah : ( Ekayuda I, 2006)
18
setelah
pemberian
obat
obatan
analgesia/antimuntah.
o Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna
terdapat lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
o Penurunan GCS lebih dari 1 point dimana faktor faktor
ekstrakranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat
terjadi karena misal syok, febris, dll).
o Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
o Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
o Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik
dari GCS.
( Ekayuda I, 2006)
3. Modalitas pemeriksaan penunjang yang lain
o MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa
kontas radioaktif.
o Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi serebral,
seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi oedem,
perdarahan dan trauma.
o Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang
patologis. ( Ekayuda I, 2006)
F. Penatalaksanaan
19
penanganan
awal
meliputi
survei
primer
dan
survei
20
o Kraniotomi
Pada penanganan beberapa kasus cedera kepalaa memerlukan
tindakan operatif. Kraniotomi adalah operasi membuka tulang
tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi tekanan intrakranial,
mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. Indikasi
tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebaga
berikut : ( Hafid A, 2004)
-
Tumor otak.
Perdarahan (hemorrhage)
G. Prognosis
Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepalaa sudah
mendapat terapi yang agresif, terutama pada anak anak biasanya memiliki
daya pemulihan yang baik.Penderita yang berusia lanjut biasanya mempuyai
kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera kepalaa.Selain
itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepalaa pada saat trauma juga sangat
mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.( Hafid A, 2004)
22
23
24
25
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
ANAMNESIS
B. Identitas Penderita
Nama
: Nn. Z
Umur
: 21 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Bogor
Tanggal masuk
: 01 Oktober 2015
Tanggal pemeriksaan
: 01 Oktober 2015
No RM
: 01-31-55-62
C. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran post KLL.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke RSDM dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 60
jam SMRS setelah terjatuh dari sepeda motor. Pasien jatuh dengan posisi
kepala terbentur aspal, saat terjatuh pasien tidak mengenakan helm. .
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat cedera kepala sebelumnya : disangkal
Riwayat diabetes mellitus
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
26
Merokok
: disangkal
Minuman beralkohol
: disangkal
Ketergantungan obat
: disangkal
Breathing
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Exposure
B. Secondary Survey
Status gizi
: Bera t badan : 53 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI
: 20.7 (normoweight)
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
27
Leher
: Trakhea
di
tengah,
simetris,
massa/pembesaran
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo : Inspeksi
Abdomen
Palpasi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Ekstremitas
: Oedem
- Akral Dingin
28
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 September 2015
PEMERIKSAAN
Hematologi rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan
Hemostasis
PT
APTT
INR
Hematologi Klinik
GDS
Ureum
Creatinin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
HbsAg
IV.
HASIL
SATUAN
RUJUKAN
11.9
36
26.7
281
3.96
A
g/dl
%
Ribu/ul
Ribu/ul
Juta/ul
12.0-15.6
33-45
4.5-11.0
150-450
4.10-5.10
12.5
31.4
0.990
detik
detik
10.0-15.0
20.0-40.0
221
19
0,7
mg/dl
mg/dl
mg/dl
60-140
<50
0,6-1,1
139
3.5
109
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
136-145
3.3-5.1
98-106
Nonreactive
DIAGNOSIS
Cedera Otak Berat suspect ICH, EDH dd SAH
V.
PLAN
Rontgen thorax AP/Lat
Rontgen regio cervical
MSCT kepala
VI.
TATA LAKSANA
-
Head up 30 derajat
Pasang NGT
Pasang kateter
29
VII.
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
Ad Sanationam
: Dubia ad malam
30
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Nn.Z usia 21 tahun mengalami cedera kepala setelah mengalami
kecelakaan. Hal tersebut didasari oleh definisi cidera kepala yaitu trauma mekanik
pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian
dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif,
psikososial, yang dapat bersifat temporer atau permanent.
Pada pasien ini mengalami cidera kepala berat dengan GCS 112, yakni
sesuai dengan teori yang telah disampaikan bahwa cedera kepala berat apabila
GCS 3-8 dimana kondisi penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana
walaupun status kardiopulmonernya telah distabilkan. Cedera mempunyai risiko
morbiditas sangat tinggi.
Saat pasien datang dilakukan primary survey pasien Pada kondisi
unconsciousness dengan airway dipasang orofaringeal gudel dan diberikan
oksigenisasi untuk mencegah secondary brain damage. Hal ini sesuai dengan
penatalaksanaan airway dan breathing yaitu sering terjadinya henti nafas
sementara, penyebab kematian karena terjadi apnea yang berlangsung lama.
Intubasi endotracheal tindakan penting pada penderita cedera kepala berat dengan
pemberian oksigen 100%. Tindakan hiperventilasi dilakukan secara hati-hati
untuk mengoreksi sementara asidosis dan menurunkan TIK pada pasien yang
telah mengalami dilatasi pupil dan penurunan kesadaran. PCO2 harus
dipertahankan antara 25-35 mmHG.
Prinsip penanganan sirkulasi adalah dengan mencegah terjadinya
hipotensi. USG/lavase peritoneal diagnostic untuk menentukan adanya akut
abdomen. Setelah pasien stabil pada ABC dilakukan secondary survey serta
penderita cedera kepala perlu dikonsulkan pada dokter spesialis bedah saraf.
Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan imaging sehingga belum
dapat ditentukan diagnosis kerja. Pada pasien ini didiagnosis sementara dengan
31
32
33