Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
relaksasi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM
tipe 2 di ruang rawat inap Interna 1 RSUD Kota Tangerang.
1.3.2. TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui kadar gula darah sebelum dilakukan relaksasi Progressive Muscle
Relaxation (PMR)
2. Mengetahui kadar gula darah setelah dilakukan relaksasi Progressive Muscle
Relaxation (PMR)
3. Mengajarkan relaksasi Progressive Muscle Relaxation (PMR) kepada pasien
dan keluarga secara mandiri
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.2. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer & Bare, (2001), mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik
terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor reriko tertentu
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor
pencetus diabetes tipe II adalah :
Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelompok etnik (di Amerika Serikat, gologan Hispanik serta penduduk asli
Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang paling besar untuk terjadinya
diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika).
Banyak minum
Banyak kencing
Sering lapar
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita DM naik. Penyebabnya,
kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum
yang terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus menerus. Berat
badan yang awalnya terus melejit naik dan tiba-tiba turun terus tanpa diet.
Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama dimalam
hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul
atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada
perempuan.
Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara lain:
Rasa haus
Berat badan turun
Badan lemas
Kesemutan
Banyak kencing
Sering lapar
Gangguan Penglihatan
Mulut kering
2.1.4. PATOFISIOLOGI
Pada dibetes tipe II terdapat dua macam masalah utama yang berhungan
dengan insulin, yaitu; resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikan dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikannya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intra sel dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer &
Bare, 2001).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah , harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pda
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Smeltzer & Bare, 2001).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akbat intoleransi glukosa yang berlngsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelemahan , iritabilitas, poluria, polidipsia,
uka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
( jika glokosanya sangat tinggi ) (Smeltzer & Bare, 2001).
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%0, penyakit diabetes tipe II
yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada pasien
menjalani pemiriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak
terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah komplikasi
diabetes jangka panjang (misalnya kelaianan pada mata, neuropati perifer,
kelaian vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakakan
(Smeltzer & Bare, 2001).
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan,
karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur
yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia
oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil
menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat
digunakan. Sebagian pasien memerlukan insuin untuk sementara waktu selama
periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan
(Smeltzer & Bare, 2001).
2.1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Smeltzer & Bare (2001), pemeriksaan penunjang diantaranya :
Tes Toleransi Glukosa ( TTG ) memanjang ( lebih besar dari 200 mg/dL).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar gula
intraselular,
protein
&
lemak
diubah
menjadi
glukosa
2.1.6. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskular serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai
kadar glukosa
hipoglikemia dan ngagguan serius pada pola aktivitas pasien (Smeltzer & Bare,
2001).
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
Diet
Latihan
Pemantauan
Terapi (jika diperlukan)
Pendidikan
Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena
terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya
disamping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan
dari riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang
konstan dan modifikasi rencana penanganan oleh professional kesehatan
disamping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim
kesehatan akan mengarahkan penanganan tersebut, namun pasien sendirilah
yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi yang kompleks itu
setiap harinya. Kerena alasan ini, pendidikan pasien dan keluarganya
dipandang sebagai komponen yang peting dalam menangani penyakit
diabetes sama pentingnya dengan komponen lain terapi diabetes (Smeltzer &
Bare, 2001).
untuk
memberikan
perasaan
relaksasi
secara
fisik.
Gerakan
Beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi PMR antara lain cedera akut
atau ketidaknyaman muskuloskletal, infeksi atau inflamasi, dan penyakit jantung
berat atau akut. Latihan PMR juga tidak dilakukan pada sisi otot yang sakit
( Fritz, 2005 dalam Duma 2012). Synder & Lynquist (2002) dalam Duma
(2012), menjelaskan bahwa selama melakukan latihan PMR terdapat hal-hal
yang perlu diperhatikan anatara lain jika pasien mengalami disstres emosional
selama
melakukan
PMR
maka
dianjurkan
untuk
menghentikan
dan
10
lengan, punggung, perut dan kaki. Meregangkan otot secara progresif dimulai
dengan menegangkan dan menegangkan kumpulan otot utama tubuh, dengan
cara ini, maka akan disadari dimana otot itu berada dan hal ini akan
meningkatkan kesadaran terhadap respon otot tubuh terhadap kecemasan dab
ketegangan (Duma, 2012).
Pelaksanaan terapi ini harus memperhatikan elemen penting yang diperlukan
untuk rileks yaitu lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman, sikap yang baik.
Lingkungan yang tenang diperlukan sehingga pasien dapat berkonsentrasi pada
relaksasi otot termasuk membatasi interupsi/gangguan, suara-suara pencahayaan.
Posisi yang nyaman member dukungan pada bagi tubuh atau berbaring di tempat
tidur pada posisi yang nyaman. Pelaksanaan PMR relaksasi otot progresif untuk
hasil yang maksimal dianjurkan dilakukan secara rutin selama 25-30 menit
setiap sesi. Latihan dianjurkan dilakukan 2 kali sehari dan dilakukan 2 jam
setelah makan untuk mencegah rasa mengantuk setelah makan. Jadwal latihan
biasanya memerlukan waktu minimal satu minggu untuk hasil yang lebih
maksimal. Berstein dan Borkovec menganjurkan menggunkan 10 sesi untuk
latihan progressive muscle relaxation. Namun beberapa penelitian mengatakan
bahwa dengan sedikitnya 4 sesi latihan sudah menunjukan efek positif dari terapi
( Gift, 1992 ; Peck 1997 dalam Synder & Lynquist, 2002 dalam Duma 2012)
2.2.6. LANGKAH-LANGKAH
Pelaksanaan PMR dilakukan dalam 4 sesi dengan 14 gerakan (Modifikasi
Alini, 2012 ; Supriati, 2010 dalam Duma 2012) 14 gerakan yang dilakukan
dalam 4 sesi dapat memudahkan klien untuk mengingat gerakan- gerakan yang
telah dilatih oleh terapis. Sesi-sesi dalam latihan PMR yaitu :
1 Pelaksanaan tehnik relaksasi yang meliputi dahi, mata, rahang, mulut leher
dimana masing-masing gerakan dilakukan sebanyak 2 kali. Pelaksanaan
PMR yaitu :
a Gerakan pertama ditunjukan untuk otot dahi dan alis sekencangkencangnya hingga kuat terasa mengerut kemudian dilemaskan
b
11
12
dan turunkan perlahan-lahan selama 10 detik dan lakukan satu kali lagi.
Pelaksanaan tehnik relaksasi yang meliputi punggung, dada, perut, tungkai
dan kaki dimana masing-masing gerakan dilakukan sebanyak dua kali :
a Gerakan kesebelas bertujuan melatih otot-otot punggung. Gerakan ini
dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi lalu
busungkan dada dan pertahankan selama 10 detik lalu lemaskan
b
BAB III
RESUME JURNAL
13
dua jam setelah makan pagi. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada hari ketiga,
kelima dan ketujuh. Waktu yang diperlukan untuk setiap pasien adalah selama tujuh
hari.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 pasien dengan perincian 50
pasien pada kelompok intervensi dan kontrol. Teknik pengambilan sampel adalah
dengan cara purposed sampling.
3.5. HASIL PENELITIAN
1. Terdapat perbedaan antara kelompok interaksi dan kelompok kontrol
2. Penurunan kadar gula darah sangat signifikan pada kelompok intervensi setelah
melakukan relaksasi selama tujuh hari dan dilakukan dua kali sehari
3. Penurunan paling tinggi ada pada hari ketujuh (p=0,000)
4. Perbedaan jenis kelamin tidak membedakan rerata penurunan kadar gula darah
pada kedua kelompok (p=0,730)
3.6. SARAN PENELITIAN
1. Perawat diharapkan mampu memberikan hak pasien, diantaranya memberikan
pendidikan kesehatan dan latihan tentang relaksasi terutama bagi pasien DM tipe
2
2. Para manajer keperawatan di tatanan pelayanan kesehatan diharapkan mampu
membuat standar operasional prosedur penanganan DM tipe 2 dengan
memasukan teknik relaksasi ini.
14
BAB IV
PEMBAHASAN
15
adanya pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan stres psikologis pada
pasien DM tipe 2. Teknik relaksasi otot progresif bekerja menurunkan stres dengan
mengaktifkan sistem saraf parasimpatis dan menghentikan kerja sistem saraf
simpatis. Apabila sistem simpatis dihambat maka proses ini akan menurun sehingga
hormon
kortisol
ikut
menurun,
hal
ini
menyebabkan
penurunan
proses
BAB V
IMPLIKASI KEPERAWATAN
16
Tanggal
Jam
Hasil
Tn. S
(205 mg/dl)
13-10-2015
06:00
177 mg/dl
17:00
206 mg/dl
06:00
123 mg/dl
14-10-2015
17
15-10-2015
16-10-2015
Tn. R
(215 mg/dl)
13-10-2015
14-10-2015
15-10-2015
16-10-2015
Tn.J
(113 mg/dl)
13-10-2015
14-10-2015
15-10-2015
16-10-2015
17:00
156 mg/dl
06:00
105 mg/dl
17:00
104 mg/dl
06:00
105 mg/dl
17:00
103 mg/dl
06:00
195 mg/dl
17:00
222 mg/dl
06:00
143 mg/dl
17:00
249 mg/dl
06:00
150 mg/dl
17:00
131 mg/dl
06:00
143 mg/dl
17:00
249 mg/dl
06:00
103 mg/dl
17:00
104 mg/dl
06:00
129 mg/dl
17:00
83 mg/dl
06:00
99 mg/dl
17:00
108 mg/dl
06:00
105 mg/dl
17:00
104 mg/dl
Kelompok kontrol
Nama
Tanggal
Jam
Hasil
Tn. I
(555 mg/dl)
13-10-2015
06:00
555 mg/dl
17:00
415 mg/dl
06:00
278 mg/dl
14-10-2015
18
15-10-2015
16-10-2015
Tn. B
(272 mg/dl)
13-10-2015
14-10-2015
15-10-2015
16-10-2015
Tn.S
(146 mg/dl)
13-10-2015
14-10-2015
15-10-2015
16-10-2015
17:00
249 mg/dl
06:00
275 mg/dl
17:00
183 mg/dl
06:00
249 mg/dl
17:00
222 mg/dl
06:00
272 mg/dl
17:00
497 mg/dl
06:00
206 mg/dl
17:00
143 mg/dl
06:00
249 mg/dl
17:00
108 mg/dl
06:00
183 mg/dl
17:00
110 mg/dl
06:00
146 mg/dl
17:00
110 mg/dl
06:00
99 mg/dl
17:00
80 mg/dl
06:00
104 mg/dl
17:00
108 mg/dl
06:00
150 mg/dl
17:00
131 mg/dl
BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
Teknik relaksasi merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat
mengurangi kecemasan dan secara otomatis dapat menurunkan kadar gula darah.
Relaksasi dapat mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur dan menurunkan
aktivitas sistem saraf simpatis. Stres tidak hanya dapat meningkatkan kadar gula
darah secara fisiologis. Pasien dalam keadaan stres juga dapat mengubah pola
kebiasaannya yang baik, terutama dalam hal makan, latihan dan pengobatan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Asep, Ratna & Dewi. (2008). Pengaruh Relaksasi Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Sebuah Rumah sakit Di Tasikmalaya. Diakses
pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 18.16 WIB
Black, Joyce M, Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8 buku 3.
Indonesia
Duma, Lumban. (2012). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Dan Logoterapi Terhadap
Perubahan Ansietas, Depresi, Kemampuan Relaksasi Dan Kemampuan Memaknai
20
Hidup Klien Kanker Di RS Dharmais Jakarta. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2015
jam 18.32 WIB
Endah, Dwi & Purnomo. (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangdoro Semarang. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 10.55
WIB
Mashudi. (2011). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa Darah
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Jambi. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2015 pukul 18.50 WIB
Sholihatul, I ketut & Ika. (2015). Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stres Psikologis Dan
Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2015 pukul 10.11 WIB
Smeltzer, Sezane C .(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC