Вы находитесь на странице: 1из 42

MANAGEMEN

EKSPLORASI

TUJUAN
MENGATUR DAN MENGELOLA SETIAP TAHAPAN
KEGIATAN DALAM EXPLORASI MINERAL DAN
BATUBARA MELIPUTI:
PERENCANAAN
NON TEKNIS
TEKNIS
KEUANGAN
PELAKSANAAN
EVALUASI

DILAKUKAN OLEH

PIHAK PEMILIK / PEMODAL


PIHAK PELAKSANA
PIHAK KONSULTAN

MANAGEMEN EKSPLORASI

MANAGEMENT--------- to manage
EXPLORATION ---------- to explore

EKSPLORASI

PRA EKSPLORASI
PELAKSANAAN EKSPLORASI
PASCA EKSPLORASI

PRA EKSPLORASI
PERENCANAAN
KOMODITAS
REGULASI
PEMILIHAN DAERAH
GEOGRAFI
DEMOGRAFI

KOMODITAS
PEMBAGIAN GOLONGAN BAHAN
GALIAN
Dasar hukum pembagian golongan:
1.Sifat dan Karakteristik
2.Kegunaan
3.Keterdapatan
4.Pertimbangan ekonomi / teknologi
5.Kepentingan Nasional/negara

Dasar penggolongan bahan-bahan galian:


a. Nilai strategis/ekonomis bahan galian terhadap
Negara
b. Terdapatnya sesuatu bahan galian dalam alam
(genesa)
c. Penggunaan bahan galian bagi industri
d. Pengaruhnya terhadap kehidupan rakyat banyak
e. Pemberian kesempatan pengembangan
pengusaha

Penggolongan bahan galian berdasarkan


pemanfaatan ada 3 jenis :
- Bahan galian logam/bijih , (timah, besi,
tembaga, emas dan perak)
- Bahan galian energi (batubara dan
minyak bumi)
- Bahan galian industri (diatome, gipsum,
talk, kaolin, zeolit dan tras)

Dalam Undang Undang No. 11 Tahun 1967,


Klasifikasi bahan galian:
1) Golongan A, yaitu golongan bahan galian yang
strategis.
Artinya bahan galian tersebut penting untuk
pertahanan/keamanan Negara atau untuk menjamin
perekonomian negara.

2) Golongan B, yaitu golongan galian yang vital,


Artinya bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang
banyak.

3) Golongan C, yaitu bahan galian non strategis dan


non vital.

Bahan galian golongan A atau bahan galian


strategis,
terdiri dari:
Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, dan gas
alam;
Bitumen padat, aspal;
Antrasit, batu bara, batu bara muda;
Uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan
radio aktif lainnya;
Nikel, kobalt;
Timah.

Bahan galian golongan B atau bahan galian vital,


terdiri dari:
Besi, mangan, molibdenum, khrom, walfran, vanadium,
titanium;
Bauksit, tembaga, timbal, seng;
Emas, platina, perak, air raksa, intan;
Arsen, antimon, bismut;
Yttrium, rhutenium, crium, dan logam-logam langka
lainnya;
Berrillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa;
Kriolit, flouspar, barit;
Yodium, brom, khlor, belerang.

Bahan galian golongan C atau bahan galian


industri,
terdiri dari:
Nitrat, phosphate, garam batu;
Asbes, talk, mike, grafit, magnesit;
Yarosit, leusit, tawas (alam), oker;
Batu permata, batu setengah permata;
Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonite;
Batu apung, teras, obsidian, perlit, tanah diatome;
Marmer, batu tulis;
Batu kapor, dolomit, kalsit;
Granit, andesit, basal, trakkit, tanah liat, dan pasir.

2. BERDASARKAN JENIS

MINERAL RADIOAKTIF (Radium,Thorium, Uranium, Monasit dan


bahan galian radioaktif lainnya)
Mineral logam antara lain:
Litium, Berilium, Magnesium, Kalium, kalsium, Emas, Tembaga,
Perak, Timbal, Seng, Timah, Nikel, Mangaan, Platina, Bismuth,
Molibdenum, Bauksit, Air Raksa, Wolfram, Titanium, Barit,
Vanadium, Kromit, Antimoni, Kobalt, Tantalum, Cadmium, Galium,
Indium, Yitrium, Magnetit, Besi, Galena, Allumina, Niobium,
zirkonium, Ilmenit, Khrom, erbium, Ytterbium, Dysproium, Thorium,
Cesium, Lanthanum, Niobium, Neodymium, Hafnium, Scandium,
Aluminium, Palladium, Rhodium, Osmium, Ruthenium, Iridium,
Selenium, Telluride, Stronium, Germanium, Berrylium, dan Zenotin.

Mineral bukan logam antara lain: Intan, Korundum, Grafit, Arsen,


Pasir kuarsa, Fluorspar, Kriolit, Yodium, Brom, Klor, Belerang, Fosfat,
halit, Asbes, Halit, Talk, Mika, Magnesit, Yarosit, Oker, Fluorit, Ball
Clay, Fire Clay, Zeolit, Kaolin, Feldspar, Bentonit, Gipsum, Dolomit,
Kalsit, Rijang, Pirofilit, Kuarsit, Zirkon, Wolastonit, Dolomit, Yarosit,
Tawas, Batukuarsa, Perlit, Garam batu, Clay, dan Batu gamping untuk
semen
Batuan , antara lain: Pumice, Tras, Toseki, Obsidian, Perlit, Tanah
diatomae, Tanah serap (fullers earth), Slate, Granit dan granodiorit,
Andesit, Gabro dan peridotit, Basalt,Trakhit, Leusit, Tanah liat, Tanah
Urug, Opal, Kalsedon, Batukapur, Pasir sepanjang tidak mengandung
unsur-unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam
jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan
Batubara antara lain: bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan
gambut.

Endapan bahan galian memiliki tipe-tipe yang berbeda menurut


genesa dan bentuknya :
1) Tipe Magmatik ; tipe endapan pegmatik, tipe endapan greisen
2) Tipe hidrothermal
3) Vulkanogenik
4) Endapan tipe metamorfik dan metasomatik kontak
5) Tipe sedimenter
6) Endapan residual
7) Endapan placer

Soenarya dkk (1996) mengelompokkan


keterdapatan
endapan bijih berdasarkan batuan induknya
kedalam lima
kelompok yakni :
a)Intrusive-hosteddeposits
b)Volcanic-hosteddeposits
c)Sediment-hosteddeposits
d)Metamorphic-hosteddeposits
e)Ultramafic-hosteddeposits

REGULASI

REGULASI
REGULASI DAN
DAN KEBIJAKAN
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN
PENGELOLAAN KEGIATAN
KEGIATAN PERTAMBANGAN
PERTAMBANGAN
BERDASARKAN
BERDASARKAN UU
UU NO
NO 44 TAHUN
TAHUN 2009
2009

UU No. 4 Tahun 2009, penggolongan bahan


galian lebih rnenitikberatkan pada aspek
teknis, yaitu berdasarkan pada kelompok
atau jenis bahan galian, yang
penggolongannya terbagi dalam empat
golongan.
UU No, 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara, sesungguhnya tidak
secara tegas mengatur secara khusus
tentang pembagian golongan bahan galian
sebagaimana dalam UU No. 11 Tahun 1967.

Penggolongan bahan galian diatur bedasarkan pada


kelompok usaha pertambangan, sesuai Pasal 4, yaitu:
Usaha Pertambangan dikelompokkan atas:
a. Pertambangan mineral;
b. Pertambangan batubara.
Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a digolongkan atas:
a. Pertambangan mineral radio aktif;
b. Pertambangan mineral logam;
c. Pertambangan mineral bukan logam;
d. Pertambangan batuan.

Lebih lanjut, detail pengaturan tentang tata cara


pengusahaan masing-masing kelompok dimaksud,
dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut:
Pasal 50, khusus mengatur mengenai,
pengusahaan mineral radioaktif;
Pasal 51, 52, dan 53, mengatur mengenai
pengusahaan mineral logam;
Pasal 54, 55, dan 56, mengatur mengenai
pengusahaan mineral bukan logam;
Pasal 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63, mengatur
mengenai pengusahaan batu bara.

REGULASI

REGULASI DI BIDANG
PERTAMBANGAN MINERBA
SEBELUM TAHUN 2009
1.
2.
3.
4.

UU Nomor 11 Tahun 1967


PP Nomor 32 Tahun 1969
PP Nomor 75 Tahun 2001
Kepmen MESDM No
1453k/mem/2000
5. Dan lain-lain

SETELAH TAHUN 2009


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

UU Nomor 4 Tahun 2009


PP Nomor 22 Tahun 2010
PP Nomor 23 Tahun 2010
PP Nomor 55 Tahun 2010
PP Nomor 78 Tahun 2010
Permen 28 Tahun 2009
Permen 34 Tahun 2009
Permen 17 Tahun 2010
Permen 12 Tahun 2011

Kepemilikan
(Mineral Right)

+ Dekonsentrasi

NEGARA

PEMERINTAH
Penetapan Kebijakan dan Pengaturan
Penetapan Standar dan Pedoman
Penetapan Kriteria pembagian Urusan Pusat dan Daerah
Tanggungjawab pengelolaan minerba berdampak
nasional dan lintas provinsi

PEMERINTAH PROVINSI
Tanggungjawab pengelolaan lintas
Kabupaten dan/atau berdampak regional
Perda
PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA
Tanggungjawab pengelolaan di
Wilayah Kabupaten/Kota
Perda

Hak Pengusahaan
(Economic Right)

PELAKU USAHA
BUMN / BUMD
Badan Usaha Lain
Koperasi
Perorangan

Undang-Undang

Penyelenggaraa
n
Penguasaan
Pertambangan
(Mining Right)

+ Desentralisasi

Penguasaan

BANGSA INDONESIA

Mineral Right (Dasar Konstitusi)


Hak Milik atas kekayaan alam berupa mineral dan batubara yang terkandung di
dalam bumi dan air di wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah hak milik
bangsa Indonesia [Pasal 33 ayat (3)] UUD 1945.
Authority Right (Azas Horizontal)
Negara diberikan Hak Penguasaan atas kekayaan alam milik bangsa
Indonesia, agar dapat dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
[Pasal 2 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria).
Mining Right (Dasar Operasional)
Badan Usaha / perorangan sebagai pelaksana Pengusahaan pertambangan
Minerba (UU 4/2009).

ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN

URUSAN PEMERINTAHAN
ABSOLUT
(Mutlak ABSOLUT
urusan Pusat)
(Mutlak urusan Pusat)

Hankam
- Hankam
Moneter
- Moneter
Yustisi
- Yustisi
Politik Luar Negeri
- Politik Luar Negeri
Agama
- Agama

CONCURRENT
(Urusan bersamaCONCURRENT
Pusat, Provinsi, Kab/Kota)
(Urusan bersama Pusat, Provinsi, Kab/Kota)

PILIHAN/OPTIONAL
PILIHAN/OPTIONAL
(Sektor
Unggulan)
(Sektor Unggulan)
Contoh: pertanian,
pertambangan, industri,
perdagangan, pariwisata,
kelautan dsb

WAJIB/OBLIGATORY
WAJIB/OBLIGATORY
(Pelayanan
Dasar)
(Pelayanan Dasar)
Contoh: lingkungan hidup
kesehatan, pendidikan,,
pekerjaan umum dan
perhubungan

SPM
SPM Minimal)
(Standar Pelayanan
(Standar Pelayanan Minimal)

ARAH KEBIJAKAN
ASAS (Pasal 2 UU No. 4 Tahun 2009)

Manfaat, keadilan dan keseimbangan;


Keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
Partisipatif, transparansi dan akuntabilitas;
Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

TUJUAN (Pasal 3 UU No. 4 Tahun 2009)


Efektifitas pelaksanaan dan pengendalian usaha
pertambangan;
Menjamin manfaat pertambangan mineral dan
batubara secara berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan;
Penyediaan mineral dan batubara sebagai bahan baku
industri dan/atau sumber energi dalam negeri;
Mendukung dan menumbuhkembangkan daya saing
kemampuan nasional;
Peningkatan pendapatan masyarakat dan negara,
serta menciptakan lapangan kerja;
Kepastian hukum atas pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan.

BUTIR-BUTIR PENTING UU 4/2009

Klarifikasi wewenang dan ruang lingkup urusan Pemerintah


Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Ditetapkan Wilayah Pertambangan (WP) sebagai bagian dari
Tata Ruang
Penyederhanaan sistem perizinan: IUP eksplorasi dan IUP
Operasi Produksi
Penetapan sistem lelang untuk mineral logam dan batubara
Pembatasan luasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
Mekanisme sanksi bagi pejabat yang menerbitkan izin diluar
ketentuan undang-undang
Kewajiban pengolahan pemurnian di dalam negeri
Penetapan DMO untuk mineral dan batubara
Kewajiban Divestasi bagi modal asing pemegang IUP
Kontrak/Perjanjian Pertambangan tetap dihormati

POLA PIKIR WILAYAH PERTAMBANGAN


MINERAL DAN BATUBARA

HARUS DAPAT DIMANFAATKAN


SERACA OPTIMAL

EKSPLOITASI M & BB:


DAPAT MENIMBULKAN DAMPAK
NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN
KONFLIK PENGGUNAAN LAHAN

PERLU DIBUAT
WILAYAH PERTAMBANGAN
MINERAL DAN BATUBARA
YANG MEMPERTIMBANGKAN
KESEIMBANGAN DAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

DEPOSIT
SUMBER DAYA MINERAL
DAN BATUBARA

DIUSULKAN UNTUK DIJADIKAN


WILAYAH PERTAMBANGAN
DALAM RTRW

28

WILAYAH PERTAMBANGAN
Pasal 9 s.d 13 UU Minerba dan PP 22 Tahun 2010

Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) oleh Pemerintah


setelah berkoordinasi dengan Pemda dan berkonsultasi
dengan DPR RI
Penyelidikan dan Penelitian Pertambangan dilakukan oleh
Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota (sesuai kewenangan)
dalam rangka penyiapan WP
WP terdiri atas:
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP),
b. Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan
c. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
WUP, WPR, dan WPN berada dalam Kawasan Peruntukan
Pertambangan yang sesuai dengan RTRW
Pelimpahan kewenangan (dekonsentrasi) untuk penetapan
WUP Mineral non logam dan batuan kepada Gubernur

KEDUDUKAN WP/WUP/WPR/WPN DALAM


RTRWN
RTRWN
WILAYAH
WILAYAHPERTAMBANGAN
PERTAMBANGAN
PERTAMBANGAN
WILAYAH
Kawasan
KawasanLindung
Lindung
Lindung
Kawasan

Kawasan
KawasanBudidaya
Budidaya
Budidaya
Kawasan
Kawsn
KawsnPeruntukkan
Peruntukkan
Peruntukkan
Kawasan
Kawsn
Peruntukkan
Pertambangan
Pertambangan
Pertambangan

WPN
WPN WUP
WUP
WUP
WPN

(dalam
(dalamhutan
hutan
hutanlindung
lindung
lindung
lindung dengan
dengan
dengan
(dalam
pola
pola
polapenambangan
penambangan
penambangantertutup
tertutup
tertutup
pola
sesuai
sesuai
sesuaiUU
UU
UU
UU41/1999
41/1999
41/1999
sesuai
dan
dan
PP
PP
15
15
Tahun
Tahun
2010)
2010)
dan PP 15 Tahun 2010)

WPR
WPR WPN
WPN
WPN
WUP
WUP WPR
WUP
WUP

Peruntukkan
Peruntukkanlain
lain
lain
Peruntukkan

WP
WP
WP
30

WILAYAH PERTAMBANGAN
(Pasal 13 s.d Pasal 33 UU Minerba jo Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8,

BAB III Pasal 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,
26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, PP No. 22
Tahun 2010)

31

W
U
P

WIUP/IUP
WIUP/IUP
WIUP/IUP

1.Penetapan WUP dilakukan oleh


pemerintah setelah koordinasi dgn
pemda
2.Pemerintah dpt melimpahkan
kewenangan penetapan kpd gubernur
3.WUP yang diusahakan disebut dengan
Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP)
4.Satu WUP terdiri dari satu atau lebih
WIUP
5.Luas dan batas WIUP ditetapkan oleh
pemerintah berkoordnasi dengan
pemda
6.Kriteria penetapan WIUP adalah, letak
geografis, kaidah konservasi, daya
dukung lingkungan, optimalisasi
sumberdaya mineral/batubara dan
32

W
P
R

IPR
IPR
IPR

1.Penetapan WPR dilakukan oleh bupati/walikota setelah


berkoordiansi dengan DPRD
2.Dalam penetapan WPR terlebih dahulu diumumkan
kepada masyarakat
3.Sebagai wadah kegiatan tambang rakyat
4.Izin pengusahaannya adalah Izin Pertambangan
Rakyat (IPR)
5.Kriteria WPR adalah :
a) Mempunyai cadangan sekunder yg terdapat di
sungai, tepi sungai dan antara tepi sungai
b) Mempunyai cadangan primer dgn kedalaman maks
25 m
c) Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai
purba
d) luas maks 25 hektar
e) Merupakan wilayah kegiatan tambang rakyat yang
sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 25 tahun

W
P
N

WIUPK/IUPK
WIUPK/IUPK
WIUPK/IUK

1.Penetapan WPN dilakukan oleh Pemerintah (untuk


kepentingan nasional) dgn memperhatikan
aspirasi daerah dan persetujuan DPR
2.WPN yang diusahakan disebut dengan Wilayah
Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK)
3.WIUPK ditetapka oleh pemerintah setelah
berkoordiansi dengan pemerintah daerah
4.Penetapan WIUPK dengan mempertimbangkan :
a)Pemenuhan bahan baku industri dan energi
dalam negeri
b)Sumber devisa negara
34
c)Kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan
sarana dan prasarana
d)Berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi
e)Daya dukung lingkungan
f) Penggunaan teknologi tinggi dan modal yang
besar

Explorasi Mineral dan batubara

PEMILIHAN DAERAH

GEOLOGI
KESAMPAIAN DAERAH DAN
ASESSIBILITAS
MORFOLOGI
DEMOGRAFI
STABILITAS POLITIK LOKAL DAN
KEAMANAN

GEOLOGI

DATA GEOLOGI REGIONAL

DATA GEOLOGI LOKAL

SKALA 1 : 250.000 ATAU 1 : 100.000


SKALA 1 : 50.000 ATAU 1 : 25.000

DATA PENUNJANG LAINNYA

INFORMASI LAIN SEPERTI LAPORAN-LAPORAN

KESAMPAIAN DAERAH DAN


ASESSIBILITAS

DARI IBUKOTA PROPINSI SAMPAI KE


LOKASI
PENCAPAIAN WILAYAH DALAM LOKASI
KONDISI INFRASTRUKTUR

MORFOLOGI

BENTUK BENTANG ALAM


SUNGAI

DEMOGRAFI
PENDUDUK
SUKU
AGAMA
MATAPENCAHARIAN
KEPADATAN PENDUDUK
DISTRIBUSI PENDUDUK

STABILITAS POLITIK DAN


KEAMANAN

BUDAYA LOKAL
POLITIK
KEAMANAN
DAERAH KONFLIK
DAERAH RAWAN

RESUME

HASIL KAJIAN
KOMODITAS
REGULASI
PEMILIHAN DAERAH
GEOGRAFI
DEMOGRAFI

EMUTUSKAN LANJUT KE TAHAP EKSPLORASI ATAU TIDAK

Вам также может понравиться