Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
MUH NUR FAITH ZULKARNAIN
GRESIK JAWA TIMUR
Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
MUH NUR FAITH ZULKARNAIN
NIM. 060810331P
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Sekertaris
Anggota
RINGKASAN
SUMMARY
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rakhmat dan hidayah-Nya, sehingga Praktek Kerja Lapang tentang
Identifikasi Parasit yang menyerang Udang Vannamei (litopenaeus vannamei). Di
Dinas Kelautan Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Gresik Propinsi Jawa
Timur ini dapat terselesaikan. PKL ini disusun berdasarkan hasil Praktek Kerja
Lapang yang telah dilaksanakan di Dinas Kelautan Perikanan, dan Peternakan
Kabupaten Gresik Propinsi Jawa Timur pada tanggal 24 Januari - 24 Pebruari
2011.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Hari Suprapto. M. Agr. selaku dosen pembimbing.
2. Ibu Dr. Gunanti Mahasari, Ir., M.Si. dan Prayogo, S.pi., MP. Selaku dosen
penguji yang telah menguji, memberikan arahan dan petunjuk dalam
penulisan laporan PKL ini.
3. Bapak Drs. Suyadi M.Si., selaku Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan
Peternakan Gresik yang telah memberikan fasilitas selama penulisan PKL.
4. Ibu Ir. Lilik Deswati selaku kepala UPT Laboratorim Kesehatan Ikan dan
Ternak DKPP Gresik yang telah memberikan fasilitas selama penulis
menjalani PKL.
5. Ibu Nurul Wahyuni SP.i., selaku staf UPT yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis selama PKL berlangsung.
6. Ibu Tri Hardinah A.Md.,selaku staf UPT yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis selama PKL.
7.
Bapak Ach Khofiyudin S.Pi., Kepala Sub Bagian Program dan Pelaporan
pada
bidang
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................
iv
SUMMARY ...................................................................................................
vi
viii
xi
xii
xiii
II
PENDAHULUAN ................................................................................
1.1
1.2
Tujuan ...........................................................................................
1.3
Manfaat .........................................................................................
2.1
4
4
4
7
7
8
2.2
10
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
B. Morfologi ..................................................................
C. Gejala Klinis ..............................................................
13
14
14
14
15
16
3.1
16
3.2
16
3.3
16
3.4
16
A. Observasi ...............................................................................
17
B. Wawancara ............................................................................
17
18
18
2.3
III
3.5
19
19
20
20
21
22
4.2
22
22
A.
B.
C.
D.
E.
F.
4.2.2
22
22
23
23
23
23
Prasarana .............................................................................
A. Transportasi ................................................................
B. Bangunan Penunjang ..................................................
24
24
24
4.3
24
24
26
26
27
27
4.4
28
4.5
33
33
33
34
5.1
Simpulan .......................................................................................
34
5.2
Saran .............................................................................................
34
35
LAMPIRAN ....................................................................................................
40
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
28
29
29
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
2.
3.
4.
Zoothamnim sp .......................................................................................
12
5.
Vorticella sp .............................................................................................
13
6.
Epistylis sp ...............................................................................................
14
7.
21
8.
25
9. A. Mikroskop ..........................................................................................
26
26
30
32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
40
41
42
43
44
6. Dokumentasi .............................................................................................
48
I PENDAHULUAN
terjadi ketika salah satu faktor tersebut di atas mengalami gangguan, seperti
kondisi udang stress. Udang yang stress akan lebih mudah terserang penyakit,
keadaan ini dapat didukung oleh kondisi lingkungan yang jelek, sehingga dengan
adanya patogen, udang akan lebih mudah terserang penyakit, karena kekebalan
tubuh udang menurun dan akhirnya menyebabkan kematian pada udang
(Soetomo,2003 dalam Ayu, 2009). Menurut Wijaya (2005), salah satu patogen
yang menyerang udang adalah parasit.
Kejadian penyakit pada udang oleh serangan parasit mortalitasnya
mencapai 41,582% (Mahasri dan Kismiyati, 2008), sehingga kasus ini tidak dapat
diabaikan begitu saja karena infeksi atau infestasi yang disebabkan oleh parasit
dapat menyebabkan infeksi primer artinya dalam kondisi udang yang lemah akibat
serangan parasit akan memudahkan masuknya patogen lain yang tentu akan
memperparah kondisi udang dan mempercepat terjadinya kematian (Handayani
dan Bambang, 1999).
Penyakit parasit pada udang vannamei memerlukan penanganan yang
tepat. Penanganan parasit yang salah dapat mengakibatkan resistensi parasit,
kematian pada udang vannamei yang terserang dan dapat menghambat proses
budidaya, sehingga diperlukan penanganan yang benar. Atas dasar pemikiran
tersebut maka dilakukan Praktek Kerja Lapang ini untuk mempelajari teknik
identifikasi parasit yang tepat.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan,
pengalaman dan ketrampilan serta mengetahui cara mengidentifikasi parasit pada
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di Dinas Kelautan, Perikanan dan
Peternakan, Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur.
1.3
Manfaat
1. Manfaat pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah Meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan, dan menambah wawasan di bidang perikanan
dalam megidentifikasi parasit yang menyerang udang vannamei.
2. Membandingkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang didapat
dari perkuliahan (kampus) dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) yang diterapkan di lapangan dan menelaah persamaan maupun
perbedaan yang ada.
3. Melatih mahasiswa untuk bekerja secara mandiri di lapangan dan
sekaligus melatih mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan kondisi di
lapangan pekerjaan yang nantinya akan ditekuni setelah lulus.
4. Dapat digunakan sebagai acuan serta pengetahuan bagi pembaca mengenai
teknik identifikasi yang tepat dalam usaha budidaya perikanan.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Klasifikasi
Klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) menurut Haliman
2.1.2
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Animalia
Metazoa
Arthropoda
Crustacea
Malacostraca
Eumalacostraca
Eucarida
Decapoda
Dendrobranchiata
Penaeidae
Litopenaeus
Litopenaeus vannamei
Morfologi
Secara umum tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua bagian, yaitu
bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (Cephalothorax) dan bagian
tubuh sampai ekor (Abdomen). Bagian cephalothorax terlindung oleh kulit chitin
yang disebut carapace. Bagian ujung cephalotorax meruncing dan bergerigi yang
disebut rostrum. Udang vannamei memiliki 2 gerigi di bagian ventral rostrum
sedangkan di bagian dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gerigi (Arifin dkk., 2007).
Tubuh udang vannamei beruas-ruas dan tiap ruas terdapat sepasang
anggota badan yang umumnya bercabang dua atau biramus. Jumlah keseluruhan
ruas badan udang vannamei umumnya sebanyak 20 buah. Cephalotorax terdiri
dari 13 ruas, yaitu 5 ruas dibagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Ruas I
terdapat mata bertangkai, sedangkan pada ruas II dan III terdapat antenna dan
antennula yang berfungsi sebagai alat peraba dan pencium. Pada ruas ke III
terdapat rahang (mandibula) yang berfungsi sebagai alat untuk menghancurkan
makanan sehingga dapat masuk ke dalam mulut (Adiwijaya dkk, 2008). Gambar
udang vannamei dapat dilihat pada gambar 1 dibawah.
5 cm
2.1.3
ketahui yaitu sifat nocturnal, sifat suka memangsa sesama jenis (kanibalisme) dan
proses ganti kulit (moulting), sifat nocturnal adalah sifat binatang yang aktif
mencari makan pada waktu malam. Pada waktu siang udang vannamei lebih suka
beristirahat baik membenamkan diri di dalam lumpur maupun menempel pada
suatu benda yang terbenam dalam air (Rachmansyah dkk, 2006).
Menurut Kungvankij et al (1986), perkembangan pada stadium nauplius
udang vannamei terdiri dari enam instar, yaitu nauplius I ditandai dengan adanya
setae yang pendek pada antena, pada nauplius II ujung antena pertama terdapat
setae yang satu panjang dan dua lainnya pendek. Nauplius III, furcal dua buah
mulai terlihat jelas, masing masing dengan tiga duri yang terdiri dari tunas
maxilla dan maxilliped. Nauplius IV, pada masingmasing furcal terdapat 4 buah
duri, dan exopoda pada antenna kedua yang beruas-ruas. Nauplius V ditandai
dengan tumbuhnya tonjolan pada pangkal maxilla dan organ bagian depan mulai
tampak jelas. Nauplius VI, perkembangan setae semakin sempurna dan duri pada
furcal tumbuh semakin panjang
2.1.4
Siklus hidup
Udang vannamei biasa kawin di daerah lepas pantai yang dangkal. Proses
mm. Dalam waktu 13-14 jam, telur kecil tersebut berkembang menjadi larva
berukuran mikroskopik yang disebut nauplii atau nauplius (Perry, 2008). Gambar
siklus hidup udand vannamei dapat dilihat pada gambar 3.
2.1.5
Makanan
Menurut Suprapto (2005), udang vannamei membutuhkan pakan dengan
kandungan protein 25-30%, lebih rendah ketimbang udang windu. Di samping itu
feeding efficiency-nya juga lebih baik, dengan FCR 1: 1,2 pada budidaya
vannamei secara intensif, sedangkan FCR udang windu 1:1,6. Karena kedua
alasan tersebut dan dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan sintasan yang lebih
tinggi, maka biaya produksi udang vannamei
2.2
interaksi antara agen penyakit misalnya parasit dengan kondisi lingkungan serta
udang itu sendiri. Penurunan kualitas lingkungan akibat penumpukan bahan
organik, dan sebagai dampak dari kegiatan intensifikasi tambak menyebabkan
udang stress dan akhirnya rentan terhadap penyakit.
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup didalam atau pada tubuh
organisme lain, sehingga memperoleh makanan dari inangnya tanpa ada
kompensasi apapun (Handjani, dan Samsundari. 2005)
Irawan (2000) menyatakan bahwa berdasarkan daerah penyerangannya
parasit dibagi menjadi dua golongan : (1) Eksternal parasit atau ektoparasit yaitu
parasit yang hidup dibagian luar hewan inang, dapat hidup dikarapas, antenna,
kaki renang, mata ekor dan insang; (2) Endoparasit yaitu parasit yang hidup
dibagian hewan dalam hewan inang, hidup disaluran darah, otot, internal (otak,
hati, ginjal) infeksi parasit ini melalui oral dan mulut.
Parasit dapat dengan mudah menyerang udang vannamei bila kualitas air
pemeliharaan kurang baik, terutama bila kandungan bahan organik dalam air
tinggi. Parasit akan menempel pada insang, kaki renang dan kaki jalan. Dalam
kondisi yang lebih parah, parasit akan menempel pada permukaan tubuh udang
vannamei. Parasit dapat terlepas dari tubuh udang vannamei jika udang yang
terserang parasit telah mengalami moulting (Haliman dan Adijaya, 2005).
Menurut Sudrajat (2010), parasit yang menyerang udang vannamei yang sering
ditemukan pada pemeliharaan udang pada kualitas air yang kurang baik umumnya
berasal dari kelas Ciliata. Beberapa spesies dari kelas Ciliata antara lain
Zoothamnium sp., Vorticella sp., dan Epistylis sp. Protozoa yang menyerang
udang yang sering ditemukan pada pemeliharaan udang pada kualitas air yang
kurang baik dari kelas ciliata. Beberapa spesies dari kelas ciliata adalah sebagai
berikut:
2.2.1
Zoothamnium sp.
A.
Klasifikasi
Menurut Mahasri dan Kismiyati (2008), klasifikasi Zoothamnium sp.
: Protozoa
: Ciliata
: Peritricha
: Vorticellidae
: Zoothamnium
: Zoothamnium sp.
Morfologi
Zoothamnium sp. merupakan parasit bersifat ektoparasit yang dapat
2.2.2
A.
Vorticella sp.
Klasifikasi
Menurut Verma (2005), klasifikasi Vorticella sp. adalah sebagai berikut :
Phylum
Kelas
Subklas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
B.
: Protozoa
: Ciliata
: Protociliata
: Peritricha
: Vorticellidae
: Vorticella
: Vorticella sp
Morfologi
Vorticella sp. memilki ukuran lebih besar pada peristome, dan memiliki
silia. Tangkai berbentuk pipih dan silindris. Memiliki vakuola kontraktil 1 sampai
2 buah. Sel Vorticella sp. berwarna kuning kehijauan. Hidup soliter dan
menempel pada substrat (Dana dan Hadiroseyani, 1989). Bentuk tubuh Vorticella
sp. dapat dilihat pada gambar 5.
Gejala Klinis
Gejala klinis udang yang terserang Vorticella sp. hampir sama dengan
udang yang terserang Zoothamnium sp. udang berenang ke permukaan kolam dan
tubuhnya berwarna buram. Insang yang terinfeksi berwarna kecoklatan. Proses
moulting terhambat dan timbul peradangan pada kulit (Direktorat Kesehatan Ikan
dan Lingkungan, 2010).
2.2.3
Epistylis sp.
A.
Klasifikasi
Menurut Kudo (1977), klasifikasi dari Epistylis sp. adalah sebgai berikut :
Phylum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
B.
: Protozoa
: Ciliata
: Peritricha
: Epistylidae
: Epistylis
: Epistylis sp
Morfologi
Epistylis sp. hidup dalam bentuk koloni bertangkai yang tidak
Gejala Klinis
Penampilan udang vannamei menjadi tidak menarik. Tubuh udang
2.3
udang vannamei dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara visual atau
makroskopis dan secara mikroskopis.
2.3.1
Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan makroskopis dapat dilakukan dengan cara melihat atau
mengamati secara langsung, baik penampilan maupun tingkah laku udang hidup
karena udang yang sakit akan memperlihatkan gejala yang berbeda dari udang
sehat. Beberapa parasit yang ukurannya besar dapat dilihat secara visual dengan
menggunakan kaca pembesar. Pemeriksaan secara visual juga dapat dilakukan
dengan melihat organ dalam pada udang, seperti usus dan hepatopankreas dengan
cara
pembedahan.
Adanya
infeksi
endoparasit
dapat
mengakibatkan
2.3.2
Pemeriksaan mikroskopis
Udang vannamei yang akan diperiksa secara mikroskopis harus dalam
keadaan hidup. Hal ini penting untuk pemeriksaan beberapa jenis protozoa yang
sukar terlihat pada udang yang sudah lama mati atau dibekukan. Beberapa jenis
ektoparasit akan melepaskan diri setelah inangnya mati atau mati bersama dengan
inangnya dan akan sulit diidentifikasi.
Selama pemeriksaan, udang sebaiknya dipertahankan dalam keadaan
basah karena kekeringan akan mengakibatkan kematian beberapa ektoparasit yang
terdapat di permukaan tubuh udang. Pemeriksaan secara mikroskopis dengan cara
scrapping pada permukaan tubuh dan usus udang vannamei (Taslihan, 2006
dalam Ayu, 2009), pewarnaan dan secara histopatologi (Islahuttamam, 2008).
Prosedur pemeriksaan mikroskopis ini menurut Islahuttamam (2008),
adalah sampel udang vannamei dibunuh dengan cara menusuk bagian atas kepala.
Selanjutnya dilakukan scrapping pada bagian kulit, insang dan ekor dengan
menggunakan alat Disetting set. Hasil scrapping yang berupa lendir diletakkan
pada obyek glass, dan ditetesi dengan aquadest atau air secukupnya dan ditutupi
dengan cover glass. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran
100-400x. Parasit dapat diamati.
metode
penelitian
yang
berusaha
menggambarkan
dan
seperti hasil wawancara, pengisian kuisioner yang dilakukan peneliti (Siagian dan
Sugiarto, 2002). Dalam pengumpulan data primer dapat digunakan beberapa
metode yaitu observasi, wawancara (interview), dan partisipasi aktif maupun
memakai instrument pengukuran tertentu yang khusus sesuai dengan tujuan
(Azwar, 1998).
A. Observasi
Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan meliputi kegiatan
pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera. Dalam artian observasi dapat dilakukan dengan tes, dan rekaman gambar
(Hendri, 2009). Observasi praktek kerja lapangan ini dilakukan terhadap berbagai
hal yang berkaitan dengan pemeriksaan parasit pada udang vanamei meliputi
kegiatan pemeriksaan parasit pada udang vanamei serta sarana prasarana yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan parasit pada udang vanamei di Dinas Kelautaan
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik.
B. Wawancara
Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan tanya jawab
sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan kegiatan.
Dalam wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara
mahasiswa dengan subyek, yaitu pegawai atau pembimbing lapangan sehingga
pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara
keseluruhan. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab mengenai sejarah
berdirinya Dinas Kelautaan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik. Struktur
C. Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif dilakukan dengan mengikuti secara langsung beberapa
kegiatan yang dilakukan dalam pemeriksaan parasit pada udang vanamei di Dinas
Kelautan Perikanan dan Peternakan.
4.1
4.1.1
4.1.2
Sejarah Berdirinya
Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (DKPP) Gresik dalam
4.1.3
dan Peternakan Kabupaten Gresik mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai
berikut yaitu (a). Tugas Pokok Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan
Kabupaten Gresik yaitu Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan mempunyai
tugas membantu Bupati dalam menyelenggarakan urusan Rumah Tangga Daerah
dan tugas pembantuan dibidang Kelautan dan Perikanan. (b). Fungsi Dinas
Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik yaitu : (a). Pelaksanaan
pembinaan dan pengembangan teknis kewenangan Kelautan, Perikanan dan
Peternakan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala daerah. (b).
Penyusunan rencana dan pelaksanaan program pembangunan bidang Kelautan,
Perikanan dan Peternakan yang menjadi kewenangan Kabupaten. (c). Pelaksanaan
dan
Peternakan
yang menjadi
kewenangan
Kabupaten.
(d).
4.1.4
Struktur Organisasi
Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik dibentuk
berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2008 dan ditindak lanjuti dengan keputusan
Bupati No. 45 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas
Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik. Struktur organisasi DKPP
Gresik dapat dilihat pada gambar 7.
Kepala Dinas
Sekertariat
Bidang
Kelautan
Bidang
Perikanan
Bidang
Peternakan
Bidang
pemberdayaan
Jabatan
Fungsional
Unit
Pelaksana
4.1.5
Kepegawaian
DKPP Gresik dalam melaksanakan tugasnya memerlukan sumberdaya
manusia yang cukup. DKPP Gresik didukung oleh sumberdaya manusia sebanyak
100 orang, terdiri atas 97 dan 3 orang tenaga honorer.
4.2
4.2.1. Sarana
A. Ruang Uji Kualitas Air dan Tanah
Ruang uji kiualitas air dan tanah merupakan ruangan yang berfungsi untuk
menguji kualitas air dan tanah untuk menunjang kegiatan para pembudidaya ikan
dan udang. Luas ruangan 25 m. Di Laboratorium ini mempunyai sarana dan
prasarana yaitu meliputi 1 buah spectrometer, 1 buah PH soil tester, 1 buah
revractometer, 1 buah frezzer untuk penguji PCR dengan suhu -25C, 1buah MV
meter, 1 buah ayakan bersusun, 1 buah Cool Box, 1 buah BOD jamper, 1 buah DO
meter, 5 buah cawan petri, 6 buah baker glass, 1 buah etalase, 1 buah timbangan.
B.
berbagai macam virus melalui hasil reaksi berantai suatu primer dari sequence
DNA dengan bantuan enzyme polymerase sehingga terjadi amplifikasi DNA
secara in vitro. Di Laboratorium ini mempunyai sarana dan prasarana yaitu
meliputi 1 buah alat hand laminar flow, 6 buah micropipet, 1 buah centrifuge, 1
buah mesin vortex, 1 buah water BUD, 1 buah Frezzer, 1 unit sarung tangan, 1
unit masker, 1 lt botol alkohol 96%, 1 lt Aquades, dan 1 buah stopwatch.
C. Ruang Amplifikasi
Ruang Amplifikasi berfungsi untuk mengelola hasil ekstraksi DNA sampai
terbaca di transilminator. Di Laboratorium ini mempunyai sarana dan prasarana
yaitu meliputi 1 buah microwafe, 1 buah cctv, 1 buah printer, 1 buah uv document
dan 1 buah master cycler personal.
D. Ruangan Timbangan
Ruangan timbangan berfungsi untuk menimbang bahan-bahan yang akan
dilakukan pengujian dan untuk menyimpan bahan-bahan kimia. Di Laboratorium
ini mempunyai sarana dan prasarana yaitu meliputi 1 buah timbangan analytic
balance, 6 ltr alcohol, 2 ltr aquades dan 1 buah hot plate.
E. Ruangan Sterilisasi
Ruangan sterilisasi berfungsi untuk mensterilisasi alat dan menyimpan
alat. Di Laboratorium ini mempunyai sarana dan prasarana yaitu meliputi 1 buah
autoclave, 1 buah pellet pastel, 1 lemari sterilisasi, 12 buah cawan petri, 4 tabung
reaksi, 6 buah elenmeyer, 4 buah gelas ukur, 4 buah labu ukur, 4 buah Bunsen, 1
buah turbidimeter, 1 buah squit 3cc, dan 1 buah colony counter.
F. Ruangan Mikrobiologi
Ruangan mikrobiologi berfungsi untuk melaksanakan kerja Mikrobiologi,
identisifikasi parasitologi, perhitungan total bakteri, penentuan angka lempeng
total dan pengecetan bakteri. Peralatan lab ini yaitu: 2 buah mikroskop, 1 buah
laminar flow, 1buah Bunsen, 2 gelas ukur, 4 buah tabung ukur, 2 buah mikropipet,
1 ltr alkohol, 1 buah frezzer, 1 paket cover glass, dan 1 paket obyek glass.
4.2.2.
Prasarana
A. Transportasi
Guna mendukung kelancaran tugas dan kegiatan Dinas
Kelautan
B. Bangunan Penunjang
Bangunan yang dimiliki DKPP Gresik adalah berupa perkantoran,
laboratorium, garasi, kantin. Gedung perkantoran meliputi : gedung utama (1
lantai) yang digunakan untuk ruang perputakaan, ruang rapat, ruang kepala dinas,
ruang staf, dan ruang sekertariat. Selain saranaa tersebut, DKPP Gersik memiliki
sarana berupa jalan aspal yang menghubungkan masing-masing perkantoran, dan
Sarana lain berupa : Musholla sebagai sarana ibadah. Ruang staf berfungsi untuk
mengelola data yang dibtuhkankan oleh instansi.
4.3
4.3.1
mengacu pada metode yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional
berupa Standard Nasional Indonesia (SNI). Identifikasi ini dilakukan untuk
sampel internal (sampel dari tambak-tambak DKPP Gresik) maupun eksternal
(sampel dari balai lain yang bekerja sama dengan DKPP Gresik) serta menetapkan
rencana dan prosedur pengambilan sampel yang akan di uji berdasarkan SNI.
4.3.2
Identifikasi Parasit
Identifikasi parasit pada pemeliharaan udang vannamei dilaksanakan di
4.3.3
a.
Gambar 9. a. Mikroskop
b. Disetting set
4.3.4
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada waktu PKL berupa udang vannamei yang
diduga terserang parasit dalam kondisi hidup yang berasal dari 7 kecamatan yang
berbeda, setiap kecamatan sampel udang vannamei berjumlah 5. Pengambilan
sampel udang dilakukan setiap 2x seminggu pada waktu pagi hari. Banyaknya
sampel yang diambil sekitar 75 ekor udang vannamei, dan banyaknya udang yang
terinfeksi parasit adalah 10 ekor udang vannamei.
Sampel yang diambil adalah sampel yang menunjukkaan gejala klinis dan
tingkah laku terserang penyakit parasit seperti diam di dasar kolam, lemas, nafsu
makan menurun, berenang dengan menonjolkan kepalanya ke permukaan, atau
berenang ke tepi (pematang) kolam seperti pendapat (Holt. 2009). Pengambilan
sampel dilakukan di pembudidaya udang vannamei di wilayah Gresik, dengan
mengambil lendir yang ada di kulit dan insang. Sampel yang diambil untuk
identifikasi penyakit parasit adalah sampel yang dalam kondisi masih hidup,
karena sampel yang sudah mati umumnya beberapa jenis parasit sudah rusak,
sehingga sulit untuk dikenali (Astuti, 2006).
4.3.5
Prosedur Kerja
Prosedur kerja identifikasi parasit yang dilakukan di Laboratorium
dengan cara menusuk bagian atas kepala. Selanjutnya dilakukan scrapping pada
bagian kulit, insang dan ekor. Hasil scrapping yang berupa lendir diletakkan pada
obyek glass, dan ditetesi dengan aquadest atau air secukupnya dan ditutupi dengan
cover glass. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100400x. Hasil pengamatan dicocokan pada gambar atau buku identifikasi parasit
yang menunjukkan infeksi seragan parasit. Alur prosedur kerja identifikasi parasit
dapat dilihat di tabel 1.
4.4
PKL dapat dilihat pada Lampiran 4 Jumlah sampel yang diperiksa selama PKL
adalah 75 ekor udang vannamei dalam kondisi hidup. Dari 75 ekor jumlah sampel
udang vannamei hidup yang diperiksa, sebanyak 10 ekor udang vannamei yang
positif terinfestasi parasit. Hasil pemeriksaan parasit pada sampel yang diperiksa
dalam kondisi hidup dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan parasit yang
ditemukan dalam pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Kondisi dan
Jumlah Sampel
Hidup
75 ekor
Kondisi
Predileksi
Sampel
Kulit
1
75 ekor
(100 %)
Jenis Parasit
yang
Ditemukan
(+)
Persentase
(%)
(-)
Persentas
e(%)
Vorticella sp.
Zoothamnium
sp.
2
4
2,66
5,33
73
71
97,34
94,67
Vorticella sp.
Zoothamnium
sp.
2
2
2,66
2,66
73
73
97,34
97,34
Hidup
Insang
inangnya mati, secara umum parasit akan terlepas dan mencari inang baru sebagai
media pertumbuhan barunya atau mati bersama inangnya. Parasit yang paling
banyak ditemukan pada pemeriksaan udang vannamei adalah Zoothamnium sp.
Gambar Zoothamnium sp. pada kulit dan insang udang vannamei dapat dilihat
pada Gambar 10.
Gambar 10. Zoothamnium sp. pada kulit udang vannamei (perbesaran 400x).
Zoothamnium
sp.
melekat
pada
permukaan
tubuh
dan
insang.
Zoothamnium sp. adalah jenis ciliata, yang paling umum sebagai penyebab
kematian pada udang vannamei. Zoothamnium sp. mempunyai kemampuan
menembus karapas udang dan menyebabkan kerusakan pada permukaan kulit
bagian dalam (Mahasri, 2008a). Menurut Giogertti (1989), faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan parasit ini adalah perairan dengan padat penebaran
yang tinggi, pemberian pakan terlalu banyak dan kadar oksigen rendah.
Pemberian pakan yang terlalu banyak menyebabkan sisa pakan yang tertinggal di
kolam banyak pula sehingga kandungan bahan organik dalam kolam tinggi dan
memacu pertumbuhan parasit ini. Kelimpahan Zoothamnium sp. dapat
Gambar 11. Vorticella sp. pada insang udang vanamei (perbesaran 1000x).
Keterangan : a= vakuola kontraktil, b= cytosome, c= cytopharynx, d= tangkai
4.5
4.5.1
terserangnya hama dan penyakit. Pada saat musim hujan tidak dilakukan
pembenihan karena salinitas air laut saat turun hujan rendah, sedangkan untuk
melakukan pembenihan dibutuhkan salinitas air yang tinggi, sehingga produksi
udang vannamei menurun.
4.5.2
5.1
Kesimpulan
1. Identifikasi parasit pada udang vannamei dilakukan dengan 2 metode yaitu
pemeriksaan
secara
makroskopis
dan
mikroskopis.
Pemeriksaan
sedangkan
5.2
Saran
1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ke Laboratorium parasit secara rutin
oleh pemilik tambak agar dapat mengetahui serangan parasit yang
mengakibatkan kematian.
2. Penebaran udang vannamei sebaiknya dilakukan pada pagi hari dimana
suhu relatif tidak panas, dan factor fisika, kimia, dan biologi harus
diterapkan sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, D. 2009. Identifikasi Penyakit pada Ikan atau Udang di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 5-13
Astuti, SM. 2006. Mikrobiologi. Balai besar Pengembangan Budidaya Air Payau
Jepara. Jepara. Hal 7-14.
Barnes, RB. And EE Ruppert. 1991. Inverteberata zoology. Six edition. Sounders
College Publishing. New York : 124-146.
Bratvold D, Browdy CL. 2001. Effect of sand sediment and vertical surfaces
(AquaMatsTM) on production, water quality, and microbial ecology in an
intensive Litopenaeus vannamei culture system. Aquaculture 195 : 81 94
p
Briggs, M., Smith, S.F., Subasinghe, R., Phillips, M. 2004. Introduction and
Movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and The
Pacific. RAP Publication 2004/10. : 136-140.
Brock, J. A. and B. L. Master. 1996. Alook at the Principal Bacterial, Fungal and
Parasitic Disease of Farmed Shrimp. Departement of Land and Natural
Resource State of Hawaii. Hawaii. 15 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan 2010. Monitoring Penyakit Pada Ikan Air Tawar
dan Penyakit Pada Udang Vannamei. Propinsi Jawa Timur. 20 hal.
Erwinda, YE., 2008. Pembenihan Udang Putih Vannamei secara Intensif. http:
www. Sith. Itb. ac.id. 30 September 2009. Hal 11.
FAO. 2010. The State of World Fisheries and Aquaculture 2000. Rome: FAO. pp
1-9.
Foissner, W., Berger, H. & Kohmann, F. 1992. Taxonomiy ang Revision Ciliata
des
Saprobiensystems-Band
II:
Peritrichida,
Heterotrichida,
Odontostomatida. Information Bayer. Landesamtes Wass., 5/92:1502.
Handajani, H dan Sri Samsundari. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. UMM Press:
Malang. 11 hal.
Holt,
Irawan, A. 2000. Penangulangan Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit CV. Aneka
Solo. 14-20 hal.
Islahuttamam. 2008. Shrimp Disease and Prevention. Balai Budidaya Air Payau
Ujung Batee. Nanggroe Aceh Darussalam. 28 hal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010. Konsumsi Ikan 2014 di Genjot Naik
39%. http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/2421/konsumsi-ikan-2014digenjot-naik-39. 03/01/2011. 1 hal.
Mahasri, G. 2008b. Survival Rate (SR) Udang Windu (Penaeus monodon Fab.)
yang Diimunisasi dengan Whole Protein Zoothamnium penaei Asal
Tambak di Pantai Utara dan Selatan Jawa Timur Sebagai Agen Penyebab
Zoothamniosis. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Surabaya. 8 hal.
Mahasri, G. dan dan kismiyati. 2008. Parasit dan Penyakit Ikan I, Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. 46 hal.
Sladecek V (1971) Saprobic sequences within the genus Vorticella. Water Res 5:
11351140.
Samhudi, M. F. 1985. Komposisi Desain Riset. Ramdhani. Solo. 25 hal.
Siagian, D. dan Sugiarto. 2002. Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 414 hal..
Siagian, D. dan Sugiarto. 2002. Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 414 hal.
Yanto, H. 2006. Diagnosa dan Identifikasi Penyakit Udang Asal Tambak Intensif
dan Panti Benih di Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi VII (1). hal. 27-28.
LAMPIRAN
U
*
B
*
S
1
2
10
11
12
7
14
13
*
21
8
1. Parkir
2. ruang Penyuluh
3. Ruamg Skretaris
4. Ruang Koprasi
5. Kamar Mandi
6. Keuangan
7. Kepala Dinas
8. Mushola .
9. Ruang Kelautan
10. Gudang
20
19
17
15
22
23
11.Skretariat
12. Ruang Perikanan
13.Ruang Pemberdayaan
14. Parkir
15. Ruang uji kualitas Air
16. Ruang Staf
17. Ruang PCR
18. Ruang Rapat
19. Ruang Ekstrasi DNA
20. Kamar WC
24
25
18
16
Lokasi Pengambilan
Sampel
Parasit yang
ditemukan
NO
Tanggal
Sampel
24-012011
Udang
Vannamei
Kec. Bungah
25-012011
Udang
Vannamei
Vorticella sp &
Zoothamium sp
26-012011
Udang
Vannamei
02-022011
Udang
Vannamei
Zoothamium sp
08-022011
Udang
Vannamei
Vorticella sp
14-022011
Udang
Vannamei
21-022011
Udang
Vannamei
22-022011
Tidak ada
sampel
23-022011
Udang
Vannamei
Vorticella sp &
Zoothamium sp
-
NO
Parameter
Kisaran
Salinitas
15 25
Suhu
Oksigen (ppm)
3,0 - 7,5
PH air
7,5 - 8,3
Alkalinitas (ppm)
120 160
Nitrit (ppm)
0,01 - 0,05
NH3 (ppm)
0,05 - 0,10
H25 (ppm)
0,01 - 0,05
10
Phospat (ppm)
11
Transparasi
28,5 - 31,5
< 55
0,10 - 0,25
30 40
TANGGAL
LOKASI
BAHAN UJI
PENGAMBILAN
SAMPEL
HASIL UJI
26-01-2011
7,08
26-01-2011
27-01-2011
Suhu Air
28,7 C
Nitrat
0,9
Nitrit
0,042 mg/L
Amoniak
0,21 mg/L
Alkalinitas
4,00 m,mol
4,89
2
Suhu Air
25 C
Nitrat
4,6
Nitrit
0,36 mg/L
Amoniak
0,04 mg/L
Alkalinitas
6,30 m.mol
6,15
2
Suhu Air
25 C
Nitrat
21,7
Nitrit
0,059 mg/L
Amoniak
0,14 mg/L
Alkalinitas
4
27-01-2011
31-01-2011
02-02-2011
2,50 m,mol
7,25
2
Suhu Air
26 C
Nitrat
1,6
Nitrit
0,014 mg/L
Amoniak
0,23 mg/L
Alkalinitas
3,90 m,mol
7,44
3
Suhu Air
26 C
Nitrat
-0,7
Nitrit
0,137 mg/L
Amoniak
0,17 mg/L
Alkalinitas
6,50 m,mol
7,44
2
Suhu Air
25 C
Nitrat
2,1
Nitrit
0,014 mg/L
Amoniak
0,13 mg/L
Alkalinitas
6,90 m,mol
08-02-2011
14-02-2011
21-02-2011
Ds Abar-abir. PH Air
Kec Bungah
Salinitas Air
7,03
2
Suhu Air
27 C
Nitrat
5,0
Nitrit
0,037 mg/L
Amoniak
Alkalinitas
2,20 m,mol
7,15
4
Suhu Air
27,9 C
Nitrat
2,8
Nitrit
0,027 mg/L
Amoniak
0,11 mg/L
Alkalinitas
3,50 m,mol
Ds Kemangi. PH Air
Kec Bungah
Salinitas Air
7,99
4
Suhu Air
26 C
Nitrat
6,8
Nitrit
0,065 mg/L
Amoniak
0,34 mg/L
Alkalinitas
2,15 m,mol
10
23-02-2011
Ds
Serowo. PH Air
Kec Sidayu
Salinitas Air
8,86
5
Suhu Air
27 C
Nitrat
2,1
Nitrit
0,013 mg/L
Amoniak
0,11 mg/L
Alkalinitas
3,20 M,mol
Lampiran 7. Dokumentasi
Gambar : Mv meter
mengukur Redox tanah
Gambar : pH Meter
untuk
Gambar : Refraktometer
Gambar : Spektrofotometer
Gambar : DO Meter