Вы находитесь на странице: 1из 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu dalam menghadapi setiap stres akan memberikan respon
yang sangat beragam dan unik. Semua unsur dari individu akan terpengaruh
dengan adanya stressor, baik biologi, psikologi, sosial, spiritual maupun
kultural. Respon-respon individu ada yang masih dalam rentang yang
adaptif maupun yang maladaptif. Respon yang adaptif tentunya individu
bisa mengelola stres dengan baik menggunakan mekanisme koping yang
tepat bagi dirinya. Tetapi respon yang maladaptif akan sangat merugikan
invidu kearah suatu gangguan kejiwaan yang

dapat merusak konsep

dirinya. Bahkan bisa menimbulkan suatu ganggauan stres karena trauma.


Perawat sebagai tenaga profesional harus mempunyai pengetahuan tentang
stres, mekanisme koping yang tepat bagi stres dan cara penanganannya,
sehingga mereka dapat mengenalinya apabila terjadi pada klien dan
keluarga. Pada akhirnya dapat melakukan pencegahan secara efektif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalh diatas, maka penulis dapat
merumuskan masalah :
1. Apa itu konsep stress dan konsep koping ?
2. Bagaimana model teoritical stress?
3. Apa saja penyakit yang berhubungan dengan stress dan PTSD ?
4. Apa trend an isu yang berkaitan dengan pelaksanaan stress seperti tepai
psikofarmka dan terapi aktivitas kelompok ?
5. Bagaimana pengukuran strategi koping dan apa aspek sosial budaya
koping?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyusun makalah ini mahasiswa mampu dan mengerti
konsep stres dan koping serta aplikasinya dalam keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a)
Mahasiswa keperawatan mengerti dan memahami konsep stres
(pengertian, sumber, anatomi, dan fisiologis respons stress manusia,
b)

indikator, dan jenis).


Mahasiswa keperawatan mengerti dan memahami model teoritical

c)
d)
e)

stress.
Mahasiswa Keperawatan mengerti dan memahami penyakit yang b
erhubungan dengan stress
Mahasiswa keperawatan mengerti dan memahami tentang trend dan
isu

f)

yang

berkaitan

dengan

penatalaksanaan

stress

terapi

psikofarmaka.
Mahasiswa Keperawatan mengerti dan memahami tentang trend dan
isu yang berkaitan dengan penatalaksanaan stress ; terapi aktivitas

g)

kelompok.
Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang Post Traumatic

h)

Stress Disorder ( PTSD ).


Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang pengertian dan

i)

pentingnya koping.
Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang pengukuran

j)

strategi koping.
Mahasiswa mampu dan mengerti tentang aspek sosial dan budaya
koping.

D. Ruang Lingkup
1.3.1. Konsep stress
1.3.2. Model teoritical stress.
1.3.3. Penyakit yang berhubungan dengan stress
1.3.4. Trend dan isu penatalaksanaan stres yaitu terapi psikofarmaka
dan terapi aktivitas kelompok
1.3.5. Post Traumatic Stress Disorder
1.3.6. Konsep, pengukuran strategi dan aspek budaya koping.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan pada makalah ini adalah :
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum


1.2.2 Tujuan Khusus
1.3. Ruang Lingkup
1.4. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Stress
2.1.1. Konsep stres (pengertian, sumber, anatomi, dan fisiologis
respons stress manusia, indikator, dan jenis)
2.1.2. Model teoritical stress
2.1.3. Penyakit yang berhubungan dengan stress
2.1.4. Trend dan isu penatalaksanaan stress; terapi psikofarmaka.
2.1.5. Trend dan isu penatalaksanaan stress; terapi aktivitas kelompok.
2.1.6. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
2.2. Konsep Koping
2.2.1 Pengertian dan pentingnya koping
2.2.2. Pengukuran strategi koping.
2.2.3. Aspek sosial dan budaya koping.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. KONSEP STRES
2.1.1 Pengertian Stres, sumber, anatomi, fisiologis, respon stress,
indikator dan jenis stress
A. Pengertian Stress
Stres adalah fenomena yang mempengaruhi semua dimensi dalam
kehidupan seseorang, yang merupakann segala masalah atau tuntutan untuk
menyesuaikan diri dan mengganggu

keseimbangan kehidupan (Potter

&Perry, 2009). Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik
mengahruskan seseorang individu untuk berespon untuk melakukan
tindakan (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2009).
Menurut Hawari (2006), stress didefinisikan sebagai suatu respon
tubuh terhadap respon psikososial tekanan mental atau beban kehidupan.
Sedangkan Keliat (2011) mengungkapkan bahwa stress adalah perubahan
hidup yang memerlukan perubahan.
Jadi stress adalah Stres adalah segala situasi dimana tuntutan

nonspesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan


tindakan. Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan
psikologis. Stres dapat menyebabkan perasaan negatif atau yang berlawanan
dengan apa yang di inginkan atau mengancam kesejahteraan emosional.
Stres dapat mengganggu cara seseorang dalam menyerap realitas,
menyelesaikan masalah, hubungan seseorang dan rasa memiliki.
B. Sumber Stress
Stimulus yang mengawali individu terhadap perubahan perilaku
disebut stressor atau sumber stress. Menurut Potter dan Perry (2009),
stressor dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Steressor internal
Stressor ini berasal dalam diri seseorang. Misalnya demam, kondisi
kehamilan, menoupose, atau suatu keadaan emosi seperti bersalah.
2. Stressor ekstrenal
Stressor yang berasal dari luar diri seseorang. Misalnya perubahan yang
bermakna dengan suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau
masyarakat.
Menurut Keliat (2011) ada 4 sumber stress yaitu :
1. Lingkungan : Cuaca, peraturan, suara.
2. Sosial
: Hubungan antar manuasia
3. Fisik
: Tumbuh kembang, proses penuaan, proses penyakit, gizi
4. Pikiran

buruk
: Persepsi terhadap masalah, prakiraan yang akan datang.

Menurut Maramis (1999) dalam Sunaryo ada 4 sumber penyebab


stres psikologis, yaitu:
1. Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena adanya hal
melintang.
2. Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih diantara dua atau lebih macam
keinginan atau kebutuhan atau tujuan.
3. Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-sehari.tekanan dapat berasal

dari dalam diri sendiri dan dari luar induvidu.


4. Krisis
Keadaan yang mendadak yang menimbulkan stress pada individu.
DeLaune dan Ladner (2002) dalam buku Fundamental of
Nursingmenjelaskan bahwa ada 6 (enam) macam tipe stressor atau sumbersumber stress, yaitu :
Type Stresor

Contoh

Physiologis

- perkembangan(pergantian
perkembangan

Psikologis

Kognitif
Lingkungan

ke

dari

tahap

satu

perkembangan

selanjutnya)
Trauma
penyakit
gizi buruk/kurang nutrisi
Nyeri
Ketidak nyamanan
gangguan tidur
kelaparan
kecemasan
ketakutan
kemarahan
kurang bahagia
Pikiran
Persepsi
Interpretasi terhadap kejadian
Temperatur
polusi udara
polusi suara
kesesakan/kepadatan
tekanan waktu

C. Sindrom adaptasi umum (General Adaptation Syndrom)


Sejak tahun 1930 hingga 1950, Hans Selye mengembangkan hipotesis
lari atau lawan dari Cannon untuk mendeskripsikan GAS, yaitu tiga tahap
reaksi terhadap stres (Page dan Lindsey, 2003). GAS menggambarkan
bagaimana respon tubuh terhadap stressor melalui reaksi peringatan, tahap
pertahanan dan tahap kelelahan. GAS melibatkan beberapa sistem tubuh,
terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin dan respon cepat
terhadap stres.

tahap

Ketika tubuh mendapatkan kebutuhan fisik seperti trauma, maka


kelenjer putuitari berkomunikasi dengan hipotalamus yang menyekresikan
endorfin. Endorfin adalah hormon yang bekerja pada otak (seperti morfin
dan opiate) menghasilkan perasaan damai dan mengurangi rasa nyeri
(lazarus, 1999). Dengan cara ini GAS melindungi terhadap stres, baik
melalui aktivitas sistem neuroendokrin dan melalui penyediaan endorfin
yang menurunkan rasa nyeri.
1. Alarm Reaction Stage (Reaksi Peringatan)
Stres menstimulasi pesan psikologis tubuh dari hipotalamus ke
kelenjer (misalnya, kelenjer adrenal untuk mengirim adrenalin dan
norepinefrin sebagai pembangkit emosi), penigkatan kadar hormon
mengakibatkan:
a. Peningkatan volume darah.
b. Penigkatan kadar glukosa darah.
c. Penigkatan denyut jantung
d. Peningkatan aliran darah ke otot, masukan oksigen dan
kesadaran mental.
(Page dan Lindsey, 2003)
Selain itu, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan lapang
pandang terluas. Perubahan dalam sistem tubuh tesebut mempersiapkan
individu untuk melawan atau meninggalkan dan biasanya berlangsung dari
1 menit sampai beberapa jam, jika stressor merupakan ancaman terbesar
bagi kehidupan atau berlangsung untuk waktu yang lama, maka individu
akan menuju ke tahap kedua, yaitu ketahanan.
2. Stage of Resistance (Tahap Ketahanan)
Ketika stres terus berlanjut, sistem pencernaan mengurangi kerjanya
dan mengalirkan darah ke area yang dibutuhkan untuk pertahanan, peruparu memasukkan lebih banyak udara, jantung berdenyut lebih cepat dan
lebih keras sehingga dapat mengalirkan darah yang kaya oksigen dan nutrisi
ke otot untuk mempertahankan tubuh mealui perilaku fight, flight atau
freeze.
Apabila individu beradaptasi terhadap stres, tubuh berespon dengan
rileks dari kelenjer, organ serta respon sistemok menurun. Namun, jika
stressor tetap ada dan tubuh tidak dapat beradaptasi, maka individu masuk

ke tahap ketiga yaitu kelelahan.


3. Stage of Exhaustion (Tahap Kelelahan)
Tahap kelelahan terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi menahan efek
stressor dan ketika tubuh telah menghabiskan energi yang diperlukan untuk
mempertahankan koping. Respon fisiologis telah diperkuat, tetapi dengan
tingkat energi yang rendah koping sesorang terhadap stressor akan menurun.
Tubuh tidak dapat melindungi dirinya terhadap dampak dari kejadian,
perbedaan regulasi fisiologis dan jika terus berlanjut dapat menyebabkan
kematian.
Teori Walter Cannon dalam (Wenner, 2007) adalah respon lari atau
lawan (Fight or Flight Response) terhadap stres, yang akan menggerakkan
sistem saraf simpatis (Potter & Perry, 2009). Reaksi ini mempersiapkan
individu

untuk

bertindak

dengan

meningkatkan

denyut

jantung,

mengalihkan darah dari intestinal ke otak, dan otot lurik, serta peningkatan
darah, frekuensi nafas, dan tingkat glukosa darah. Neurofisiologi berespon
terhadap fungsi stres melalui umpan balik negatif, menghasilkan perilaku
yang abnormal. Contoh seperti menggigil untuk menghasilkan panas tubuh.
D. Anatomi dan Fisiologis respon stress manusia
Tiga susunan otak terkait mengontrol respon tubuh terhadap sebuah stress :
1. Medula Oblongata
Medula oblongata mengontrol denyut jantung denyut jantung,
tekanan darah, dan pernafasan. Impuls berjalan menuju dan dari oblongata
untuk meningkatkan atau menurunkan fungsi vital. Sebagai contoh impuls
sistem saraf parasimpatis atau simpatis berjalan dari medula oblongata ke
regulasi kontrol jantung untuk mengatur denyut jantung. Denyut jantung
meningkat saat merespon impuls dari serabut simpatis dan menurun saat
merespon impuls dari serabut parasimpatis.
2. Formasi Retikulasi
Reticulator formation, sekelompok kecil neuron dalam batang otak
dan korda spinalis, memonitor status fisiologis tubuh secara terus menerus
melalui hubungan traktus sensorik dan motorik. Sebagai contoh sel-sel
spesifik dalam formasi retikularis menyebabkan individu yang tidur menjadi

sadar kembali, atau meningkatkan tingkat kesadaran ketika kebutuhan


meningkat.
3. Kelenjar Pituitari
Kelenjar pituitari, kelenjar kecil yang menempel pada hipotalamus,
menghasilkan hormon-hormon yang diperlukan untuk beradaptasi dengan
stress. Contoh, Adrenocorticotropic hormone (ACTH), yang berfungsi
menurunkan produksi kortisol. Selain itu, kelenjar pituitari mengatur sekresi
hormon tiroid, gonad, dan paratiroid, memonitor secara terus menerus kadar
hormon dalam darah dan mengatur sekresi hormon.
Ketika kadar hormon turun, kelenjar pituitari menerima pesan untuk
meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar hormon naik, kelenjar pituitari
menurunkan produksi hormon (Potter & Perry, 2009).
Hans Seyle menjelaskan pola respon fisiologis yang dijumpai pada berbagai
stres dalam (Corwin, 2001).
Respon tersebut di buktikan terdiri dari :
a.
Peningkatan glukokortiroid plasma dan pembesaran kelenjar adrenal.
b.
Penurunan ukuran organ-organ limpoid dan penurunan jumlah sel
c.

darah putih dalam darah.


Peningkatan resiko menderita penyakit tertentu
Pada fisiologis, stres mengacu pada gaya / kekuatan fisik atau

psikologis pada seseorang yang menimbulkan suatu respon / tanggapan.


Tujuan respon tersebut adalah untuk beradaptasi atau menghilangkan
ketakutan yang terjadi. Ketakutan fisik dan psikologis akan menyebabkan
stres yang disebut stresor. Stresor terdiri dari : ransangan positif ( eutres ),
ransangan negatif ( distress ).
Stres menjadi patologis apabila stres tersebut melebihi kemampuan
seseorang untuk mengatasinya. Stres patologis mencakup infeksi, trauma,
penyakit, atau penderitaan mental yang timbul dari keinginan untuk
berprestasi, pengalaman kegagalan, dan suatu kehilangan.
Stres berkepanjangan dapat menyebabkan penyakit, stres membuat
individu sakit karena:
Peningkatan tingkat kekuatan hormon yang mengubah proses dalam
tubuh kita

Pilihan koping yang tidak sehat, seperti tidak mendapat istirahat yang
cukup atau diet yang benar, penggunaan tembakau, konsumsi alkohol,
kafein.
Mengabaikan tanda peringatan penyakit atau kegagalan mengikuti
pengobatan atau terapi yang di anjurkan ( Potter & Perry, 2009 )
Stres juga dapat dipertimbangkan sebagai suatu respons. Respons
stres Hans Sayle ditandai dengan suatu rantai atau pola kejadian fisiologi
yang disebut sindrom adaptasi umum (General Adaption Syndrome / GAS).
Respon tubuh terhadap sindrom stres atau GAS , terjadi dengan pelepasan
hormon adaptif tertentu dan perubahan selanjutnya pada struktur dan
komposisi tubuh. Organ tubuh yang di pengaruhi oleh stres adalah saluran
cerna, kelenjar adrenal, struktur limfatik.
Dengan stres yang berkepanjangan kelenjar adrenal mengalami
pembesaran

yang

cukup

signifikan,

struktur

limfatik

mengalami

altrofi(penyusutan). Selain beradaptasi secara umum, tubuh dapat juga


bereaksi secara lokal. Hal ini disebut sebagai sindrom adaptasi lokal (LAS),
contoh LAS adalah radang. Seyle mengatakan bahwa baik GAS ataupun
LAS memiliki 3 tahap yaitu: reaksi alam, resistensi, dan kelelahan.
Stresor menstimulus sistem saraf simpatis, yang kemudian akan
menstimulus sistem saraf simpatis, yang kemudian akan menstimulus
hipotalamus. Hipotalamus melepaskan corticotrophin releasing hormone
(CRH), yang menstimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk melepaskan
adreno cortico trophin (ACTH). Selama masa stres, medulla adrenal
menyekresi epineprin dan norepinefrin sebagai respon terhadap stimulasi
simpatetik.
Respon tubuh terhadap epineprin mencakup :
1. Peningkatan kontraktilitas miokardial, yang meningkatkan curah
jantung dan aliran darah untuk mengaktifkan otot
2. Dilatasi bronki, yang memungkinkan peningkatan asupan oksigen
3. Peningkatan pembekuan darah
4. Peningkatan metabolisme darah

5. Peningkatan metabolisme lemak untuk membuat energi tersedia


dan untuk mensintesis senyawa lain yang diperlukan oleh tubuh.
Pengaruh utama norepinefrin adalah penurunan aliran darah ke
ginjal dan peningkatan sekresi renin. Renin adalah enzim yang
menghidrolisis salah satu protein darah untuk memproduksi angiotensin.
Angiotensin cenderung meningkatkan tekanan darah dengan mengkontriksi
arteriol. Semua pengaruh hormon adrenal tersebut menyebabkan individu
mampu melakukan aktivitas fisik yang jauh lebih berat dibanding dengan
yang mungkin ia lakukan.
E. Indikator Stress
Indikator Stress menurut NANDA Diagnosa Keperawatan, 2012 adalah :
A. Perilaku
Penurunan produktivitas
Gerakan yang irelevan
Gelisah
Insomnia
Kontak mata yang buruk
Suka mencari kesalahan orang lain
Mengekspresikan kekhawatiran
Kurang bersosialisasi
Perilaku negatif meningkat
B.Afektif
Gelisah, gugup
Kesedihan yang mendalam
Ketakutan, menyesal
Perasaan tidak adekuat
Berfokus pada diri sendiri
Mudah marah
Bingung, khawatir

Tidak percaya diri


Kesedihan atau senang yang berlebihan
Ketidakberdayaan
C. Kognitif
Gangguan daya ingat
Gangguan perhatian dan konsentrasi
Penurunan lapangan persepsi
Penurunan kemampuan untuk belajar
Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah
Cenderung menyalahkan orang lain
Khawatir
Melamun
Tidak semangat
D. Fisiologis
Peningkatan produksi keringat
Peningkatan ketegangan
Anoreksia
Gangguan pencernaan
Kelemahan otot
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan denyut nadi
Peningkatan frekuensi pernapasan
Gangguan tidur
Vertigo
Sering berkemih
F. Jenis- jenis Stress
Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat,

positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk


kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan
pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance
yang tinggi.
Ini adalah semua bentuk stres yang mendorong tubuh untuk
beradaptasi dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Ketika tubuh
mampu menggunakan stres yang dialami untuk membantu melewati sebuah
hambatan dan meningkatkan performa, stres tersebut bersifat positif, sehat,
dan menantang (Potter & Perry, 2010).
Di sisi lain, distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang
bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut
termasuk konsekuensi individu terhadap penyakit sistemik dan tingkat
ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan
keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Distres adalah semua bentuk stres yang melebihi kemampuan untuk
mengatasinya, membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau
psikologis. Ketika seseorang mengalami distres, orang tersebut akan
cenderung bereaksi secara berlebihan, bingung, dan tidak dapat berperforma
secara maksimal (Potter & Perry, 2010).
Di tinjau dari penyebabnya, stres dapat di bedakan ke dalam beberapa jenis
berikut:
1. Stres fisik, stres yang di sebabkan karena keadaan fisik seperti
karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang
bising sinar matahari atau karena tegangan arus listrik.
2. Stres kimiawi, stres disebabkan karena zat kimia seperti adanya
obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan
prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.
3. Stres mikrobiologi, stres disebabkan karena kuman seperti adanya
virus, bakteri atau parasit.
4. Stres fisiologik, stres disebabkan karena gangguan fungsi organ
tubuh diantaranya gangguan dan struktur tubuh, fungsi jaringan,
organ dan lain-lain.
5. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, stres disebabkan

karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada


pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
6. Stres psikis dan emosional, stres disebabkan karena gangguan
situasi psikologis atau ketidak mampuan kondisi psikologis untuk
menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya
atau faktor keagamaan.
2.1.2 Model Teoritikal stres
Model Stres
1. Model Bebasisi stimulus
Dalam model ini stress didefinisikan sebagai stimulus, peristiwa hidup
atau sekelompok situasi yang membangkitkan reaksi fisiologis dan
psikologis (Holmes dan Rahe dalam Kozier, 2010)
2. Model berbasis respon
Stress dipertimbangkan sebagai satu respon. Sebagai respon non
spesifik tubuh terhadap setiap tuntutan yang ditimbulkanya. Respon tubuh
tersebut, sindrom stress atau GAS (syndrome adaptasi umum), terjadi
dengan pelepasan hormone adaptif dan perubahan selanjutnya pada struktur
dan komposisi kimia tubuh.
Organ tubuh yang dipengaruhi saluran cerna, kelenjar adrenal, dan
struktur limfatik, selain beradaptasi secara umum tubuh dapat juga
beradaptasi secara local, satu organ/salah satu bagian tubuh saja yang
bereaksi. Hal ini disebut LAS (syndrome adaptasi local). Satu contoh LAS
adalah proses peradangan.
3. Model berbasis transaksi
Lazarus menyatakan bahwa teori stimulus dan respon tidak
mempertimbangkan perbedaaan individu. Teori model berbasis transaksi ini
menekankan sekelompok respon kognitif, afektif dan adaptif (koping).
Individu dan lingkungan tidak dapat dipisahkan, keduanya saling
mempengaruhi.
Stress mengacu pada setiap kejadian, ketika tuntutan lingkungan dan

internal atau keduanya membebani atau melebihi sumber adaptif, system


sosial atau system jaringan individu. Individu berespon terhadap persepsi
perubahan lingkungan dengan respon adaptif atau koping (Monat dan
Lazarus dalam Kozier, 2010).
4. Model adaptasi
Dalam model ini, ada 4 faktor yang mempengaruhi kemampuan
menghadapi stress. Faktor pertama bergantuing pada pada pengalaman
dengan stressor serupa. Faktor kedua berkenaan dengan praktik dan norma
kolompok sebaya, individu dapat sharing dengan kelompok sebayanya
dengan cara ini dapat membantui beradaptasi terhadap stress. Factor ketiga
adalah lingkungan sosial.
Contoh seorang wanita tuna wisma mencari bantuan dari praktisi
perawat klinik untuk merawat infeksi pelviks akutnya. Kemudian perawat
merujuknya ke rs untuk mendapat terapi. Disini perawat dan rs adalah
sumber bagi klien untuk mengurangi keparahan stressor. Faktor terakhir
yaitu sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor. Pada contoh
yang baru disebutkan, adanya jaminan kesehatan gratis merupakan sumber
yang dapat mengatasi stressor (Mechine dalam Potter &Perry, 2009).
Tahapan Stres
Seseorang mengalami stress sebagai konsekuensin dari kejadian dan
pengalaman hidup sehari-hari. Stress membantu merangsang proses berfikir
dan membantu individu untuk tetap waspada terhadap lingkungan mereka.
Bagaimana individu bereaksi terhadap stres akan bergantung pada
bagaimana mereka memandang dan mengevaluasi dampak dari stressor,
efeknya pada situasi dan dukungan saat mengalami stres dan mekanisme
koping mereka.
Ketika stres mengganggu mekanisme koping seseorang, akan terjadi
ketidakseimbangan yang akhirnya menghasilkan krisis (Aguilera, 1998).
Jika gejala stres yang datang melampaui durasi stressor maka individu dapat
mengalami trauma (Hyger dan Sohie, 2001).
2.1.3 Penyakit yang berhubungan dengan stres

A.Penyakit Yang Berhubungan Dengan Syaraf Parasimpatis


Stres bila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan penyakit
karena dipengaruhi oleh :

Kekuatan hormon meningkat sehingga merubah proses dalam tubuh

kita.
Mekanisme koping yang tidak sehat contohnya istirahat kurang,diit

yang tidak benar,menggunakan alkohol,tembakau


Mengabaikan tanda peringatan terhadap penyakit atau kegagalan
mengikuti pengobatan atau tahap
(Monat,Lazarus dan Reevy,2007 dalam Potter dan Perry,2009)

Yang bertugas mengontrol respon tubuh terhadap stress


1. Medula oblongata
Impuls system saraf simpatis dan parasimpatis berjalan dari medulla
oblongata ke regulasi

control jantung untuk mengatur denyut

jantung.Saat merespon impuls dari saraf simpatis denyut jantung


meningkat.Saat merespons impuls dari saraf parasimpatis denyut
jantung menurun.
2. Formasi retikularis
Merupakan sekelompok keci neuron

dalam batang otak dan

kordaspinal yang memonitor status fisiologi tubuh secara terus


menerus

melalui

hubungan

dengan

traktus

sensorik

dn

motorik.Contohnya individu tidur menjadi sadar kembali.


3. Kelenjar pituitary
Yang menghasilkan hormone untuk beradaptasi dengan stress
Contoh ACTH untuk menurukan kortisol.
Jadi, peran saraf parasimpatis pada tahap ketahanan dimana tubuh
mempertahankan

dan

merespon

reaksi

peringatan

dengan

cara

berlawanan.Kadar hormone,denyut jantung,tekanan darah,curah jantung


kembali normal dan tubuh memperbaiki segala kerusakan yang terjadi.
Namun bila stressor tetap ada dan tubuh tidakdapat beradaptasi
maka individu akan masuk tahap ketiga yaitu kelelahan.
Reaksi peringatan yaitu hipotalamus dan pituitary posterior.

Stres merupakan fenomena yang mempengaruhi semua dimensi


Stress berkepanjangan dapat membuat individu menjadi sakit. Hal ini dapat
terjadi karena :
-

Terjadi peningkatan tingkat kekuatan hormone yang mengubah

proses dalam tubuh kita


Pilihan koping yang tidak sehat, seperti tidak mendapat istirahat
yang cukup, pemilihan diet yang tidak benar, penggunaan tembakau,

alcohol, kafein dan substansi lainnya


Mengabaikan tanda peringatan penyakit atau kegagalan mengikuti
pengobatan atau terapi yang dianjurkan (Lazarus, et al., 2007, dalam
Potter & Perry, 2009).

B. Penyakit Yang Berhubungan Dengan Saraf Simpatis


Sympathetic autonomic nervous system (SANS) atau yang disebut saraf
simpatis merupakan bagian dari sistem saraf autonom. Sistem saraf autonom
merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut afferennya membawa
masukan dari organ-organ viseral (menangani pengaturan denyut jantung,
diameter pembuluh darah, pernapasan, pencernaan makanan, rasa lapar,
mual, pembuangan dan sebagainya).
Saraf eferen motoriknya mempersarafi otot polos, otot jantung dan
kelenjar-kelenjar visceral. Sistem saraf autonom dibagi dua, yaitu sistem
saraf parasimpatis dan sistem saraf simpatis. Bagian simpatis meninggalkan
sistem saraf pusat dari daerah torakal lumbal medulla spinalis. Sedangkan
bagian parasimpatis keluar dari otak melalui komponen saraf cranial dan
bagian sacral medulla spinalis. Beberapa fungsi saraf simpatis adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan, serta penurunan
aktivitas saluran cerna. Tujuan utama saraf simpatis adalah mempersiapakan
tubuh agar siap menghadapi stress atau yang disebut respons bertempur atau
lari (Price & Wilson, 2003, hal. 1009).
Walter Cannon mengajukan respons lari atau bertempur (fight or flight
response) terhadap stress yang akan menggerakkan sistem saraf simpatis
(Aldwin & Werner, 2007 dalam Potter & Perry, 2009). Reaksi ini
mempersiapkan individu untuk bertindak. Reaksi fight or flight merupakan
persepsi atau reaksi yang menyebabkan sistem saraf simpatis merangsang

kelenjar adrenal pada sistem endokrin untuk mengeluarkan atau mensekresi


epinephrine yang memberikan reaksi tubuh.
Cannon menjelaskan bahwa reaksi tubuh yang dihasilkan dapat
berdampak positif dan negative. Respons fight or flight merupakan reaksi
yang normal karena mendorong individu untuk merespons dengan cepat
ketika ada rangsangan. Tetapi bila terjadi reaksi yang berlebihan, akan
berdampak negative bagi tubuh dalam jangka waktu yang lama (Sarafino,
1990, p.83).
Respons fisiologis, seperti respons sistem saraf simpatis, respons
simpatis-adrenal-moduler, yang berlangsung lama atau berlebihan, akan
terjadi keadaan rangsangan yang kronis, yang akan menyebabkan tekanan
darah tinggi, perubahan arteriosklerotik dan penyakit kardiovaskuler. Bila
produksi hormone adrenal kortikal berlangsung lama atau berlebihan, akan
timbul pola perilaku menarik diri dan depresi. Selain itu akan terjadi
penurunan respons imun dan dapat timbul infeksi.
Respons stress diperlukan sebagai situasi yang mengancam. Respons
stress bisa sangat menguntungkan tetapi bisa juga membahayakan. Saat
tubuh sudah siap secara fisiologis untuk beraksi namun tidak dapat
melakukannya,

akan

menghasilkan

suatu

keadaan

frustasi

dan

membahayakan kesehatan orang tersebut.


Bila respons stress tidak efektif disebut sebagai maladaptive. Respons
maladaptive merupakan respons kronis dan berulang, atau pola respons
sesuai berjalannya waktu yang tidak ditujukan untuk mencapai sasaran
adaptasi. Sasaran adaptasi dapat dikategorikan dalam tiga area, yaitu :
e. Somatik / kesehatan sosial untuk mencapai keadaan
kesejahteraan optimal
f. Kesehatan psikologis

atau

memiliki

rasa

kesejahteraan

(kebahagiaan, kepuasan hidup, semangat juang atau moril)


g. Fungsi sosial meliputi pekerjaan, hubungan sosial dan keluarga
yang sasarannya berupa hubungan positif
Respons maladaptive yang membahayakan sasaran tersebut meliputi
kesalahan penilaian dan koping yang tidak memadai (Lazarus, 1991).

Frekuensi intensitas dan durasi situasi stress berperan dalam perkembangan


emosi negative dan pola sekresi neurokimia yang terbentuk.
Setiap stressor pun akan menimbulkan keadaan gangguan fisiologis.
Bila keadaan ini berlangsung lama atau responsnya berlebihan, akan
meningkatkan kepekaan seseorang terhadap penyakit. Kepekaan tersebut
diikuti dengan predisposisi pada orang yang bersangkutan (kecenderungan
genetis, kesehatan, usia) akan menyebabkan sakit.

C. Penyakit Stres Berhubungan dengan Situasi Krisis


Stres merupakan pengalaman individu yang disembunyikan suatu
rangsangan atau stresor. Stresor adalah dorongan yang menggangu yang ada
di dalam berbagai sistem (Neuman dan Faweet,2002 dalam Kozier
2010).Stres dapat memiliki konsekuensi fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
spiritual. Biasanya efek tersebut terjadi bersama karena stres mempengaruhi
seseorang secara keseluruhan.
Secara fisik, stres dapat mengancam homeostasis fisiologi seseorang.
Secara emosi mampu menimbulkan perasaan negatif atau nonkonstruktif
terhadap diri sendiri. Secara intelektual, stres dapat mempengaruhi persepsi
dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Secara sosial, stres dapat
mengubah hubungan seseorang dengan orang lain, dan secara spiritual stres
dapat mengancam keyakinan dan nilai seseorang (Kozier,2010)
Banyak penyakit yang terkait dengan stres yaitu gangguan
metabolik, gangguan kulit, gangguan respirasi, gangguan kardiovaskuler,
gangguan

gastroinstestinal,

ketidakteraturan

menstruasi,

gangguan

muskuloskeletal, penurunan respon imun, serta kecendrungan terhadap


kecelakaan (G. Edline, E. Golanty and K. M. Brown, 2002 dalam Kozier
2010).
Situasi krisis menunjukkan bahwa seseorang memiliki titik balik
dalam kehidupan. Gerald Caplan mengungkapkan ada dua jenis krisis, yaitu
krisis perkembangan dan krisis situasional. Krisis perkembangan terjadi
selama seseorang berpindah melalui tahap-tapah kehidupan seperti

pernikahan, kelahiran seorang anak, atau masa pensiun. Sementara, krisis


situasional dapat diprovokasi oleh sumber eksternal seperti perubahan
pekerjaan, kecelakaan kendaraan bermotor, kematian, atau penyakit yang
parah (Varcarolis et al, 2006 dalam Potter & Perry, 2009).
Persepsi terhadap suatu kejadian, dukungan yang bersifat situasional
dan mekanisme koping akan mempengaruhi pengembalian kesadaran atau
homeostasis. Stres yang melebihi tingkat homeostasis dapat menciptakan
kondisi yang tidak stabil bagi proses psikologi yang normal seperti tekanan
darah, pernapasan, dan fungsi endokrin. Ketika individu dibwah stres tubuh
menyiapkan respon dengan adrenalin releasing cholestrol glucose into the
blood stream.
Kemudian,

stres

dapat

mempengaruhi

sistem

imun,

juga

memciptakan hipertensi jantung, cancer, migran (Schneiderman et al


2001).Individu menjadi bertambah atau berkurang stresnya sebagai akibat
dari krisis, tergantung pada bagaimana individu tersebut mengatasi krisis
(Lazarus, 2007 dalam Potter&Perry 2009).
Faktor faktor Stress menurut Aguilera 1998 yaitu :
Faktor Situasional
Stres situasional berasal dari perubahan pekerjaan baik pada dirinya
sendiri maupun anggota keluarga dan relokasi. Perubahan pekerjaan yang
penuh

tekanan

termasuk

promosi,

perpindahan,

pengurangan,

restrukturisasi, perubahan pimpinan dan penambahan tanggung jawab.


Penyesuaian diri terhadap penyakit kronis juga meenyebabkan stress
situasional. Penyakit yang sering ditemukan seperti obesitas, hipertensi,
diabetes, depresi, asma, dan jantung koroner, dapat menyebabkan stres.
Ketidakpastian pengobatan dapat menyebabkan stres dalam semua usia.
Stres yang berkaitan dengan biaya pengobatan dan keterbatasan akses ke
penyelenggara tidak dapat juga diabaikan.
Meskipun bertindak sebagai pengasuh, keluarga juga berpotensi
mengalami

stres,

tindakan

penatalaksanaan

dari

perawat

yang

berkompeten dapat meminimalkan stres pada pengasuh (Gauler et al.


2004 dalam Potter&Perry, 2009)

Faktor Maturasional
Stres bervariasi dalam setiap tahap kehidupan seperti :
Pada anak-anak mengidentifikasi stresor dengan penampilan fisik,
keluarga, teman-teman dan sekolah. (Chen et al. 2005 dalam

Potter&Perry, 2009).
Pada praremaja stresor terkait dengan masalah kepercayaan diri,
perubahan struktur keluarga akibat perceraian atau kematian orang

tua, atau dirawat di rumah sakit.


Pada remaja stres dapat terjadi saat mencari identitas diri dengan
teman sebaya, dan saat terpisah dari keluarga. Selain itu, dalam
menghadapi pertanyaan tentang penggunaan substansi yang merusak
otak , seksualitas, pekerjaan sekolah, dan pilihan karier dapat

menyebabkan stres (Aguilera 1998 dalam Potter&Perry, 2009).


Pada dewasa, stres berpusat sekitar perubahan utama dalam
lingkungan hidup, meliputi permulaan sebuah keluarga dan karier,
kehilangan orang tua, melihat anak-anak meninggalkan rumah, dan

penuaan fisik.
Pada lansia, stresor meliputi kehilangan otonomi dan kekuasaan
karena kelemahan atau masalah kesehatan yang membatasi stamina

dan kekuatan.
Faktor Sosiobudaya
Lingkungan dan stresor sosial menyebabkan masalah perkembangan.
Dukungan sosial, merupakan faktor yang dapat menciptakan kontrobusi
seseorang menjadi lebih baik, dapat dari keluarga, teman, tempat ibadah,
tempat kerja maupun sekolah (Edens etr al 1992). Dukungan sosial dapat
menjadi penyeimbang dari stres
(Caplan 1981 dalam Interpersonal Relationship 2003).
Menurut Caplan, pertumbuhan personal akan mungkin tumbuh di
situasi krisis. Hasil yang ada, akan menjadi sebagai pertumbuhan atau
pengalaman hidup seseorang, interpretasi dan memberi persepsi koping dan
dukungan yang berkualitas di situasi krisis.
Karakteristik dalam Situasi Krisis
Karakeristik
Batas Waktu
Konsep Diri

Terjadi di situasi Krisis


4 6 minggu
Kerugian
yang
dirasakan

seseorang akan mempengaruhi


kesejahteraan
Situasi krisis seseorang belum

Pengalaman Personal
Ketidakmampuan

tentu sama dengan orang lain


dalam Tidak ada acuan untuk

mengatasi situasi
Pola perilaku perubahan normal

mengatasi situasi krisis


Pola perilaku berfungsi untuk
indivisu dan orang lain

D. Penyakit yang berhubungan dengan respon Hormon


Respon tubuh terhadap stres berhubungan dengan respon hormonal
adalah timbulnya berbagai penyakit yang diakibatkannya. Terdapat kelenjar
pituitari yang menghasilkan hormon-hormon yang digunakan untuk
beradapatasi dengan stres, seperti hormon ACTH yang berfungsi
menurunkan kortisol. Jadi mekanisme umpan balik terus menerus
memonitor kadar hormon dalam tubuh.
Stres sangat mempengaruhi individu. Tubuh manusia merespon stres
dengan mengaktifkan saraf dan hormon tertentu. Sinyal kelenjar adrenal
hipotalamus menghasilkan lebih banyak hormon adrenalin dan kortisol lalu
melepaskannya kedalam aliran darah, hormon-hormon ini mempercepat
denyut jantung, kecepatan nafas, tekanan darah, dan metabolisme.Stres yang
tinggi dan terus menerus akan menyebabkan kestabilan hormon terganggu
sehingga akan menyebabkan beberapa penyakit sebagai berikut :
A. Kelelahan Adrenal
Untuk mengatur stres kelenjar adrenal harus menjaga kadar hormon
kortisol yang tinggi didalam tubuh. Namun kortisol yang berlebihan
memiliki dampak negatif dan menyebabkan kelelahan adrenal. Kelelahan
adrenal ditandai dengan tubuh yang mudah lelah walaupun dari bangun
tidur yang cukup.
B. Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah kondisi tubuh ketika jumlah kortisol

berlebihan diproduksi oleh kelenjar adrenal. Sindrom cushing adalah


kondisi kelelahan dan kelemahan otot dan kadang-kadang memicu
kelumpuhan.
C. Penyakit Addison
Gejala penyakit ini sangat sulit untuk diidentifikasi. Penyakit ini
ditandai dengan rendahnya tingkat kortison dan aldosteron dalam tubuh
yang

biasanya akan mempengaruhi tekanan darah.

D. Pheochronocytoma
adalah tumor medula kelenjar adrenal dan timbul akibat kelebihan
sekresi hormon epinefrin dan norepinefrin. Kelebihan hormon ini
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
E. Hiperaldosteronisme
Aldosteronisme adalah hormon yang berfungsi mempertahankan
tingkat natrium dan kalium dalam darah. Gangguan penyakit ini terjadi
karena sekresi berlebihan hormon aldosteron. Kondisi ini menyebabkan
masalah tekanan darah.
F. Komplikasi kelenjar Adrenal pada anak-anak
Anak-anak juga bisa mengalami masalah pada kelenjar adrenal.Anak
yang menderita masalah kelenjar adrenal menunjukan gejala kelelahan,
mual, kelemahan dan muntah.
G. Masalah Kelenjar adrenal pada wanita.
Kelenjar adrenal memainkan peran penting dalam memproduksi
androgen, hormon biologis penting yang membantu mengatur kesehatan
tulang dan otot, keseimbangan protein, serta hasrat sexual pada wanita. Stres
pada wanita yang disebabkan oleh berbagai masalah bisa memicu koping
yang

tidak tepat misalnya merokok dan minum alkohol.


Hal ini akan mempengaruhi kemampuan kelenjar adrenal melawan

stres. Lebih jauh lagi, masalah kelenjar adrenal pada wanita menyebabkan
peningkatan resiko osteoporosis dan insomnia.
2.1.4 Trend dan isu dengan penatalaksanaan stress
1.Terapi Psikofarmaka

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) mendifinisikan kesehatan


sebagai Keadaan Sehat Fisik, mental dan Sosial, bukan semata-mata
keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi ini menekankan
kesehatan sebagai suatu keadaan tanpa penyakit, kesehatan jiwa adalah
suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari
hubungan Interpesonal yang memuaskan,

perilaku dan koping efektif,

konsep diri yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional.
Strees ialah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari.
Strees disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian(Keliat,
Budi Anna, 1999). Streesor bisa berasal darimana saja, seperti lingkungan,
diri sendiri, pikiran dan lainnya. Peran perawat jiwa sangat dibutuhkan klien
dengan gangguan kesehatan jiwa atau stress dalam mengatasi gangguan
kebutuhan dasarnya sampai dengan pemberian terapi Psikofarmaka dan
terapi aktivitas kelompok sehingga klien mampu mencapai derajat
kesehatan jiwa secara optimal.
Manajemen pengobatan adalah isu yang krusial bagi banyak klien
penderita gangguan jiwa, dan managemen ini sangat mempengaruhi hasil
terapi. Penting bagi perawat untuk mengetahui cara kerja, efek samping,
kontraindikasi, interaksi obat tersebut, serta intervensi keperawatan yang
diperlukan untuk membantu klien menatalaksana program pengobatan.
Berikut beberapa prinsip yang menjadi pedoman penggunaan obat
dalam menangani gangguan psikiatri (Hyman, Arana dan Rosenbaum,1995
dalam Videbeck, Sheila L, 2008).

Obat diseleksi berdasarkan efeknya pada gejala target klien,

misalnya pikiran waham, serangan panik, atau halusinasi.


Banyak obat psikotropika harus diberikan dalam dosis yang adekuat

selama periode waktu sebelum efek seutuhnya dicapai.


Dosis obat sering kali disesuaikan sampai dosis terendah yang

efektif untuk klien.


Sesuai aturan, individu lansia memerlukan dosis obat yang lebih
rendah untuk menghasilkan efek terapeutik dan obat dapat
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai efek terapeutik

sepenuhnya.
Obat psikotropika sering kurang secara bertahap (bersangsur-

angsur), bukan secara mendadak dihentikan.


Perawatan tindak lanjut sangat penting untuk memastikan kepatuhan
pasien terhadap progam pengobatan, melakukan penyesuaian dosis

obat dan menatalaksana efek samping.


Prinsip farmakologi terdiri dari:

1. Farmakokinetik
Ialah studi tentang bagaimana tubuh terpengaruhi oleh obat. Fungsi
tubuh terdiri dari absorpsi ( bagaimana obat berpindah mengikuti aliran
darah). Distribusi (bagaimana obat berpindah ke berbagai jaringan tubuh).
Metabolisme (bagaimana obat diubah oleh enzim hati, secara aktif/inaktif).
Dan eliminasi (bagaimana obat dikeluarkan dari tubuh di waktu-waktu
tertentu).
2. Farmakodinamik
Ialah studi tentang efek obat di tubuh, interaksi obat di lokasi target.
Psikofarmaka mencakup dua konsep yaitu neurotransmitter dan blood brain
barier
1.

Neurotransmitter
Neurotransmitter disintesis oleh precursor dari tubuh. Precursor

diekstraksi dari aliran tubuh yang disintesis sel ke neurotransmitter.


Neurotransmitter diaktivasi dengan dua cara=mereka diolah oleh enzim atau
mereka dikembalikan ke presinapsis.
Neurotransmitter yang penting :
Astilkolin = Alzheimer disease dan Parkinson
Dopamine = schizofrenia dan Parkinson
GABA = ansietas
Norepineprine= manik dan depresi
Serotonin = manik dan depresi
Obat psikotropika dapat mempengaruhi neurotransmitter dengan
beberapa

cara

Mempengaruhi

pelepasan

neurotransmitter,

obat

psikotropika dapat berkombinasi dengan reseptor, obat psikotropika dapat


mempengaruhi respon reseptor kepada neurotransmitter, dan
psikotropika dapat mengakhiri naktivasi neurotransmitter

obat

2. Blood brain barrier ( sawar darah otak )


Otak dilindungi oleh fluktuasi blood brain barrier. Barrier ini meregulasi
sejumlah dan kecepatan darah memasuki otak. Air, karbondioksida, oksigen
memasuki barrier. Sawar darah otak mempunyai tiga dimensi, yaitu :
dimensi anatomi (struktur kaplier yang menyuplai darah ke otak dan
mencegah molekul salah masuk), dimensi fisiologi (Sistem transport
kimia yang membolehkan beberapa molekul masuk otak.
Molekul yang lipofil/lipid yang bisa melewati sawar otak, sedangkan
yang higly water soluble lambat

melewati sawar dan dalam jumlah

tertentu. Jadi hanya obat yang bisa masuk dan dalam jumah tertentu yang
bisa efektif mengobati psikiatrik), dan dimensi metabolic (Barrier metabolik
mencegah molekul yang masuk ke otak dengan aksi enzim di kapiler otak.
Contohnya: leudopa dapat melewati sawar otak tetapi kebanyakan
mengurangi dopamine sebelum semuanya

masuk ke otak. Produk

metabolic, dopamine, tidak bisa melewati barrier (ini cara otak melindungi
kita dari substansi di sirkulasi peripheral)).
Peran perawat psikiatrik dalam psikofarmaka:
Perawat psikiatrik mempunyai pengetahuan dan kompetensi untuk
memberikan pelayanan kepada klien agar gangguan psikiatrik dengan
berbagai cara. Adapun peran perawat psikiatrik khususnya dalam
psikofarmaka antara lain :
Pengkajian pasien
Pengkajian meliputi riwayat penyakit sebelumnya, pemeriksaan fisik
dari lab, evaluasi psikiatri pengakajian sosiakultural dan riwayat obat, harus
lengkap sebelum ditegakkan diagnosa dan intervensi. Informasi ini
membantu membedakan penyakit jiwa dari aspek personality pasien yang
terjadi sebelum sakit.
Pasien dengan terapi psikofarmaka akan menimbulkan efek samping.
Efek samping yang timbul setelah pengobatan berjalan harus diidentifikasi
dan diobati segera.
Koordinasi terapi modalitas
Perawat berperan dalam program terapi klien, masing-masing klien
dengan terapinya sendiri. Koordinasi terapi modalitas menjadi tanggung
jawab utama perawat yang bekerja dengan klien dalam terapi. Perawat lah

yang menyatukan terapi obat

dengan nonpharmacological terapi sesuai

dengan pengetahuan, aman, dan efektif untuk klien.


Administrasi obat psikofarmaka
Perawat berpengaruh besar dalam mempengaruhi pengalaman pasien
dengan terapi psikofarmaka.Perawat sebagai adminitrasi untuk membuat
jadwal obat, dosis obat sesuai kebutuhan klien dan membantu efek samping
yang ditimbulkan.Dengan begitu, perawat membantu memaksimalkan efek
terapeutik dan meminimalkan efek samping.
Memonitor efek samping
Peran ini mencakup membuat standar pengukuran untuk efek samping
berdasarkan gejala penyakitnya, evaluasi dan meminimalkan efek samping,
mencegah reaksi yang merugikan. Monitor obat terapeutik adalah penting
karena beberapa obat mempunyai waktu terapeutik yang sempit , seperti
lithium dapat memnyebabkan reaksi serius tiba-tiba seperti sindrom
neuroleptik maligna
Edukasi medikasi/obat
Perawat berada diposisi penting untuk mendidik pasien dan keluarga
tentang obat-obatan. Ini mencakup pengajaran informasi yang lengkap
sehingga dapat diterima dan dipahami oleh pasien. Berikan pengajaran
tentang keuntungannya, resiko potensial, terapi potensial sesuai kondisi
pasien, tahu apa yang dilakukan. Siapa yang dihubungi jika timbul masalah.
Dengan begitu maka diharapkan pemberian obat psikotropik efektif dan
aman.
Drug maintenance program
Perawat ialah tempat bertanya bagi pasien tentang pengobatan terbaru
mereka. Efek samping dan penyakitnya. Karena pasien menggunakan
obat dalam jangka waktu lama.
Penelitian klinik/obat
Perawat bisa ikut serta dalam penelitian interdisiplin. Perawat dapat
berkontribusi memberikan pandangan keperawatan kepada tim peneliti.
Perawat bisa terlibat diberbagai level mulai dari mengumpulkan data,
peneliti dan konsultan.

Perawat psikiatri harus dapat :


Menggambarkan
perbedaan

psikofarmaka

berdasarkan

persamaan

dan

Mendiskusikan psikofarmaka mulai dari respon umum ke respon


khusus
Membedakan gejala psikiatrik dari efek samping obat.
Menyampaikan prinsip dasar farmakokinetik dan farmakodinamik
Mengidentifikasi penggunaan psikofarmaka di komunitas tertentu
Melibatkan klien dan keluarganya
Mengindentifikasi faktor yang mencegah masalah klien selama
perawatan
Menggambarkan intervensi nonpsikoformaka dengan tepat
Mendiskusikan penggunaan alat pengukuran standar
Demostrasi
pendidikan

pengetahuan
psikofarmaka

yang

penting

(ANA,

untuk

adaptasidari

meningkatkan
Laraia

Mt,et

al:Phsyciatric mental health nursing psicofarmacologi project,


Washington, DC , 1994)
Jenis jenis psikofarmaka:
1. Antipsikotik ( neuroleptik )
Digunakan untuk mengobati gejala psikosis, misal : Waham dan
Halusinasi. Kerja utama semua antipsikotik pada sistem saraf ialah
menyekat

reseptor

neurotransmiter

dopamin.

Reseptor

dopamin

diklasifikasikan kedalam sub kategori ( D1, D2, D3, D4, dan D5) dan d2,
D3, D4 dikaitkan dengan gangguan jiwa. Antipsikotik tipikal merupakan
antagonis (bloker) yang kuat D2, D3, dan D4.
Hal ini membuat obat tersebut efektif dalam menangani gejala
target tetapi juga menimbulkan banyak efek samping ekstrapiramidal karena
penyekatan reseptor D2. Yang terbaru, antipsikotik atipikal, misalnya
Klozapin ( Clozaril ), merupakan bloker D2 yang relatif lemah, yang
menyebabkan insiden efek ekstrapiramidal yang rendah. Selain itu
antipsikotik atipikal menghambat reuptake serotin, yang berefek lebih
efektifi dalam mengobati aspek depresi skizofrenia.
Dua jenis antpsikotik ini tersedia dalam injeksi depot yang

medianya dari minyak wijen sehingga obat tersebut diabsorbsi dengan


lambat. Pada Flufenazin ( Prolixin ) memiliki durasi 7 28 hari, dan
Haloperidol (Haldol ) berdurasi 4 minggu. Setelah kondisi klien stabil
dengan terapi oral, akan dilanjutkan dengan pemberian injeksi depot setiap
2- 4 minggu untuk mempertahankan efek terapeutik.
-

Efek Samping Antipsikotik


Efek gejala ekstrapiramidal (GEP), distonia akut (rigiditas otot,

lidah kaku, sulit menelan, dan laringospasme yang berakibat susah


bernafas), pseudoparkinsonisme, akatisia, Syndrom Maligna Neuroleptik
(SMN), Diskinesia Tardif (DT). Untuk mengatasi efek samping yang timbul
dengan cara pengurangan dosis antipsikotik, mengganti dengan jenis yang
berbeda dan dengan cara memberi antikolinergik seperti ( Egan & Hyde,
2000).
Efek samping dari Antikolinergik sering terjadi akibat penggunaan
antipsikotik, antara lain: Hipotensi ortostatik, mulut kering, fotofobia,
kongesti nasal, dan berkurangnya ingatan.
Selain golongan Klozapin, antipsikotik juga berefek pada peningkatan
prolaktin (terjadi pembesaran payudara pada pria wanita, penurunan libido,
disfungsi ereksi dan orgasme, ketidakteraturan menstruasi, resiko terjadi
kanker payudara), dan Agranulositosis yang berpotensi fatal.
Penyuluhan pada klien dan penatalaksanaan pengobatan Antipsikotik
1. Minum cairan bebas gula untuk mengurangiefek dari antikolinergik pada
mulut kering.
2. Pencegahan konstipasi dengan menganjurkan asupan cairan yang lebih
banyak, makanan berserat dan berolah raga.(Pemberian pencahar tidak
dianjurkan untuk ibu yang sedang menyusui).
3. Menggunakan pelindung dari sinar matahari (Efek fotosensitivitas yang
menyebabkan mudah terbakar)
4. Bangun/ bangkit secara perlahan, untuk menghindari jatuh karena adanya
Hipotensi Ortostatik atau pusing akibat penurunan tekanan darah.
5. Kaji tingkat rasa kantuk
6. Bila klien lupa minum obat satu dosis antipsikotik, abaikan dosis yang

terlupa ( Jika lupanya lebih dari 4 jam ).


7. Ajarkan klien untuk menggunakan pengingat agar mempermudah klien
minum obat dengan teratur.
Antidepresan
Diguanakan dalam terapi gangguan depresi mayor, gangguan panik dan
gangguan ansietas lain, depresi bipolar dan depresi psikotik. Antidepresan
berinteraksi dengan dua neurotransmiter (Norepinefrin dan Serotonin) yang
mengatur mood, keinginan, perhatian, proses sensori dan nafsu makan.
Penyuluhan klien dan penatalaksanaan pengobatan Antidepresan, yaitu :
Anjurkan klien minum obat bersamaan dengan jadwal makan klien,
yang bertujuan untuk mengurangi mual.
Dosis obat di minum pada pagi hari untuk mencegah insomnia

Gunakan obat penghilang gejala pusing dan diare sesuai anjuran


atau resep dokter.

Efek sedasi akan berkurang secara perlahan, jika efek sedasi ini
menetap atau tidak berkurang gejalanya, segera hubungi dokter
untuk merubah dosis atau mengganti obat.
Untuk kegelisahan motorik atau tremor di tangan, tanya ke dokter
untuk pemberian propanolol atau Benzodiazepin.
Anjurkan minum yang tidak berkalori untuk menghindari mulut
kering
Anjurkan

pengaturan

program

diet

menghindari peningkatan berat badan

yang

seimbang

untuk

dan berolah raga secara

teratur.
Mengkonsumsi makanan tinggi serat dan menambah asupan cairan
untuk mencegah konstipasi.
Hindari minuman beralkohol
Jangan hentikan pengobatan antidepresan secara sepihak tanpa
berkonsultasi dengan dokter bila timbul gejala kelainan seksual
(gangguan orgasme atau ereksi)

Bila lupa satu dosis obat, hubungi dokter untuk petunjuk selanjutnya.
Obat Penstabil Mood ( Antikonvulsan ).
Digunakan untuk mengobati gangguan efektif bipolar dengan
menstabilkan mood klien, menghindari atau meminimalkan tinggi rendah
mood yang mencirikan gangguan bipolar, dan mengobati episode akut
mania ( Litium, Karbamazepin, Depakote, Depakene).
- Efek samping: Mual, diare, anoreksia, tremor halus pada tangan,
polidipsi, poliuri, rasa logam di mulut, keletihan atau letargi,
kemaikan berat bada dan akne.
- Penyuluahan klien mengenai penatalaksanaan penobatan:
Obat Penstabil Mood:
1.
Cek kadar serum secara periodik untuk memastikan kadar terapeutik
2.
3.

obat.
Konsumsi obat bersama makan untuk mengurangi mual
Untuk efek tremor halus pada tangan, konsultasikan ke dokter untuk

4.

pemberian penyekat beta seperti propanolol (Inderal).


Jika timbul letargi (Keletihan, kurang minat) Konsultasikan ke dokter

5.
6.
7.
8.
9.
10.

untuk pengurangan dosis atau menghentikan obat.


Atur diet yang seimbang untuk menghindari kenaikan badan yang
signifikan.
Anjurkan untuk beraktivitas olah raga secara teratur.
Minimalkan efek samping sedasi atau mengantuk dengan konsumsi
dosis yang lebih besar menjelang tidur dan dosis kecil sepanjang hari.
Anjurkan banyak minum yang bebas kalori, hindari alkohol.
Jika mengkonsumsi litium, pertahankan asupan air dan
aktivitas yang merangsang sekresi keringat berlebih karena
menurunkam kadar litium serum dengan cepat.
1. Anti ansietas (Ansiolitik)
Digunakan untuk mengobati ansietas dan gangguan asietas, insomnia,

OCD, depresi, gangguan stres pascatrauma dan putus alkohol.


Efek samping : menimbulkan ketergantungan fisik (Benzodiazepin),
depresi SSp ( sedasi, mengantuk, koordinasi yang buruk, dan gangguan
memori atau gangguan sensorium).
- Penyuluhan klien untuk penatalaksanaan pengobatan antiansietas :
- Gunakan obat seuai resep.
- Jangan menghentikan penggunaan benzodizepin secara tiba-tiba
(konsulkan ke dokter)
- Hindari pekerjaan / aktivitas yang memerlukan konsentrasi tinggi, misal
menyetir dan hindari minuman beralkohol karena meningkatkan depresi

SSp.
2. Stimulan (amfetamin)
Digunakan untuk mengobati ganguan psiktri pada hiperaktivitas defisit
perhatian ( attention deficit / hyperactivity dosorder, ADHD ), obat ADHD
ialah stimulan SSp metilfenidat (Ritalin), pemolin (Cylert), dan dekstroam
fetamin. Efek samping : anoreksia, penurunan berat badan, mual, dan
vitabilitas.
3. Disulfiram ( Antabuse )
Digunakan dalam terpai alkohol (menghentikan kecanduan alkohol).
Disulfiram adalah agen S sensitisasi yang menyebabkan reaksi merugikan
ketika di campur dengan alkohol dalam tubuh.
Efek samping : keletihan, mengantuk, halitosis, tremor, atau impotensi.
2.1.5 Terapi Aktifitas Kelompok
Kelompok

merupakan

sekumpulan

individu

yang

memiliki

hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma
yang sama ( Stuart dan Laraia, 2001) dari berbagai latarbelakang yang
berbeda dalam penanganannya seperti agresif, takut, kebencian, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan dan menarik. Terapi aktivitas kelompok
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Di dalam terapi aktivitas kelompok, terdapat tujuan yaitu untuk
membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah
perilaku yang destruktif dan maladaktif. Sedangkan kelompok berfungsi
sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain
untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Komponen kelompok
1. Struktur Kelompok
Menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan
dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok diatur dengan
adanya pimpinan dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin
sedangkan keputusa diambil secara bersama.
2. Besar kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang


anggotanya berkisar 5-12 orang. Berdasarkan Stuart dan Larcia (2001)
adalah 7-10 orang, menurut Lanceter (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan
menurut Rowkins, William dan Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika
anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat
kesempatan untuk mengungkapkan perasaan, pendapat dan pengalaman.
3. Lamanya Sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adlah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi yang tinggi.
Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, bisa 2 kali seminggu
atau dapat direncanakan sesuai kebutuhan.
4. Komunikasi
Tugas seorang pemimpin kelompok adalah mengobservasi dan
menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin kelompok dapat
mengkaji hambatan dalam kelompok , konflik interpersonal, tingkat
kompetisi dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti dan melaksanakan
kegiatan yang dilaksanakan. Di dalam komunikasi terdapat elemen paling
observasi komunikasi verbal dan non verbal, yaitu :
1. Komunikasi setiap anggota kelompok
2. Rancanagan tempat dan duduk
3. Tema umum yang di ekspresikan
4. Frekwensi komunikasi dan orang dituju selama komunikasi
5. Kemampuan anggota kelompok sebagai pandangan terhadap
kelompok
6. Proses penyelesaian masalah terjadi
5.Peran Kelompok
Terdapat 3 peran kelompok yaitu yang ditampilkan anggota
kelompok dalam kerja kelompok yaitu Maintenance roles, task roles, dan
individual roles.
6.Kekuatan Kelompok

Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariatif


diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar dan siapa yang
membuat keputusan dalam kelompok.
7. Norma Kelompok
Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
8. Kekohesifan
Merupakan kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam
mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap
betah dalam kelompok.
Tujuan dan fungsi kelompok
Tujuan adalah membantu anggotanya berhubungan dengan oranglain
serta mengubah prilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok
ada pada kontribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai
tujuannya. Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan
saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan
masalah.
Kelompok

merupakan

laboratorium

tempat

mencoba

dan

menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan


prilaku adaptif. Anggota kelompok merasa diiliki, diakui, dam dihargai
eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.(Stuart & Laraia, 2001).
Perawat dipanggil untuk bekerja dengan kelompok-kelompok klien,
dan dalam perawatan kesehatan jiwa mental, perawat memiliki peran yang
berbeda dalam pengaturan kelompok. Misalnya, seorang perawat mungkin
melihat sekelompok klien dalam sesi terapi, memfasilitasi kelompok
pendukung bagi orang-orang yang berbagi masalah tertentu, merencanakan
dan melaksanakan kegiatan rekreasi untuk kelompok klien yang memiliki
kebutuhan untuk bersosialisasi, atau memberikan informasi pendidikan
pasien untuk kelompok klien.

Perkembangan kelompok
Kelompok, seperti individu, memiliki kapasitas untuk pertumbuhan
dan perkembangan. Juga, mereka memiliki kemampuan untuk mundur dan
menolak bekerja secara efektif. Tuckman berteori bahwa konsep sentral
pembangunan

kelompok

adalah

ketergantungan

dan

saling

ketergantungan.Tuckman percaya bahwa setiap kelompok berkaitan dengan


penyelesaian tugasnya.
Ia

mengacu

kepada

struktur

kelompok

sebagai

hubungan

interpersonal antara anggota dan aktivitas tugas sebagai interaksi langsung


berhubungan

dengan

tugas.Setiap

tahap

dicirikan

oleh

anggota

mengekspresikan berbagai aspek masalah antarpribadi yang sama atau


konflik. Dalam pengembangan kelompok, fase mungkin tumpang tindih,
atau kelompok mungkin mundur ke tahap sebelumnya. misalnya, regresi
kelompok dapat terjadi ketika anggota baru ditambahkan.
Fase pengembangan kelompok dapat dianggap jalan yang kelompok
diperlukan untuk membentuk dan mencapai tujuannya. Tugas pemimpin
adalah untuk memahami dan membantu kelompok ketika bergerak
sepanjang jalur pertumbuhan. (Stuart & Laraia, 2001).
1. Fase prakelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketuka memulai kelompok
adalah tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh
prilaku pimpinan dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai
tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun prposal atau panduan pelaksaanaan
kegiatan kelompok.
Garis besar isi proposal adalah: tujuan umum dan khusus, daftar
pemimpin kelompok disertai keahliannya, daftar kerangka teoritis yang akan
digunakan dalam mencapai tujuan, daftar kriteria anggota kelompok, uraian
proses seleksi anggota kelompok, uraian struktur, tempat dan waktu sesi,
jumlah anggota dan sesi, prilaku anggota yang diharapkan, prilaku
pemimpin yang diharapkan, uraian tentang proses evaluasi anggota
kelompok, alat dan sumber, jika perlu dana yang dibutuhkan. Proposal dapat
pula pedoman atau panduan menjalankan kegiatan kelompok. (Budi Anna &

Akemat, 2005).
1.

Fase awal kelompok


Fase ini ditandai dengan ansietas karena msuknya kelompok baru

dan peran yang baru. Yalom (1995) membagi dalam 3 fase orientasi,
konflik, dan kohesif. Tuckman membagi dalam 4 fase yaitu forming,
storming, norming, and performing. Budi anna & Akemat, 2005:
Tahap orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam meberi
pengarahan. Mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan
kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur,
kejujuran, dan antara komunikasi misalnya hanya satu orang yang bicara
pada satu waktu, norma prilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara anggota
kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.

Tahap konflik
Peran dependen dan interdependen terjadi pada tahap ini, sebagian
ingin pemimpin yang memutuskan dan yang lain lebih mengarahkan atau
sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Adapula anggota
yang netral dan dapat mebantu menyelesaikan konflik peran. Perasaan
bermusuhan yang ditampilkan, baik antara anggota kelompok maupun
anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan menggali
penyebab.
Tahap kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompo merasakan ikatan yang kuat
satu sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada
tahap ini, anggota kelompok merasa bebas mebuka diri tentang informasi
dan lebih intim satu sama lain. Pemimin tetap berupaya meberdayakan
kemampuan anggota kelompok dalam penyelesaian masaalah. Pada tahp
akhir, anggota belajar perbedaan tidak peru ditakutkan. Belajar perbedaan

dan persamaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang


menjadi suatu realitas.
2.

Fase kerja kelompok


Pada fase ini sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja keras,

tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok


menjadi stabil dan realistis. Kekuatan therapeutik tampak seperti yang
dijelaskan Yalom dan Vinogradov (1989) yaitu sebelas faktor : meneri
informasi, instalasi informasi, kesamaan, alturisme, koreksi pengalaman,
pengembangan teknik interaksi sosial, peniruan prilaku, belajar hubungan
interpersonal, faktor eksistensi, katarsis, dan kekohesifan kelompok. ( Stuart
& Laraia, 2001).
Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai
tujuan dan tetap menjaga kelompok kearah pencapaian tujuan. Serta
mengurangi dampak dari faktor apa saja yang dapat mengurangi
produktivitas kelompok. Pada akhir fase, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian. Pada kondisi ini kelompok segera masuk ke fase berikut yaitu
perpisahan.
3.

Fase terminasi
Terminasi dapat sementara atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi

karena anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar atau pemimpin


kelompok keluar dari kelompok. Evaluasi difokuskan pada jumlah
pencapain baik kelompok maupun individu.
Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrumen evaluasi
kemampuan individu . terminasi yang sukses ditandai dengan perasaan puas
dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada
kehidupan sehari-hari. Perlu dicatat dan didokumentasikan yang berupa
notulen. Juga dalam dikumentasi implementasi tentang pencapaian dan
prilaku yang perlu dilatih pada klien diluar sesi.
Proses keperawatan

Seperti dalam psikoterapi individu, seorang perawat melakukan


terapi kelompok tidak menerapkan proses keperawatan. Terapis/Perawat
akan menilai anggota kelompok dan menerapkan strategi untuk membantu
klien mecapai tujuan, terapis dipandu oleh teori psikoterapi. Pengkajian
seorang terapis akan dalam hal teori tertentu dan tidak akan mengarah pada
diagnosis keperawatan.
Dalam beberapa pendekatan untuk terapi kelompok, terapis tidak
akan mengidentifikasi hasil, melainkan akan fokus pengalaman di masa
kini. Dengan demikian, fungsi perawat sebagai terapis kelompok berbeda
dari perawat menerapkan proses keperawatan untuk klien. Contoh kasus
berikut disajikan untuk menggambarkan peran keperawatan dalam
membangun, melaksanakan dan mengevaluasi intervensi kelompok,
menyoroti penekanan pada peran perawat dalam kelompok.(Norren &
Lawrence, 1998).

Jenis-jenis terapi kelompok, yaitu :


Stuart dan laraia, 2001 membagi dalam menjadi task group, self help
groups, educational groups, supportive therapy groups, pschotherapy
groups, brief therapy groups, intensive problem solving groups,
multidisciplinary teams, activity groups and pear support groups. Rawlins,
Wiliams, dan Beck (1993) dalam Budi Anna & Akemat, 2005 mebagi dalam
3 terapi yaitu terapi kelompok, kelompok therapetik, dan terapi aktivitas
kelompok.
1. Terapi kelompok
Adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus
adalah membuat sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.

Kelompok dibagi sesuai kebutuhan yaitu

stimulasi persepsi, stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialiasi


2. Kelompok terapeutik
Membantu mengatasi stress, penyakit fisis kritis, tumbuh kembang,

atau penyesuaian sosial. Tujuan yaitu : mencegah masalah kesehatan,


mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok, meningkatkan
kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling membantu dalam
menyelesaikan masalah. .
Kualifikasi terapis
Rwalins, Wiliams, dan Beck ( 1993) mengidentifikasi 3 area yang
perlu dipersiapkan untuk menjadi terapis atau pemimpin kelompok yaitu
persiapan teoritis melalui pendidikan formal, literatur, bacaan, lokakarya.
Praktik yang disupervisi pada saat berperan sebagai pemimpin kelompok,
pengalaman tertentu megikuti terapi kelompok. Perawat diperkenankan
memimpin terapi jika telah dipersiapkan secara profesional mempunyai
pengetahuan tentang maslah klien dan mengetahui metode yang dipakai
untuk kelompok khusus serta terampil sebagai pemimpin.

A. Jenis-jenis Terapi Aktifitas Kelompok


Jenis- jenis Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1. Terapi Aktifitas Kelompok: Sosialisasi
Upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial.
Tujuan umum = klien dapat meningkatkan hubungan social dalam
kelompok secara bertahap.
Tujuan khusus
Sesi 1
Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
nama panggilan, asal, dan hobi.
Setting : klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran ,ruangan nyaman
dan tenang.
Alat = tape recorder, kaset (marilah kemari), bola tenis, buku catatan dan
pulpen, jadwal kegiatan
Metode

peran/stimulasi

dinamika

kelompok,

diskusi/Tanya

jawab,

bermain

Langkah :
- Persiapan : memlilih klien yang sesuai dengan indikasi : isolasi social,
menarik diri membuat kontrak dengan klien, mempersiapkan alat dan
tempat.
- Orientasi : memberi salam terapeutik, evaluasi/validasi, kontra (jelaskan
tujuan aturan main)
- Kerja : jelaskan kegiatan, kaset dihidupkan bola diedarkan, saat tape
dimainkan maka anggota yang memeganggakn bola, memperkenalkan
nama, hobi, asal, tulis nama panggilan pada papan nama, ulangi dan beri
ujian.
- Terminasi : evaluasi dengan memperkenalkan diri baik secara verbal atau
non verbal, rencana tindak lanjut dan kontrak yang akan dating
Sesi 2
Klien

mampu

berkenalan

dengan

anggota

kelompok

dengan

memperkenalkan diri, menanyakan diri anggota kelompok lain.


Setting, alat, metode, dan fase persiapan, orientasi, evaluasi sama
Perbedaan difase kerja = anggota yang kebagian bola berkenalan dengan
cara memberi salam, menyebutkan identitas diri dan menanyakan lawan
bicara
Sesi 3
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok dengan cara
menanyakan kehidupan pribadi dan menjawab tentang kehidupannya.
Perbedaan di fase kerja: anggota yang memegang bola bertanya tentang
kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara
memberi salam, memanggil panggilan, menanyakan kehidupan pribadi
(orang terdekat, dipercaya, pekerjaan).
Sesi 4
Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota
kelompok dengan :menyampaikan topic yang ingin dibicarakan, memilih
topic yang ingin dibicarakan, dan memberi pendapat tentang topic yang
Alat tambahan : flipchart/whiteboard dan spidol
Fase kerja : putaran bola terdiri dari tiga cara sesuai tujuan diatas
Sesi 5
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan
orang lain dengan menyampaikan masalah pribadi, memilih satu masalah
untuk dibicarakan dan memberi pendapat tentang masalah pribadi yang
dipilih. Sistem difase kerja hampir sama dengan sesi 4

Sesi 6
Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok dengan
cara :bertanya dan meminta sesuai dengan kebutuhan pada orang lain,
menjawab dan memberi pada orang lain sesuai dengan permintaan.
Alat flipchart diganti dengan kartu kwartet
Fase kerja : - terapis membagi 4 kartu pada masing-masing anggota, sisanya
dimeja.
Terapis meminta tiap anggota kelompok menyusun kartu sesuai seri.
Anggota yang memegang bola, dapat meminta kartu yang dibutuhkan, jika
kartu lengkap, diumumkan pada kelompok dengan membaca judul/subjudul,
jika kartu belum lengkap, mengambil satu kartu dari tumpukan kartu diatas
meja
Sesi 7
Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok
yang telah dilakukan. Alat = tidak pakai flipchart/kartu kwartet.
2.

Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif atau Persepsi


Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau

stimulus yang pernah dialami. Terapi aktifitas kelompok stimulus


kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang
mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya
memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku
maladaptif.
Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau
mengikuti kegiatan. Tujuan umum agar klien mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan maslah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.
Tujuan Khususnya yaitu :
1. Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya
dengan tepat
2. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang
dialami
A. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Persepsi Umum, mempunyai contoh
yaitu
1. Menonton Televisi
2. Membaca Koran
3. Melihat gambar

B. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : Perilaku Kekerasan


Terdiri dari 5 sesi yaitu :
1. Mencegah perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2. Mencegah perilaku kekerasan fisik
3.Mencegah perilaku kekerasan sosial
4. Mencegah perilaku kekerasan spiritual
5. Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat
C. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : Halusinasi
Terdiri dari 5 sesi yaitu :
1. Mengenal Halusinasi
2. Mengontrol halusinasi dengan menghardik
3. Mengontrol halusinasi dengan melakuka kegiatan
4. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5.Mengontrol halusinasi dengan patuh meminum obat
D. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : Harga Diri Rendah
Terdiri dari 2 sesi, yaitu :
1. Identifikasi hal positif dari diri sendiri
2. Melatih positif pada diri sendiri
3. Terapi Aktifitas Kelompok : Stimulus Sensori
Terapi Aktifitas Kelompok ini adalah upaya untuk menstimulasi
semua pancaindera (sensori) agar member respons yang adekuat.
Tujuan umum yaitu klien dapat merespon stimulus pancaindera yang
diberikan.
Tujuan khusus yaitu :
1. Klien mampu berespon terhadap suara yang di dengar
2. Klien mampu berespon terhadap gambar yang di lihat
3. Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar
Adapun aktifitas stimulasi sensori dapat berupa stimulus terhadap
penglihatan, pendengaran dan lain-lain seperti gambar, video, tarian, dan
nyanyian. Klien yang mempunyai indikasi Terapi Aktifitas Kelompok
sensorik adalah klien isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang di
sertai dengan kurangnya komunikasi verbal.
Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi sensoris suara terdiri dari 3 sesi, yaitu :
1. Mendengar music
2. Menggambar
3. Menonton televise/video
4. Terapi aktivitas kelompok : Orientasi Realitas
Terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas adalah upaya untuk
mengorientasikan keadaaan nyata pada klien, yaitu dari diri sendiri,

oranglain, lingkungan/tampat dan waktu. Klien dengan gangguan jiwa


psikotik mengalami penurunan daya nilai realitas. Klien tidak lag mengenali
tempat, waktu dan orang-orang disekitarnya. Hal ini dapat menyebabkan
klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas pada klien.
perlu adanya aktivitas yang memberikan stimulus secara konsisten kepada
klien tentang realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, tempat dan
waktu.
Tujuan : tujuan umum adalah klien mampu mengenali orang, tempat dan
waktu sesuai dengan kenyataan. Sedangkan tujuan khusus :

Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada.


Klien mengenal waktu dengan tepat
Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang disekitarnya dengan
tepat.

Aktivitas dan indikasi


Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang,
tempat dan waktu. Klien yang mempunyai indikasi TAK orientasi realitas
adalah klien halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya: salah
mengenal oranglain: tempat dan waktu.
Contoh TAK orientasi Realitas
Sesi 1 : pengenalan orang
Tujuan :

Klien mampu mengenal nama-nama perawat


Klien mampu mengenal nama-nama klien

Setting

Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran


Ruangan nyaman dan tenang

Alat

Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut TAK


Spidol, bola tenis, tape recorder, kaset dangdut

Metode

Dinamika kelompok
Diskusikan dan tanya jawab

Langkah kegiatan
1. Persiapan
Memilih klien sesuai dengan indikasi, membuat kontrak
dengan klien, mepersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
Salam terapeutik : salam dari terapis kepada klien
Evaluasi validasi: menanyakan perasaan klien saat ini
Kontrak : terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu
mengenal orang. Tera[is menjelaskan aturan main berikut:
jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
minta izin pada petugas, lama kegiatan 45 menit, setiap klien
mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
Terapis mebagikan papan nama untuk masing klien
Terapis meminta klien menyebutkan nama lengkap,

panggilan, dan asal


Terapis meminta klien menulisakan nama panggilan pada

papan nama yang dibagikan


Terapis meminta klien memperkenalkan

diri

secara

berurutan, searah jarum jam dimulai dengan terapis, meliputi

nama lengkap, panggian, asal dan hobi.


Terapis menjelaskan langkah berikutnya: tape recorder akan
dinyalakan, saat musik terdengar bola tenis dipindahkan dari
satu klien ke klien yang lain. Saat musik dihentiksn, klien
yang sedang memegang bola tenis menyebutkan nama

lengkap, penggilan, asal dan hobi dari klien yang lain.


Ulangi langkah sampai semua klien mendapatkan giliran
Terapis meberikan pujian untuk setiap keberhasilan klien

dengan mengajak klien lain bertepuk tangan.


4. Tahap terminasi
1. Evaluasi : terapis menanyakan perasaan klien setelah
mengikuti

TAK,

Terapis

memberikan

pujian

atas

keberhasilan kelompok
2. Tindak lanjut: terapis menganjurkan klien menyapa oranglain

sesuai dengan nama panggilan


3. Kontrak yang akan datang: terapis meberikan kontrak untuk
TAK

yang

akan

datang

yaitumengenal

waktu

menyepakati waktu yang tempat.


Evaluasi
Dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK orientasi realitas orang, kemampuan klien yang diharapkan
adalah dapat menyebutkan nama, panggilan, asal dan hobi klien lain.
Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 1 TAK : Orientasi realitas orang, kemampuan mengenal oranglain
No

Aspek yang dinilai

1
2

Menyebutkan nama klien lain


Menyebutkan nama panggilan klien

3
4

yang lain
Menyebutkan asal klien yang lain
Menyebutkan hobi klien lain

Nama

Nama

Nama

Nama

Nama

klien

klien

klien

klien

klien

Petunjuk : tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
klien., untuk tiap klien beri penilaian tentang kemampuan klien mengetahui
nama, panggilan, hobi, asal klien lain. Beri tanda checklist jika klien mampu
dan tanda silang jika klien tidak mampu.
Dokumentasi
Dokumentasi pada catatan proses keperawatan tiap klien. contoh klien
mengikuti TAK orientasi realitas orang. Klien mampu menyebutkan nama,
panggilan, asal dan hobi klien lain sebelahnnya. Anjurkan klien mengenal
nama klien lain diruangan.
F. Post traumatic distress disorder (PTSD)
Stress melekat pada kehidupan. Artinya individu tidak mungkin
terhindar dari stress. Individu bereaksi terhadap stress tergantung pada

bagaimana mereka memandang atau mengatasi dampak dari stressor. Jika


individu tidak mampu mengatasi dampak buruk dari stress maka akan
memicu terjadinya trauma.
Gangguan stress pasca trauma (Post traumatic stress disorder/ PTSD)
diawali dengan gangguan stress akut (acut tress disorder /ASD). (Hyer&
Sohnle, 2001. Dalam Potter PA & Perry AG, 2010).
Defenisi PTSD dan ASD, yaitu :

Acut stress disorder ( ASD )


Adalah gangguan stress akut yang dimulai dengan pengalaman
individu , kesaksian atau pertentangan dengan kejadian traumatic
dan respon terhadap ketakutan yang kuat, ketidakberdayaan ( APA,

2000, Dalam Potter PA & Perry AG, 2010 )


Post traumatic stress disorder ( PTSD )
Adalah perkembangan karakteristik setelah kejadian traumatik yang
dialami

individu yang mengancam integritas

fisiknya

atau

mengancam integritas fisik orang lain, gejala muncul setelah


kejadian yang tidak diduga atau kematian yang mengenaskan,
dampak buruk yang serius, atau ancaman kematian atau trauma pada
anggota keluarga atau orang terdekat (APA, 2000, Dalam Potter PA
& Perry AG, 2010)
Jadi dapat disimpulkan bahwa post traumatic stress adalah
perkembangan gejala-gejala yang dicetuskan oleh sebuah kejadian yang
siapapun yang menghadapinya secara umum menimbulkan stress yang luar
biasa, individu bisa mengalaminya sendiri atau bersama-sama. Kejadian ini
dapat terjadi pada semua kelompok umur, karena tidak ada yang bisa
memperkirakan secara tepat siapa yang akan mengalami trauma. Gejala ini
mulai dalam 3 bulan pertama setelah trauma, dapat berlangsung sampai
beberapa bulan bahkan tahunan.
Beberapa pengalaman yng menimbulkan PTSD meliputi : terlibat
dalam perang militer, pengalaman kekerasan yang menyerang personal,
diculik, disandra, disiksa, kejadian bencana, kecelakaan lalu lintas yang
berat, didiagnosa dengan penyakit yang mengancam kehidupan (APA, 2000,

dalam Townsend, 2005 ).


Karakteristik gejala meliputi :

Adanya pengalaman yang traumatic


Adanya kecemasan yang tinggi
Respon mati rasa secara umum
Kenangan yang mengganggu atau mimpi buruk tentang peristiwa

yang dialami
Beberapa individu tidak mampu secara tepat menginggat aspek

traumanya
Gejala depresi yang cukup berat
Beberapa kasus klien menguraikan perasaan bersalah yang
menyakitkan terhadap kenapa dia tetap bertahan hidup , sementara

yang lain tidak


Bisa terlibat dalam penyalahgunaan obat
( APA, 2000, dalam townsend, 2005 )
Jika gambaran gejala yang lengkap terjadi lebih dari 1 bulan yang

menyebabkan gangguan hubungan seseorang dengan lingkungan sosialnya,


pekerjaan, dan area fungsi lainnya , dapat didiagnosa dengan PTSD. Jika
gejala muncul kurang dari 1 bulan maka diagnosanya adalah ASD .
Kriteria diagnosis PTSD adalah :
A.

Individu mengalami kejadian traumatik


Biasanya ditunjukkan dengan :
1. Individu pernah mengalami , menyaksikan atau berhadapan dengan
kejadian atau kejadian-kejadian dimana individu terlibat secara aktual,
ancaman kematian, injuri berat, ancaman integritas fisik, dari diri
sendiri atau orang lain
2. Respon individu yang terlibat sangat ketakutan, tidak berdaya,
mengerikan. Pada anak ditunjukan dengan perilaku tidak terorganisir
atau agitasi.

B. Kejadian traumatik yang persisten yang dirasakan kembali.


Biasanya dengan satu atau lebih cara berikut :
1. Ingatan akan kesedihan yang berulang dan mengganggu dari kejadian
traumatik, meliputi gambaran, fikiran, atau persepsi. Pada anak pengulangan
dapat terjadi dimana tema atau aspek trauma diekspresikan.
2. Mimpi buruk yang berulang-ulang mengenai kejadian. Pada anak

biasanya berupa mimpi yang menakutkan tampa mengenal isinya


3. Tindakan atau perasaan seolah-olah kejadian traumatik berulang
(perasaan dari pengalaman yang lalu, ilusi, halusinasi, dan disosiasi,
pemutaran kembali episode yang lalu)
4. Tanda-tanda distress psikologis
5. Tanda-tanda reaksi fisik
C. Menghindari stimulus secara persisten terkait trauma
ditunjukan dengan :
- Usaha untuk menghindari fikiran, perasaan dan percakapan terkait
-

trauma
Usaha untuk menghindari aktivitas , tempat atau orang-orang yang

mendorong ingatan pada trauma


Tidak mampu memahami aspek penting dari trauma
Mengurangi ketertarikan atau partisipasi dalam aktivitas yang

bermakna
Merasa sendiri dan terasing dari orang lain
Membatasi rentang afektif (tidak mampu mencintai orang lain)
Sensasi masa depan pendek (tidak ada harapan untuk karier,
menikah, memiliki anak, atau perkembangan normal sepanjang
rentang kehidupan)

D. Gejala persisten yang meningkat (tidak ada sebelum trauma)


Yang ditunjukan dengan satu atau lebih gejala berikut :
1. Sulit mulai tidur, sering terbangun
2. Mudah marah atau ledakan kemarahan
3. Sulit berkonsentrasi
4. Sangat waspada
5. Respon kejut yang berlebihan
6. Durasi gangguan lebih dari 1 bulan
E. Gangguan yang disebabkan distress yang bermakna secara klinis atau
adanya kerusakan dalam hubungan sosial, pekerjaan, atau area fungsi
lainnya (APA, 2000, dalam Townsend, 2005).
Etiologi PTSD
Teori etiologi PTSD
Green, Wilson and Lindi, 1985 menunjukan model teori dari etiologi
PTSD. Teori ini menjelaskan bagaimana orang tertentu terkena PTSD ,
sementara orang lain dalam kejadian yang sama tidak mengalami PTSD.
Variabel karakteristik yang berhubungan adalah :

1. Pengalaman yang sangat traumatis


Meliputi :

Berat dan lamanya stressor


Adanya persiapan antisipasi
Mengancam jiwa
Mengancam kehidupan sejumlah orang
Adanya resiko berulang
Lokasi dimana trauma dialami (dilingkungan keluarga, dirumah, atau
dinegara asing)

2. Kapasitas individu
Meliputi :

Kekuatan ego

Adanya pencetus psykopatologi

Sumber koping yang efektif

Hasil pengalaman lalu dengan stress / trauma

Tendensi perilaku ( temperamen )

Dalam tahapan perkembangan psikososial

Faktor demografi ( umur, status sosial ekonomi, pendidikan )


3. Lingkungan pemulihan
Meliputi :

Tersedianya dukungan sosial

Kekompakan dan perlindungan dari keluarga dan teman

Sikap sosial terhadap pengalaman

Budaya yang mempengaruhi


Diagnosa keperawatan dan kriteria hasil
Meliputi :
1. Post traumatic syndrome berhubungan dengan kejadian distress yang
dianggap berada diluar jangkauan pengalaman manusia biasa yang
dibuktikan oleh : kilas balik, kenangan yang mengganggu, mimpi
buruk, mati rasa psikologis sehubungan kejadian , dissosiasi atau
amnesia
2. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan diri, seperti
yang dirasakan sebelum trauma atau yang dirasakan hilang timbul
selama atau setelah kejadian, dibuktikan oleh mudah marah dan
ledakan

kemarahan,

merusak

diri,

penyalahgunaan

zat,

menyampaikan secara verbal perasaan bersalah karena masih hidup.


Kriteria hasil PTSD , klien menunjukan :
1. Dapat menghadapi kejadian trauma
2. Menunjukan penurunan, kilas balik, kenangan yang mengganggu,
mimpi buruk
3. Dapat menunjukan strategi koping yang adaptif ( seperti teknik
relaksasi, mental imagery, music seni )
4. Dapat berkonsentrasi dan membuat tujuan yang realistis untuk masa
depan
5. Melibatkan orang terdekat dalam proses pemulihan dan keinginan
6.
7.
8.
9.

menerima dukungan
Mengucapkan tidak ada ide atau keinginan merusak diri
Melakukan usaha melewati rasa bersalah
Cukup tidur
Menyampaikan sumber-sumber di komunitas yang bisa diminta

bantuan pada saat stress


10. Ikut dalam kelompok dari individu-individu yang sudah pulih dari
pengalaman traumatic yang sama
11. Mengucapkan keinginan untuk menempatkan trauma pada masa lalu
dan melanjutkan hidupnya
Perencanaan dan implementasi
Intervensi keperawatan PTSD antara lain :
1. Menetapkan staf yang sama untuk kontak dengan klien sesering
mungkin, gunakan pendekatan yang tidak mengancam, sesuai fakta
dan bersahabat. Hormati keinginan klien dalam berinteraksi dengan
lawan jenis. Konsisten , menepati janji, menunjukan penerimaan,
mengatur waktu dengan klien
2. Temani klien selama periode kilas balik dan mimpi buruk, berikan
jaminan keamanan dan pengamanan, dan memastikan klien bahwa
gejala-gejala ini biasa terjadi setelah trauma
3. Dapatkan riwayat yang akurat dari orang terdekat tentang trauma
dan respon spesifik klien
4. Dorong klien membicarakan kejadian trauma. Berikan pendekatan
yang tidak mengancam, lingkungan privacy, dan libatkan orang
terdekat jika klien menginginkan. Menggali dan validasi perasaan

klien yang diekspresikannya


5. Diskusikan strategi koping yang digunakan dalam berespon terhadap
trauma. Diskusikan alternatif strategi lainnya. Libatkan system
pendukung yang tersedia, termasuk tokoh agama dan adat .
Identifikasi strategi koping yang mal adaptif. Praktekan strategi
koping adaptif untuk masa depan.
6. Bantu individu untuk mencoba memahami trauma jika mungkin
Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pertanyaan berikut :
1. Dapatkah klien mendidkusikan kejadian trauma tampa serangan
panik
2. Apakah klien bisa sukarela mendiskusikan kejadian trauma
3. Dapatkah klien mendidkusikan perubahan yang terjadi di hidupnya
4.
5.
6.
7.
8.
9.

karena kejadian trauma


Apakah klien masih mengalami kilas balik
Dapatkah klien tidur tampa bantuan obat
Apakah klien masih mengalami mimpi buruk
Mampukah klien mempelajari strategi koping yang baru saat stress
Dapatkah klien menunjukan strategi koping yang baru
Dapatkah klien menyebutkan tahapan berduka dan perilaku normal

pada masing-masing tahapannya


10. Dapatkah klien menyadari posisi dirinya dalam proses berduka
11. Apakah perasaan bersalah berkurang
12. Dapatkah klien menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain
13. Dapatkah klien melihat masa depan dengan optimis
14. Apakah klien mencoba bergabung dengan kelompok pendukung dari
korban yang mengalami trauma yang sama
15. Apakah klien mempunyai rencana tindakan untuk mengatasi gejala,
jika gejala itu timbul

2.2 Konsep Koping


2.2.1 Definisi dan Pentingnya Koping terhadap Stress
Seseorang dalam semua golongan usia pasti mempunyai pengalaman
stress dan berusaha untuk menghadapinya. Pada usia anak anak, seseorang
belajar cara mengatur/memanage perasaan stressnya yang timbul dari situasi
situasi yang menakutkan yang mereka alami (Farafino 1986).

Karena tekanan emasional dan fisik yang menyertai stress sangatlah tidak
nyaman, maka kita harus mempelajari apa itu koping.
Beberapa definisi coping dikeluarkan oleh Lazarus & Folkman 1984.
Ketika kita melihat bahwa stress melibatkan sebuah pengamatan yang
bertentangan antara tuntutan situasi dan sumber pengamatan yang
bertentangan antara tuntutan situasi dan sumber seseorang.
Koping adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memanage
pengamatan bertentangan antara tuntutan dan sumber sumber yang mereka
hargai dalam situasi stress. Kata mengatur/manage dalam definisi ini berarti
mengindikasikan bahwa usaha usaha koping dapat di variasikan dan
jangan memaksa membawanya pada solusi masalah.
Walaupun usaha usaha koping dapat ditujukan untuk mengkoreksi
atau mengatasi masalah, koping juga dengan sederhana dapat menolong
seseorang mengubah persepsinya yang bertentangan, bertoleransi atau
menerima kenyataan yang menyakitkan atau mengancam, atau menghindari
atau melarikan diri dari situasi (Lazarus & Folkman,198, Moos &
Schaefer,1986).
Contohnya, seorang anak yang menghadapi keadaan stress saat ujian
di sekolah dapat mengatasi/mengkoping dengan merasakan mual dan diam
dirumah.

Koping

juga

dapat

dideskripsikan

sebagai

keberhasilan

menghadapi atau menangani masalah dan situasi. Strategi koping


(mekanisme) koping adalah cara berespon bawaan terhadap perubahan
lingkungan atau masalah atau situasi tertentu.
Menurut Folkman dan Lazarus (1991), dalam fundamental
keperawatan Kozier 2010 koping adalah upaya kognitif dan perilaku
untuk mengelola tuntutan eksternal dan internal tertentu yang dinilai
membebani atau melewati atas sumber daya yang ada dalam diri individu.
Kita mengkoping stress dengan/melalui kognitif dan transaksi
perilaku kita dengan lingkungan. Contohnya, seandainya anda dalam
kondisi kelebihan berat badan dan perokok, dan dokter anda memerintahkan
anda untuk menurunkan berat badan dan berhenti merokok, karena banyak
faktor yang membuatmu mempunyai resiko tinggi terkena penyakit jantung.

Anda akan dihadapkan pada ancaman, anda mungkin akan menjadi orang
yang lemah atau bahkan mati. Hal ini merupakan kondisi stress, tapi anda
tidak berfikir bahwa anda dapat mengubah tingkah laku anda.
Seberapa kemampuan anda mengatasi/mengkoping masalah ini?.
Beberapa orang mungkin mengkopingnya dengan mencari informasi tentang
bagaimana meningkatkan kemampuannya untuk berubah. Yang lainnya
mungkin dengan sederhana akan mencari dokter lain yang tidak terlalu to
the point atau tegas. Yang lain lagi mungkin akan berserah diri pada Tuhan
dan meninggalkan masalah. Mungkin yang lain akan mencoba sungguh
sungguh mengatasi kekhawatirannya dengan alkohol, yang bahkan akan
meningkatkan resiko. Seseorang akan menggunakan metode yang berbeda
dalam mengatasi situasi bertentangan antara tuntutan situasi dan sumber
seseorang.
Proses koping bukanlah satu kejadian/single event. Karena koping
melibatkan transaksi yang terus menerus dengan lingkungan, maka proses
koping merupakan sebuah siklus yang dinamis. Jadi dapat ditarik
kesimpulan bahwa definisi koping adalah cara seseorang menghadapi atau
menangani masalah dan situasi. Strategi/mekanisme koping adalah cara
berespon bawaan terhadap perubahan lingkungan atau masalah atau situasi
tertentu. Koping adalah upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola
tuntutan eksternal dan internal tertentu yang dinilai membebani atau
melewati batas sumberdaya yang ada dalam diri individu.
2.2. Konsep Koping
2.2.1. Pengertian Koping
a. Koping
Koping adalah suatu usaha individu untuk mengatasi stres psikologis
(Lazarus, 2007, dalam Potter dan Perry, 2010). Koping merupakan suatu
proses yang secara konstan berubah untuk mengatur kebutuhan akan sumber
daya individu. Koping adalah upaya kognitif dan tingkah laku untuk
mengatur tuntutan yang spesifik baik eksternal maupun internal yang dinilai
sebagai beban atau sumber-sumber yang melebihi kemampuan seseorang

(Folkman dan Lazarus, 1991 dalam Kozier, 2004).


Koping dapat digambarkan sebagai hubungan dengan masalah dan
situasi, atau menghadapinya dengan berhasil/sukses. Koping adalah usaha
untuk menguasai suatu situasi yang dianggap berbahaya, mengancam,
menimbulkan konflik atau menantang
(Monat dan Lazarus, 1977 dalam J. Christensen, Paula, 2009).
2.2.2 Pengertian strategi pengukuran koping
Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus (Kamus Besar Bahasa Indonesia).Pengukuran
adalah proses, cara, perbuatan untuk mengukur (Kamus Besar Bahasa
Indonesia). Strategi koping adalah cara khusus mengatasi stressor yang
dibedakan dari gaya koping, yang relatif tidak megubah karakteristik
kepribadian atau hasil koping (Ryan, Wenger, 1992 dalam Wong, 2002).
Jadi, Pengukuran strategi koping adalah suatu cara khusus untuk
mengatasi stres psikologis yang dianggap berbahaya, mengancam, atau
menimbulkan konflik namun tidak mengubah karakteristik kepribadian
individu tersebut dalam menghadapinya untuk mencapai hasil koping yang
lebih baik.
a. Strategi Koping
Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada 3 strategi koping, yaitu:
1. Problem Solving Focused
Mengacu pada upaya untuk memperbaiki situasi dengan melakukan
perubahan atau mengambil beberapa tindakan. individu secara aktif
mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau
situasi yang menimbulkan stres. Melibatkan tugas dan upaya-upaya
langsung untuk mengatasi ancaman itu sendiri. Contohnya termasuk
negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat.
2. Cognitively Focused
Di mana orang tersebut mencoba untuk mengontrol arti masalah dan
dengan demikian menetralkannya. contohnya termasuk membandingkan hal
yang

positif, menyeleksi ketidaktahuan,penghargaan substitusi,

dievaluasi objek yang diinginkan.


3. Emotion Focused

dan

Di mana pasien berupaya untuk memperbaiki situasi dengan


melakukan perubahan atau mengambil beberapa tindakan. dimana individu
melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam

rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu


kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Emosi fokus
coping termasuk pikiran dan tindakan yang
meringankan penderitaan emosional. koping berfokus emosi tidak
memperbaiki situasi, tetapi orang sering merasa lebih baik. Contohnya
termasuk penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti penyangkalan,
penekanan, atau proyeksi.
Strategi koping juga dilihat sebagai jangka panjang atau jangka
pendek. strategi jangka panjang dapat bersifat konstruktif dan realistis.
misalnya, dalam situasi tertentu berbicara dengan orang lain tentang
masalah ini dan berusaha untuk mengetahui lebih banyak situasi adalah
strategi jangka panjang. Strategi coping jangka pendek dapat mengurangi
stres dengan batas toleransi sementara tetapi di akhir cara yang efektif untuk
mengatasi dengan realitas. mereka bahkan mungkin memiliki cara-cara
merusak untuk menangani dengan realitas.
Contohnya strategi jangka pendek

menggunakan

minuman

beralkohol atau obat, melamun dan berfantasi, mengandalkan pada


keyakinan bahwa apapun akan berhasil, dan menyerah pada orang lain
untuk menghindari kemarahan.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Koping
1. Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup
besar.
2. Keyakinan
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib dalam mengatasi stres.
3. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan

untuk

mencari

informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk

menghasilkan alternatif tindakan.


4. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
5. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
6. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uangatau barang barang.
Terdapat 8 indikator yang akan diukur. Semuanya akan dijelaskan
sebagai berikut (dalam Auerbach dan Grambling, 1998), yaitu:
Berorientasi pada Permasalahan (problem-solving focused)
1. Confrontive coping
Merupakan usaha yang bersifat agresif dalam mengubah situasi, termasuk
dengan cara mengambil resiko. Individu melakukannya dengan cara
bertahan pada apa yang diinginkan.

2. Planful problem solving


Memusatkan usaha pada masalah dengan hati-hati untuk mengatasi situasi
yang menekan. Langkah lainnya dalam strategi ini adalah membuat
perencanaan dari hal-hal yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan
menjalankan rencana tersebut.

3. Seeking social support


Usaha-usaha mencari nasihat, informasi, atau dukungan emosional pada
lingkungan sosial di sekelilingnya. Caranya meminta pendapat orang lain
terkait pemecahan masalah yang dihadapinya. Berorintasi pada emosi
(emotion focused)

4. Distancing
Usaha yang bertujuan untuk menjaga jarak antara diri sendiri dengan
masalah yang dihadapi dan bertingkah laku mengabaikan masalah tersebut.
Individu dengan kondisi seperti ini merusaha menolak atau larut dalam
masalah, dan menganggapnya seakan tidak pernah terjadi sesuatu.

5. Self control
Usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatur perasaan-perasaan
tersebut dengan cara menyimpannya. Individu akan berusaha menyimpan
keadaan atau masalah yang sedang dihadapi agar orang lain tidak tahu.

6. Accepting responsibility
Usaha strategis yang pasif dimana individu mengakui atau menerima dirinya
memiliki peran dalam maslaah tersbeut. Individu akan mengkritisi diri
sendiri apabila sedang menghadapi masalah dan ia merasa dirinya yang
bertanggung jawab.

7. Escape avoidance
Strategi berupa perilaku menghindar atau melarikan diri dari masalah dan
situasi stres dengan cara berkhayal atau berangan-angan juga dengan cara
makan, minum, merokok, menggunakan obat-obatan. Individu berharap
dnegan strategi tersebut situasi buruk akan segera berlalu.

8. Positive reappraisal
Usaha-usaha untuk menemukan makna yang positif dari masalah atau
situasi menekan yang dihadapi, dan dari situasi tersbeut individu akan

berusaha menemukan suatu keyakinan baru yang difokuskan pada


pertumbuhan pribadi.

9. Seeking social support


Strategi yang dipakai individu untuk mendapatkan simpati dan pengertian
orang lain.

D. Alat Ukur Koping


Instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur skala stres adalah
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang biasanya digunakan untuk
mengukur skala kecemasan karena kecemasan merupakan salah satu emosi
yang paling menimbulkan stres yang dirasakan oleh banyak orang
(Wangmuba, 2009). Disamping itu, salah satu respon individu dalam
menghadapi stres adalah perasaan cemas (Herlambang, 2008). HARS terdiri
dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan
gejala-gejala yang lebih spesifik (Hawari, 2008).
1. Perasaan cemas, ditandai dengan : cemas, firasat buruk, takut akan
pikiran sendiri, dan mudah tersinggung.
2. Ketegangan yang di tandai oleh : merasa tegang, lesu, tidak dapat
istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.
3. Ketakutan ditandai oleh : ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal
sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar,
ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan
orang banyak.
4. Gangguan tidur ditandai oleh : sukar untuk tidur, terbangun malam
hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk atau
menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan ditandai oleh: sukar konsentrasi, daya ingat
buruk, daya ingat menurun.

6. Perasaan depresi (murung) di tandai oleh : kehilangan minat, sedih,


bangun dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan
berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatik (otot) ditandai oleh : nyeri pada otot, kaku, kedutan
otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.
8. Gejala sensorik (sistem saraf) ditandai oleh : tinitus (telinga
berdenging), penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa
lemah, perasaan di tusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) ditandai oleh :
takikardia (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri dada, denyut
nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan, detak jantung
menghilang (berhenti sekejap).
10. Gejala pernafasan di tandai oleh : rasa tertekan atau sempit didada,
perasaan tercekik, merasa nafas pendek/ sesak, sering menarik nafas
panjang.
11. Gejala Gastrointestinal (pencernaan) ditandai oleh : sulit menelan,
mual, perut melilit, nyeri lambung sebelum atau sesudah makan,
perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat
badan menurun, dan kontipasi (sukar buang air besar)
12. Gejala Urogenital (perkemihan dan kelamin) ditandai oleh : sering
kencing, tidak dapat menahan kencing, tidak datang bulan (tidak ada
haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid
berkepanjangan, masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam
sebulan, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang, impotensi.
13. Gejala Saraf Autonom ditandai oleh : mulut kering, muka merah dan
kering, mudah berkeringat, pusing/ sakit kepala, bulu kuduk berdiri.
14. Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh : gelisah, tidak tenang,
jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, otot
tegang, nafas pendek dan cepat, muka memerah.

Dari 14 kelompok gejala, masing-masing kelompok diberi penilaian angka


(skor) antara 0-4, yang artinya adalah:
1. Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali
2.

Skor 1 : 1 dari gejala yang ada

3.

Skor 2 : separuh dari gejala yang ada

4.

Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada

5.

Skor 4 : semua gejala ada

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor kelompok gejala 1


sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
2. Skor 14-20 = kecemasan ringan
3. Skor 21-27 = kecemasan sedang
4. Skor 28-41 = kecemasan berat
5. Skor 42-56 =kecemasan berat sekali

2.2.3 Aspek Sosial Budaya


Aspek Sosial Budaya Koping
Aspek sosial budaya koping disini berkaitan dengan dukungan sosial
yaitu sumber daya eksternal dalam mekanisme koping individu, Cobb
(1976) dalam buku ajar medikal bedah (2002) mendefinisikan dukungan
sosial sebagai rasa memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih dengan
tiga katagori.

Katagori

pertama

membuat

orang

percaya

bahwa

dirinya

diperhatikan atau dicintai. Sering muncul dalam hubungan antara


dua orang dimana kepercayaan mutual dan keterikatan diekspresikan
dengan cara saling menolong untuk memenuhi kebutuhan bersama.
Ekspresi tersebut sering disebut sebagai dukungan emosional.
Contoh dalam kehidupan sehari hari bisa kita perhatikan dalam
kehidupan kekeluargaan, dimana bila salah satu anggota keluarga
mendapatkan

masalah,

keluarga

lain

akan

ikut

membantu

memecahkan masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga tersebut.

Katagori informasi kedua menyebabkan sesorang merasa bahwa


dirinya dianggap atau dihargai. Bila mana keberadaannya dalam
sosial sangat diakui atau terpandang akan menaikan perasaan harga
diri. Hal ini disebut sebagai dukungan harga diri. Dalam aplikasi
kehidupan bisa kita lihat bila mana ada individu yang memiliki
status tertentu di masyarakat (contoh seorang pejabat negara), akan
mendapatkan support koping sosial dari berbagai lapisan masyarkat
sekitar berkenaan dengan posisi dia di dalam masyarakat.

Katagori informasi ketiga membuat sesorang merasa bahawa dirinya


merupakan

bagian

dari

jaringan

komunikasi

dan

saling

ketergantungan. Sebagai contoh bila mana dari anggota jaringan


komunikasi membutuhkan suatu bantuan akan dapat segera
memanfaatkan sarana yang disediakan oleh jaringan komunikasi
tersebut. Dalam kehidupan sehari hari bisa kita jumpai komunikasi
sosial yang bisa dimanfaatkan untuk individu bila menghadapi suatu
masalah, contoh informasi sarana umum, seperti nomor telpon
kegawatdaruratan ( Nomor Ambulance, Pemadam kebakaran, dll),
contoh lain kemudahan kemudahan individu untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan ( pelayanan konseling), sarana pelayanan
kesehatan.
Dukungan sosial berawal in utero, dipelihara melalui kebiasaan
keterikatan maternal dan paternal, berkembang dalam keluarga, teman dan
hubungan komunitas bersama pertumbuhan sesorang. Dukungan sosial
memfasilitasi prilaku koping seseorang, namun hal ini bersifat kondisional.
Karena dukungan akan dapat dirasakan bila mana terjadi keterlibatan dan
perhatian yang mendalam, bukan hanya hubungan sebatas permukaan.
Dalam menghadapi suatu penyakit (stressor), ada 5 cara pentung
individu yang digunakan yaitu : (Jalowiec, 1993, dalam Brunner &
Suddarth, 2002)

Mencoba rasa optimis mengenai masa depan

Menggunakan dukungan sosial

Menggunakan sumber spiritual

Mencoba tetap mengontrol situasi maupun perasaan

Mencoba menerima kenyataan yang ada


Standard of Care for Psychiatric Mental Health Nursing Practice

(ANA, 2000) berguna untuk membantu dalam melakukan pengkajian yang


akurat terhadap tingkat stres klien, mekanisme koping, dan sistem dukungan
sebelum

melakukan

intervensi.

Gunakan

bahasa

dan

ketrampilan

komunikasi yang efektif secara budaya untuk memahami persepsi klien


terhadap stres dengan jelas dan tepat.
Budaya klien mendefinisikan apa yang dimaksud dengan tekanan
bagi seseorang dan cara koping terhadap stres (Aldwin, 2000, dalam Potter
dan Perry 2010). Konteks budaya membentuk tipe rangsangan lingkungan
yang

menghasilkan

stres

tersendiri.

Contoh

perbedaan

budaya

menunjukkan transisi perkembangan dan titik balik kehidupan secara


berbeda pula. Yang termasuk keterikatan secara budaya adalah bagaimana
individu meninggalkan rumah orangtua, mengalami krisis kesehatan atau
penyakit

kronis,

merawat

keluarga,

menjadi

tidak

berdaya,

atau

ketergantungan.
Menurut Aldwin, dalam potter & perry, 2009. budaya bervariasi pada
strategi koping berfokus emosi dan berfokus masalah. Terkait dengan
koping berfokus emosi, beberapa budaya stres emosi harus diawasi
sedangkan pada budaya lainnya hanya merupakan ekspresi emosi. Koping
berfokus masalah merupakan pengontrolan dan penanganan stres. Budaya
yang berbeda mengontrol stres dengan cara yang berbeda juga. Budaya
memberikan cara yang berbeda untuk beradaptasi dengan stres. Hal ini
termasuk sistem legal untuk menyelesaikan konflik, pemberian nasihat, atau
kelompok pendukung dan ritual. Penerapannya dalam praktik keperawatan
adalah :
-

Pahami bahwa stressor dan gaya koping bervariasi pada budaya yang

berbeda
-

Gunakan introspeksi untuk mengkaji persepsi dirinya sendiri


terhadap stress dan koping dalam suatu konteks budaya

Kaji pengaruh budaya pada pengkajian pandangan klien terhadap


stres

Tentukan institusi dalam suatu budaya klien yang memfasilitasi


koping
Budaya memiliki pengaruh yang paling besar pada keyakinan dan

praktik kesehatan individu (Campinha-Bacole, 1994. Dalam Videlbeck,


2001). Budaya terbukti mempengaruhi konsep individu tentang penyakit
dan sakit, serta stress dan koping. Bechtel et al, 1998. Dalam Videlbeck,
2001. Merekomendasikan suatu model untuk mengkaji klien dengan
menggunakan fenomena budaya, antara lain :
- Komunikasi
Komunikasi verbal akan sulit ketika klien dan perawat tidak berbicara
menggunakan bahasa yang sama. Perawat harus menyadari bahwa
komunikasi nonverbal memiliki makna yang berbeda dalam berbagai
budaya.
- Jarak atau ruang fisik
Berbagai budaya memiliki perspektif yang berbeda-beda tentang hal
yang dianggap sebagai jarak fisik yang nyaman dari orang lain ketika
berkomunikasi.
- Organisasi sosial
Organisasi sosial mengacu pada organisasi dan struktur keluarga, nilai
dan keyakinan agama, kesukuan dan budaya, yang semuanya
mempengaruhi

peran

individu

dan

dengan

dengan

demikian

mempengaruhi mekanisme koping individu.


- Orientasi waktu
Orientasi waktu, atau cara waktu dipandang secara tepat atau cukup
akurat, dapat berbeda untuk beberapa budaya.
- Kontrol lingkungan
Kontrol lingkungan mengacu pada kemampuan individu mengendalikan
keadaan sekelilingnya atau faktor langsung di lingkungan.
- Variasi biologis

Ada variasi biologis di antara individu dari latar belakang budaya yang
berbeda-beda. Sebagai contoh : kita sekarang mengetahui bahwa individu
dari beberapa budaya/etnik berespon secara berbeda-beda terhadap
stressor.
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial dan
budaya mencakup penggalian bersama klien tentang besar, tipe, dan kualitas
dari interaksi sosial yang ada. Stressor pada keluarga dapat menimbulkan
efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan
(Reis dan Heppner, 1993, dalam Potter dan Perry, 2005).
Perawat harus waspada tentang perbedaan kultural dalam respons
stress atau mekanisme koping. Contoh : klien dari suku Afrika-Amerika
mungkin lebih menyukai untuk mendapatkan dukungan sosial dari anggota
keluarga daripada bantuan profesisonal (Murata, 1994, dalam Potter dan
Perry, 2005).
Bagaimana individu menilai stres tergantung pada budaya individu
dan penanganan stressor atau koping juga dipengaruhi budaya individu. Apa
yang dirasakan sebagai suatu stressor pada satu budaya dapat dipandang
sebagai masalah kecil pada budaya lain. Respon individu terhadap stress
apakah individu menjaga kontrol personal atau menjadi lebih ekspresif
secara emosional.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stress adalah Stres adalah segala situasi dimana tuntutan nonspesifik
mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan.
Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stres
dapat menyebabkan perasaan negatif atau yang berlawanan dengan apa yang
di inginkan atau mengancam kesejahteraan emosional. Stres dapat
mengganggu cara seseorang dalam menyerap realitas, menyelesaikan
masalah, hubungan seseorang dan rasa memiliki. Sumber stress yaitu
sumber internal dan sumber eksternal.
Pada fisiologis, stres mengacu pada gaya / kekuatan fisik atau
psikologis pada seseorang yang menimbulkan suatu respon / tanggapan.
Tujuan respon tersebut adalah untuk beradaptasi atau menghilangkan
ketakutan yang terjadi. Ketakutan fisik dan psikologis akan menyebabkan
stres yang disebut stressor.
Koping adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memanage
pengamatan bertentangan antara tuntutan dan sumber sumber yang mereka
hargai dalam situasi stress. Kata mengatur/manage dalam definisi ini berarti
mengindikasikan bahwa usaha usaha koping dapat di variasikan dan
jangan memaksa membawanya pada solusi masalah.
Walaupun usaha usaha koping dapat ditujukan untuk mengkoreksi
atau mengatasi masalah, koping juga dengan sederhana dapat menolong
seseorang mengubah persepsinya yang bertentangan, bertoleransi atau
menerima kenyataan yang menyakitkan atau mengancam, atau menghindari
atau melarikan diri dari situasi. Proses koping bukanlah satu kejadian/single

event. Karena koping melibatkan transaksi yang terus menerus dengan


lingkungan, maka proses koping merupakan sebuah siklus yang dinamis
Koping juga dapat digambarkan sebagai hubungan dengan masalah
dan situasi, atau menghadapinya dengan berhasil/sukses. Koping juga
memiliki strategi dalam pelaksanaannya yaitu : problem solving focused,
emotion focused, cognitively focused. Mengkaji stressor dan sumber koping
dalam dimensi sosial dan budaya mencakup penggalian bersama klien
tentang besar, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stressor pada
keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau
keluarga secara keseluruhan

B. Saran
Setelah mempelajari dan memahami konsep stress dan koping,
diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep stress dan koping
dengan efektif baik pada kehidupan individu maupun masyarakat.

Вам также может понравиться

  • Pengkajian Model Adaptasi Roy
    Pengkajian Model Adaptasi Roy
    Документ19 страниц
    Pengkajian Model Adaptasi Roy
    Vhiiettd_aciuhma
    100% (1)
  • Lampiran Studi Masalah Kesling
    Lampiran Studi Masalah Kesling
    Документ1 страница
    Lampiran Studi Masalah Kesling
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Definisi Berpikir Positif
    Definisi Berpikir Positif
    Документ18 страниц
    Definisi Berpikir Positif
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka 2
    Daftar Pustaka 2
    Документ10 страниц
    Daftar Pustaka 2
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Lampiran Studi Masalah Kesling
    Lampiran Studi Masalah Kesling
    Документ1 страница
    Lampiran Studi Masalah Kesling
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Daftar Hadir Penguji Ujian KKMP KMB
    Daftar Hadir Penguji Ujian KKMP KMB
    Документ2 страницы
    Daftar Hadir Penguji Ujian KKMP KMB
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Formulir Permohonan Dokumen Akademik
    Formulir Permohonan Dokumen Akademik
    Документ2 страницы
    Formulir Permohonan Dokumen Akademik
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Kesehatan Positif Tugas Pak Sugeng
    Kesehatan Positif Tugas Pak Sugeng
    Документ21 страница
    Kesehatan Positif Tugas Pak Sugeng
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Neurona Vol 27 No 3 April 2010 PDF
    Neurona Vol 27 No 3 April 2010 PDF
    Документ80 страниц
    Neurona Vol 27 No 3 April 2010 PDF
    RanitaRahmaniar
    Оценок пока нет
  • TBB FIX Daftar Isi
    TBB FIX Daftar Isi
    Документ3 страницы
    TBB FIX Daftar Isi
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • TBB FIX Abstrak
    TBB FIX Abstrak
    Документ1 страница
    TBB FIX Abstrak
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • TBB Fix Dapus
    TBB Fix Dapus
    Документ13 страниц
    TBB Fix Dapus
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • TBB FIX Abstrak
    TBB FIX Abstrak
    Документ1 страница
    TBB FIX Abstrak
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • TBB FIX Daftar Gambar
    TBB FIX Daftar Gambar
    Документ1 страница
    TBB FIX Daftar Gambar
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ3 страницы
    Daftar Pustaka
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Surat LamaranS1
    Surat LamaranS1
    Документ1 страница
    Surat LamaranS1
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • TBB Fix Bab I
    TBB Fix Bab I
    Документ12 страниц
    TBB Fix Bab I
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Stroke
    Stroke
    Документ1 страница
    Stroke
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Definisi Stroke
    Definisi Stroke
    Документ1 страница
    Definisi Stroke
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Protab Mesin Rotablator
    Protab Mesin Rotablator
    Документ5 страниц
    Protab Mesin Rotablator
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Kasus
    Kasus
    Документ1 страница
    Kasus
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Surat PernyataanCPNS S1D3
    Surat PernyataanCPNS S1D3
    Документ1 страница
    Surat PernyataanCPNS S1D3
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Jabatan Sesuai Map
    Jabatan Sesuai Map
    Документ4 страницы
    Jabatan Sesuai Map
    nara sikamaru
    Оценок пока нет
  • LP Ok
    LP Ok
    Документ9 страниц
    LP Ok
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Leaflet HT FR
    Leaflet HT FR
    Документ3 страницы
    Leaflet HT FR
    Vhiiettd_aciuhma
    Оценок пока нет
  • Askep Fraktur
    Askep Fraktur
    Документ49 страниц
    Askep Fraktur
    imanuel-dwijayanto-77
    Оценок пока нет
  • Leaflet Pre Op
    Leaflet Pre Op
    Документ2 страницы
    Leaflet Pre Op
    Vhiiettd_aciuhma
    78% (9)
  • Prosedur Pengoperasian Mesin Defibrilator
    Prosedur Pengoperasian Mesin Defibrilator
    Документ3 страницы
    Prosedur Pengoperasian Mesin Defibrilator
    Vhiiettd_aciuhma
    100% (1)
  • Panduan KKR (Radioterapi Updated)
    Panduan KKR (Radioterapi Updated)
    Документ63 страницы
    Panduan KKR (Radioterapi Updated)
    Rahma Yunita
    Оценок пока нет