Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

KONSEP MEDIS

1. Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah kelainan pada sistem perkemihan/urinary yang ditandai dengan
adanya peningkatan protein dalam urine (proteinuria), penurunan albumin dalam darah, dan
adanya edema.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal
dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya,
ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke
garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan
batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III. Pada fetus dan infan, ginjal
berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa
menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid
yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh
kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla
marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi
kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu
menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya
terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri
dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang
dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta
nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.

Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat
dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir
tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap
sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung
henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama
makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat
filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya
isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak
turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir
duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang
diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
b. Fisiologi
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini
sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output.
1) Faal Glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk
ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan
hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit
per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal
dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12
tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2) Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang
ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR :
120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga
yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin

dewasa). Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur :
1-2 hari : 30-60 ml
3-10 hari : 100-300 ml
10 hari-2 bulan : 250-450 ml
2 bulan-1 tahun : 400-500 ml\
1-3 tahun : 500-600 ml
3-5 tahun : 600-700 ml
5-8 tahun : 650-800 ml
8-14 tahun : 800-1400 ml
3) Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan
reabsorbsi yaitu 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat
yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi
sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic
ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan
basa organik.
4) Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick
limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5) Faal tubulus distalis dan duktus koligentes.
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara
reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
3. Klasifikasi
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome)
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat
dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan

proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
4. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli
membagi etiologinya menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah
edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa
neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Muncul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik/sebagai akibat dari berbagai sebab
yang nyata contonhnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1) Malaria kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik primer/idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom ini scara primer terjadi akibat
kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen
daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Sembab ringan yaitu kelopak mata bengkak dan
sembab berat yaitu asites, edema genital (pembengkakan skrotum/labia), hidiotoraks, dan
sembab paru.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
Selama beberapa minggu mungkin terdapat azotemia, hematuria dan hipertensi ringan

Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus


Pucat, sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi
Pada abdomen yang mengalami distensi akan mengganggu pernafasan anak, terutama
bila disertai dengan efusi pleura
Sering timbul efusi serosa (transudat) dan asites kadang-kadang muncul tanpa edema
menyeluruh, terutama terjadi pada anak kecil dan bayi karena jaringannya lebih resisten
terhadap pembentukan edema interstisial
Proteinuria > 3,5 g/hr pada dewasa atau 0,05 g/kgBB/hr pada anak-anak
Hipoalbuminemia < 30 g/l
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
Hiperkoagulabilitas yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri
6. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal karena hypovolemi.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon
(ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi
natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam
urin (lipiduria). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urin

a) Protein urin : meningkat


b) Urinalisis : cast hialin, granular, dan hematuria
c) Dipstick urin : protein (+), darah (+)
d) Berat jenis urin : meningkat
2) Darah
a) Albumin serum : menurun
b) Kolestrol serum : meningkat
c) Hemoglobin dan hematokrit : meningkat
d) Laju endap darah (LED) : meningkat
e) Elektrolit serum : bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
b. Biopsi Ginjal
8. Komplikasi
a. Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
b. Hiperlipidemia pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol
LDL dan VLDL, triliserida, dan lipoprotein
c. Hipokalsemia terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan
osteoporosis dan osteopenia dan kebocoran metabolit vitamin D, oleh karena itu pada SN
relaps dan SN resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalssium 500 mg/hari
dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB
intravena
d. Hipovolemia terjadi karena pemberian diuretik yang berlebihan/dalam keadaan SN
relaps dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit
perut
e. Shock terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock
f. Dehidrasi
g. Trombosis vaskuler terjadi akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma
9. Penataksanaan
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit, aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien
b. Diet protein 1,2 - 2 gram/kg BB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kcal/kg/hari serta rendah
garam (1g/hari)
c. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penderita (makanan lunak/biasa). Jangan
diberikan makanan yang keras karena penderita malas makan
d. Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan

e. Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari
luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari, kemudian dilanjutkan
dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari
dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari
f. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi
g. Jika ada gagal jantung diberikan digitalis
h. Kemoterapi:
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek
samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar
5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan
obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus
peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan
berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ).
Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan
penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1.
Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000
anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 :
1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
2.

Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
c. Riwayat penyakit sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi,
diare, urine menurun
Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan

3.

terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah
kelahiran.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
b. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir
c. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri

4.

meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya,


senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk
anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan
lebih dekat dengan ayah.
d. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak
peragu.
e. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan
alat-alat sederhana.

f. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan


kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,
menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna,
membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
g. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari
orang tua, teman.
5.
Riwayat Nutrisi
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi
baik).
6.

Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Respirasi
Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena
distensi abdomen
b. Sistem Kardiovaskuler
Nadi 70 110 x/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg, hipertensi ringan
bisa dijumpai.
c. Sistem Persarafan
Dalam batas normal
d. Sistem Perkemihan
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri
e. Sistem Pencernaan
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,

malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii


f. Sistem Muskuloskeletal
Dalam batas normal
g. Sistem Integumen
Edema periorbital, ascites
h. Sistem Endokrin
Dalam batas normal
i. Sistem Reproduksi
Dalam batas normal
B.
Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic plasma
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
c. Resti infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas, prosedur invasive
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan

e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas


f. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan
C.
Intervensi Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic plasma
Tujuan :
1) Tidak terjadi akumulasi cairan
2) Intake dan output seimbang
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan keseimbangan dan haluaran
2) Tidak terjadi peningkatan berat badan
3) Tidak terjadi edema
Intervensi :
1) Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
R/: Pemantauan membantu menentukan status cairan pasien
2) Observasi perubahan edema
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh
3) Batasi intake garam
R/: Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari
penurunan aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan volume sirkulasi
4) Timbang berat badan setiap hari
R/: Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik.
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi mual dan muntah
2) Menunjukkan masukan yang adekuat
3) Mempertahankan berat badan
Intervensi :
1) Tanyakan makanan kesukaan pasien
R/: Pasien cenderung mengonsumsi lebih banyak porsi makan jika ia diberi
beberapa makanan kesukanannya
2) Timbang BB tiap hari
R/: Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan
cairan
3) Kaji / catat pemasukan diet
R/: Membantu dan mengidentifikasi defisiensii dan kebutuhan diet.
4) Berikan makanan sedikit tapi sering
R/: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremic
c. Resti infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas, prosedur invasive

Tujuan : tidak terjadi infeksi


Kriteria Hasil :
1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
2) Tanda-tanda vital dan leukosit dalam batas normal
Intervensi :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
R/: Menurunkan resiko kontaminasi silang
2) Awasi tanda vital untuk demam, peningkatan frekuensi/kedalaman pernapasan
R/: Reaksi demam adanya indikator infeksi lebih lanjut
3) Lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive
R/: Membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh
4) Kolaborasi pemberian antibiotik
R/: Membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan menghemat energi
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan
2) Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1) Tingkatkan tirah baring/duduk
R/: meningkatkan istirahat dan ketenangan klien, posisi telentang meningkatkan
filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
2) Rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit
3) Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien
R/: memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas
4) Berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil :
1) Integritas kulit terpelihara
2) Tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi :
1) Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
R/: Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan
dan melakukan intervensi yang tepat
2) Ubah posisi tidur setiap 4 jam
R/: Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah ke jaringan
da meningkatkan proses kesembuhan
3) Gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit

R/: Meninggikan atau menopang daerah yang edema dapat mengurangi edema.
Menggunakan bedak dapat mengurangi kelembapan dan gesekan yang
ditimbulkan ketika permukaan tubuh saling bergesek
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
Tujuan : tidak terjadi gangguan boby image
Kriteria Hasil :
1) Menyatakan penerimaan situasi diri
2) Memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negative
Intervensi :
1) Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan anak
R/ : Untuk memudahkan koping
2) Tunjukkan aspek positif dari penampilan anak
R/ : Meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisi
anak
3) Dukung sosialisasi dengan anak tanpa infeksi aktif
R/ : Agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
4) Berikan umpan balik positif terhadap perasaan anak
R/ : Agar anak merasa diterima
PENYIMPANGAN KDM

Bawaan

Sekunder

Idiopatik

Sindrom Nefrotik

Gangguan pembentukan
glomerulus

Fokal Segmental

Kurang informasi

MK : Kurang pengetahuan
tentang penyakit

Albumin melewati membran


bersama urine

Hpoalbuminemia

Tekanan koloid turun,


tekanan hidrostatik naik

Retensio cairan di rongga perut

Cairan masuk ke ekstra seluler

Asites

Retensio cairan seluruh tubuh

Gangguan citra tubuh

Edema anasarka
Menkan isi perut

Menekan diafragma

Gangguan imobilisasi

Ekspansi otot pernapasan


tidak optimal

Mual muntah

Nafas tidak adekuat

Nafsu makan turun

Penekanan terlalu dalam


pada tubuh

Pengiriman nutrisi dan


O2 ke jaringan turun

MK : Ganguan nutrisi kurang


dari kebutuhan

MK : Gangguan pola napas

MK : Gangguan cairan
dan elektrolit

Hipoksia jaringan
Kondisi lemah

MK : Gangguan tumbuh
kembang

MK : Gangguan mobilitas fidsik

Daya tahan tubuh turun

MK : Resiko infeksi

MK : Kerusakan integritas kulit

MK : Ganguan perfusi jaringan

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.
Donna L, Wong. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
www.perawattegal.wordpress.com
(diakses tanggal 3 November 2015 Jam 09.15 WITA)
http://askepsindrom.blogspot.co.id/
(diakses tanggal 3 November 2015 Jam 09.00 WITA)
s1-keperawatan.umm.ac.id/files/file/Sindroma%20Nefrotik
(diakses tanggal 3 November 2015 Jam 09.30 WITA)

Вам также может понравиться