Вы находитесь на странице: 1из 21

Referat

XEROSTOMIA

Pembimbing :
dr. H.R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL
Disusun oleh :
Brian Pasa Nababan, S.Ked
1061050080

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE KEPANITERAAN 05 OKTOBER 2015 07 NOVEMBER 2015

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

Halaman Pengesahan

NAMA

: Brian Pasa Nababan

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Kristen indonesia

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang pendidikan

: THT RSUD CIBINONG

Periode kepanitraan klinik

: 05 Oktober 2015 07 November 2015

Judul refarat

: Xerostomia

Diajukan

: Oktober 2015

Pembimbing

: dr. Krisnabudhi, Sp.THT-KL

Telah disahkan tanggal :

Pembimbing

dr. H.R. Krisnabudhi, Sp. THT-KL

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulisan referat yang berjudul Xerostomia dalam rangka memenuhi tugas
kepanitraan klinik Ilmu Penyakit THT Fakultas kedokteran Universitas Kristen Indonesia
sebagai syarat kelulusan dapat terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyususnan referat ini tidak lepas dari
bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak untuk itu dengan ketulusan hati penulis juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Direktur RSUD Cibinong yang telah memberikan kesempatan untuk mengikut
kegiatan kepanitraan dan mempelajari ilmu THT-KL di RSUD Cibinong.
2. dr.Krisnabudhi, Sp.THT-KL, dokter pembimbing yang telah banyak menyediakan
waktu, bimbingan dan motivasi dan ilu pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam
penulisan refarat ini.
3. dr. Dadang. Chandra. Sp.THT-Klyang telah banyak memberikan bimbingan dorongan
dan motivasi serta pengetahuan kepada penulis selama kepanitraan di RSUD
Cibinong
4. dr. Martinus perwakilan komite medik RSUD Cibinong yang telah meberikan
kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti kepanitraan di RSUD
Cibinong.
5. Seluruh Dokter dan staf RSUD Cibinong yang telah membantu penulis selama
kepanitraan di RSUD Cibinong.
6. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
menyelesaikan refarat ini.
Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Brian Pasa Nababan (10-080)
RSUD Cibinong

Halaman Pengesahan

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii

BAB I : pendahuluan

BAB II: anatomi dan fisiologi kelenjar saliva

1. Kelenjar Saliva Mayor


2. Kelenjar Saliva Minor

BAB III: XEROSTOMIA


3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.
3.8.
3.9.

Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinik
Epidemiologi
Diagnosis
Diagnosis Banding
Komplikasi
Penatalaksanaan

8
9
10
10
12
12
13
14
14

BAB IV : Resume

14

Daftar Pustaka

15

BAB I
PENDAHULUAN

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

Rongga mulut setiap harinya dibasahi oleh 1000 hingga 1500 ml saliva. Kesehatan
lapisan mulut dan faring dan fungsi pengunyahan, deglutisi ( proses makanan sejak masuk ke
rongga mulut hingga esophagus), dan pernapasan dalam tingkatan yang lebih rendah,
bergantung pada cukupnya aliran saliva.1
Kelenjar saliva adalah kelenjar eksokrin yang mensekresikan cairan ludah ( saliva ) ke
dalam rongga mulut. Kelenjar saliva dan saliva juga merupakan bagian dari sistem imun
mukosa. Sel-sel plasma dalam kelenjar saliva menghasilkan antibodi terutama sekali dari
kelas ig A, yang ditransportasikan ke dalam saliva. Selain itu beberapa jenis enzim
antimikrobial terkandung dalam saliva seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase.2
Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar saliva yang besar yaitu kelenjar parotis,
kelenjar submandibularis, dan kelenjar sub lingualis. Kelenjar parotis merupakan kelenjar
saliva yang berpasangan, berjumlah dua buah. Masing-masing beratnya rata-rata 25 gram dan
berbentuk ireguler, berlobus, berwarna antara hijau dan kuning, serta terletak dibawah meatus
acusticus externus di dalam suatu lekukan di belakang ramus mandibula dan di depan
musculus sternocledomastoideus. Glandula submandibula terletak dibagian belakang dasar
mulut tertutup di bawah angulus mandibula, glandula sublingual terletak di bawah membrane
mukosa dasar mulut dan tertutup di bawah bagian depan lidah.3
Ada beberapa penyakit lokal yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan
berkurangnya aliran saliva. Adanya gangguan pada kelenjar saliva dapat menyebabkan
penurunan produksi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut kering atau xerostomia.
Xerostomia (mulut kering) didefinisikan sebagai keluhan mulut kering yang timbul dari
penurunan produksi air liur. Dinyatakan bahwa 10% populasi penduduk di Indonesia
mengalami xerostomia atau mulut kering 1,2,3
Mulut kering, selain menimbulkan penampakkan mulut yang kurang baik, biasanya
juga berpengaruh ke dalam unsur unsur yang ada di dalam rongga mulut tersebut. Bau
mulut yang biasanya di timbulkan oleh xerostomia menyebabkan kelainan ini menjadi sangat
buruk efeknya bagi seseorang dalam pergaulannya di masyarakat. Xerostomia juga
menyebabkan keadaan rongga mulut sangat berpotensi untuk berkembang biaknya
mikroorganisme karena kurangnya saliva. Hal itulah yang menyebabkan keadaan ini begitu
kompleks bagi penderita.4
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR SALIVA

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan penting dalam
mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Kelenjar saliva mensekresi saliva ke dalam
rongga mulut. Saliva terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang
mengandung mukus. Menurut struktur anatomis dan letaknya, kelenjar saliva dapat dibagi
dalam dua kelompok besar yairu kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar
saliva mayor dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda menurut rangsangan yang
diterimanya. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan mekanis (mastikasi), kimiawi (manis,
asam, asin dan pahit), neural, psikis (emosi dan stress), dan rangsangan sakit. Besarnya
sekresi saliva normal yang dihasilkan oleh semua kelenjar ini kira-kira 1-1,5 liter per hari.

1. KELENJAR SALIVA MAYOR 4,5


Kelenjar saliva ini merupakan kelenjar saliva terbanyak dan ditemui berpasang
pasangan yang terletak di ekstraoral dan memiliki duktus yang sangat panjang.
Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya
disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut. Menurut struktur anatomi dan
letaknya, kelenjar saliva mayor dapat dibagi atas tiga tipe yaitu parotis,
submandibularis dan sublingualis. Masingmasing kelenjar mayor ini menghasilkan
sekret yang berbedabeda sesuai rangsangan yang diterimanya. Saliva pada manusia
terdiri atas sekresi kelenjar parotis (25%), submandibularis (70%), dan sublingualis
(5%).
1.1 Kelenjar Parotis
Anatomi:
-

Kelenjar ini merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar saliva


lainnya.

Letak kelenjar berpasangan ini tepat di bagian bawah telinga terletak antara
prosessus mastoideus dan ramus mandibula. Kelenjar ini meluas ke lengkung
zygomatikum di depan telinga dan mencapai dasar dari muskulus masseter.

Kelenjar parotis memiliki suatu duktus utama yang dikenal dengan duktus
Stensen. Duktus ini berjalan menembus pipi dan bermuara pada vestibulus
oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi dihadapkan molar dua atas.

Kelenjar ini terbungkus oleh suatu kapsul yang sangat fibrous dan memiliki
beberapa bagian seperti arteri temporal superfisialis, vena retromandibular dan
nervus fasialis yang menembus dan melalui kelenjar ini.

Fisiologi:
Brian Pasa Nababan (10-080)
RSUD Cibinong

Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu
serous.

Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.

1.2 Kelenjar Submandibularis


Anatomi:
-

Kelenjar ini merupakan kelenjar yang berbentuk seperti kacang dan


memiliki kapsul dengan batas yang jelas.

Di dalam kelenjar ini terdapat arteri fasialis yang melekat erat


dengan kelenjar ini.

Kelenjar ini teletak di dasar mulut di bawah ramus mandibula dan


meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula dan terletak di
permukaan muskulus mylohyoid.

Pada proses sekresi kelenjar ini memiliki duktus Wharton yang


bermuara di ujung lidah.

Fisiologi:
-

Kelenjar submandibularis menghasilkan 80% serous (cairan ludah


yang encer) dan 20% mukous (cairan ludah yang padat).

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang memproduksi air


liur terbanyak.

Saliva pada manusia terdiri atas 70% sekresi kelenjar submandibularis.

1.3 Kelenjar Sublingual


Anatomi:
-

Kelenjar ini terletak antara dasar mulut dan muskulus mylohyoid


merupakan suatu kelenjar kecil diantara kelenjarkelenjar mayor lainnya.

Duktus utama yang membantu sekresi disebut duktus Bhartolin


yang terletak berdekatan dengan duktus mandibular dan duktus Rivinus yang
berjumlah 8-20 buah.

Kelenjar ini tidak memiliki kapsul yang dapat melindunginya.

Fisiologi:
-

Kelenjar sublingualis menghasilkan sekret yang mukous dan


konsistensinya kental.

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

Saliva pada manusia terdiri atas 5% sekresi kelenjar sublingualis.

2. KELENJAR SALIVA MINOR 4,5


Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di
dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya menyumbangkan 5% dari
Brian Pasa Nababan (10-080)
RSUD Cibinong

pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar ini diberi nama berdasarkan


lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Kelenjar saliva minor dapat ditemui
pada hampir seluruh epitel di bawah rongga mulut. Kelenjar ini terdiri dari beberapa
unit sekresi kecil dan melewati duktus pendek yang berhubungan langsung dengan
rongga mulut. Selain kelenjar saliva minor tidak memiliki kapsul yang jelas seperti
layaknya kelenjar saliva mayor, kelenjar saliva minor secara keseluruhan
menghasilkan sekret yang mukous kecuali kelenjar lingual tipe Van Ebner. Saliva
yang dihasilkan mempunyai pH antara 6,0 - 7,4 sangat membantu didalam pencernaan
ptyalin.
2.1 Kelenjar Glossopalatinal
Lokasi dari kelenjar ini berada dalam isthimus dari lipatan glossopalatinal dan dapat
meluas ke bagian posterior dari kelenjar sublingual ke kelenjar yang ada di
palatum molle.
2.2 Kelenjar Labial
Kelenjar ini terletak di submukosa bibir. Banyak ditemui pada midline dan memiliki
banyak duktus.
2.3 Kelenjar Bukal
Kelenjar ini terdapat pada mukosa pipi, kelenjar ini serupa dengan kelenjar labial.
2.4 Kelenjar Palatinal
Kelenjar ini ditemui di sepetiga posterior palatal dan di palatum molle. Kelenjar
ini dapat dilihat secara visual dan dilindungi oleh jaringan fibrous yang padat.

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

2.5 Kelenjar Lingual


Kelenjar ini dikelompokkan dalam beberapa tipe yaitu :
2.5.1

Kelenjar anterior lingual


Lokasi kelenjar ini tepat di ujung lidah.

2.5.2

Kelenjar lingual Van Ebner


Kelenjar ini dapat di temukan di papila sirkumvalata.

2.5.3

Kelenjar posterior lingual


Dapat ditemukan pada sepertiga posterior lidah yang berdekatan dengan
tonsil.

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

10

BAB III
XEROSTOMIA
Xerostomia berasal dari bahasa Yunani: xeros = kering; stoma = mulut. Mulut kering
digambarkan sebagai penurunan kecepatan sekresi stimulasi saliva. Xerostomia (mulut
kering) adalah kelainan dari mulut kering yang bisa disebabkan oleh penurunan produksi
saliva. Keadaan ini bukan merupakan suatu penyakit, melainkan tanda atau gejala dari proses
patofisiologi yang terjadi dan disebabkan oleh berbagai macam faktor, semisal gangguan
pada sistem syaraf, medikasi, gangguan kelenjar ludah, terapi radiasi terutama pada leher dan
kepala. Pada kondisi normal, produksi saliva adalah 500-1500 ml/hari dan rata-rata saliva
yang ada di rongga mulut adalah 1 ml. Seseorang dikatakan menderita xerostomia jika
produksi salivanya kurang dari setengah standar normal produksi saliva.6
Xerostomia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat reversibel dan
ireversibel. Reversibel yaitu kekeringan mulut masih dalam taraf rendah dan bersifat
sementara. Ini biasanya terjadi pada pasien yang menderita gangguan emosi, gangguan
keseimbangan cairan elektrolit, bernafas menggunakan mulut dalam jangka waktu cukup
lama, merokok, dan mengonsumsi obat-obatan tertentu. Sedangkan ireversibel yaitu
kekeringan mulut berada pada taraf permanen yang bisa disebabkan oleh pasien yang
menderita sindroma Sjogren, sarkoidosis, setelah terapi radiasi, obstruksi kelenjar saliva, dan
kerusakan syaraf autonom.7
3.1.

Etiologi

Mulut kering dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan fisiologis seperti
berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress dapat menyebabkan
keluhan mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui adalah adanya gangguan pada
kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva, seperti radiasi pada
daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada kelenjar saliva dan lain-lain. 8
Berikut jabaran faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab timbulnya keluhan mulut
kering. 6,9
a.

Radiasi pada daerah leher dan kepala

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti dapat
mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada
kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya
Brian Pasa Nababan (10-080)
RSUD Cibinong

11

volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada
dosis dan lamanya penyinaran.
Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva.
Dosis gejala 6
-

< 10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva

10 -15 Gray Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan

15 -40 Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversibel

> 40 Gray Perusakan irreversibel jaringan kelenjar Hiposialia irreversibel

b.

Efek samping obat-obatan 7

Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi sativa yang dapat menyebabkan
terjadinya mulut kering. Seperti obat antidepresan, antihipertensi, antihistamin dan lainlain. Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf
autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk
salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan
mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke
kelenjar.
c.

Gangguan lokal pada kelenjar saliva 8

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi
kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini
dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun
ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva
dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva.
Sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi
kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi
limfosit sehingga sekresinya berkurang.
d. Kesehatan umum yang terganggu 6
Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti
demam, diare yang terlalu lama,diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya
dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan
dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang
negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.
Brian Pasa Nababan (10-080)
RSUD Cibinong

12

Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva drpengaruhi oleh faktor angiopati dan
neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat.
Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar
keseimbangan cairan tetap terjaga pertu intake cairan dibatasr. Pembatasan intake cairan
akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental. 7,9
Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering. Pada
infeksi pemafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita
bernafas melalui mulut 8
e.

Keadaan Fisiologi 4

Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat
berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva
sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh
mulut kering
Gangguan emosional, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut
kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh
simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang
menyebabkan turunnya sekresi saliva.
f.

Usia 4,7

Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan
kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan
oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi.
Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.

3.2.

Klasifikasi 6,9,10

Xerostomia dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu :


a.

Reversibel

Xerostomia dengan kekeringan masih dalam taraf rendah dan bersifat sementara,
keadaan ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami gangguan emosi, gangguan
keseimbangan
mengkonsumsi

cairan

elektrolit

obat-obatan

elektrolit,

seperti

antihistamin,

dekongestan, sedatif dan lain-lain.

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

bernafas

13

melalui

mulut,

antihipertensi,

merokok,

antiparkinson,

b.

Ireversibel

Xerostomia dengan kekeringan dalam taraf tinggi dan bersifat permanen, keasaan ini
dapat terjadi pada pasien sindroma sjogren, sarkoidosis, setelah terapi radiasi, obstruksi
atau aplasi kelenjar saliva, kerusakan syaraf autonom, dan lain-lain.
3.3. Patofisiologi 6,7,8
Kelenjar saliva diinervasi oleh sistem syaraf simpatis dan parasimpatis. Stimulasi
parasimpatis menginduksi sekresi yang lebih berair, sedangkan stimulasi simpatis
menyebabkan sekresi menjadi lebih viscous. Oleh karena itu, sensasi kekeringan dapat
terjadi, sebagai contoh, selama periode stress maupun anxietas akut, yang dapat
menyebabkan perubahan dalam komposisi saliva akibat stmulasi predominan syaraf simpatis.
Gejala kurangnya saliva dapat menimbulkan dehidrasi mukosa oral, yang terjadi ketika
sekresi saliva dari kelenjar mayor dan minor menurun dan lapisan saliva yang melindungi
mukosa menjadi berkurang.6
Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi
kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak
adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari saliva. Proses pengunyahan dan penelanan,
apalagi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dan
kental

akan

sulit

dilakukan.

Rasa

pengecapan

dan

proses

bicara

juga

akan

terganggu. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva berkurang,
sehingga terjadi radang yang kronis dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa
seperti terbakar.7
Penyakit yang menyerang kelenjar saliva dapat berakibat pada berkurangnya saliva, yang
akan menimbulkan berbagai gejala dalam mulut seperti terjadinya infeksi yang disebabkan
oleh bakteri sialanenitis bakterial. Kelenjar-kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah,
daerah otot pipi dan di daerah dekat langit-langit. Sekitar 99,5% air ludah terdiri dari air dan
sisanya terdiri atas zat-zat seperti kalsium, fosfor, natrium, dan magnesium. Di samping itu
juga terdapat mucin, enzima-enzima seperti enzima amylase.
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya
perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan
menurunkan produksi saliva. Mulut kering disebabkan karena pernafasan melalui mulut yang
terus menerus, tetapi juga oleh gangguan fungsi kelenjar ludah mayor. Perasaan mulut kering
terjadi bila kecepatan resorpsi air oleh mukosa mulut bersama-sama dengan penguapan air
mukosa mulut lebih besar daripada kecepatan sekresi ludah. Normal diproduksi 500-600 ml
ludah tiap hari. Bila sekresi ludah besarnya 20-90 ml/hari maka ini disebut hiposialia. Pada
Brian Pasa Nababan (10-080)
RSUD Cibinong

14

sekresi ludah kurang dari 0,06 ml/menit (=3 ml/jam) akan timbul keluhan mulut kering. Bila
produksi kurang dari 20 ml/hari dan berlangsung dalam waktu lama, maka keadaan ini
disebut xerostomia. Adapun xerostomia yang disebabkan oleh pelaksanaan terapi radiasi
cenderung lebih permanen dibandingkan penyebab lainnya. Terapi radiasi, semisal
kemoterapi, terutama di daerah leher dan kepala, dapat menyebabkan perubahan kualitas
maupun kuantitas saliva di dalam rongga mulut.8
3.4.

Manifestasi Klinik

Gejala umum xerostomia adalah saliva kental dan berbusa, bibir kering dan pecah, rasa
terbakar, yang cenderung menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam menelan
(disfagia), kadangkala rasa sakit dalam mulut, dan juga gangguan fungsi pengecapan.7
3.5.

Epidemiologi

Prevalensi xerostomia pada populasi umum masih belum jelas karena terbatasnya jumlah
studi. Prevalensi yang dilaporkan bervariasi, mulai dari 0,9% hingga 64,8%.21 Insiden
xerostomia meningkat dari 6% pada usia 50 tahun dan 15% pada usia 65 tahun.22 Salah satu
temuan memperkirakan terjadinya xerostomia pada usia 65 tahun menjadi sekitar 30%.
Namun, prevalensi mencapai hampir 100% pada pasien dengan sindrom Sjgren dan mereka
yang menerima terapi radiasi untuk kanker kepala dan leher.9
3.6.
Diagnosis 6,8,9
Diagnosis dari xerostomia dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan dapat juga
dilakukan dengan mengukur laju aliran saliva total yaitu dengan saliva collection. Laju
aliran saliva memberi informasi yang penting untuk tindakan diagnostik dan tujuan
penelitian tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat dibedakan dengan teknik pengukuran
tertentu. Laju aliran saliva dapat dihitung melalui kelenjar saliva mayor individual atau
melalui campuran cairan dalam rongga mulut yang disebut saliva murni.6
Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting, suction, dan
swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk memungkinkan
saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu. Metode suction
menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk mengeluarkan saliva dari
mulut ke dalam tabung pada periode waktu yang telah ditentukan. Metode swab
menggunakan gauze sponge yang diletakkan didalam mulut pasien dalam waktu tertentu.
Metode spitting (metode yang digunakan Nederfords sesuai dengan metode standar
Navazesh) dilakukan dengan membiarkan saliva untuk tergenang di dalam mulut dan
meludahkan ke dalam suatu tabung setiap 60 detik selama 2-5 menit.
Untuk mengukur saliva murni maka tidak diperkenankan makan dan minum dalam kurun
waktu 90 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva. Laju aliran saliva yang
diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated salivary flow rate)
dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow rate). Laju aliran saliva
Brian Pasa Nababan (10-080)
RSUD Cibinong

15

tanpa stimulasi (USFR/unstimulated salivary flow rate) <0,1 ml/min dan laju aliran saliva
terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow rate) <1,0 ml/min adalah merupakan indikasi
xerostomia. 8
Riwayat kesehatan keseluruhan yang mencakup penggunaan obat diikuti dengan
pemeriksaan klinis yang diperlukan untuk menetapkan diagnosis. Selanjutnya tes seperti
evaluasi serologi (antibodi antinuklear, biopsi kecil kelenjar ludah, deteksi infiltrasi
limfositik untuk menghilangkan penyakit sistemik, seperti sindrom Sjgren atau induksi
obat sialadenitis), pencitraan kelenjar ludah seperti sialografi dan skintigrafi, dan evaluasi
sialometrik juga dapat diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan untuk
menentukan kondisi sistemik yang mendasari.
Diagnosis mulut kering secara subjektif juga dapat didasarkan pada pertanyaan berikut;
seberapa sering anda merasakan mulut kering? dengan pilihan jawaban selalu, sering,
kadang-kadang, dan tidak pernah. Pilihan jawbaan selalu dan sering dapat
memberikan identifikasi terjadinya xerostomia.9
3.7.

Diagnosis Banding 1,2

Ada beberapa penyakit lokal yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan
berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar
submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan
penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik jinak maupun ganas dapat
menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan
demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom sjogren merupakan penyakit autoimun
jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini
rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang. Adanya gangguan pada
kelenjar saliva dapat menyebabkan penurunan produksi saliva yang akan menimbulkan gejala
mulut kering atau xerostomia.1
Neoplasma kelenjar liur merupakan kasus yang jarang. Angka kejadiannya berkisar antara 36% dari semua neoplasma kepala dan leher. Kelenjar parotis yang paling sering terkena yaitu
sekitar 80%, lalu kelenjar submandibula lebih kurang 10-15% serta kelenjar sublingual dan
kelenjar minor lebih kurang 5%. Angka kejadian neoplasma maligna kelenjar parotis lebih
kurang 0,5% dari seluruh neoplasma.2
Sindroma sjogren adalah suatu penyakit sistemik yang ditandai dengan mulut yang kering,
berkurangnya pembentukan air mata dan kekeringan pada selaput lendir lainnya, adapun
angka kejadian dari sindroma sjogren adalah 3 %. 1,2
3.8.

Komplikasi 10

Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap


saliva baru timbul apabila terjadi pengurangan sekresi saliva yang
akan menimbulkan gejala mulut kering atau xerostomia.

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

16

Berbagai macam masalah akan timbul bagi penderita keluhan mulut


kering ini seperti yang terlihat dibawah ini :
a.
b.
c.

Mukosa mulut kering, mudah teriritasi


Sukar berbicara
Sukar mengunyah dan menelan

d.

Persoalan dengan protesa

e.

Penimbunan lendir Rasa seperti terbakar

f.

Gangguan pengecapan

g.

Perubahan jaringan lunak

h.
i.

Pergeseran dalam mikroflora mulut


Karies gigi meningka

3.9.
Penatalaksanaan 1,6,8, 10
Penatalaksanaan awal xerostomia dimulai dengan meredakan gejala xerostomia. 20 Hal ini
dapat dilakukan dengan :
1) Seing meneguk air.
2) Bilasan mulut dan obat kumur, gel, semprotan dan saliva buatan.
3) Memperbanyak mengunyah permen, tetapi harus bebas gula dan non-asam. Produk yang
mengandung xylitol sebagai agen pemanis dapat disarankan.
4) Untuk bibir kering, krim atau salep Hydrating dapat membantu meringankan gejala.
5) Penggunaan vitamin E.
6) Diet makanan yang kaya kelembaban dan bukan makanan panas atau pedas.
7) Pilocarpine
8) Cevimeline
9)Bethanecol
10) Physostigmine

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

17

BAB IV

RESUME
Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya
aliran saliva. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala
dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di
kepala dan leher, atau efek samping dari berbagai jenis obat.
Kurangnya sekresi saliva menyebabkan kurangnya fungsi self cleansing yang dapat
menjaga kebersihan dari rongga mulut, sehingga mulut berpotensi menjadi retensi makanan
dan bisa menjadi tempat yang subur untuk tumbuhnya mikroorganisme.
Individu yang menderita xerostomia sering mengeluhkan masalah dalam
makan, berbicara, menelan, dan pemakaian gigitiruan. Makanan yang kering
biasanya

sulit

dikunyah

dan

ditelan.

Kita

mengetahui

bahwa

sistem

stomatognatik ialah sekumpulan beberapa organ yang mempunyai fungsi


berkaitan satu dengan yang lainnya, dan salah satu yang terlibat di dalamnya
ialah saliva. Saliva memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga
kelembaban mulut, oral hygine, dll. Itulah yang menjadikan xerostomia memiliki
peran yang sangat erat dengan sistem stomatognatik.

Sikat gigi tiga kali sehari. Gigi dan gusi yang sehat akan memproduksi air
liur yang tepat, dan membuat mulut tetap lembab dan segar.

Minum banyak air sepanjang air untuk membantu menjaga mulut lembab.
Namun, hal itu akan lebih baik membantu jika minum air dengan teguk
kecil. Hal ini karena minum air dalam tegukan besar hanya akan membuat
orang buang air kecil lebih sering, dan semakin memperburuk mulut
kering.

Menghindari minuman berkafein, seperti teh, kopi dan soda.

Untuk mencegah kekeringan, terutama ketika sedang makan, seteguk air


di antara waktu makan akan membuat mengunyah makanan menjadi
lebih mudah.

Memancing kelenjar ludah untuk lebih mengeluarkan air liur. Hal ini dapat
dilakukan dengan permen karet bebas gula atau permen. Namun, cobalah

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

18

untuk tidak berlebihan karena kelebihan gula dalam permen dapat


menyebabkan gangguan dari karies gigi.

Jangan konsumsi rokok (tembakau) atau alkohol, karena ini cenderung


untuk meningkatkan kekeringan pada mulut.

Menghindari makanan yang memperburuk mulut kering, seperti makanan


asin atau makanan pedas yang dapat menyebabkan rasa sakit dan iritasi
lidah dan rongga mulut.

Menggunakan pasta gigi fluoride untuk mencegah kemungkinan


perkembangan karies gigi.

Penyembuhan sederhana untuk mulut kering adalah dengan mengunyah


makanan berserat di antara waktu makan, seperti wortel dan seledri. Ini
membantu untuk meningkatkan sekresi air liur dan juga tidak
menyebabkan karies gigi.

Makanlah makanan yang lebih mudah untuk dikunyah dan ditelan.

Bernapas melalui hidung, bukan mulut.

Konsultasikan dengan dokter jika harus mengonsumsi obat-obatan


tertentu yang dapat menyebabkan mulut kering.

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Pedersen, Gordon W, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta: EGC, 1996. Hal 279 - 92
2. Hasibuan S, Keluhan Mulut kering di Tinjau dari Faktor Penyebab, Manifestasi dan
Penanggualangannya, USU digital Library, 2002: 1-8
3. Snell RS, Kepala dan Leher Dalam buku Anatomi Klinik Untuk mahasiswa
Kedokteran,Jakarta: EGC, 2006 Hal: 722-724
4. Gibson, John, Fisiologi dan anatomi modern. Ed. 2, Jakarta: EGC, 2003. Hal 346 - 8
5. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi saluran kelenjar saliva. Dalam Guyton and Hall Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, 2006. Hal 833 - 50

6.

Kirtane MV, Souza CE. Xerostomia and Hyposalivation In Patient with Cancer in
Otorhinolaryngology head and neck surgery series, India, 2015. Hal 310 20
7. GD, Slade and AJ, Spencer. NCBI. PubMed.hov. [Online] [Cited: Januari 18, 2012.]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8193981.
8. Fox PC, Grisius MM. Salivary gland diseases. Burkets Oral Medicine Diagnosis and
treatment. 10th ed. Hamilton : BC Decker Inc. 2003: 235-38.
9. SR Porter, C. Scully, AM. Hegarty. An update of the etiology and management of
xerostomia. Oral Surgery Oral Medicine Oral Pathology. 2004: 97 (1, 28-46)
10. Eugene NM, Robert LF. Salivary gland disorders. New York: Springer Berlin
Heidenberg. 2007.

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

20

Brian Pasa Nababan (10-080)


RSUD Cibinong

21

Вам также может понравиться