Вы находитесь на странице: 1из 20

PERBEDAAN PEMILU 1955, PEMILU 1971, PEMILU 1977

Pemilu 1955
Pemilu 1955 diselenggarakan berdasarkan UU No. 7/1953 dan merujuk pada sistem
parlementer UUDS 1950
Pada pelaksanaan pemilu tahun 1955, Angkatan bersenjata dan Polri juga ikut memilih. Dimana
mereka digilir untuk memilih di daerah daerah yang rawan sehingga pemilu pada waktu itu
berjalan relative aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR
yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat
kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD
dilaksanakan dalam dua tahap, Juni 1957 pemilu untuk Indonesia wilayah Barat, dan Juli 1957
untuk pemilu Indonesia wilayah Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR,
Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus. Konstituen pemilih bisa dengan cermat
menyimak materi kampanye dan lebih bisa menilai kualitas calon yang diusung oleh partai
peserta pemilu. Artinya konstituen pemilih memiliki pertimbangan yang lebih rasional sebelum
memilih, tidak sekedar memilih hanya karena kedekatan emosional.
Pemilu diselenggarakan secara sederhana karenanya tidak menyerap biaya negara terlalu besar.
Pemilu 1955 memperkenalkan asas jujur dan kebersamaan, langsung, umum, bebas, dan
rahasia.
Pemilu 1955 menggunakan system proporsiona yang mendorong multi partai. Alhasil pemilu
ini diikuti oleh lebih 30 an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon
perorangan.
Pemilu 1971
Pada masa Pemerintahan Presiden Suharto, pelaksanaan pemilu berdasarkan ketetapan MPRS
No. XLII/1968 yang penjabarannya dituangkan dalam UU No. 16/1969 tentang maksud, tujuan
dan tata cara pelaksanaan pemilu; dan UU No. 16/1969 tentang susunan dan kedudukan MPR,
DPR dan DPRD.
Di awal, Presiden Soeharto berniat mengadakan pemilu dengan system distrik, yang mana
tujuannya adalah dengan melakukan penyederhanaan partai. Tapi, usul itu malah ditolak oleh
partai-partai yang ada. Sehingga, undang-undang yang dihasilkan pun hanya modifikasi kecil
dari ketentuan tentang distrik. Belakangan, yang disetujui semua pihak adalah sistem
proporsional. Akhirnya Sebagai peserta pemilu, MPRS menetapkan bahwa hanya partai politik
yang sudah mempunyai perwakilan di DPR dan DPRD sajalah yang boleh ikut pemilu. Dengan
demikian tinggal 9 parpol yang menjadi kontestan, yaitu: Partai Katholik, Partai Syarikat Islam
Indonesia, Partai Nahdlatul Ulama, Parmusi, PNI, Parkindo, Perti, IPKI, Murba dan Sekber
Golkar.
Orde Baru memperkenalkan pemilu serentak (pemilu borongan) yakni memilih sekaligus
anggota DPR, memilih anggota DPRD Tingkat I (provinsi), dan memilih DPRD Tingkat II
(kabupaten dan kota madya) dalam satu masa pemilihan. Yang mungkin karena dilakukan
dengan cara sekaligus semacam itu maka pemilu diberi predikat sebagai Pesta Demokrasi.
Dikarenakan diadakan serentak demikian, tentu diperlukan biaya yang besar pula.
Perbedaan yang mencolok antara Pemilu 1955 dengan Pemilu 1971. Misalnya, asas jujur dan

kebersamaan, seperti Pemilu 1955, ditiadakan. Sebagi gantinya, hanya dikenal asas Luber
(langsung, umum, bebas, dan rahasia).
Selain itu, panitia berada pada tangan pemerintah, sedangkan partai-partai hanya dilibatkan
sebagai saksi dalam penghitungan suara. Alhasil dalam peraturan baru itu, DPR yang dihasilkan
pemilu berjumlah 460 orang. Tapi, seratus orang di antaranya diangkat mewakili angkatan
bersenjata (75 orang dari ABRI dan 25 orang dari non-ABRI), sebagai perwujudan "konsensus
nasional". Begitu pula halnya di MPR. Dari 920 anggota MPR, sebanyak 207 orang (sepertiga
dari keseluruhan) ditunjuk oleh presiden; 253 anggota tambahan mewakili daerah (dipilih oleh
DPRD), serta; kelompok-kelompok "utusan golongan" yang ditunjuk presiden. Di mata
pengamat politik William R. Lidle, proses pemilihan semacam itu telah mengurangi nilai pemilu
sebagai praktek demokrasi.
Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejabat
negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat
negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara
formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971, para pejabat pemerintah berpihak kepada
salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Pemerintah mengeluarkan Permen (Peraturan Menteri)
No. 12/1969 yang melarang pegawai negeri masuk partai politik, tapi boleh ikut Golkar.
Ketentuan monoloyalitas itu berlaku bagi pegawai negeri pada semua tingkat. Jadi sesungguhnya
pemerintah merekayasa ketentuan ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan
seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.
Perhitungan kursi berbelit dan bias. Hal ini dibuktikan dengan perolehan kursi antara PNI dan
Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh
kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.

Pemilu 1977
Pelaksanaan pemilu 1977 diatur dengan UU No. 14/1975 tentang perubahan UU No. 16/1969.
UU ini mempertegas dan memperjelas organisasi politik yang diperbolehkan mengikuti pemilu.
Sementara yang berhubungan dengan asas pemilihan, sistem pemilihan, penetapan jumlah
anggota, tidak berbeda dengan pemilu sebelumnya. Demikian pula dengan badan penyelenggara
pemilu untuk pemilu 1977 pada dasarnya sama dengan Lembaga Pemilihan Umum pada pamilu
1971.
Ada 4 hal unik dalam pemilu 1977 yaitu empat larangan kepada partai politik dalam kampanye
pemilu: jangan mengintimidasi lawan; jangan merusak martabat pemerintah dan pejabatpejabatnya; jangan mengganggu persatuan nasional, dan; jangan mengkritik pemerintah.
Mendagri melarang penggunaan agama dalam kampanye. Akibat larangan-larangan itu, partai
yang membawa ideology agama tak bisa leluasa menarik massa.
Pada pemilu ini digunakan system distrik yang mana digilirnya penyederhanaan partai menjadi
2 dan 1 golongan. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR
berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai
Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP, dan Partai
Demokrasi Indonesia atau PDI, dan satu Golongan Karya atau Golkar.

PEMILU DI INDONESIA

A. Pemilu 1955 (Masa Parlementer).


a. Sistem Pemilu
Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang diselenggarakan dalam sejarah kemerdekaan
bangsa Indonesia yang baru berusia 10 (sepuluh) tahun. Pemilu 1955 dilaksanakan
pada masa Demokrasi Parlementer pada kabinet Burhanuddin Harahap. Pemungutan
suara dilakukan 2 (dua) kali, yaitu untuk memilih anggota DPR pada 29 September
1955 dan untuk memilih anggota Dewan Konstituante pada 15 Desember 1955.
b. Peserta Pemilu 1955
Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34 organisasi
kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota Konstituante di
ikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29
perorangan. Partai politik tersebut antara lain :
1. Partai Komunis Indonesia (PKI), berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh Moh.Yusuf
Sarjono
2. Partai Islam Masjumi, berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh dr. Sukirman
Wirjosardjono
3. Partai Buruh Indonesia, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Nyono
4. Partai Rakyat Djelata, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Sutan Dewanis
5. Partai Kristen Indonesia (Parkindo), berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh DS.
Probowinoto
6. Partai Sosialis Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh Mr. Amir Syarifudin
7. Partai Rakyat Sosialis, berdiri 20 Nopember 1945 diketuai oleh Sutan Syahrir
8. Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), berdiri 8 Desember 1945, diketuai oleh J.
Kasimo
9. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) diketuai oleh JB. Assa
10. Gabungan Partai Sosialis Indonesia dan Partai Rakyat Sosialis, menjadi Partai
Sosialis pada 17 Desember 1945, diketuai oleh Sutan Syahrir, Amir Syarifudin dan Oei
Hwee Goat
11. Partai Republik Indonesia, Gerakan Republik Indonesia dan Serikat Rakyat
Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946, diketuai oleh Sidik
Joyosuharto.
B. Pemilu 1971-1997 (Masa Orde Baru)
1. Pemilu 1971
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia.
Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah
pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini
diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan

DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan


suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER).
1) Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati
nuraninya, tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.
2) Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal
dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.
3) Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati
nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara
apapun.
4) Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan
diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.
c. Peserta Pemilu 1971 :
1. Partai Nahdlatul Ulama
2. Partai Muslim Indonesia
3. Partai Serikat Islam Indonesia
4. Persatuan Tarbiyah Islamiiah
5. Partai Nasionalis Indonesia
6. Partai Kristen Indonesia
7. Partai Katholik
8. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
9. Partai Murba
10. Sekber Golongan Karya
2. PEMILU 1977
a. Sistem Pemilu
Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan pada tanggal 2 Mei
1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga menggunakan sistem
perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Peserta Pemilu
Pada Pemilu 1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 sehingga
Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu :
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi/penggabungan dari:
NU, Parmusi, Perti, dan PSII.
2) Golongan Karya (GOLKAR).
3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi/penggabungan dari: PNI,
Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba.
3. PEMILU 1982

a. Sistem Pemilu
Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada pemerintahan Orde
Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 1982. Sistem Pemilu 1982 tidak
berbeda dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, yaitu
masih menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional).
b. Asas Pemilu
Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia.
c. Peserta Pemilu 1982
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
2) Golongan Karya (Golkar).
3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
4. PEMILU 1987
a. Sistem Pemilu
Pemilu keempat pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 23 April
1987. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama dengan sistem
yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional)
dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Peserta Pemilu 1987
1) Partai Persatuan Pembangunan.
2) Golongan Karya
3) Partai Demokrasi Indonesia.
5. PEMILU 1992
a. Sistem Pemilu
Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992.
Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama dengan sistim yang
digunakan
dalam Pemilu 1987, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional)
dengan
stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Peserta Pemilu 1992.
1) Partai Persatuan Pembangunan.
2) Golongan Karya.
3) Partai Demokrasi Indonesia.

6. PEMILU 1997
a. Sistem Pemilu.
Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan pada tanggal 29 Mei
1997. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama dengan sistem
yang digunakan dalam Pemilu 1992, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional)
dengan stelsel daftar
b. Asas Pemilu.
Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Peserta Pemilu 1997.
1) Partai Persatuan Pembangunan.
2) Golongan Karya.
3) Partai Demokrasi Indonesia.
7. Pemilu 1999-2009 (Masa Reformasi)
1. Pemilu 1999
a. Sistem Pemilu.
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi. Pemungutan suara
dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Sistem
Pemilu 1999 sama dengan Pemilu 1997 yaitu sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 1999 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
c. Peserta Pemilu 1999.
Peserta Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai Politik, yaitu :
1. Partai Indonesia Baru.
2. Partai Kristen Nasional Indonesia.
3. Partai Nasional Indonesia.
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia.
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia.
6. Partai Ummat Islam.
7. Partai Kebangkitan Umat.
8. Partai Masyumi Baru.
9. Partai Persatuan Pembangunan.
10. Partai Syarikat Islam Indonesia.
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
12. Partai Abul Yatama.
13. Partai Kebangsaan Merdeka.

14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa.


15. Partai Amanat Nasional.
16. Partai Rakyat Demokratik.
17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905.
18. Partai Katholik Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat.
20. Partai Rakyat Indoneia.
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi.
22. Partai Bulan Bintang.
23. Partai Solidaritas Pekerja.
24. Partai Keadilan.
25. Partai Nahdlatul Umat.
26. PNI-Front Marhaenis.
27. Partai Ikatan Pend.Kmd. Indonesia
28. Partai Republik.
29. Partai Islam Demokrat.
30. PNI-Massa Marhaen.
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak.
32. Partai Demokrasi Indonesia.
33. Partai Golongan Karya.
34. Partai Persatuan.
35. Partai Kebangkitan Bangsa.
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia.
37. Partai Buruh Nasional.
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
39. Partai Daulat Rakyat.
40. Partai Cinta Damai.
41. Partai Keadilan dan Persatuan.
42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia.
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia.
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika.
45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia.
46. Partai Nasional Demokrat.
47. Partai Umat Muslimin Indonesia.
48. Partai Perkerja Indonesia.
2. Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang memungkinkan rakyat memilih langsung
wakil mereka untuk duduk di DPR, DPD, dan DPRD serta memilih langsung presiden
dan wakil presiden. Pemilu 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April
2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta Anggota DPRD
(DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2004-2009
diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran
II).

a. Sistem Pemilu.
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu-pemilu
sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPR dan DPRD (termasuk didalamnya
DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) dilaksanakan dengan sistem perwakilan
berimbang
(proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Partai politik akan mendapatkan
kursi
sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon
yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada, maka kursi akan diberikan
kepada calon berdasarkan nomor urut. Pemilu untuk memilih Anggota DPD
dilaksanakan
dengan sistem distrik berwakil banyak.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
c. Peserta Pemilu 2004.
1) Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2004 diikuti oleh 24 partai, yaitu :
1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme).
2. Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD).
3. Partai Bulan Bintang (PBB).
4. Partai Merdeka.
5. Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK).
7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB).
8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK).
9. Partai Demokrat.
17. Partai Bintang Reformasi (PBR).
18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
19. Partai Damai Sejahtera.
20. Partai Golongan Karya (Partai Golkar).
21. Partai Patriot Pancasila.
22. Partai Sarikat Indonesia.
23. Partai Persatuan Daerah (PPD).
24. Partai Pelopor.
2) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004
Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 putaran I (pertama) sebanyak
5 (lima) pasangan, adalah sebagai berikut:
Karena kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden putaran I (pertama) belum ada yang memperoleh suara lebih dari
50%, maka dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran II (kedua), dengan
peserta dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh suara
terbanyak

pertama dan terbanyak kedua, yaitu :


10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia).
11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI).
13. Partai Amanat Nasional (PAN).
14. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB).
15. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
16. Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
No. Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Putaran I
1 H. Wiranto, SH. dan Ir. H.Salahuddin Wahid
2 Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi
3 Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo
4 H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
5 Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc.
No. Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Putaran II
1. Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi
2. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
Pasangan H. Susilo Bambang Yudoyono dan Drs. Muhammad Yusuf Kalla akhirnya
terpilih sebagai presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2004 - 2009.
3. Pemilu 2009.
Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan
secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132
Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota)
se-Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil
presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu
putaran).
a. Sistem Pemilu.
Pemilu 2009 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota
dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem
daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik mencerminkan
proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem ini memberikan
peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya yang akan duduk di
lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak.
Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.

c. Peserta Pemilu
1) Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009 diikuti oleh 44 partai, 38 partai
merupakan partai nasional dan 6 partai merupakan partai lokal Aceh. Partai-partai
tersebut adalah :
1. Partai Hati Nurani Rakyat
2. Partai Karya Peduli Bangsa
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia
4. Partai Peduli Rakyat Nasional
5. Partai Gerakan Indonesia Raya
6. Partai Barisan Nasional
7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
8. Partai Keadilan Sejahtera
9. Partai Amanat Nasional
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah
13. Partai Kebangkitan Bangsa
14. Partai Pemuda Indonesia
15. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
16. Partai Demokrasi Pembaruan
17. Partai Karya Perjuangan
18. Partai Matahari Bangsa
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20. Partai Demokrasi Kebangsaan
21. Partai Republika Nusantara
22. Partai Pelopor
23. Partai Golongan Karya
24. Partai Persatuan Pembangunan
25. Partai Damai Sejahtera
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia.
27. Partai Bulan Bintang
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
29. Partai Bintang Reformasi
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia
33. Partai Indonesia Sejahtera.
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama
35. Partai Aceh Aman Seujahtra (Partai Lokal)
36. Partai Daulat Aceh (Partai Lokal)
37. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Partai Lokal)
38. Partai Rakyat Aceh (Partai Lokal)
39. Partai Aceh (Partai Lokal)
40. Partai Bersatu Aceh (Partai Lokal)
41. Partai Merdeka
42. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia

43. Partai Sarikat Indonesia


44. Partai Buruh
2) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 diikuti oleh 3 (tiga) pasangan calon,
yaitu :
a) Hj. Megawati Soekarnoputri dan H. Prabowo Subianto (didukung oleh PDIP, Partai
Gerindra, PNI Marhaenisme, Partai Buruh, Pakar Pangan, Partai Merdeka, Partai
Kedaulatan, PSI, PPNUI)
b) Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof. Dr. Boediono (didukung oleh Partai
Demokrat,
PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PDS, PKPB, PBR, PPRN, PKPI, PDP, PPPI, Partai
Republikan,
Partai Patriot, PNBKI, PMB, PPI, Partai Pelopor, PKDI, PIS, Partai PIB, Partai PDI)
c) Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dan H. Wiranto, S.IP
(didukung oleh Partai Golkar, dan Partai Hanura)
Dr. Susilo Bambang Yudoyono terpilih sebagai presiden RI kedua kalinya untuk masa
bakti 2009 - 2014 dengan didampingi Prof. Dr. Boediono sebagai wakil presiden.

Sejarah Pemilu Indonesia


Article Index
Sejarah Pemilu Indonesia
NKRI Harga Mati
Obama: Pemilu Indonesia Bebas dan Adil
All Pages
Page 1 of 3

Sejarah Pemilu di Indonesia


Pemilu 1955
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik
Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya
demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak
mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.
Yang jelas, sebetulnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan dipro-klamasikan oleh Soekarno
dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerin-tah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk
bisa menyele-nggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X,
atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran
tentang pembentukan par-tai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk me-

milih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian
ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian
tentu bukan tanpa sebab.
Tetapi, berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat X, pemilu 1955 dilakukan dua
kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua,
15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X
hanya disebutkan bahwa pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk memilih angota
DPR dan MPR, tidak ada Konstituante.
Keterlambatan dan penyimpangan tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang
bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab
dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum
tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun
akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari
dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi)
kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing
yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh
Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang
ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam.
Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan perjuangan
mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk menyelenggarakan pemilu. Ada
indikasi kuat bahwa pemerintah punya keinginan politik untuk menyelengga-rakan pemilu.
Misalnya adalah dibentuknya UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian
diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan
bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan
tidak langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warganegara Indonesia pada waktu
itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihannya langsung dikhawatirkan akan banyak terjadi
distorsi.
Kemudian pada paroh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari Masyumi menjadi
Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan pemilu sebagai program
kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia
Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada
waktu itu Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat

dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).


Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan oleh
pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya
menyelenggarakan pemilu karena pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih
oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan pembahasan undang-undang pemilu
tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo
dari PNI pada tahun 1953. Maka lahirlah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang
menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan
rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No.
12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak
berlaku lagi.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan
dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat
pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an
partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi secara sehat.
Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang
sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat
bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat
negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan
segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR
dan memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.
Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan tanggal 15 Desember 1955. Jumlah kursi
anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak
ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante
menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski
tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang
diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.
Periode Demokrasi Terpimpin
Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya
menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima
tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia
Pemilihan Indonesia II.
Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke

UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu
kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia,
yang meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu
kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.
Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960 ia
membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN
yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959
membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua
anggotanya diangkat presiden.
Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemi-lihan, memang tidak
bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara
memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasi-nya
kedua lembaga itu di bawah presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang
kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967
(Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial
pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan
Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963
MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai
presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan
rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung
Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu
untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang
mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada
SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan
diselenggarakan dalam tahun 1971.
Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung
Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari
sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.
Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti
setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang
kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun

1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara
pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara,
termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal.
Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu
peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuanketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus
menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu
1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun
1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata
mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi
dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih
banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai
yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang
melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi
dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan
stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi
dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing
satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa
suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua.
Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama,
sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.
Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil
perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh
paling gamblang adalah bias perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional
suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan
Parmusi.
Sekedar untuk perbandingan, seandainya pembagian kursi peroleh-an suara partai-partai pada
Pemilu 1971 dilakukan dengan sistem kombinasi sebagaimana digunakan dalam Pemilu 1955,
dengan mengabaikan stembus accoord 4 partai Islam yang mengikuti Pemilu 1971.
Dengan cara pembagian kursi seperti Pemilu 1955 itu, hanya Murba yang tidak mendapat kursi,
karena pada pembagian kursi atas dasar sisa terbesar pun perolehan suara partai tersebut tidak

mencukupi. Karena peringkat terbawah sisa suara terbesar adalah 65.666. PNI memperoleh kursi
lebih banyak dari Parmusi, karena suaranya secara nasional di atas Parmusi.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga
diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal
sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.
Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak
Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah
sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai
dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu
adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan
satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi
pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971.
Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif
berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.
Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.
Hasil Pemilu 1977
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan
seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari
70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara
yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya
menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh
mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik
2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971.
Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya
tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti
pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional
tidak begitu besar.
PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi
kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara
nasional tambahan kursi hanya 5.
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi
sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan

suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.


Hasil Pemilu 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982. Pada
Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut
kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari
PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan
masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi.
Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.
Hasil Pemilu 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh
tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara
pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi
dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara
lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah
kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur
dan Jawa Tengah.
Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang
tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan
pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam,
berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40
kursi pada Pemilu 1987 ini.
Hasil Pemilu 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil
Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak
mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan
Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu
1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa
dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi
dibanding pemilu sebelumnya.
PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61 pada Pemilu
1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa suara dan kursi partai
berlambang kabah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini kehilangan banyak kursi di luar
Jawa, meski ada penambahan kursi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak
memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang
berhasil menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatera,
akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara nasional.

Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI. Pada Pemilu
1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987,
sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil
menambah 32 kursinya di DPR RI.
Hasil Pemilu 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih
menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan
suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu
1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan
suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat
menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk perolehan
kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu
1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar. Sedangkan PDI, yang mengalami
konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun
menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang
berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.
Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di banyak daerah.
Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa karena kecurangan
penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang
pun, tetapi pemilih, khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
Pemilu 2004
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 Appril 2004 untuk memilih
550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD
Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Pemilihan Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti
oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah.
Pemilihan Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan
peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan

sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.


Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004 diselenggarakan untuk
memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan Umum
ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan Umum ini
diselenggarakan selama 2 putaran, dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Aturan
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR 2009. Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pendaftaran Pasangan Calon
Sebanyak 6 pasangan calon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum, yakni :
1. K.H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan
Bangsa)
2. Prof. Dr. HM. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai
Amanat Nasional)
3. Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan
Pembangunan)
4. Hj. Megawati Soekarnoputri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai
Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia)
6. H. Wiranto, SH. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya)
Dari keenam pasangan calon tersebut, pasangan K.H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud
Ibrahim tidak lolos karena berdasarkan tes kesehatan, Abdurrahman Wahid dinilai tidak
memenuhi syarat kesehatan.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan

calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari
153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya.
Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah. Karena tidak ada satu
pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran
kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua,
yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Kedua
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti oleh 2
pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober
2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak
pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah.
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih
Berdasarkan hasil Pemilihan Umum, pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan
Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih.
Pelantikannya diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2004 dalam Sidang Paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pelantikan Presiden & Wakil Presiden terpilih tahun 2004 ini
juga dihadiri sejumlah pemimpin negara sahabat, yaitu: PM Australia John Howard, PM
Singapura Lee Hsien Loong, PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, PM Timor Timur Mari
Alkatiri, dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, serta 5 utusan-utusan negara lainnya.
Mantan Presiden Megawati Sukarnoputri tidak menghadiri acara pelantikan tersebut. Pada
malam hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet
yang baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu.

Вам также может понравиться

  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Cover Diktat Mata Kuliah Statistika & Probabilitas
    Cover Diktat Mata Kuliah Statistika & Probabilitas
    Документ1 страница
    Cover Diktat Mata Kuliah Statistika & Probabilitas
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Analisis Strategi Tata Letak Pada Perusahaan PT Unilever
    Analisis Strategi Tata Letak Pada Perusahaan PT Unilever
    Документ2 страницы
    Analisis Strategi Tata Letak Pada Perusahaan PT Unilever
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • TP Modul 1
    TP Modul 1
    Документ2 страницы
    TP Modul 1
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • MSDM
    MSDM
    Документ2 страницы
    MSDM
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • TP Modul 1
    TP Modul 1
    Документ2 страницы
    TP Modul 1
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Trafik Telekomunikasi
    Trafik Telekomunikasi
    Документ17 страниц
    Trafik Telekomunikasi
    Fit Nfitty
    Оценок пока нет
  • 1G - AMPSa
    1G - AMPSa
    Документ5 страниц
    1G - AMPSa
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Literasi Tik
    Literasi Tik
    Документ1 страница
    Literasi Tik
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Andy
    Andy
    Документ29 страниц
    Andy
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Laporan Kerja Praktik
    Laporan Kerja Praktik
    Документ53 страницы
    Laporan Kerja Praktik
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Teknik Antarmuka - ADC
    Teknik Antarmuka - ADC
    Документ8 страниц
    Teknik Antarmuka - ADC
    Imam Chashoni
    Оценок пока нет
  • Gprs Dan Edge
    Gprs Dan Edge
    Документ9 страниц
    Gprs Dan Edge
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Aplikasi Diarium
    Aplikasi Diarium
    Документ6 страниц
    Aplikasi Diarium
    Hamdan Mubarokah
    100% (1)
  • Paper 2 Scope
    Paper 2 Scope
    Документ19 страниц
    Paper 2 Scope
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Uas 2006 Microprocessor
    Uas 2006 Microprocessor
    Документ8 страниц
    Uas 2006 Microprocessor
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • QUIZ - I - Feb 2016
    QUIZ - I - Feb 2016
    Документ1 страница
    QUIZ - I - Feb 2016
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Sistem Komunikasi Digital (Siskom 2)
    Sistem Komunikasi Digital (Siskom 2)
    Документ30 страниц
    Sistem Komunikasi Digital (Siskom 2)
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • TP Periode 2 Antena
    TP Periode 2 Antena
    Документ1 страница
    TP Periode 2 Antena
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Cover Buku Praktikum
    Cover Buku Praktikum
    Документ1 страница
    Cover Buku Praktikum
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Paper 1 Integration
    Paper 1 Integration
    Документ13 страниц
    Paper 1 Integration
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Pengantar PU1223
    Pengantar PU1223
    Документ4 страницы
    Pengantar PU1223
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Bab 5 Vektor Di R2 Dan R3
    Bab 5 Vektor Di R2 Dan R3
    Документ7 страниц
    Bab 5 Vektor Di R2 Dan R3
    Restu Pinandhita
    Оценок пока нет
  • Kelompok Praktikum Sko 1516
    Kelompok Praktikum Sko 1516
    Документ20 страниц
    Kelompok Praktikum Sko 1516
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • BUKUFIXPART2
    BUKUFIXPART2
    Документ58 страниц
    BUKUFIXPART2
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • Sistem Persamaan Linier
    Sistem Persamaan Linier
    Документ12 страниц
    Sistem Persamaan Linier
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • 04-Potensial Listrik o Muatan Bidang 2013-2014
    04-Potensial Listrik o Muatan Bidang 2013-2014
    Документ14 страниц
    04-Potensial Listrik o Muatan Bidang 2013-2014
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • 7 - EXCEPTION Compatibility Mode
    7 - EXCEPTION Compatibility Mode
    Документ19 страниц
    7 - EXCEPTION Compatibility Mode
    123agus321
    Оценок пока нет
  • Paper Time Proyek
    Paper Time Proyek
    Документ23 страницы
    Paper Time Proyek
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет
  • UTS Jarkomdat 2012-2013
    UTS Jarkomdat 2012-2013
    Документ7 страниц
    UTS Jarkomdat 2012-2013
    Hamdan Mubarokah
    Оценок пока нет