Вы находитесь на странице: 1из 7

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS PANGAN
ACARA II
PENENTUAN KADAR ABU

OLEH
PENINA
J1A013100
KELOMPOK XII

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTASTEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Mataram, 3 November 2015


Mengetahui,
Co. Ass Praktikum Analisis Pangan

Haryati
NIM: J1A 012 045

Praktikan,

Penina
NIM: J1A 013 100

ACARA II
PENENTUAN KADAR ABU
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur- unsur mineral. Unsur
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Penentuan kadar abu total bertujuan untuk menentukan baik atau
tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan
sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Abu adalah zat
anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan,
kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.
Terdapat dua metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering
dan metode pengabuan basah. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan
berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur
yang dapat diatur suhunya. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum
menentukan kadar abu dengan menggunakan metode pengabuan kering.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk menetukan kadar abu total
beberapa jenis bahan pangan menggunakan metode pengabuan kering.

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang
dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara
basah). Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada
suhu

500-600C

kemudian

melakukan

penimbangan

zat-zat

tertinggal

pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak
larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan
tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang
harus

diperhatikan

dalam

melakukan

pengabuan

cara

kering,

yaitu

mengusahakan suhu pengabuan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi


kehilangan elemen secara mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca,
Cl dan P (Sudarmadji, 2010).
Cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada
bahan yang diabukan seperti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.
Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu
pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi untuk analisis
sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya
sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan (Wulandari, 2010).
Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal, disini ekstrak dipanaskan hingga
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal
unsur mineral dan anorganik saja (Helmi, 2012). Pentingnya pengabuan
dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan.
Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya
suatu proses pengolahan, mengetahui jenis makanan yang digunakan, serta
dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan. Sebagai contoh yaitu adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asap yang cukup tinggi menunjukkan
adanya pasir atau kotoran yang lain (Irawati, 2010).
Untuk mengetahui kandungan abu yang dapat larut dan tidak dapat larut,
perlu dilakukan tindakan berupa melarutkan sisa pengabuan dalam aquades,
kemudian disaring. Endapan yang terdapat di kertas saring merupakan abu yang
tidak dapat larut. Sedangkan yang ada dalam air merupakan abu yang mudah
larut. Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung di dalamnya, dapat

dilakukan dengan menggunakan metode titrasi atau serapan panjang gelombang


dengan spektrofotometri (Sari, 2014).
Rumput laut merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia. Hampir
70% wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis
sumber hayati, di antaranya adalah rumput laut. Rumput laut termasuk jenis alga,
yang dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu alga hijau (Chlorophyceae), alga
hijau biru (Cyanophyceae), alga coklat (Phaeophyceae) dan alga merah
(Rhodophyceae). Rumput laut jenis Eucheuma cottonii termasuk dalam alga
merah yang banyak ditemukan di Indonesia. Komponen penting rumput laut
adalah serat pangan yang tinggi. Telah dilaporkan rumput laut merah
(Callophylliss japonica) juga mengandung antioksidan (Wresdiyati, 2011).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksankan pada hari Selasa, tanggal 3 November 2015 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Teknologi Pangan dan agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah cawan pengabuan,
tanur pengabuan, penjepit cawan, desikator dan timbangan analitik.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah rumput laut,
manisan rumput laut, dan dodol rumput laut.
Prosedur Kerja

Ditumbuk halus sampel, ditimbang sebanyak 4 gram

Dimasukkan sampel ke dalam krus porselen yang telah diketahui


beratnya, dipanaskan dalam tanur selama 5 jam
pada suhu 550C sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan

Didinginkan dalam desikator dan ditimbang

Dihitung kadar abu sampel menggunakan


Kadar abu (%) =

BA
BS

x 100%

DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Arifin., Nelvi Anggraini., Dian Handayani & Roslinda Rasyid. 2012.
Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia Cumini Merr. J. Sains
Tek. Far., 11(2).
Irawati. 2010. Modul Pengujian Mutu I. Cianjur. DA PDPPTTKVDCA.
Sari, Puspita. 2014. Pengantar Analisis Mutu Pangan dan Hasil Pertanian. Unej.
Jember.
Sudarmadji,Slamet dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty
Yogyakarta. Yogyakarta.
Wresdiyati, Tutik., Ans Budi Hartanta & Made Astawan. 2011. Tepung Rumput
Laut

(Eucheuma

Cottonii)

Menaikkan

Level

Superoksida

Dismutase (Sod) Ginjal Tikus Hiperkolesterolemia. Jurnal Veteriner


Juni Vol. 12 No. 2: 126-135.
Wulandari, Ria. 2010. Abu. http://www.scribd.com/abu. (Diakses pada tanggal 2
November 2015).

Вам также может понравиться