Вы находитесь на странице: 1из 15

DETEKSI HAMBUR BALIK KEPITING BAKAU (Scylla spp.

)
MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK SINGLE BEAM

Muhammad Zainuddin Lubis


C552140121

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
zainuddinlubis@gmail.com

MENGAPA MEMILIH PENELITIAN INI ?


Penelitian yang mengkaji mengenai kepiting bakau dengan menggunakan
metode hidroakustik masih belum banyak dilakukan.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk dapat menganalisis keberadaan
kepiting bakau secara akustik dengan menggunakan metode akustik single beam
echosounder .
Metode hidroakustik yang terus meningkat untuk mengklasifikasi dan
memetakan ekosistem laut di berbagai skala spasial dalam mendukung ilmu
pengetahuan berbasis ekosistem untuk pengelolaan laut (Anderson et al.
2008).

PENDAHULUAN

Kepiting bakau adalah salah


satu
jenis
komoditas
perikanan yang potensial
untuk dibudidayakan dan
dikonsumsi karena memiliki
nilai
ekonomis
tinggi,
terutama
kepiting
yang
matang gonad atau sudah
bertelur, dewasa dan gemuk
(Kanna 2002).
Prinsip kerja Single Beam echosounder
(MacLennan and Simmonds ,2005)

Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting bakau sebagai
berikut;
Filum: Arthropoda
Sub Filum: Mandibulata
Kelas: Crustacea
Ordo: Decapoda
Sub Ordo: Pleocyemata
Famili: Portunidae
Genus: Scylla
Spesies: Scylla spp.

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat nilai hambur balik kepiting bakau
(Scylla spp.). berdasarkan energi surface backscattering strength (SS) dan volume
backscattering strength (SV) dengan menggunakan instrumen echosounder single
beam CruzPro PcFF80 frekuensi 200 kHz.

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian


Studi Literatur

Persiapan kolam penelitian

pemilihan kepiting bakau


pada kolam penelitian

Aklimatisasi kepiting bakau


pada kolam penelitian

Echosounder single beam (Cruzpro)

200 kHz

Raw data :

Analisis nilai backscattering strength


kepiting bakau dan dasar kolam

200 kHz

E1 (kekasaran):

E1 (kekerasan):

200 kHz

200 kHz

Deteksi hambur balik Kepiting


bakau Jantan

BAHAN DAN METODE

Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium yang


dilakukan pada kolam departemen Budidaya Perairan FPIK-IPB yang sudah ada
lalu desain dengan menambahkan batasan/ transek

No
1

Alat dan Bahan

Echosunder (Single beam , scientific Echosounder (Cruzpro


PcFF80)

Laptop

60 Ekor Kepiting bakau dewasa (dengan lebar karapas (90-100


mm)

Roll kabel

5
6

Gopro Hero+ 3
Meteran/Transek berupa jaring

Spesifikasi echosounder single beam CruzPro PcFF80


Spesifikasi
Tipe transduser

Besaran
THDT-5 Long Stem Bronze Thru Hull

Frekuensi transduser

Transducer
Dual frekuensi, 50 kHz dan 200 kHz

Operating voltase

9.5 to 16.0 VDC, 0.05 amps nominal, 4.7


amps peak at max power

Output power

2560 watts peak-to-peak (320W RMS)


24KW DSP processed power (3200

Kedalaman

WRMS)
1000 feet atau lebih (200 kHz) 1500 feet

Temperatur
Kotak interface

atau lebih (50 kHz)


0 to 50 oC ( 32 to 122 oF)
100 x 80 x 50 mm (4 x 3.2 x 2 inch).
Powder Coated Aluminum Extrusion

Interface

RS-232, 115 KBaud, serial data and USB

Source level
Receiving sensitivity

163 dB (200 kHz), 156 dB (50 kHz)


-185 dB (200 kHz), -173 dB (50 kHz)

Beam width
Diameter transduser

11o (200 kHz), 45o (50 kHz)


6 cm

Metode Pengambilan Data

Sketsa rancangan kolam peniletian


Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan dengan dua cara,
yaitu dengan observasi visual (pengamatan langsung) dan menggunakan
metode akustik.

Prosedur Setting alat


Parameter

Nilai

Frekuensi yang digunakan

200 kHz

Transmitter power (W)

320

Near field (m)

0.47

Kecepatan suara (m/s)

1516

Durasi pulsa (ms)

0.4

Ping rate (s)

0.334

Surface gain

110

Change rate

240

Amplifier gain (dB)

-20.83

TS sphere (dB)

-42.43

Diagram alir proses perekaman data akustik menggunakan Cruzpro PcFF80


Echosounder sistem single beam ini akan
menghasilkan data hasil deteksi yang
ditampilkan dalam bentuk echogram.

Echogram (MacLennan and Simmonds ,2005)

Surface Backscattering Strength (SS)


Pada penelitian ini, nilai yang diperoleh (peak intensity atau nilai maksimum)
dianggap sebagai nilai surface backscattering strength (SS) yang dihasilkan oleh
permukaan tiap kepiting bakau dan substrat. Proses kuantifikasi dilakukan dengan
mengadopsi persamaan yang digunakan oleh Chakraborty et al. 2007; Haris et al. 2012:
SS [dB] = RS SL + VR AVG + AG + 40log10 R + 2R 10log10A .... (1)
Dimana :
RS=Receiving Sensitivity (dB)
SL=Source Level (dB)
VG=Amplitudo (dB)
AVG=Array Voltase Gain (dB)
AG=Amplifier Gain (dB)
=Koefisien absorpsi (dBkm-1)
R=Jarak target ke transduser (m)
A=Beam-insonified area (m2)

Volume Backscattering Strength (SV)


Selain nilai surface backscattering strength (SS), juga dapat dihasilkan nilai volume
backscattering strength (SV) dapat diturunkan dari nilai surface backscattering strength
(SS).
Dalam proses membedakan echo dari beberapa kepiting dan substrat maka
dilakukan dengan kuantifikasi sinyal gema untuk menghasilkan suatu data
berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh. Nilai SV dari tipe karang di ekstrak dari
pantulan pertama (E1) yang mengindikasikan tingkat kekasaran (roughness) dan
pantulan kedua (E2) yang mengindikasikan tingkat kekerasan (hardness).

Target Strength (TS)


adalah ukuran daya pantul dari target setelah dikenakan suara aktif dan merupakan
fungsi dari frekuensi, aspek dan tipe target. Dapat diketahui melalui persamaan
berikut :
TS = 10 log (Ir/Ii)
Keterangan ,
TS : Target strength,
Ir :intensitas suara yang dipantulkan.
Ii : Intesitas suara yang datang.

Rumusan Masalah
Mengapa memilih single beam ?
instrument akustik yang paling sederhana
harga yang ekonomis untuk skala penilitian laboratorium ataupun skala
kolam.
Mengapa memilih kepiting untuk objek penelitian ?
kepiting yang sangat mudah dijumpai dan memiliki harga yang ekonomis
kepiting bakau merupakan kepiting yang memiliki banyak peminat
banyak ditemui di sekitaran pesisir yang kaya akan hutan mangrove.
Mengapa memilih kolam sebagai wadah penelitian ?
kolam merupakan wadah yang cukup baik untuk dilakukan penelitian
menggunakan single beam dengan frekuensi 200 kHz dan sesuai dengan
beamwidth dari instrument single beam sendiri.
Mengapa memilih instrument Echosunder (Single beam , scientific
Echosounder (Cruzpro PcFF80) ?
Cruzpro memiliki Beam width yang tidak terlalu luas yaitu 11 (200 kHz),
45 (50 kHz) dimana frekuensi 200 kHz masih sesuai dengan penilitian
skala kolam.
Memiliki sensitiftas penerimaan pulsa -185 dB (200 kHz), -173 dB (50 kHz).
Cruzpro sendiri mampu mengirimkan pulsa pada suhu 0 - 50 C.

PUSTAKA ACUAN
Kanna, A. 2002. Budidaya Kepiting Bakau : Pembenihan dan Pembesaran. Kanisius. Jakarta
(ID). 80 hal.Lurton, X. 2002. An Introduction to Underwater Acaoustic. Principles and
Applications. Praxis Publishing Ltd. Chichester. UK.
Mulya MB. 2000. Kelimpahan dan Distribusi Kepiting Bakau (Scylla sp) serta
Keterkaitannya dengan Karakteristik Biofisik Hutan Mangrove di Suaka Margasatwa
Karang Gading dan Langkat Timur Laut Provinsi Sumatera Utara [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 96 hlm.
Simmonds J. & MacLennan D. 2005. Fisheries Acoustics: Theory and Practice, second
edition. Blackwell.
Siwabessy PJW. 2001. An investigation of the relationship between seabed type and
benthic and bentho-pelagic biota using acoustic techniques [dissertation]. Australia
(AU). The Curtin University of Technology
Urick, R.J. 1975. Principles of Underwater Sound. Kingsport Press, 384 pp.

TERIMA KASIH

Вам также может понравиться