Вы находитесь на странице: 1из 47

OLEH :

SRI WIDAYANINGTYAS, S.Kep.Ns


19650515 199503 2 006

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang...
B. Tujuan Penulisan...
C. Metode Penulisan..
BAB II TINJAUAN TEORI.
A. Landasan Teori..
B. Askep Teori...
BAB III TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian.
II. Analisa Data..
III. Prioritas Masalah..
IV. Intervensi...
V. Implementasi.
VI. Evaluasi.
BAB IV PEMBAHASAN..
A. Pengkajian.
B. Diagnosa Keperawatan.
C. Intervensi & Implementasi
D. Evaluasi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...
B. Saran.
DAFTAR PUSTAKA..

3
3
4
4
5
5
16
23
23
28
29
29
31
32
33
33
33
34
34
35
35
36
37

2
2
2
2
2
2
2
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tekanan darah tinggi yang disebut hipertensi sudah sangat umum para penderita
umumnya tidak menyadari bahwa merekan menderita hipertensi. Tetapi bila dibiarkan
tanpa perawatan maka itu akan menimbulkan kerumitan yang membahayakan. Orang
yang berusia lima puluhan adalah masa usia penuh dengan resiko. Oleh sebab itu perlu
pengontrolan tekanan darah untuk penanggulangan lebih dini sehingga tidak berlanjut
pada komplikasi yang lebih parah.
Hipertensi adalah masalah yang umum karena banyak orang yang menderita
walaupun mereka tidak mengetahui sama sekali.
Masalah yang dihadapi pada diagnosa yang agak dini adalah gejala-gejala yang tidak
nyata pada umunya. Kelilahatannya mengherankan tetapi demikianlah kenyataannya dan
hal ini telah ditemukan diberbagai negara barat. Di Australia agak tinggi presentase
penderita hipertensi. Sekalipun ada 10 % penderita hipertensi dari antara kelompok usia
lima puluh sampai lima puluh sembilan tahun, hal itu tidak ditemukan sebelumnya.
Tekanan darah mereka diatas 110 diastolik.
Ini menunjukkan bahwa penyakit yang parah boleh saja tidak diketahui ditengah
tengah masyarakat, dapat pula melumpuhkan kesehatan

dan dapat menimbulkan

masalah yang berat tetapi penderita tidak mengetahui samasekali mengenai apa yang
terjadi. Sering sudah terlambat dan berkomplikasi barulah diketahui penyebab utamanya.
Itulah sebabnya sekarang orang mengetahui bahwa hipertensi itu penyakit yang
mempunyai bermacam-macam tingkat sedangkan keadaan yang parah memerlukan
pengetahuan yang agak dini supaya segera mendapatkan perhatian dan perawatan.
Sudah ditemukan bukti yang cukup yang menyatakan bahwa perawatan yang tepat
akan mengurangi jumlah kematian dan hal-hal mengerikan akibat komplikasi dari
hipertensi yaitu stroke, penyakit jantung dan ginjal.

3
3
3
3
3
3
3
3

B.

4
4
4
4
4
4
4
4

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambran nyata atau informasi tentang asuhan keperawatan
pada pasien Hipertensi.
2. Tujuan Kusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien hipertensi.
b. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Hipertensi.
c. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Hipertensi.
d. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pasa pasien Hipertensi.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam laporan kasus dengan metode deskriptif
dengan teknik pengumpulan data : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
study dokumentasi.

5
5
5
5
5
5
5
5

6
6
6
6
6
6
6
6

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. LANDASAN TEORI
DEFENISI HIPERTENSI
Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi, oleh
karena tidak ada batasan yang jelas yang membedakan antara hipertensi dan
normotensi. Namun bukti menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah akan
meningkatkan mortalitas dan mordibitas. Secara teoritis, hipertensi sebagai suatu
tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul menjadi nyata.
Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha untuk menjelaskan definisi
hipertensi, diantarannya :
a.

Hipertensi didefinisikan oleh joint national committee on detection,


evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi
sampai

hipertensi

maligna.

Keadaan

ini

dikatagorikan

sebagai

primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi


sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat
diperbaiki.
b.

Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan
darah diasatolik 90 mmHg, atau bila pasien obat antihipertensi. (Kapita
Selecta Kedokteran ,2001, hal.518).

c.

Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama
160/95 mmHg.

d.

Menurut Kaplan, Kaplan mendefinisikan hipertensi berdasarkan

atas

perbedaan usia dan jenis kelamin :

7
7
7
7
7
7
7
7

1. Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila


tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan
130/90 mmHg.
2. Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila
tekanan darahnya diatas 145/95 mmHg.
3. Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/95
mmHg dinyatakan hipertensi.
ETIOLOGI
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi Taropatik terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti
obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
2. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai
keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi
tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan Hormon
1. Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan
peningkatan angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan
angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang oleh
pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf simpatis.
Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu : aspek konstriktor
arteriola

perifer

dan

peningkatan

sekresi

aldosteron

yang

mengakibatkan reasorbsi Na dan air.


8
8
8
8
8
8
8
8

2. Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi


ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor ini mensekresi epinefrin yang
menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme meningkat
sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.
3. Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh
peningkatan

ACSH

yang

kemudian

merangsang

peningkatan

glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan


perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut
meningkatkan obesitas.
b. Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati
diabetic sehingga mengakibatkan nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi
glomerulo.
c. Penyakit Ginjal
1. Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air
dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2. penyempitan arteri renalis
d. Lain-Lain
1. Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis
hal

ini

meningkatkan

resistensi

aliran

darah

aorta

sehingga

mengakibatkan hipertensi berat.


2. Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul bervariasi, tergantung dari tinggi rendahnya derajat
hipertensi. Pada hipertensi esensial dapat berjalan gejala dan pada umumnya baru

9
9
9
9
9
9
9
9

timbul gejala terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak,
dan jantung yang sering dijumpai berupa:
1. Sakit kepala

6. Hematuria

2. Vertigo

7. Tachhicardi

3. Perdarahan retina

8. Palpitasi

4. Gangguan penglihatan

9. Pucat dan mudah lelah

5. Proteinuria
Tetapi kebanyakan pula pasien yang menderita hipertensi tidak
mempunyai keluhan. Dan ada juga beberapa pasien mengeluh sakit kepala,
pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual, muntah,
epistaksis, kelemahan otot atau perubahan mental.

10
10
10
10
10
10
10
10

PATOFISIOLOGI
DM

Penyempitan

Koarktasio aorta

Arteri renalis
Mikroangiopati/
Lesi spesifik diabetic

Penyempitan congenital segmen


Aliran darah

aorta torakalis

pada ginjal
nefropati diabetic

Retensi aliran darah aorta


Tekanan filtrasi
glomerolus
Pre eklamsi

Glomerulo

Sel-sel kapiler

nefritis akut

glomerolus
menyempit

Lesi pada
glomerolus
Disfungsi filtrasi

Feokromositoma

glomerulo
Epinefrin
Perbedaan antara tingkat
filtrasi glomerolus dan

Kadar glukosa dan

tingkat penyerapan

tingkat metabolisme

kembali oleh tubulus


Retensi Na dan air

Efek konstriksi

Volume plasma

Curah jantung

Volume darah

Genetic
Volume plasma
Out put jantung

dan sirkulasi
Volume sirkulasi

Efek konstriksi

HIPERTENSI

Kerusakan vaskuler

11
11
11
11
11
11
11
11

arteriola perifer

pembuluh perifer

12
12
12
12
12
12
12
12

PATHWAY
HIPERTENSI

Kerusakan vaskuler
Pembuluh pearifer
Perubahan struktur dalam arteri kecil dan arteriola
Penyumbatan pembuluh/vasokontriksi
Resiko kerusakan perfusi jaringan

Gangguan sirkulasi

Otak

mata

ginjal

ginjal

Peningkatan tekanan

kerusakan sel

nekrosis fibrinoid

cardiac output

Vaskuler serebral

endotel

pada pembuluh

*sakit kepala
*vertigo

aferen+penebalan
robekan/obliterasi

intima arteri

manifestasi klinis
*tachicardi

*Perdarahan retina

*Perdarahan retina

nekrosis kapiler

*pucat

*Gangguan penglihatan

*Gangguan penglihatan

glomerolus

*mudah lelah

sampai dgn kebutaan

sampai dgn kebutaan

*protein uria

*palpitasi

*hematuria

*diaphorosis

Nyeri akut

Resiko injuri

Gagal ginjal akut


(komplikasi)

Intoleransi
aktifits

13
13
13
13
13
13
13
13

14
14
14
14
14
14
14
14

PATOFISIOLOGI
Saraf simpatis
Rennin
Angiostensinogen (hati)
Angiostensin I (paru)
ACE (angiostensin converting enzim)
Angiostensi II

Rangsang saraf
Pusat haus

Vasokontriksi

ADH
Over volum

Aldosteron

Retensi Na
TD

Over volum

15
15
15
15
15
15
15
15

16
16
16
16
16
16
16
16

DIAGNOSIS
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali
pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang lebih tinggi atau gejalagejala klinis. Pengukuran tekanan darah dialakukan dalam keadaan pasien duduk
bersandar, setelah beristirahat selama lima menit, dengan ukuran pembungkus
lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih
tetap dianggap alat pengukur yang terbaik.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingakat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan
penyebab hipertensi, perubahan aktifitas /kebiasaan (seperti merokok) konsumsi
makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi hipertensi
sebelumnya bila ada, dan factor psikososial lingkungan (keluarga, perkerjaan dan
lain-lain).
Dalam pemerikasaan fisik dialkukan pengukuran tekanan darah dua
kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan
kontralateral. Dikaji berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan
pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif,
pemeriksaan leher untuk mengetahui bising carotid, pembesaran vena atau
kelenjar tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan gangguan irama dan denyut jantung,
pembesaran ukuran, bising, derap dan bunyi jantung ke tiga atau keempat. Paru
diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen
dilakukan untuk mencari adanya masa, pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang
abnormal. Pada ektrimitas dapat ditemukan pulsasi perifer yang menghilang,
edema dan bising. Dilakukan pula pemeriksaan neurology.
Perhimpunan nefrologi Indonesia memilih klasifikasi sesuai
WHO/ISH karena sederhana dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan
dengan strategi terapi, tidak meragukan karena memiliki sebaran luas dan tidak
17
17
17
17
17
17
17
17

rumit, serta terdapat pula unsur unsure sistolik yang juga penting dalam dalam
penentuan.

Klasifikasi sesuai WHO/ISH


Klasifikasi

Sistolik (mmHg)

Diastolic (mmHg)

<140

<90

Hipertensi ringan

140-180

90-105

Hipertensi perbatasan

140-160

90-95

Hipertensi sedang dan berat

>180

>105

Hipertensi sistolik terisolasi

>140

>90

140-160

<90

Normotensi

Hipertensi sistolik perbatasan

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau
lebih dari 160 mmHg. Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan
hipertensi diastolic, sehingga harus diterapi.
Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth Of The Joint
National Commite On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High
Blood Presure, 1997.

Katagori
Normal

Sistolik(mmHg) Diastolic(mmHg)

Rekomendasi

<130

<85

Periksa ulang dalam 2 tahun

Perbatsan

130-139

85-89

Periksa ulang dalam 1 tahun

Hipertensi tingkat 1

140-159

90-99

Konfirmasi dalam 1 atau 2 bulan


Anjuarkan modifikasi gaya hidup

Hipertensi tingkat 2

160-179

100-109

Evaluasi atau rujuk dalam 1 bulan

Hipertensi tingkat 3

180

110

Evaluasi atau rujuk segera dalam 1

18
18
18
18
18
18
18
18

mingguberdasrkan kondisi klinis

Catatan : pasien tidak sedang sakit atau minum obat antihipertensi. Jika tekanan sistolik dan
diastolic berada dalam katagori yang berbeda, masukkan kedalam katagori yang lebih tinggi.

PEMERIKASAAN DIAGNOSTIK
1. Hemoglobin/hematrokit : bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat menginsikasikan
factor-faktor resiko seperti hiperkoaagulabilitas, anemia.
2. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /fungsi ginjal.
3. Glukosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan peningkatan ketoalamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalsium serum : peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan
hipertensi
5. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
6. Kolesterol

dan

trigleserida

serum

peningkatan

kadat

dapat

mengidikasikan adanya pembentukan plak ateromatosa.


7. Pemriksaan tiroid : hipeartiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi
dan hipertensi.
8. Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisayaratkan disfungsi ginjal dan /
adanya diabetes.
9. VMA urin (metabolit ketoalamin) : kenaikan dapat mengidikasikan
adanya adanya feokromositoma (penyebab) : VMA urin 24 jam dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
10. Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko
terjadimya hipertensi.
19
19
19
19
19
19
19
19

11. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,


feokromositoma, atau difungsi pituitary, sindrom cushing, kadar urin
dapat meningkat.
12. Foto thorak : dapat menunjukkan obstruksi pada area katup, deposit pada
dan/ takik aorta, batu ginjal/ureter.
13. CT

Scan

mengkaji

tumor

serebral,

CSU,

enselopati,

atau

feokromositoma.
14. ECG : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.

PENATALAKSANAAN
Tujuan deteksi dan penatalakasanaan hipertensi adalah merunkan resiko
penyakit kardiovaskuler dan mortabilitas serta morsibitas yang berkaitan. Tujuan
terapi adalah mencapaij dan mempeartahankan tekanan sistolik dibawah 140
mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor resiko.
Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat
antihipertensi.
Kelompok resiko dikategorikan menjadi :
1. Pasiien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2 atau 3 tanpa
gejala penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, factor resiko lainnya.
Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan
maka harus diberikan obat antihipertensi.
2. Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi
memiliki satu atau lebih factor resiko yang tertera diatas, namun bukan
diabaetes militus. Jika terdapat beberapa factor maka harus langsung
diberikan obat antihipertensi.
3. Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ
jelas.
20
20
20
20
20
20
20
20

Faktor resiko : usia lebih dari 60 tahun, merokok, disiplidemia, DM, jenis
kelamin (pria atau wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskuler dalam
keluarga.
Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler : penyakit jantung
(hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, riwayat
revaskularisasi koroner, strok, TIA, nefropati, penyakit arteri perifer, dan
retinopati.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko:
Tekanan Darah

Kelompok Resiko A

Kelompok Resiko B

Kelompok Resiko C

130-139/85-89

Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup

Dengan obat

140-159/90-99

Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup

Dengan obat

160/100

Dengan obat

Dengan obat

Dengan obat

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko


kardiovaskuler dengan biaya sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap
dianjurkan meski harus dsertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan
jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk:
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan(indeks masa tubuh 27).
2. Membatasi alcohol.
3. Meningkatkan aktifitas aerobic (30-45 menit/hari).
4. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4g Na/6 g NaCl/hari).
5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari).
6. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jemuh dan kolesterol
dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien
dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan
umur, kebutuhan dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan
21
21
21
21
21
21
21
21

lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah,
dapat mengontrol hpertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien
terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jangtung, atau stroke
akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang ini
terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah obat dari golongan yang
berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan
mengurangi efek samping.
Setelah diputuskan memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat
indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan deuretik atau beta
bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai algoritma.
Dieretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat lain.
Jika obat kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal 1 tahun,
dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui

penurunan dosis secara

perlahan dan progresif.


Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai dengan terapi dengan lebih
dari satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah 200/120 mmHg
harus diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ
harus dirawat di rumah sakit.

B. ASKEP TEORI
PENGKAJIAN
Identitas pasien.
Riwayat keperewatan/kesehatan.
1. Keluhan utama : pada pasien hipertensi biasanya ia merasa sakit kepala.
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM
dll.

22
22
22
22
22
22
22
22

4. Riwayat kesehatan keluarga : pada klien hipertensi biasa terdapat anggota


keluarga yang mengidap juga (bersifat menurun).
POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat
juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obatobatan.
2. Pola

aktifitas

dan

latihan

pada

klien

hipertensi

terkadang

mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot

dan

kesadaran menurun.
3. Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang
mengalami mual dan muntah.
4. Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
5. Pola tidur dan istirahat.
6. Pola kognitif dan perceptual
7. Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya
mengalami stress psikologi.
8. Pola seksual reproduktif
9. Pola hubungan dan peran
10. Pola nilai dan keyakinan.

PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan dan tinggi badan
Mata

: Retina, pupil

Leher

: JVP, bising

Paru

: Pernafasan (irama, frekuensi, jenis suara nafas).

Jantung

:
a. Denyut nadi

23
23
23
23
23
23
23
23

b. Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu


2

menit dalam posisi bebaring atau duduk, dan berdiri

sekurangnya setelah 2 menit.


c. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan dan
jika nilainya berbeda makan nilai yang tertingi yang diambil.
d. Suara jantung.
e. Bising jantung.
Abdomen : Bising dan peristaltic.
Ekstrimitas : Refleks dan edema.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG :
Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,
adanya peenyakit jantung atau aritmia.
Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan
asam urat, serta darah lengkap lainnya.
Foto rontgen :
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta
yang lebar.
Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi
dilatasi dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.

24
24
24
24
24
24
24
24

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a.

Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange


problem

b.

Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik


dan psikologi)

c.

Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati


(gangguan penglihatan)

d.

Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan


antara suplai oksigen dengan kebutuhan

INTERVENSI
a. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem.
Rencanan tindakan :
1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis
tiap 10 menit.
R:

Untuk

mengevalusi

perkembangan

penyakit

dan

keberhasilan terapi
2. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai
tekanan darah dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
R: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen,
posisi duduk meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan
gaya

grafitasi,

konstruksi

arteriol

pada

hipertensi

menyebabkan peningkatan darah pada arteri.


3. Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
R: Indicator perfusi atau fungsi organ.
4. Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
R: Meningkatkan vasokontriksi.

25
25
25
25
25
25
25
25

5. Kolaborasi

pemberian

obat-obatan

antihipertensi

misal

golongan inhibitor simpa (propanolol, atenolol), golongan


vasodilator (hidralazin)
R : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan
darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer,
menurunkan curah jantung, menghambat syaraf simpatis,
dan menekan pelepasan rennin. Golongan vasodilator
berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.
Hasil yang diharapkan/evaluasi
Pasien mendemostrasikan perfusi jaringan yang membaik
ditunjukkan:
1. Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3. Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4. Tanda-tanda vital stabil
b. Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan
psikologi)
Rencana tindakan :
1. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala. Misalkan kompres dingin pada dahi pinjat punggung
dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi
(distraksi) dan aktivitas waktu senggang
R: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan
memperlambat atau memblok respon simpatis, efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
2. Hilangkan minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalkan: mengejang saat BAB,
batuk panjang, membungkuk.

26
26
26
26
26
26
26
26

R: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan


sakit kapala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
3. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
4. Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab
nyeri dan lama nyeri bila diketahui).
R: Meningkatkan pengetahuan
5. Kolaborasi pemberian analgesic (antalgin, asam mefenamat).
R: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsang sistim saraf simpatis.
Hasil yang diharapkan :
1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala atau sakit
kepala terkontrol.
2. Mengungkapkan metode yang menberikan pengurangan.
c. Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan
penglihatan)
Rencana tindakan :
1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orng lain.
R:

Memberikan

peningkatan

kenyamanan

menurunkan

kecemasan dan mengurangi resiko injury.


2. Pertahankan tirah baring ketat dalam kondisi terlentang yang
ditentukan.
Posisi lateral kanan (bila robekan retina pada posisi nasal
dari mata kiri atau posisi temporal dari mata kanan).
Posisi lateral kiri (bila robekan retina pada posisi nasal
dari mata kanan atau posisi temporal dari mata kiri).
R:

Untuk memungkinkan viterus humour bekerja sebagai


kekuatan nemostatsi untuk mengontrol perdarahan.
27
27
27
27
27
27
27
27

3. Anjurka pesien untuk mengistirahatkan mata agar tidak terlalu


lelah.
R: Mengurangi resiko perlukaan atau pecahnya pembulu darah
retina. Yang akan menyebabkan semakin menurunya
ketajaman penglihatan.
4. Modifikasi lingkungan sekitar pasien, dengan cara :
Pencahayaan yang cukup
Jauhkan benda-benda yang beresiko menyebabkan cidera
Berikan permukaan lantai yang tidak licin
Dekatkan tombol pemanggil
R: Meningkatkan rasa aman, mengurangi resiko injury.

Hasil yang diharapkan :


1. Pasien

mampu

mengidentifikasi

factor-faktor

yang

meningkatkan kemungkinan terhadap cidera


2. Menunjukan

perubahan

perilaku,

pola

hidup

untuk

menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari


cidera
3. Pasien tidak mengalami injury
4. Pasien kan mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk
meningkatkan kenyamanan.
d. Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan.
Rencana tindakan :
1. Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesua kebutuhan.
28
28
28
28
28
28
28
28

R: Kamajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja


jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan dalam melakukan aktivitas.
2. Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
R: Tehnik menghejmat energi mengurangi penggunaan energi,
juga membantu keseibangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan prekuensi
nadi lebih dari 20x permenit diatas frekuensi istirahat
meningkatkan tekanan darah yang nyata selama/sesudah
diaforesis, pusing atau pingsan.
R: Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
psikologi terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan
indicator dari kelebihan kerja yqang berkaitan dengan
tingkat aktivitas.
4. Beri

jarak

waktu

pengobatan

dan

prosedur

untuk

memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan


waktu istirahat siang atau sore
R: Istirahat kemungkinan adanya penghematan energi
5. Kolaborasi pemberian obat digoxin.
R: Pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung
Hasil yang diharapkan
1. Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2. Menunjukan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas

29
29
29
29
29
29
29
29

30
30
30
30
30
30
30
30

BAB III
TINJAUAN KASUS
I.

PENGKAJIAN

a. Identitas pasien
Nama

: Ny. R

Umur

: 65 TH

Agama

: Islam

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jln. Pendowo RT 2 RW 3 Malang

Suku/bangsa

: Jawa/Indonesia

Perkerjaan

: Pensiunan

b. Riwayat keperawatan/kesehatan
Keluhan utama
Pasien mengatakan pusing// Sakit Kepala
Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal 25 Mei 2012, pada malam hari

klien pusing dan muntah

muntah,kemudian keluarga membawah ke Rs Syiful anwar dan mrs di Ruang 22


no.1.1 A Sampai sekarang..
Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan menderita riwayat hypertensi dan DM ,dan control rutin di
bagian Poli Penyakit dalam RS Syaiful Anwar,
Riwayat kesehatan keluarga
Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga yaitu Ibu klien mederita
Hypertensi.

31
31
31
31
31
31
31
31

GENOGRAM

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Kawin
c. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi - pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan bahwa sakit adalah suatu rasa tidak enak pada badan yang
membuat kita menjadi tidak nyaman dan pasien mengatakan bahwa kesehatan
merupakan suatu keadaan dimana dia dapat melakukan aktifitas tanpa disertai
gangguan pada tubuh dan persaannya (rohani).
2. Pola aktivitas - latihan
Kemampuan pasien dalam menata dirinya sebelum dan selama sakit adalah
Aktifitas
Makan
Mandi
Berpakean
Toileting
Tingkat mobilitas ditempat tidur

32
32
32
32
32
32
32
32

Berpindah
Kemampuan ROM
Berjalan
Kekuatan otot

Keterangan :
0

: Mandiri

: Menggunakan alat Bantu

: Dibantu orang lain

: Dibantu orang dan peralatan

: ketergantungan/tidak mampu

Selama sakit pasien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas rutinnya


yaitu pergi ke sawah karena rasa sakit pada kepalanya dan ia merasa lemas/
malaise.
3. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit, pasien mengatkan bahwa sebelum sakit pasien makan 3x
sehari dengan porsi 1 piring yang isinya nasi, sayur, tempe, tahu, kerupuk dan
ayam terkadang juga makan nasi pecel. Pasien minum sehari 7 gelas/hari,
kadang-kadang pasien minum kopi pada pagi hari. Pasien telah menerapkan
intruksi diet rendah garam.
Selama sakit, pasien tidak mengalami perubahan nafsu makan atau pola
makan, frekuensi makan tetap 3x/hari, minum 6x/hari dan pasien tidak
merasakan adanya mual mual dan muntah.
4. Pola eliminasi
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB biasbnya 1-3x sehari
dengan konsistensi feses lembek dengan warna kuning dan BAK 3-5x sehari
dengan warna kuning.
Selama sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB frekuensinya 1-3x sehari
dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. Dan BAK 3-4 kali sehari
warna kuning.
5. Pola tidur-istirahat
33
33
33
33
33
33
33
33

Sebelum sakit, pasien mengatakan pasien jarang melakukan tidur siang keculi
dalam keadaan lelah/mengalami kelelahan. Biasanya pasien tidur malam
mulai pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.30 WIB dam lamanya tidur pasien
8,5 jam.
Selama sakit pasien mengatakan merasa sulit memasuki awal tidur karena
nyeri kepala, terkadang terbangun pada malam hari dan ketika bangun tidur
nyeri kepala berkurang. Dan lamanya tidur 6 jam dan awal tidur malam
mulai pukul 22.00 dan bangun pada pukul 04.00.
6. Pola kognitif perceptual
Pasien selama sakit mampu berkkomunikasi dan mengerti apa yang sedang
dibicarakan, berespon dan berorientasi dengan baik

dengan orang lain.

Terdapat gangguan persepsi sensorik berupa nyeri pada dareah kepala.


7. Pola toleransi - koping stress
Selama menyelesaikan masalah pasien selalu terbuka dengan anggota
keluarga yang lain sehingga ketika ada masalah selalu dipecahkan bersama
terutama dengan istrinya dan anak-anaknya.
8. Persepsi diri/konsep diri
Pasien mengatkan bahwa ia merasa tenang menghadapi masalahnya karena ia
percaya bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya dan kepercayaan
terhadap anak-anaknya yang dapat menggantikan perannya sewaktu
menyelelesaikan masalah yang terdapat dirumah. Tetapi meskipun demikian
pasien juga merasa cemas terhadap penyakitnya apakah bisa sembuh dengan
total dan tidak terjangkit lagi.
9. Pola hubungan dan peran
Hubungan pasien dengan keluarga baik dan dengan masayarakta sekiter juga
baik.
10. Pola nilai dan keyakinan
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa ia dalam menjalankan ibadah/sholat
tidak secara rutin dilakukan.
34
34
34
34
34
34
34
34

Selama sakit, sama seperti yang dilakukan sebelum sakit.


d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pasien tampak memegang kepalanya, ia mengatakan kepalanya terasa pusing
dan lehernya terasa kaku dan ekpresi wajahnya terlihat menahan rasa nyeri
kepala. Pasien dalam keadaan kompos mentis.
2. Pemeriksaan tanda vital
Nadi

: 80x/menit dengan irama regular, cepat agak lemah

Tekanan darah : 170 /110 mmHg


2ox: /menit, irama teratur, suara vesikuler
Pernafasan Suhu tubuh

: 36,8C

3. Pemriksaan kulit dan rambut


Kulit

: Sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), turgor baik, edema (-).

Rambut

: Warna hitam keputihan, distribusi merata tidak botak dan


lebat.

4. Pemriksaan kepala dan leher


Kepala

: Mata, reflek pupil (+), konjungtiva tidak anemis, kornea


tidak ikterik. Telinga, pada daun telinga, liang telinga,
membrane timpani, mastoid tidak ada tanda adanya
peradangan dan terlihat bersih, pendengaran baik. Mulut,
bibir gusi dan lidah radang (-), tidak memakai gigi
pasangan, kondisi gigi terdapat caries. Hidung, tidak
terdapat polip, sekrer/lendir (-).

Leher

: Pasien mengatakan lehernyatersa kaku, massa (-), nyeri


telan (-).

5. Pemeriksaan dada

35
35
35
35
35
35
35
35

Paru-paru

: Bentuk dada simetris, pergerakan nafas teratur, suara nafas


vesikuler.

Jantung

: denyut nadi agak cepat dan iramanya regular/teratur,


frekuensi 80x/menit, tidak ada suara jantung tambahan.
Tekanan darah 170/110 mmHg.

6. Pemeriksaan abdomen
Tidak ada lesi pada dinding/kulit perut, ketegangan dinding perut (-),
nyeri tekan (-), bising usus .., peristaltic..
7. Ektrimitas
Edema (-), rentang gerak baik, kekuatan otot 5

5
5

8. Pemerik saan penunjang


DL,UL.Gula darah acak, RFT, LFT.
Terapi yang diberikan :
Inf .Nacl

20 tt/menit

Inj, Citicolin 3 x 500mg


Ranitidin 2x50 mg
Oral : Neorodex 2x1 tb.
Betahistin 3x6 mg
Simvastatin 0 -0 20 mg
Diit TPRG 1900 kal/hr
II.

ANALISA DATA
SYMTOM
DS :

ETIOLOGI

PROBLEM

Peningkatan tekanan vaskuler Nyeri Akut


Pasien mengatakan bahwa kepala serebral.
36
36
36
36
36
36
36
36

terasa sakit/nyeri kepala.


Pasien mengatkan lehernya terasa
kaku
DO :

Ekspresi wajah terlihat menahan


sakit
TD

: 170/110 mmHg

Nadi : 80x/menit
DS :
Pasien mengatakan untuk

Exchange problem atau

Ketidakefektifan

gangguan sirkulasi

perfusi jaringan

(vasokontriksi)

melakukan aktifitas rutinnya


merasa pusing karena (perasaan
takdir terancam/impending doom)
DO :

Denyut nadi cepat tapi agak lemah


dengan frekuensi170/110

III.

PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningakatan tekanan vaskuler serebral
ditandai dengan nyeri kepala, tekanan darah 170/110 mmHg.
2. Ketidakefektifan

perfusi

jaringan

berhubungan

dengan

exchange

problem/gangguan sirkulasi.
IV. INTERVENSI
Tanggal

No.

Tujuan

Intervensi

Rasional
37
37
37
37
37
37
37
37

25/5/2012

Dx
1 Setelah
dilakukan1.
tindakan
keperawatan selama
3 x 24 jam nyeri
Dengan criteria hasil
kepala
pasien
berkurang

Berikan tindakan non1.


farmakologi
untuk
menghilangkan
sakit
kepala.
Misalkan
kompres dingin pada
dahi pinjat punggung
dan
leher,
tenang,
redupkan lampu kamar,
teknik
relaksasi
(distraksi) dan aktivitas
waktu senggang

1. Pasien
mengungkapkan
tidak adanya sakit
kepala atau sakit
kepala terkontrol. 2. Hilangkan minimalkan
aktivitas vasokontriksi2.
2. Mengungkapkan
yang
dapat
metode
yang
meningkatkan
sakit
menberikan
kepala
misalkan:
pengurangan.
mengejang saat BAB,
batuk
panjang,
membungkuk.

Tindakan
yang
menurunkan
tekanan
vaskuler
serebral
dan
memperlambat atau
memblok
respon
simpatis,
efektif
dalam
menghilangkan
sakit kepala dan
komplikasinya.
Aktivitas
yang
meningkatkan
vasokontriksi
menyebabkan sakit
kapala
karena
adanya peningkatan
tekanan
vaskuler
serebral.

3. Anjurkan pasien untuk3. Meminimalkan


tirah baring selama fase
stimulasi
atau
akut.
meningkatkan
relaksasi.
4. Kurangi adanya kurang4.
pengetahuan (jelaskan
sebab-sebab nyeri dan
lama
nyeri
bila
diketahui).
5. Kolaborasi pemberian5.
analgesic (antalgin, asam
mefenamat).

2 Setelah dilakuakan1. Monitor tekanan darah,1.


tindakan
nadi
apical
dan
keperawatan selama
neurologis
3 x 24 jam kondisi
pasien menunjukkan

Meningkatkan
pengetahuan

Menurunkan atau
mengontrol
nyeri
dan
menurunkan
rangsang
sistim
saraf simpatis.
Untuk mengevalusi
perkembangan
penyakit
dan
keberhasilan terapi
38
38
38
38
38
38
38
38

perfusi jaringan yang


membaik.
Dengan
criteria
hasil :
2.
1. Tekanan
darah
dalam batas-batas
yang
dapat
diterima
2. Tidak
ada
keluhan
sakit
kepala, pusing
3. Nilai
laboratorium
dalam batas-batas
normal
4. Tanda-tanda vital
stabil

2. Tirah
baring
membantu
Pertahankan tirah baring
menurunkan
pada posisi semi fowler
kebutuhan oksigen,
sampai tekanan darah
posisi
duduk
dipertahankan
pada
meningkatkan aliran
tingkat
yang
dapat
darah
ateri
diterima.
berdasarkan
gaya
grafitasi, konstruksi
arteriol
pada
hipertensi
menyebabkan
peningkatan darah
pada arteri.

3. Meningkatkan
vasokontriksi.
3. Anjurkan
menggunakan
atau nikotin.

tidak
rokok
4. Golongan inhibitor
secara
umum
4. Kolaborasi pemberian
menurunkan
obat-obatan
tekanan
darah
antihipertensi
misal
melalui
efek
golongan inhibitor simpa
kombinasi
(propanolol, atenolol),
penurunan tahanan
golongan
vasodilator
perifer, menurunkan
(hidralazin)
curah
jantung,
menghambat syaraf
simpatis,
dan
menekan pelepasan
rennin.
Golongan
vasodilator
berfungsi
untuk
merilekkan
otot
polos vaskuler.
`

V.

IMPLEMENTASI
39
39
39
39
39
39
39
39

Tanggal/
jam
26/5/2012
jam 09 wib

No.
Implementasi
Dx
1 1. Memijat punggung dan leher

Respon

Ttd

1. Pasien mengatakan merasa


nyaman dan enak
2. Mengajarkan teknik relaksasi2. Pasien masih belum begitu
(nafas dalam, mengalihkan
sempurna dalam melakukan
nyeri
dengan
mendengar
teknik
relaksasi
nafas
musik)
dalam
3. Menganjurkan pasien untuk3. Pasien mengerti dan paham
tidak terlalu mengejan saat
bahwa tindakan tearsebut
BAB, membungkuk, dan batuk
dapat
meningkatkan
panjang
nyeri/dakit kepala.
4. Mengerti
dan
paham
4. Menjelaskan penyebab nyeri
penyebab dan munculnya
dan waktu munculnya nyeri
nyeri

1. Mengukur tekanan darah, nadi,1. Tekanan darah 160/90


suhu dan pernafasan pasien
mmHg
Nadi 90x/menit lemah agak
2. Menganjurkan pasien untuk
cepat
beristirahat
denga
posisi
Suhu 36,8C
semifowler
Pernafasan 24x/menit.
3. Menganjurkan pasien tidak2. Menerima, paham dan
merokok
melakukan
mengapa
tindakan ini dilakukan.
3. Mengerti
dan
paham
tentang akibat dari merokok

VI.

40
40
40
40
40
40
40
40

EVALUASI
Tanggal

No. Dx

Catatan Perkembangan

26/5/2012

S : Pasien mengatakan bahwa nyeri kepala telah hilang


dan ia merasa nyaman.

Ttd

O : Pasien memperlihatkan dapat melakukan teknik


relaksasi nafas dalam dengan baik
Pasien menampakkan wajah yang segar dan tidak
menunjukkan exspresi menahan nyeri.
A : Gangguan nyeri kepala telah teratasi (tujuan tercapai)
P : Rencana dihentikan
2

S : Pasien mengatakan bahwa badan sudah mulai segar


kembali dan sakit kepala telah hilang
O : Tekanan darah140/90 mmHg
Suhu 36,5C
Nadi 80x/menit
Pernafasan 24x/menit
A

: Perfusi jeringan menunjukkan efektif (tujuan


tercapai)

P :Rencana dihentikan

41
41
41
41
41
41
41
41

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini akan diungkap kesenjangan antara teori dengan


kenyataan yang ditemukan pada pasien Ny. R dengan hipertensi di R 22 RSU Syaiful
Anwar Untuk mendapatkan gambaran yang jelas maka kesenjangan yang terjadi akan
diuraikan dalam setiap komponen proses keperawatan. Dan komponen yang mengalami
kesenjangan dimana pada kasus tidak muncul tetapi terdapata pada teori yaitu pada
proses keperawatan pengkajian dan diagnosa keperawatan, Karena jika pada pengkajian
data-data yang muncul tidak mendukung munculnya pengangkatan masalah baru maka
secara otomatis intervensi, implementasi dan evaluasi tidak muncul.
A. Pengkajian
Pada pengkajian tidak didapatkan beberapa data yang terdapat diteori hal ni
disebabkan karena pada kasus pasien tidak menunjukkan gejala-gejala yang
mengarah pada data yang terdapat pada teori misalkan gangguan penglihatan yang
berhubungan dengan neuropati. Dan pada pengkajian pasie didapatkan data yaitu
pada pola aktifitas dan latihan meskipun pasien menyatakan badan agak lemas teatapi
pasieen masih dapat melakukan aktifitas secara mandiri .
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus tetapi terdapat pada teori
yaitu intoleransi aktifitas dan resiko terjatuh. Mengapa intoleransi aktifitas tidak
diangkat sebagai suatu mesalah keperewatan karena pasien 90%

pasien dapat

melakukan aktifitas secara mandiri seperti makan, mandi, toileting, berpakean,


tingkat mobilitas ditempat tidur,berpindah, kemampuan ROM, berjalan dan keukatan
otot baik, . Meskipun pasien mengatakan bahwa badannya agak lemas dan lesu,
diagnosa intoleransi aktifitas tidak diangkat tetapi diagnosa yang terangkat adalah
ketidakefektifan perfusi jaringan. Mengapa diagnosa ini terangkat karena terdapta
42
42
42
42
42
42
42
42

data yang mendukung munculnya dignosa ini yaitu perubahan kebiasaan karena
ketidakefekifan perfusi jaringan menyebabkan rasa nyeri kepala dan rasa lemas
sehingga mnegubah pola kebiasaan dari pasien TN A pada aktifitas beratnya .
Kemudian pada diagnosa resiko terjatuh tidak terdapat pada kasus karena tidak
terdapat data-data yang mendukung diangkatnya diagnosa tersebut.
C. Intervensi dan Implementasi
Intervesi yang disusun berdasarkan diagnosa yang muncul seperti pada
tinjaun kasus pada bagian intervensi dan tidak semua intervensi dapat dilakukan
karena mungkin keterbatasan alat dan tenaga.
D. Evaluasi
Evalusi merupakan langkah terakir dari proses keperawatan dengan cara
melakuakan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dimana pada tujuan intervensi pada kasus pasien TN.A tujuan intevensi telah
tercapai hal dapat di lihat dari criteria evaluasi yang telah di tetapkan sebelumnya.

43
43
43
43
43
43
43
43

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi sebagai suatu tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang
mungkin timbul menjadi nyata. Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha
untuk menjelaskan definisi hipertensi, diantarannya :
a.

Hipertensi didefinisikan oleh joint national committee on detection,


evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi
sampai

hipertensi

maligna.

Keadaan

ini

dikatagorikan

sebagai

primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi


sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat
diperbaiki.
b.

Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama
160/95 mmHg.

Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:


1.

Hipertensi Primer atau Esensial.


Banyak factor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistim rennin angiostensin, defek
44
44
44
44
44
44
44
44

dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor


yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta
polisetemia.
2.

Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal


Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai keluhan
atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut.
Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :

Tanda dan gejala


Sakit

kepala,

vertigo,

perdarahan

retina,

gangguan

penglihatan,

proteinuria, hematuria, tachhicardi, palpitasi, pucat dan mudah lelah.

B. Saran
Tekanan darah tinggi yang disebut hipertensi sudah sangat umum para
penderita umumnya tidak menyadari bahwa merekan menderita hipertensi. Tetapi
bila dibiarkan tanpa perawatan maka itu akan menimbulkan kerumitan yang
membahayakan. Saran dengan adanya hal ini adalah
1.

Sehingga perlu diadakannya pendidikan kesehatan pada masyarkat tentang


pola hidup yang sehat bagaiamana cara mencegah sedini mungkin resiko
terjadinya hipertensi.

2.

Pendidikan kesehatan tentang ilmu gizi sangat perlu sekali bagi masyarakat
yang telah terkena penyakit hipertensi sehingga gaya hidup mereka tetap sehaat
meskipun dengan penyakit hipertensi.

45
45
45
45
45
45
45
45

DAFTAR PUSTAKA
PRICE, Syilvia Anderson, 1995, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit,
EGC Jakarta
Corwin, Elizabeth J, 2000, Buku saku patofisiologi, EGC Jakarta
Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaandan perwatan pasien, EGC Jakarta
Definition & Classification, Philadelphia
Nanda, International, 2005, Nursing Diagnosis

46
46
46
46
46
46
46
46

47
47
47
47
47
47
47
47

Вам также может понравиться