Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
ALICE DOS REIS
NIM : 070114b002
aritmia
jantung
seringkali
dapat
mengendalikan
atau
menghilangkan denyut jantung tidak teratur. Selain itu, aritmia juga dapat diatasi
dengan menjalankan gaya hidup sehat. Tanda dan gejala aritmia jantung tidak selalu
mudah dikenali. Pemeriksaan kesehatan rutin bisa membantu untuk mendeteksi
aritmia lebih dini. Irama jantung yang tidak teratur dapat juga terjadi pada jantung
yang normal dan sehat.
Gangguan irama jantung dapat di bagi dua:
1. Gangguan irama fibrilasi(tidak kuncup)pada serambi beresiko stroke
2. Gangguan irama fibrilasi (tidak kuncup) pada bilik jantung berakibat
langsung fatal.
Gangguan irama jantung yang paling sering terjadi adalah "serambi jantung
tidak menguncup" atau fibrilasi-bergetar kecil saja dan hanya sekali-sekali saja
kuncup secara normal dimana yang seharusnya pacu jantung SA di serambi kiri
memberikan pacu untuk serambi jantung agar menguncup secara teratur tetapi tidak
berhasil dan seluruh dinding serambi hanya bergetar saja tanpa memompa jantung
alias ngadat, hal akan sangat berbahaya dan beresiko untuk terjadinya stroke.
Walaupun serambi tidak menguncup sempurna karena adanya gangguan irama tetapi
darah masih dapat mengalir lambat ke bilik jantung dan selanjutnya dipompakan
keseluruh tubuh.
Kasus-kasus fibrilasi serambi tidak kuncup banyak terjadi Uni Eropah dan
Amerika Serikat, terutama pada mereka yang telah berusia di atas 60 tahun, apalagi
bagi yang memiliki usia di atas 80 tahun resiko terjadinya fibrilasi serambi jantung
semakin tinggi dapat terjadi.
Kejadian fibrilasi tidak kuncup yang terjadi pada bilik jantung maka akan
mengakibatkan kefatalan karena tidak adanya darah yang dipompakan keluar
jantung, dan dengan sekejap saja orang dapat meninggal. Akibatnya Gangguan
Irama pada serambi jantung ini membahayakan karena sebagai akibat aliran darah
yang tidak lancar dalam serambi jantung dapat terbentuk bekuan darah yang
semakin besar dimana kemudian bekuan ini dapat lepas dan menyangkut di otak
serta menimbulkan stroke. Bekuan darah ini dapat juga lepas dan meyangkut di
ginjal serta menimbulkan gagal ginjal.
Kedua keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap kerja jantung memompa darah
ke seluruh tubuh.
Bila jantung berdenyut terlalu lambat, maka jumlah darah yang mengalir di dalam
sirkulasi menjadi berkurang, sehingga kebutuhan tubuh tidak terpenuhi. Hal ini
akan menimbulkan gejala seperti mudah capek, kelelahan yang kronis, sesak,
keleyengan bahkan sampai pingsan. Yang berbahaya, bila jumlah darah yang
menuju otak menjadi berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau
perasaan melayang. Pada keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan stroke.
Sebaliknya, bila jantung berdenyut terlalu cepat maka jantung akan mengalami
kelelahan dan akan menimbulkan gejala-gejala berdebar yang biasanya disertai
perasaan takut karena debaran jantung yang begitu cepat (sampai lebih dari 200 kali
permenit). Pada keadaan yang ekstrim dimana bilik jantung berdenyut sangat cepat
dan tidak terkendali, maka terjadi kegagalan sirkulasi darah yang bila dilakukan
pertolongan cepat dengan kejut listrik (DC shock) dapat mengakibatkan kematian.
Syukurlah, kebanyakan takiaritmia tidak menimbulkan kematian mendadak. Akan
tetapi tentu harus dipastikan jenis aritmia apa yang terdapat pada seorang pasien.
Bradiaritmia yang terjadi akibat hambatan transmisi listrik jantung, umumnya
menetap sehingga diperlukan alat bantu yang dapat menjamin kecukupan frekuensi
denyut jantung. Alat tersebut adalah alat pacu jantung tetap (Permanent Pace
Maker, PPM). PPM ditanam dibawah kulit dada lalu dihubungkan ke jantung
melalui sejenis kabel. Hanya diperlukan operasi kecil dengan bius lokal saja untuk
pemasangan PPM.
Takiaritmia, pada umumnya dapat disembuhkan total melalui tindakan ablasi.
Setelah dilakukan tindakan ablasi, pasien terbebas dari penyakit takiaritmia dan
tidak memerlukan obat-obatan lagi. Ablasi adalah tindakan invasif yang merupakan
kelanjutan dari EPS. Pada ablasi dilakukan pemutusan/eliminasi sumber takiaritmia
dengan menggunakan panas yang dihasilkan oleh gelombang frekuensi radio.
Tingkat keberhasilan ablasi pada takiartmia yang umum terjadi, sangat tinggi yaitu
sekitar 95%. Dengan resiko yang sangat kecil.
Deteksi Aritmia
Pada dasarnya deteksi aritmia cukup sederhana, yaitu dengan menggunakan
alat perekam irama jantung yang disebut elektrokardiografi (EKG). Bila pasien
datang pada saat ada keluhan-keluhan diatas lalu dilakukan perekaman EKG, maka
dapat diketahui ada tidaknya gangguan gangguan irama/aritmia jantung.
Kadangkala, gejala timbul di rumah dan ketika sampai di RS gejalanya sudah
hilang sehingga pada perekaman EKG-pun tidak tertangkap aritmia-nya. Oleh
karena itu diperlukan pemeriksaan lain yang lebih komprehensif seperti Holter
Monitoring atau pemeriksaan yang canggih yang disebut Electrophysiology Study
(EPS). Holter monitoring adalah perekaman EKG secara kontinue selama 24-48
jam sehingga memperbesar peluang deteksi aritmia. Bila aritmianya hanya terjadi
sangat jarang maka diperlukan rekaman yang lebih lama. Kadang dilakukan
pemasangan alat kecil dibawah kulit yang disebut Insertable Loop Recorder (ILR).
EPS adalah suatu pemeriksaan invasive dimana dilakukan perekaman listrik
jantung secara langsung pada sistem listrik jantungnya
Ada beberapa tipe-tipe aritmia
o Premature atrial contractions. Ada denyut tambahan di awal yg berasal dari
atrium (ruang jantung bagian atas). Ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan
terapi.
o Premature venticular contractions (PVCs). Ini merupakan aritmia yang
paling umum dan terjadi pd orang dengan atau tanpa penyakit jantung. Ini
merupakan denyut jantung lompatan yang kita semua kadang2 mengalami.
Pada beberapa orang, ini bisa berkaitan dengan stres, terlalu banyak kafein atau
nikotin, atau terlalu banyak latihan. Tetapi kadang-kadang, PVCs dpt
disebabkan oleh penyakit jantung atau ketidakseimbangan elektrolit. Orang
yang sering mengalami PVCs dan/atau gejala2 yg berkaitan dgnya sebaiknya
dievaluasi oleh seorang dokter jantung. Namun, pada kebanyakan orang, PVC
biasanya tidak berbahaya dan jarang memerlukan terapi.
o Atrial fibrilasi (AF). Ini merupakan irama jantung tidak teratur yang sering
menyebabkan atrium, ruang atas jantung, berkontraksi secara abnormal.
o Atrial flutter. Ini merupakan aritmia yang disebabkan oleh satu atau lebih
sirkuit yang cepat di atrium. Atrial flutter biasanya lebih terorganisir dan teratur
dibandingkan dengan atrial fibrilasi. Aritmia ini terjadi paling sering pada
orang dengan penyakit jantung, dan selama minggu pertama setelah bedah
jantung. Aritmia ini sering berubah menjadi atrial fibrilasi.
o Paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT). Suatu HR yang cepat,
biasanya dengan irama yang teratur, berasal dari atas ventrikel. PSVT mulai
dan berakhir dg tiba2. Terdapat dua tipe utama : accessory path tachycardia dan
AV nodal reentrant tachycardia (lihat bawah).
o Accessory pathway tachicardia. HR yang cepat disebabkan oleh jalur atau
hubungan extra yang abnormal antara atrium dan ventrikel. Impuls berjalan
melewati jalur ekstra selain juga melewati rute biasa. Ini membuat impuls
berjalan di jantung dg sangat cepat menyebabkan jantung berdenyut dg cepat.
o AV nodal reentrant tachycardia. HR yang cepat disebabkan lebih dari satu
jalur melewati AV node. Ini dapat menyebabkan palpitasi (jantung berdebar),
pingsan atau gagal jantung. Pada banyak kasus, ini dapat disembuhkan dg
menggunakan suatu manuver sederhana yang dilakukan oleh seorang
profesional medis yang terlatih, dg obat2an atau dengan suatu pacemaker.
o Ventricular tachycardia (V-tach). HR yang cepat yang berasal dari ruang
bawah jantung (ventrikel). Denyut yang cepat mencegah jantung terisi cukup
darah, oleh karena itu, hanya sedikit darah yang terpompa ke seluruh tubuh. Ini
dapat mrp aritmia yang serius, khususnya pd orang dengan penyakit jantung
dan mkn berhubungan dg lebih banyak gejala. Seorang dokter jantung
sebaiknya mengevaluasi aritmia ini.
o Ventricular fibrilasi. Letupan impuls yang tidak teratur dan tidak terorganisir
yang berasal dari ventrikel. Ventrikel gemetar dan tidak mampu berkontraksi
atau memompa darah ke tubuh. Ini merupakan kondisi emergensi yang harus
diterapi dg CPR dan defibrilasi sesegera mungkin.
o Long QT syndrome. Interval QT adalah area pd ECG yang merepresentasikan
waktu yang diperlukan otot jantung untuk berkontraksi dan kemudian relaksasi,
atau yang diperlukan impuls listrik utk meletupkan impuls dan kmd recharge.
Jika interval QT memanjang, ini meningkatkan resiko terjadinya torsade de
pointes, suatu bentuk ventricular tachicardia yang mengancam hidup. Long
QT syndrome merupakan suatu kondisi yang diturunkan yang dapat
menyebabkan kematian mendadak pada orang muda. Ini dapat diterapi dengan
obat2
antiaritmia,
pacemaker,
electrical
cardioversion,
defibrilasi,
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting pada ECG adalah
laju kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang p tgak disandapan I,II dan
aVF.
c. Komplek atrium prematur
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan
kompleks atrium prematur, timbulnya sebelu denyut sinus berikutnya. Gambaran
ECG menunjukan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda
bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
d. Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium
prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV.
e. Fluter atrium.
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cept dan
teratur, dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan atau aVF seperti
gambaran gigi gergaji
f. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri
multipel. Aktifitas atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit
g. Takikardi ventrikuler
Pada jenis aritmia ini, sinyal listrik yang salah muncul dari bilik jantung yang
menyebabkan bilik berdenyut lebih cepat. Takikardia ventrikular hampir selalu
terkait dengan dengan penyakit jantung atau serangan jantung yang baru terjadi,
serta dapat berubah menjadi aritmia yang serius.
B. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1.
3.
Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-
5.
7.
8.
9.
10.
konduksi jantung)
Takikardi aritmia
Etiologi : suatu sirkuit re-entri terjadi karena adanya jalur tambahan :
a. Diantara atrium dan ventrikel.
b. Diantara antrium dan AV Node.
Fibrilasi atrium
Etiologi : atrium mengalami depolarisasi secara spontan dengan cepat dan tidak
beraturan (300 x /menit)
Flutter atrium
Etiologi : depolarisasi atrium dgn kecepatan 300 x /menit
Takikardia ventrikel
Etiologi : aktivitas miokardium ventrikel yang di picu secara abnormal,
disebabkan gangguan metabolik
Bradikardia
Etiologi : karena kegagalan SA Node untuk menyebabkan depolarisasi regular,
atau kegagalan sistem konduksi dalam meneruskan depolarisasi ventrikel
C. Pathofisiologi
Di dalam jantung terdapat sel-sel yang mempunyai sifat automatisasi artinya
dapat dengan sendirinya secara teratur melepaskan rangsang. Impuls yang di
hasilkan dari sel-sel ini akan digunakan untuk menstimulus otot jantung untuk
melakukan kontraksi.
Sel-sel tersebut adalah SA node, AV node, Bundle His, dan serabut
Purkinjee. Secara normal, impuls akan di hasilkan oleh SA node, yang kemudian
diteruskan ke AV node, bundle his, dan terakhir ke serabut purkinje. Terjadinya
aritmia dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang pertama ialah
menurunnya fungsi SA node, sehingga AV node menghasilkan impuls sendiri,
impuls ini akan diteruskan seperti biasanya sampai ke serabut purkinje. Pada
serabut purkinje akan diterima 2 impuls yang berasal dari SA node dan AV node
sehingga menyebabkan mekanisme reentry. Kedua, impuls yang dihasilkan oleh SA
node, akan terhambat pada percabangan SA node (Sinus arrest) sehingga impuls
tidak sampai ke AV node, maka AV node secara otomatis akan menghasilkan
impuls sendiri sehingga timbul juga irama jantung tambahan. Penghambatan impuls
tidak hanya dapat terjadi pada percabangan SA node, tetapi dapat terjadi pada
bundle his juga.
fenomena reentry.
Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau
belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian
jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara
automatis untuk mengeluarkan rangsangan intrinsik yang memacu jantung
berkontraksi. Kontraksi inilah yang dikenal sebagai denyut pengganti
(escape beat).
Active ectopic firing terjadi pada keadaan di mana terdapat kenaikan
kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang
D. Manifestasi klinis
a. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit
nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun
berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
EKG
Monitor Holter
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu
jantung/efek obat antidisritmia.
4.
Foto dada
dapat
menunjukkan
aea
Elektrolit
Pemeriksaan obat
adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
9.
Pemeriksaan tiroid
Laju sedimentasi
GDA/nadi oksimetri :
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
F. Penatalaksanaan Medis
12. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
Hipoksemia
dapat
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
G. Pengkajian
a. Pengkajian primer :
1. Airway
Apakah ada peningkatan sekret ?
Adakah suara nafas : krekels ?
2. Breathing
Adakah distress pernafasan ?
Adakah hipoksemia berat ?
Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
Apakah ada bunyi whezing ?
3. Circulation
Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
Apakah ada takikardi ?
Apakah ada takipnoe ?
Apakah haluaran urin menurun ?
Apakah terjadi penurunan TD ?
Bagaimana kapilery refill ?
Apakah ada sianosis ?
b. Pengkajian sekunder
Riwayat penyakit
o Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
o Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi
o Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
o Kondisi psikososial
Pengkajian fisik
e. Aktivitas : kelelahan umum
f.Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
H. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
2. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan.
3. Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan inadekuat
suplay oksigen ke jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan.
5. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
I. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan
oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba
sama, status mental biasa.
Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan,
amplitudo dan simetris. Rasional : Perbedaan frekuensi, kesamaan dan
keteraturan nadi menunjukkan efek gangguan curah jantung pada sirkulasi
sistemik/perifer.
2. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut
jantung ekstra, penurunan nadi. Rasional : Disritmia khusus lebih jelas
terdeteksi dengan pendengaran dari pada dengan palpasi. Pendengaran
terhadap
bunyi
jantung
ekstra
atau
penurunan
nadi
membantu
yang
menyebabkan
meningkatkan
disritmia
dan
contoh
elektrolit.
Rasional
Intervensi
a. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan factor pemberat dan
penurun. Perhatikan petunjuk nonverbal ketidak nyamanan. Rasional :
Nyeri secara khas terletak subternal dan dapat menyebar keleher dan
punggung. Namun ini berbeda dari iskemia infark miokard. Pada nyeri ini
dapat memburuk pada inspirasi dalam, gerakan atau berbaring dan hilang
dengan duduk tegak/membungkuk.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan mis: perubahan
posisi, masasage punggung,kompres hangat dingin, dukungan emosional.
Rasional : untuk menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional
pasien.
c. Berikan aktivitas hiburan yang tepat. Rasional : mengarahkan perhatian,
memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
d. Berikan obat-obatan sesuai indikasi nyeri. Rasional : untuk menghilangkan
nyeri dan respon inflamasi.
3.
6. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein. Rasional : tergantung
masalah khusus, pasien perlu meningkatkan diet kalium, seperti saat
7.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit.
Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.
2. Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996
3. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta : EGC; 2001.
4. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made
Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
5. Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI ; 2001