Вы находитесь на странице: 1из 109

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI

AGRIBISNIS NANAS
(Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara)

Oleh :
IRWAN PURMONO
A14303081

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
IRWAN PURMONO. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis
Nanas (Studi Kasus Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara). (Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI).
Pembangunan Pertanian merupakan kebijakan pemerintah di sektor
pertanian yang bertujuan meningkatkan kuantitas produksi, meningkatkan ekspor,
memperluas kesempatan kerja, dan mendukung pembangunan daerah. Pada
Pembangunan Jangka Panjang II, orientasi pembangunan menitik beratkan pada
swasembada plus yaitu swasembada pangan secara total. Dalam hal ini
termasuk peningkatan pengembangan hortikultura. Disamping lebih memantapkan
swasembada pangan, pengembangan hortikultura ini juga diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki gizi melalui
penganekaragaman jenis bahan makanan. Pengembangan ini dilakukan melalui
pendekatan Agribisnis dan Agroindustri yang memungkinkan untuk
meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk hortikultura.
Nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang telah lama
dibudidayakan dan memiliki prospek serta potensi untuk terus dikembangkan.
Tanaman nanas memberikan prospek yang cerah dalam membantu meningkatkan
produksi hasil pertanian terutama dalam pemenuhan kebutuhan tanaman pangan.
Upaya pengembangan tanaman nanas terus dilakukan melalui berbagai kegiatan
antara lain usaha peningkatan kualitas produk (Intensifikasi) dan perluasan areal
tanam (Ekstensifikasi) maupun penganekaragaman tanaman.
Berdasarkan data produksi nanas pada tahun 2005 salah satu daerah yang
memiliki jumlah produksi nanas terbesar di Indonesia adalah provinsi Sumatera
utara yaitu sebanyak 144.000 ton dengan dengan sharenya terhadap produksi
nanas nasional sebesar 15,57 persen. Di Provinsi Sumatera Utara mengalami
peningkatan luas panen durian tetapi jumlah produksinya mengalami penurunan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kegiatan dan kelayakan
agribisnis nanas (2) menganalis pengaruh perubahan harga output, harga input,
dan tingkat produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.
Penelitian lapang dilakukan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli
Utara, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Tapanuli Utara dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2007. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari hasil
wawancara, dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan literatur. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan dengan bantuan kalkulator dan diolah dengan program
excel97. Analisis Kuantitatif analisis dilakukan dengan analisis usahatani
digunakan analisis biaya dan pendapatan, dan analisis pemasaran digunakan
analisis saluran, fungsi-fungsi pemasaran dan analisis marjin pemasaran serta
analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau kriteria investasi
yaitu Net Present Value, Net B/C Rasio, Internal Rate of Return dan Payback
Period. Selain itu dilakukan juga analisis sensitivitas.

Hasil penelitian di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara,


Sumatera Utara menunjukkan bahwa usahatani nanas selama 6 tahun yang
dilakukan petani nanas adalah menguntungkan. Dengan biaya tunai sebesar Rp.
31.555.000,- dan biaya tidak tunai sebesar Rp. 26.165.000,- selama 6 tahun. Jadi
total biaya yang dikeluarkan petani nanas selama 6 tahun adalah sebesar
Rp. 57.720.000,-. Total produksi nanas selama 6 tahun sebesar 115.700 kg dengan
tingkat harga Rp. 600,- per kg sehingga diperoleh total penerimaan sebesar
Rp. 69.420.000,-. Maka diperoleh pendapatan petani nanas atas biaya total selama
6 tahun adalah sebesar Rp. 11.700.000,- dan pendapatan atas biaya tunai adalah
sebesar Rp. 37.865.000,-. Dengan rasio penerimaan terhadap biaya total (R/C)
adalah sebesar 1,20 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan
akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,20 dan rasio penerimaan terhadap
biaya tunai (R/C) adalah sebesar 2,19 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya
yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,19.
Dengan analisis pemasaran, terdapat empat jalur pemasaran yang
dilakukan di kecamatan Sipahutar. Fungsi pemasaran yang dilakukan meliputi :
fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas. Komponen biaya pemasaran
meliputi biaya transportasi, sortasi dan biaya bongkar muat. Dari hasil analisis
marjin pemasaran menunjukkan bahwa total keuntungan terbesar berada pada
Jalur III, yaitu sebesar Rp. 1.302,97 atau 64,62 persen sedangkan marjin yang
terbesar berada pada Jalur I, II, dan III, yaitu sebesar Rp. 1.500,- atau sebesar
71,43 persen. Rasio keuntungan pemasaran (/C) yang terbesar berada pada Jalur
III, yaitu sebesar 6,61. Namun lembaga pemasaran dengan biaya pemasaran yang
besar belum menjamin akan memperoleh keuntungan yang lebih besar juga
dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Pada jalur III merupakan
saluran pemasaran yang terpendek dan memperoleh keuntungan yang terbesar.
Tingkat permintaan nanas pada jalur II dan III merupakan tingkat permintaan
paling rendah, karena pasar nanas pada jalur II dan III hanya berlaku di dalam
kota saja, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara sedangkan jalur I dan IV pasar nanas
yang dituju lebih luas, yaitu sampai keluar dari wilayah Kabupaten Tapanuli
Utara, bahkan sampai ke Aceh dan Lampung. Dan saluran pemasaran yang terbaik
diantara empat jalur tersebut adalah jalur IV, karena pada jalur ini petani lebih
diuntungkan dengan penerimaan yang lebih besar dan pasar nanas menjadi lebih
luas hal ini ditunjukkan farmer share yang lebih besar dibandingkan dengan
ketiga jalur pemasaran lainnya yaitu sebesar 47,62 persen. Rp. 5.623.375,19.
Dari hasil perhitungan kelayakan pada tingkat diskonto 15 persen secara
finansial dan ekonomi usahatani nanas layak dilakukan, dengan diperoleh nilai
NPV sebesar nilai NPV sebesar Rp. 5.623.375,19, hal ini berarti bahwa usahatani
nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan
yaitu sebesar Rp. 5.623.375,19 dan nilai NPV sebesar Rp. 269.566.747,91, hal ini
berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang
menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 269.566.747,91. NBCR
yang diperoleh adalah 1,35 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,35, nilai IRR yang
diperoleh adalah sebesar 24 persen secara finansial sedangkan analisis ekonomi
diperoleh NBCR sebesar 14,81 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari
setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 18,88 dan nilai
IRR yang diperoleh adalah sebesar 41 persen.

Dan secara finansial dan ekonomi pada industri pengolahan nanas juga
layak dilakukan dengan diperoleh nilai NPV sebesar nilai NPV sebesar Rp.
1.325.951.863,75, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut
nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp.
1.325.951.863,75, dan nilai NPV sebesar Rp. 25.713.473.667,27, hal ini berarti
bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan
untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 25.713.473.667,27. NBCR yang diperoleh
adalah 1,58 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan
satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,58, nilai IRR yang diperoleh
adalah sebesar 27 persen secara finansial sedangkan analisis ekonomi diperoleh
NBCR sebesar 26,49 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 26,49 dan nilai IRR
yang diperoleh adalah sebesar 44 persen.
Dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap 9 kemungkinan
perubahan produksi pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa
usahatani nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi dari
perubahan jumlah produksi, harga output, dan input sedangkan pada tingkat
diskonto 26 persen menjadi tidak layak pada 6 kondisi. Apabila tidak terjadi
perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen
terjadi selama 83 bulan sedangkan jika terjadi perubahan, payback period
usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi
selama 47 bulan dan 52 bulan sedangkan pada analisis secara ekonomi
perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan usahatani nanas.
Apabila tidak terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat
diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 29 bulan dan 30 bulan. Apabila
terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 27 bulan dan 28 bulan. Dan dari
hasil sensitivitas yang dilakukan terhadap 8 kemungkinan perubahan produksi
pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa industri pengolahan
nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi sedangkan
pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak dilakukan pada 4 kondisi dari
perubahan jumlah produksi, harga output, dan input. Apabila tidak terjadi
perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan. Apabila terjadi
perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama
24 bulan dan 26 bulan
sedangkan pada analisis secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak
mempengaruhi kelayakan industri pengolahan nanas. Apabila tidak terjadi
perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Apabila terjadi
perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan
26 persen paling cepat terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan.

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI


AGRIBISNIS NANAS
(Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara)

Oleh :
IRWAN PURMONO
A14303081

Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian

pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama

: Irwan Purmono

NRP

: A14303081

Program Studi

: Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya

Judul Skripsi

: Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis


Nanas (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten
Tapanuli Utara, Sumatera Utara)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS


NIP. 131 918 659

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Didy Sopandie, M. Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus : 21 April 2008

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS
NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara,
Sumatera Utara) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN
TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADENIK TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM
NASKAH.

Bogor, April 2008

Irwan Purmono
A14303081

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 23 Februari 1985. Penulis


merupakan anak pertama dari pasangan Sadimo dan Lanjar Purwanti. Pendidikan
formal penulis dimulai di pendidikan dasar pada tahun 1991 di SD Sugiyo Pranoto
Klaten dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 1997-2000, penulis mengenyam
pendidikan menengah pertama di SLTP Pangudi Luhur 1 Klaten. Pendidikan
menengah atas dijalankan penulis di SMU N 1 Karanganom Klaten dari tahun
2000 hingga 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan
yaitu UKM PMK IPB (Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen
Institut Pertanian Bogor) pada Komisi Pelayanan Anak dan penulis juga pernah
menjadi asisten dosen Agama Kristen periode 2004/2005 dan 2005/2006 serta
Orda KMK (Organisasi Daerah Keluarga Mahasiswa Klaten). Selain itu, penulis
juga melaksanakan beberapa aktivitas di luar kampus yang bersifat non akademik.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah
memberikan berkat kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial
dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan Sipahutar,
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) . Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan dan koreksi untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulis selama penyusunan karya ilmiah ini. Penulis pun menyadari
bahwa tidak ada yang sempurna dalam dunia ini. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan penulis sehingga penulis dapat semakin lebih
baik dalam berkarya di masa mendatang. Akhirnya, penulis berharap mudahmudahan skripsi ini dapat bermanfaat begi para pembaca sekalian.

Bogor, April 2008

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan kemudahan kepada penulisan skripsi dengan judul Analisis
Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan
Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara). Penyelesaian karya
ilmiah ini juga tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan, mendukung, dan memberi
semangat. Terimakasih untuk semua cinta kasih dan pengorbanan yang
telah kalian berikan untukku.
2. Dr. Ir. Eka Intan kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Tanti Novianti, SP. MSi selaku dosen penguji utama dan Ir. Meti Ekayani,
ME selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan, terimakasih atas segala
masukannya dalam perbaikan penulisan skripsi ini pada saat sidang.
4. Keluarga besar A. Gultom yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan
serta kasihnya pada saya selama penelitian di Tapanuli Utara.
5. Gembira Gultom yang terkasih, terimakasih atas segala doa, dukungan,
bantuan dan kebersamaan dalam kuliah, penelitian hingga penyelesaian
skripsi ini.
6. Pemerintah Daerah dan Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara
7. Para petani dan PT. Alamy Agricultur Industri, terimakasih atas
kerjasamanya.
8. Teman-teman seperjuangan EPS40, terimakasih untuk kebersamaan dan
pengalaman menarik selama di kuliah. Juga kepada teman-teman AGB
dan KPM.
9. Beverly Camp : Monsaputra, Panji Pratama, Arif. Terimakasih atas segala
dukungan, semangat dan bantuan kalian selama penulisan skripsi.
10. Kepada semua pihak yang selama ini telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu persatu.

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... iii


DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.4. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian............................................................. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Ekologi Tanaman Nanas ............................................................... 7
2.1.1. Botani, Varietas dan Syarat Tumbuh Nanas .................. 7
2.1.2. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman ............................ 9
2.1.3. Panen Hasil dan Proses Pengolahan Nanas.................... 10
2.2. Sistem Agribisnis .......................................................................... 11
2.2.1. Konsep Sistem Agribisnis .............................................. 11
2.2.2. Sistem Agribisnis Nanas ................................................ 12
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu............................................................ 13
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis.......................................................................... 20
3.1.1. Aspek Teknis.................................................................. 21
3.1.2. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial.................... 21
3.1.3. Aspek Sosial................................................................... 22
3.1.4. Aspek Ekonomi.............................................................. 22
3.1.5. Pay Back Period............................................................. 28
3.1.6. Analisis Sensitivitas ....................................................... 29
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 29
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 32
4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 32
4.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 33
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 33
4.4.1. Analisis Kelayakan Investasi .......................................... 34
4.4.2. Metode Penentuan Harga Bayangan ............................... 38
4.5. Definisi Operasional dan Asumsi Dasar pada
Analisis Kelayakan Usahatani dan Agribisnis Nanas .................. 41

4.5.1. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas.............................. 42


4.5.2. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas ............. 44
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara ................................. 47
5.2. Keadaan Umum Daerah Penelitian Kecamatan Sipahutar,
Tapanuli Utara.............................................................................. 47
5.3. Kajian Agribisnis Nanas di Daerah Penelitian.............................. 48
VI. ANALISIS KELAYAKAN AGRIBISNIS NANAS
6.1. Analisis Usahatani nanas .............................................................. 52
6.1.1. Analisis Biaya ............................................................... 52
6.1.2. Analisis Pendapatan ....................................................... 54
6.2. Analisis Pemasaran nanas ............................................................. 54
6.2.1. Lembaga dan Saluran Pemasaran Nanas........................ 54
6.2.2. Fungsi fungsi Pemasaran ........................................... 56
6.2.3. Marjin Pemasaran.......................................................... 57
6.3. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas............................................ 61
6.3.1. Analisis Aspek-aspek Kelayakan Usahatani Nanas....... 61
6.3.2. Analisis Kelayakan Investasi Usahatani Nanas ............. 63
6.4. Analisis Kelayakan Agribisnis Nanas........................................... 67
6.4.1. Analisis Aspek-aspek Kelayakan Agribisnis Nanas ...... 67
6.4.2. Analisis Kelayakan Investasi Agribisnis Nanas............. 69
6.5. Ikhtisar Kelayakan Agribisnis Nanas............................................ 73

VII. ANALISIS SENSITIVITAS AGRIBISNIS NANAS


7.1. Analisis Sensitivitas Usahatani Nanas .......................................... 76
7.2. Analisis Payback Period Investasi Usahatani Nanas .................... 79
7.3. Analisis Sensitivitas Agribisnis Nanas ......................................... 82
7.4. Analisis Payback Period Investasi Agribisnis Nanas.................... 85
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan .................................................................................... 89
8.2. Saran............................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92
LAMPIRAN.................................................................................................... 93

DAFTAR TABEL
No

Halaman

1. Provinsi penghasil nanas terbesar di Indonesia Tahun 2005 ..........................3


2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Nanas
di Provinsi Sumatera Utara, tahun 2000-2004 ................................................3
3. Harga pupuk dan obat-obatan yang berlaku di kabupaten Tapanuli Utara.....48
4. Harga-harga peralatan usahatani nanas yang berlaku di Kabupaten
Tapanuli Utara.................................................................................................49
5. Biaya Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan
1 Ha pada tahun ke-6.......................................................................................53
6. Biaya Tidak Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan
luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6 ...................................................................53
7. Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Nanas
di Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara .....................................................57
8. Penyebaran Harga Nanas dan Marjin Pemasaran Nanas
di Kecamatan Sipahutar .................................................................................59
9. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas .............................................................66
10. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas ............................................72
11. Kriteria Kelayakan agribisnis Nanas di Kabupaten Tapanuli Utara,
Sumatera Utara................................................................................................74
12. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Usahatani Nanas
Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ...........................................78
13. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Usahatani Nanas
Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ..........................................79
14. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas
secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................80
15. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas
secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................81
16. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Nanas
dengan Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen .......................................84

17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Industri Pengolahan Nanas


Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ...........................................85
18. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas
secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................86
19. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas
secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen ...................87

DAFTAR GAMBAR

No

Halaman

1. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo, 1997) ................11


2. Sistem Agribisnis Nanas dan Lembaga Penunjangnya
di kabupaten Tapanuli Utara ...........................................................................12
3. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan
terhadap Marjin Tataniagadan nilai Marjin Tataniaga....................................28
4. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................................31
5. Saluran Pemasaran Nanas di Kec. Sipahutar, Tapanuli Utara .........................55

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

1.

Harga Bayangan Input dan Output untuk analisis Finansial


dan Ekonomi. .......................................................................................... 94

2.

Produksi Nanas pada lahan 1 hektar ....................................................... 94

3.

Nilai ekonomi produksi nanas pada lahan 1 hektar ................................ 95

4.

Ekspor buah nanas segar ......................................................................... 95

5.

Biaya Usahatani Nanas untuk Analisis Finansial pada Lahan 1 hektar


di tahun ke - 1.......................................................................................... 96

6.

Cashflow Analisis Finansial Usahatani Nanas........................................ 97

7.

Biaya Usahatani Nanas untuk Analisis Ekonomi pada Lahan 1 hektar


di tahun ke - 1.......................................................................................... 98

8.

Cashflow Analisis Ekonomi Usahatani Nanas........................................ 99

9.

Cashflow Analisis Finansial Industri Pengolahan Nanas ....................... 100

10. Cashflow Analisis Ekonomi Industri Pengolahan Nanas ....................... 101


11.

Jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan nanas ............................. 102

12. Proses pembuatan juice concentrate dan canned pineapple tidbit


pada bahan baku 16 ton............................................................................ 103

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan Pertanian merupakan kebijakan pemerintah di sektor
pertanian yang bertujuan meningkatkan kuantitas produksi, meningkatkan ekspor,
memperluas kesempatan kerja, dan mendukung pembangunan daerah. Pada
Pembangunan Jangka Panjang II, orientasi pembangunan menitik-beratkan pada
swasembada plus yaitu swasembada pangan secara total. Dalam hal ini
termasuk peningkatan pengembangan hortikultura. Disamping lebih memantapkan
swasembada pangan, pengembangan hortikultura ini juga diarahkan untuk
meningkatkan

pendapatan

masyarakat

dan

memperbaiki

gizi

melalui

penganekaragaman jenis bahan makanan. Pengembangan ini dilakukan melalui


pendekatan

Agribisnis

dan

Agroindustri

yang

memungkinkan

untuk

meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk hortikultura.


Pengembangan usaha hortikultura perlu didasarkan pada perhitungan yang
cermat serta dilihat secara keseluruhan sebagai satu sistem Agribisnis, yaitu
menyangkut industri pengadaan dan penyaluran sarana produksi, usahatani ,
industri pengolahan dan pemasaran. Hal tersebut perlu diperhatikan karena dalam
usaha agribisnis hortikultura memerlukan penanaman modal yang cukup besar
dan beresiko tinggi. Industri pengolahan hortikultura merupakan alternatif
pembangunan pertanian yang diharapkan dapat memberikan dampak yang positif
yang mampu mendorong pembangunan di sektor lain dan peningkatan perolehan
devisa.

Pembangunan sub sektor hortikultura terdiri dari komoditi buah-buahan,


sayuran dan tanaman hias serta obat-obatan sangat potensial sebagai salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi di masa depan. Hal ini sangat beralasan karena
keempat kelompok komoditi hortikultura tersebut memiliki potensi yang relatif
lebih besar dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya. Potensi tersebut
meliputi aspek sumberdaya alam seperti lahan, agroklimat dan topografi, nilai
ekonominya, kemampuan menyerap tenaga kerja dan dapat digunakan sebagai
unsur pendukung konservasi lahan serta menambah nilai estetika.
Nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang telah lama
dibudidayakan dan memiliki prospek serta potensi untuk terus dikembangkan.Hal
ini ditunjukkan dengan adanya jumlah permintaan nanas segar di luar negeri terus
meningkat tiap tahunnya dengan laju peningkatan volume sebesar 1,598 persen
(tabel lampiran 4). Upaya pengembangan tanaman nanas terus dilakukan melalui
berbagai kegiatan antara lain usaha peningkatan kualitas produk (Intensifikasi)
dan perluasan areal tanam (Ekstensifikasi) maupun penganekaragaman tanaman.
Penyebaran tanaman nanas di Indonesia hampir merata terdapat di seluruh
daerah, karena tanaman nanas mempunyai potensi yang cerah dalam
pengembangannya antara lain lahan, agroklimat dan topografinya yang
mendukung, tanaman nanas dapat tumbuh pada segala jenis tanah yang digunakan
dalam pertanian, nilai ekononominya, dapat menyerap tenaga kerja serta dapat
juga digunakan sebagai unsur pendukung konservasi lahan.

Tabel 1. Provinsi Penghasil Nanas Terbesar di Indonesia Tahun 2005


Provinsi
Jumlah produksi (ton)
Share (%)
Sumatera Utara
144.000
15,57
Sumatera Selatan
179.465
19,38
Riau
46.643
5,04
Lampung
26.489
3,21
Jawa Barat
313.593
33,90
Jawa Tengah
57.628
6,23
Jawa Timur
87.491
9,46
Kalimantan Tengah
16.608
1,80
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa salah satu daerah yang memiliki
jumlah produksi nanas terbesar di Indonesia adalah provinsi Sumatera utara.
Provinsi Sumatera Utara menempati urutan ketiga sebagai sentra produksi nanas
terbesar di Indonesia. Jumlah produksi nanas Sumatera utara pada tahun 2005
adalah sebanyak 144.000 ton dengan sharenya terhadap produksi nanas nasional
sebesar 15,57 persen.
Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Nanas di
Provinsi Sumatera Utara, tahun 2000-2004
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
Total
Rata-rata

Luas
Panen
(ha)
2.188
2.192
764
836
1.380
7.360
1.472

Laju (%)

548
- 0,5
11,611
2,537
561,648
112,33

Produksi
(ton)
33.195
31.325
33.810
3.033
60.355
189.718
37.943,6

Laju (%)

- 16,751
13,606
- 11,175
2,058
- 12,262
- 2,452

Produktivitas
(ton/ha)
15,171
14,291
44,254
37,121
43,736
154,573
30,915

Laju (%)

- 16,24
1,47
- 5,20
6,612
- 13,358
- 2,67

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2000-2004 (data diolah)


Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa luas panen dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 112,33 per
tahun sedangkan produktivitas nanas mengalami penurunan dengan laju
penurunan rata-rata sebesar 2,67 dengan produktivitas rata-rata sebesar 30,915
ton/ha. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan produksi per tahunnya.

Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang


memiliki potensi

pasar dan agroklimat yang cocok untuk pengembangan

agribisnis nanas. Hal ini didukung dengan adanya Industri pengolahan nanas
yaitu PT. Alami Agro Industry. Industri memperoleh bahan baku yang berasal dari
perkebunan nanas rakyat yang tergabung dalam
demikian,

masih

terdapat

banyak

permasalahan

ikatan kemitraan. Namun


yang

dihadapi

dalam

pengembangan nanas baik dari usahatani, industri pengolahan dan pemasaran.


Sehingga permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan dari
semua pihak baik pemerintah, swasta, maupun petani nanas dengan tujuan untuk
memperoleh kesejahteraan bersama sehingga pengembangan usaha agribisnis
nanas tersebut layak diusahakan di daerah tersebut.

1.2. Perumusan Masalah


Prospek pengembangan nanas di Indonesia sangat cerah karena nanas
memiliki potensi yang relatif cukup besar, antara lain aspek sumberdaya alam
seperti lahan, agroklimat dan topografi, nilai ekonominya, kemampuan menyerap
tenaga kerja dan dapat digunakan sebagai unsur pendukung konservasi lahan.
Namun potensi tersebut belum mencapai hasil yang maksimal.
Provinsi Sumatera Utara merupakan penghasil nanas terbesar ketiga di
Indonesia pada tahun 2005 (Tabel 1) yaitu sebesar 144.000 ton. Namun laju
peningkatan jumlah produksi nanas Provinsi Sumatera Utara lebih kecil daripada
laju peningkatan jumlah produksi nanas di tingkat nasional. Di Sumatera Utara
terjadi peningkatan luas panen nanas tetapi jumlah produksinya mengalami
penurunan. Oleh karena itu, perlu diselidiki apakah agribisnis nanas tersebut layak

untuk dilakukan di daerah penelitian. Hal ini terutama terkait dengan kemampuan
petani dalam memperoleh tambahan modal untuk pengembangan usahanya dalam
meningkatkan produksinya. Hingga saat ini, belum banyak investor maupun
lembaga keuangan yang bersedia meminjamkan modalnya untuk kelangsungan
usaha agribisnis ini sehingga usaha pengembangan agribisnis nanas tersebut layak
dilakukan baik secara finansial maupun ekonomi.
Sebagaimana dengan usaha-usaha lainnya, usaha agribisnis nanas ini juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksogen seperti harga output, harga input , dan
tingkat produksi. Oleh karena itu perlu diselidiki sejauh mana pengaruh perubahan
faktor-faktor eksogen tersebut terhadap kelayakan usaha pengembangan agribisnis
nanas. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka terdapat beberapa hal yang
akan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kegiatan dan kelayakan agribisnis nanas di daerah
penelitian?
2. Bagaimanakah pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat
produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut?

1. 3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, dapat
dirumuskan tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji kegiatan dan kelayakan finansial dan ekonomi agribisnis nanas
2. Menganalis pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat
produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.

1. 4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai :
1. Dapat memberikan informasi yang jelas kepada petani mengenai biaya
produksi dan pendapatan usahatani nanas
2. Dapat memberikan informasi yang jelas kepada industri pengolahan dalam
hal perolehan keuntungan sehingga usaha pengembangan agribisnis nanas
di daerah Tapanuli Utara layak untuk di usahakan.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Lembaga-lembaga yang terkait lainnya
dalam mengembangkan agribisnis nanas.
4. Sebagai bahan masukan dan pembanding bagi penelitian selanjutnya.

1. 5. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup analisis dan pembahasan dalam penelitian ini meliputi
gambaran umum karakteristik agribisnis nanas yang terdiri dari sub sistem
pengadaan dan penyaluran sarana produksi, sub sistem produksi primer, sub
sistem pengolahan dan sub sistem pemasaran. Penelitian ini ditekankan pada
analisis kelayakan agribisnis nanas pada sub sistem produksi primer dengan sub
sistem pengolahan sehingga dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian
yang ada.
Penelitian kelayakan sistem agribisnis nanas ini dibatasi pada kelayakan
investasi dengan menggunakan analisis finansial dan ekonomi beserta analisis
sensitivitasnya. Analisis kelayakan industri pengolahan dilakukan pada industri
pengolahan yang sudah berjalan selama 6 tahun dalam pengembangan usaha
agribisnisnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekologi Tanaman Nanas


2.1.1. Botani, Varietas dan Syarat Tumbuh Nanas
Tanaman nanas merupakan rumput yang batangnya pendek sekali.
Daunnya berurat sejajar dan pada tepinya tumbuh duri yang menghadap ke atas
(ke arah ujung daun). Duri pada beberapa varietas nanas mulai lenyap, tetapi pada
ujung daunnya sering masih dapat dilihat. Tanaman nanas berbunga pada ujung
batang dan hanya sekali berbunga yang arah tegaknya ke atas. Nanas merupakan
tanaman monokotil, bersifat merumpun (bertunas anakan), dan pada batangnya
atau tangkai bunga sering tumbuh tunas pula (Sunarjono,1998).
Tunas batang disebut sucker, sedangkan tunas tangkai buah disebut slips.
Sebenarnya bunga nanas bersifat majemuk terdiri dari lebih 200 kuntum bunga
yang tidak bertangkai, duduk tegak lurus pada tangkai buah utama yang kemudian
mengembang menjadi buah majemuk yang enak dimakan. Buah seperti ini disebut
sinkarpik atau coenocarpium. Daun kelopak dari setiap kuntum bunga, yang
dikenal sebagai mata, masih jelas meninggalkan bekas pada buah tersebut.
Bunganya adalah sempurna yang mempunyai tiga kelopak (sepalum), tiga
mahkota (petalum), enam benang sari, dan sebuah putik dengan stigma yang
bercabang tiga. Di atas buah tumbuh daun-daun pendek yang tersusun seperti
pilin, yang disebut mahkota (Sunarjono,1998).

Tanaman nanas banyak jenisnya, namun jenis yang biasa di budidayakan


ada empat, yaitu :
1. Cayenne : jenis yang paling banyak ditanam di dataran tinggi ditujukan
untuk pengalengan. Jenis ini heterozigot. Pada mulanya hanya terdiri dari
satu type, namun sekarang sudah bertambah macamnya karena mutasi.
Jenis smooth cayenne daunnya tidak berduri, batangnya cukup panjang 2050 cm, jumlah daunnya antara 60-80, permukaan daun sebelah atas
berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau abu-abu
keperakan, tangkai buah 7,5-15 cm, rata-rata berat buah 2,5 kg. Bagian
pangkal buah membesar biasanya tidak berbiji. Warna buah matang hijau
sampai hijau kekuningan, rasanya agak masam.
2. Queen : merupakan jenis lama, pada umumnya ditanam di dataran rendah.
Jenis ini banyak di tanam di Australia dan Afrika Selatan. Buahnya lebih
kecil daripada cayenne. Ukuran buahnya 0,9-1,3 kg. Daunnya berduri
tajam, warna buah matang kuning sampe kemerahan, rasanya manis.
3. Singapore Spanish : banyak ditanam di semenanjung malaya untuk
dikalengkan. Daunnya berjumlah sekitar 50 helai, berat buahnya 1,6-2,3
kg.
4. Cabezona : merupakan jenis yang triploid, banyak ditanam di Puerto rico
untuk di konsumsi ekspor.
Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan
Cayenne dan Queen.

Tanaman nanas menghendaki dataran rendah sampai dataran tinggi 1.200


m dpl dan tumbuh di sekitar daerah katulistiwa antara 25 LU/LS. Tanaman ini
tidak tahan terhadap temperatur dingin, tetapi tahan sekali terhadap kekeringan
karena nanas mempunyai sel penyimpan air yang efektif (sukulenta). Buahnya
peka terhadap sinar matahari terik (mudah terbakar). Walaupun demikian,
tanaman lebih senang terhadap tanah yang subur, daerah yang beriklim basah
dengan curah hujan 1.000-2.500 mm per tahun. Tanaman tahan terhadap tanah
masam yang mempunyai pH 3-5, tetapi yang baik adalah tanah dengan pH antara
5-6,5. dari itu tanaman nanas bagus pula dikembangkan di lahan gambut. Di
daerah yang beriklim kering (4-6 bulan kering), tanaman nanas masih mampu
berbuah asalkan kedalaman air tanah antara 50-150 cm (Sunarjono,1998).

2.1.2. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman


Sampai sekarang tanaman nanas diperbanyak dengan anakan yang keluar
dari pangkal batangnya. Namun adakalanya diperbanyak pula dengan sucker atau
slips dan mahkotanya. Batang dan mahkota bunga itu dapat dipotong dan dibelah
dijadikan bibit. Antara anakan (raton), tunas batang (sucker), dan mahkota
(crown) terdapat perbedaaan sifat fisiologis dalam umur berbunga dan
produksinya. Makin ke bagian atas tanaman, makin panjang umurnya dan rendah
produksinya. Walaupun demikian, umur tanaman berbunga tidak menjadi
persoalan karena pembungaan tanaman nanas dapat diatur dengan memberikan zat
tumbuh, di antaranya karbid dan ethrel 40 PGR (Sunarjono,1998).
Nanas ditanam pada jarak 60 cm x 60 cm dan jarak antara dua baris 150
cm. Namun, nanas dapat pula ditanam pada jarak 150 cm x 150 cm. Makin rapat

jarak tanamnya, makin kecil buah yang dihasilkan. Untuk kebutuhan industri
pengalengan (canning) biasanya diperlukan buah yang berukuran kecil (jarak
tanam 30 cm x 40 cm) silindris. Pupuk kandang yang diperlukan 5-10 kg per
lubang tanam. Pupuk buatan yang digunakan yaitu 100 kg urea, 200 kg TSP, dan
100 kg KCL per hektar (Sunarjono,1998).
Pupuk buatan itu diberikan dua kali, yaitu pada umur 4 minggu setelah
tanam dan 8 minggu setelah tanam. Walaupun demikian, pemberian pupuk urea
yang berlebihan dapat mendorong terjadinya mahkota ganda (multiple crown)
yang menyebabkan buahnya menjadi kecil dan adakalanya buahnya ganda
(Sunarjono,1998).
Pemeliharaan selanjutnya ialah pembersihan rumput atau gulma, terutama
alang-alang (Imperata cylindrica L). Adanya gulma pada pertanaman nanas dapat
menurunkan hasil buah antara 20-42%. Pembuatan saluran-saluran drainase yang
baik sangat dianjurkan untuk mencegah serangan penyakit busuk akar dan busuk
hati (titik tumbuh) (Sunarjono,1998).

2.1.3. Panen Hasil dan Pengolahan Nanas


Buah nanas harus dipanen setelah tua benar atau matang pohon. Tanda
buah dapat dipanen ialah matanya telah datar dan tampak jarang, apabila dipukul
(diketuk) akan mengeluarkan suara mengema. Buah nanas yang mulai matang
akan mengeluarkan aroma khas. Bulan-bulan panen besar ialah Desember,
Januari, dan Juli (Sunarjono,1998).
Orang pada umumnya mengkonsumsi buah nanas dalam keadaan segar.
Tetapi nanas dapat juga dinikmati dalam bentuk lain setelah mengalami

pengolahan antara lain yaitu nanas dalam kaleng, jus nanas, nanas dalam botol,
selai, asinan, dll. Setelah mengalami pengolahan menjadi bentuk lain, maka nanas
tersebut memperoleh nilai tambah dan mempunyai harga jual yang lebih tinggi.

2.2. Sistem Agribisnis


Agribisnis merupakan suatu sistem, bila akan dikembangkan harus terpadu
dan selaras dengan semua sub sistem yang ada di dalamnya. Pengembangan
agribisnis tidak akan efektif dan efisien bila hanya mengembangkan salah satu sub
sistem yang ada di dalamya.
2.2.1. Konsep Sistem Agribisnis
Agribisnis mencakup semua kegiatan yang dimulai dengan subsistem
pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem produksi primer, subsistem
pengolahan dan subsistem pemasaran. Sistem agribisnis akan berfungsi baik
apabila tidak ada gangguan pada salah satu subsitem (dalam gambar 1).
Pengembangan agribisnis harus mengembangkan semua subsistem di dalamnya
karena tidak ada satu subsistem yang lebih penting dari sub sistem lainnya.

subsistem
pengadaan dan
penyaluran
sarana
produksi

subsistem
produksi
primer

subsistem
pengolahan

subsistem
pemasaran

Lembaga penunjang Agribisnis


(Pertanahan, Keuangan, Penelitian, dll.)
Gambar 1. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo, 1997)

Sub sistem pengolahan dalam sistem agribisnis tersebut sering dikenal


oleh masyarakat dengan istilah agroindustri. Agroindustri dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu agroindustri hulu dan agroindustri hilir. Agroindustri hulu
mencakup industri penghasil input pertanian, seperti pupuk, pestisida, alat-alat
dan mesin-mesin pertanian, dll. Agroindustri hilir adalah industri pengolahan
hasil-hasil pertanian primer bahkan lebih luas lagi mencakup industri sekunder
dan tersier yang mengolah lebih lanjut dari produk olahan hasil pertanian primer.
2.2.2. Sistem Agribisnis Nanas

subsistem
pengadaan
dan
penyaluran
sarana
produksi

Usahatani
Nanas

Industri
Pengolahan
Nanas

Pemasaran
Produk
Nanas

Departemen Pertanian, Bank,


Lembaga Penelitian,pendidikan dll.

Gambar 2. Sistem Agribisnis Nanas dan Lembaga Penunjangnya di kabupaten


Tapanuli Utara

Setiap subsistem dalam sistem agribisnis nanas mempunyai keterkaitan ke


belakang dan ke depan. Tanda panah ke belakang (ke kiri) pada Industri
pengolahan nanas menunjukkan bahwa industri pengolahan tersebut akan
berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang
dihasilkan oleh usahatani nanasnya. Tanda panah ke depan (ke kanan) pada

Industri pengolahan nanas menunjukkan bahwa industri pengolahan nanas


akan berjalan dengan baik jika menemukan pasar untuk produknya.

Agribisnis nanas memerlukan lembaga penunjang, misalnya Departemen


Pertanian, Bank, Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan lain-lain. Lembaga
pendidikan dan pelatihan mempersiapkan para pelaku agribisnis yang
profesional sedangkan lembaga penelitian memberikan sumbangan berupa
teknologi dan informasi. Lembaga keuangan (koperasi, bank, dll) membantu
dalam peminjaman modal saat berlangsungnya proses agribisnis. Biasanya
lembaga penunjang kebanyakan berada di luar sektor pertanian, sehingga
sektor pertanian semakin erat terkait dengan sektor lainnya.

Agribisnis nanas melibatkan pelaku dari berbagai pihak (BUMN, swasta, dan
koperasi) dengan profesi sebagai penghasil produk nanas, pengolah nanas,
pedagang, distributor, importir, eksportir, dan lain-lain. Kualitas sumberdaya
manusia di atas sangat menentukan berfungsinya subsistem-subsistem dalam
sistem agribisnis nanas dan memelihara kelancaran arus komoditas nanas dari
produsen ke konsumen.

2.3.Hasil Penelitian Terdahulu


Penelitian mengenai optimalisasi pendapatan dan pemasaran usahatani
nenas telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu oleh Maulana (1998), di
Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan, penggunaan faktorfaktor produksi yang digunakan serta saluran dan margin pemasaran dari
usahatani nenas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan

usahatani nenas per hektar per tahun pada tahun 1997 sebesar Rp. 14.490.000,00
sedangkan pengeluaran per hektar per tahun sebesar Rp. 2.765.500,00. Dari hasil
penerimaan dan pengeluaran tersebut maka pendapatan per hektar per tahun
adalah sebesar Rp. 11.724.500,00; dengan ratio R/C sebesar 5,24. hal itu berarti
bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan
sebesar Rp. 5,24.
Selain itu, Maulana meneliti tentang saluran pemasaran nenas yang terjadi
di Desa Bunihayu. Pola saluran pemasaran untuk menyalurkan nenas dari
produsen (petani) ke konsumen melalui tiga jenis pola saluran pemasaran. Saluran
pemasaran pola I lebih pendek dibandingkan pola II dan pola III. Berdasarkan
ketiga pola saluran pemasaran tersebut tidak ada perbedaan harga yang diterima
petani. Dalam pola saluran pemasaran I lebih dominan dibandingkan pola II dan
III karena mempunyai rasio total keuntungan dengan total pengeluaran yang
dikeluarkan oleh seluruh lembaga yang terlibat tertinggi yaitu 0,2, pola II 0,15,
dan pola III 0,14.
Yuningsih (1999), meneliti tentang Analisis Optimalisasi Pendapatan
Usahatani Pada Keragaman Jenis Usaha Petani Nenas, di Desa Bunihayu,
Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh petani nenas, jenis
kegiatan yang dapat mengoptimalkan pendapatan dan nilai pendapatan optimal,
sumberdaya utama yang menjadi kendala dalam optimalisasi pendapatan petani
nenas. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan,
pendapatan, efisiensi dan analisis optimalisasi yang terdiri dari analisis primal,
dual dan sensitivitas.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan bersih total per ha


yang diperoleh petani lahan sempit golongan pemilik-penyewa penggarap sebesar
Rp. 22.318.120,1 petani lahan sempit golongan pemilik penggarap sebesar Rp.
14.324.883,2 dan petani lahan sempit golongan penyewa penggarap sebesar Rp.
11.753.807,2. Untuk petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap,
pendapatan bersih yang diterima sebesar Rp. 46.014.514,7 dan petani lahan luas
golongan pemilik penggarap sebesar Rp. 30.997.250,0. Pendapatan bersih per ha
terbesar diterima oleh petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap.
Sedangkan

hasil

optimalisasi

pendapatan

bersih

total

usahatani

nenas

menunjukkan bahwa optimalisasi pendapatan petani lahan sempit golongan


pemilik-penyewa penggarap sebesar Rp. 29.764.311,37 petani lahan sempit
golongan pemilik penggarap sebesar Rp. 31.671.516,50 dan petani lahan sempit
golongan penyewa penggarap sebesar Rp. 21.892.173,40. Untuk petani lahan luas
golongan pemilik-penyewa penggarap, pendapatan bersih optimal yang diterima
sebesar Rp. 61.371.187,40 dan petani lahan luas golongan pemilik penggarap
sebesar Rp. 54.819.444,40. Pendapatan bersih total aktual (sekarang) yang
diperoleh petani nenas berlahan sempit golongan pemilik-penyewa penggarap
dengan jenis tanaman yang berbeda hampir mendekati optimal sedangkan petani
golongan yang lainnya belum optimal.
Dumaria (2003), meneliti tentang Analisis Efisiensi Usahatani Nenas, di
Desa Tambakan, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa
Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran usahatani nenas di
Subang, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nenas, dan
menganalisis efisiensi usahatani nenas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

rata-rata penerimaan usahatani nenas per hektar per tahun sebesar Rp.
18.000.000,00 sedangkan total biaya rata-rata per hektar per tahun sebesar Rp.
11.265.400,00 dengan biaya tunai rata-rata sebesar Rp. 9.138.300,00. Dari hasil
penerimaan dan biaya total tersebut maka diperoleh pendapatan per hektar per
tahun adalah sebesar Rp. 6.734.600,00 dan pendapatan atas biaya tunai adalah
sebesar Rp. 8.861.700,00; dengan ratio R/C atas biaya total sebesar 1,60 yang
berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 1,60 dan ratio R/C atas biaya tunai sebesar 1,98 yang
berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 1,98. Berdasarkan model fungsi produksi yang terbentuk
menunjukkan bahwa jumlah nilai elastisitas produksi sebesar 1,3040. dari nilai
tersebut menunjukkan bahwa skala usaha berada pada kondisi skala usaha yang
meningkat.
Simbolon (2000), meneliti tentang Analisis Kelayakan Investasi dan
Pemasaran Jeruk Siam Medan, di Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji keragaan usahatani jeruk siam, menganalisis kelayakan investasi
pengusahaan jeruk siam Medan di Sumatera Utara, mengkaji perubahan analisis
kelayakan pengusahaan jeruk siam jika terjadi perubahan pada manfaat dan biaya
serta menganalisis sistem dan efisiensi pemasaran jeruk siam. Analisis data yang
digunakan mencakup analisis kualitatif untuk mengetahui gambaran mengenai
usahatani jeruk siam dan analisis kuantitatif untuk menganalisis kelayakan
investasi (menggunakan kriteria investasi : NPV, Net B/C, IRR dengan metode
discounted cash flow pada tingkat diskonto 24 persen) dan analisis sensitivitas

untuk mengetahui kelayakan investasi terhadap perubahan pada manfaat dan biaya
serta analisis pemasaran digunakan analisis saluran dan fungsi-fungsi pemasaran
dan analisis margin pemasaran.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil produksi usahatani jeruk di
Desa Surbakti seluruhnya diorientasikan ke pasar. Dari perhitungan kelayakan
dengan tingkat diskonto 24 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 79.846.864,
hal ini berarti bahwa usahatani jeruk siam yang dilakukan menurut nilai sekarang
adalah menguntungkan untuk dilaksanakan karena akan memberikan keuntungan
sebesar Rp. 79.846.864. Nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh juga menunjukkan
bahwa usahatani jeruk layak diusahakan yaitu nilai Net B/C sebesar 4,45 atau
lebih besar dari satu dan nilai IRR sebesar 63,76 persen atau lebih besar dari
tingkat diskonto 24 persen. Tingkat pengembalian Investasi terjadi pada lima
tahun tujuh bulan umur tanaman dari 15 tahun umur tanaman yang ditentukan.
Dari hasil analisis sensitivitas usahatani jeruk siam pada tingkat diskonto
24 persen, memperlihatkan bahwa usahatani jeruk siam tidak peka terhadap
perubahan produksi, harga pupuk dan pestisida serta harga output. Sementara
dengan switching value yang dilakukan menunjukkan bahwa usahatani jeruk siam
menjadi tidak layak jika produksi atau harga output diturunkan lebih dari 51
persen dan biaya dinaikkan lebih dari 109 persen. Sehingga usahatani jeruk siam
kurang peka terhadap perubahan produksi dan harga output serta tidak peka
terhadap perubahan biaya. Ditinjau dari besarnya Margin pemasaran dan farmers
share yang diterima petani, maka jalur I lebih efisien dibandingkan dengan jalur
II, hanya saja dilihat dari rasio keuntungan biaya oleh masing-masing lembaga
yang terlibat kurang merata.

Nasution (2001), meneliti tentang Studi Kelayakan Agribisnis Jeruk, di


Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Hasil
analisis usahatani jeruk selama 6 tahun yang dilakukan petani jeruk adalah
menguntungkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ratio R/C sebesar 1,91. Dengan
besarnya biaya tunai sebesar Rp. 9.452.300,00 dan biaya yang diperhitungkan
sebesar Rp. 2.325.000,00. Jadi total biaya yang dikeluarkan petani dalam
usahatani jeruk selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 11.777.300,00. Total produksi
selama 6 tahun sebesar 18.750 kg dengan tingkat harga Rp. 1200,00 per kg
sehingga diperoleh total penerimaan sebesar Rp. 22.500.000,00. Maka diperoleh
pendapatan total petani jeruk selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 10.722.700,00.
Dengan analisis Tataniaga Pertanian, terdapat tiga jalur tataniaga dan jalur
tersebut merupakan jalur yang pendek. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi : fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Komponen biaya pemasaran meliputi
biaya transportasi, sortasi dan biaya bongkar muat. Dengan menggunakan konsep
farmers share untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima petani sebagai
balas jasa atas kegiatan yang dilakukan dalam usahatani jeruk. Menggunakan
analisis kelayakan usaha dengan cara mengkaji aspek-aspek yaitu aspek teknis,
aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Secara teknis usahatani jeruk
layak dilaksanakan karena usahatani jeruk telah memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan. Membedakan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani jeruk yaitu
biaya investasi dan biaya operasional. Sedangkan manfaat diperoleh dengan cara
mengalikan hasil penjualan jeruk dengan harga jeruk itu sendiri. Dari hasil
perhitungan analisis finansial pada usahatani jeruk keprok siam diperoleh nilai
NPV sebesar 23.794.340,84, IRR sebesar 38,70 % dan Net B/C sebesar 8,16.

Sedangkan pada analisis ekonomi diperoleh nilai NPV sebesar 53.827.058,59,


IRR sebesar 27,32 % dan Net B/C sebesar 4,81. Untuk analisis finansial pada
usahatani jeruk keprok maga diperoleh nilai NPV sebesar 323.460.664,63, IRR
sebesar 26,96 % dan Net B/C sebesar 41,59, sedangkan pada analisis ekonomi
diperoleh nilai NPV sebesar 300.107.635,64, IRR sebesar 25,19 % dan Net B/C
sebesar 35,18. Dari hasil tersebut berarti usahatani jeruk keprok siam dan jeruk
keprok maga pada tingkat diskonto 12 % layak dilaksanakan di daerah penelitian.
Analisis sensitivitas kelayakan usahatani jeruk dilakukan terhadap 9 kemungkinan
perubahan produksi pada tingkat diskonto 12 %, 15 %, 16 %, 25 %, dan 30 %.
Dalam analisis kelayakan usaha selain kegiatan usahatani jeruk hal lain yang
diperhatikan adalah kegiatan agribisnis jeruk mulai dari produksi sampai
pengolahan hasil panen. Semua syarat yang diperlukan dalam proyek
pengembangan agribisnis jeruk yang direncanakan dapat dipenuhi.
Dari hasil perhitungan analisis finansial pada proyek agribisnis jeruk
diperoleh nilai NPV sebesar 46.227.520.218,34, IRR sebesar 24,09 % dan Net
B/C sebesar 11,35. Sedangkan pada analisis ekonomi diperoleh nilai NPV sebesar
266.910.535.667,17, IRR sebesar 56,55 % dan Net B/C sebesar 41. Dari hasil
tersebut berarti proyek agribisnis jeruk pada tingkat diskonto 12 % layak
dilaksanakan di daerah penelitian.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis


Proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumbersumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat mengasilkan
keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu.
Dalam beberapa proyek biaya-biaya produksi atau pemeliharaan yang telah
dikeluarkan diharapkan dapat memberikan keuntungan atau manfaat secara cepat,
kira-kira dalam jangka satu tahun (Gittinger, 1986).
Tujuannya dilakukan analisis proyek adalah : (1) mengetahui tingkat
keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek; (2) menghindari
pemborosan sumber daya dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak
tidak menguntungkan; (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang
ada sehingga dapat dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan; (4)
menentukan prioritas investasi (Gray, et al., 1992).
Untuk dapat merencanakan dan menganalisa proyek yang efektif, perlu
mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan
bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu.
Seluruh

aspek

ini

saling

berhubungan.

Seluruh

aspek

harus

selalu

dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus


pelaksanaannya. Dalam penelitian ini, kelayakan agribisnis nanas akan dianalisis
berdasarkan empat aspek, yaitu aspek teknis, aspek institusional-organisasimanajerial, aspek sosial, dan aspek ekonomi.

3.1.1. Aspek Teknis


Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan
output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal itu sangat
penting, dam kerangka proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa secara
teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek teknis berpengaruh sangat besar
terhadap kelancaran jalannya usaha, terutama kelancaran proses produksi. Analisa
teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu
proyek pertanian : keadaan tanah, ketersediaan air, irigasi, varietas benih,
teknologi sampai ke fasilitas-fasilitas pemasaran, penyimpanan dan pengolahan.
Namun tidak dikatakan bahwa aspek lain tidak penting, karena semua aspek
saling berhubungan.

3.1.2. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial


Dalam Gittinger (1986), analisa aspek ini berkisar antara penetapan
institusi, organisasi dan manajerial yang tepat dan tidak tumpang tindih
(overlapping), yang secara jelas mempunyai pengaruh yang penting terhadap
pelaksanaan proyek.
Untuk dapat melaksanakan, suatu proyek harus dihubungkan secara tepat
dengan struktur kelembagaan disuatu negara atau daerah, usulan organisasi
proyek harus diteliti untuk mengetahui apakah proyek dapat diarahkan, serta
kemampuan manajerial dari staf yang ada untuk dapat memutuskan apakah
mereka sanggup menangani kegiatan-kegiatan sektor publik berskala besar.

3.1.3. Aspek Sosial


Analisis aspek ini perlu dilakukan, karena sebuah proyek harus
mempertimbangkan pola dari kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh
proyek. Beberapa pertanyaan yang biasa dijadikan masalah adalah mengenai
penciptaan kesempatan kerja atau bagaimana kualitas hidup masyarakat serta
apakah proyek bersahabat dengan lingkungannya (Gittinger, 1986).

3.1.4. Aspek ekonomi


Analisa ekonomi proyek membutuhkan pengetahuan mengenai apakah
suatu proyek yang diusulkan akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap
pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup
besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang diperlukan.
Sudut pandang yang diambil dalam analisa ekonomi ini adalah masyarakat secara
keseluruhan (Gittinger, 1986).
Namun ada beberapa unsur yang berbeda dalam penilaian dengan aspek
finansial yaitu : (1) Harga, dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan
(shadow price) yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang
sesungguhnya daripada unsur-unsur biaya dan manfaat masyarakat, (2)
Pembayaran transfer dalam analisis ekonomi, pajak tidak dikurangkan dalam
perhitungan benefit dari proyek, karena pajak tidak dianggap sebagai biaya tetapi
merupakan hasil bersih proyek. Sedangkan subsidi dianggap sebagai pengeluaran
proyek karena dianggap sebagai biaya bagi masyarakat, dan Bunga, dalam analisis
ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.
Secara rinci, analisis ekonomi dilakukan dengan alasan karena adanya :

1. Ketidaksempurnaan pasar (termasuk dalam distorsi yang timbul


karena peraturan pemerintah), misalnya pengendalian harga.
2. Adanya pajak dan subsidi. Pajak berarti pendistribusian sebagian
kekayaan konsumen atau perusahaan ke pemerintah.
3. Berlakunya konsep konsumen surplus dan produsen surplus.
Bagian yang termasuk didalam aspek ekonomi adalah aspek finansial dan
aspek komersial. Unsur-unsur yang termasuk dalam analisis finansial adalah
(Gittinger, 1986) : (1) harga yang digunakan adalah harga pasar; (2) pembayaran
transfer yaitu pajak merupakan biaya proyek dan sebagai pengurang laba, subsidi
akan mengurangi biaya proyek sehingga menambah manfaat proyek. Dengan
adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama umur ekonomis kegiatan
usaha maka perlu dilakukan metode Discounted Cashflow analysis. Cashflow
analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan dan diperoleh
nilainya. Komponen tersebut dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu penerimaan
atau manfaat (benefit ; inflow) dan pengeluaran atau biaya (cost ; outflow). Selisih
antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) yang kemudian dijadikan
nilai sekarang (present value) dengan mengalikannya dengan tingkat diskonto
(discount rate) yang besarnya telah ditetapkan. Tingkat diskonto ini harus senilai
dengan opportunity cost of capital atau biaya marginal kegiatan tersebut dari
sudut pandang pemilik modal atau peserta usaha dan biasanya tingkat usaha
tersebut untuk meminjam modal.

Terdapat beberapa kriteria penilaian suatu investasi sehubungan dengan


metode Discounted Cash Flow,antara lain yaitu :
1) Net Present Value (NPV), nilai sekarang dari selisih antara penerimaan
dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Proyek dinyatakan layak bila
NPV lebih besar atau sama dengan nol, yang berarti proyek tersebut
minimal telah mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor
produksi modal;
2) Net Benefit Cost ratio (B/C), merupakan penilaian yang dilakukan untuk
melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya yang berupa perbandingan
jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih
sekarang yang negatif. Net B/C menunjukkan manfaat bersih yang
diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Proyek
dikatakan layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih besar dari satu dan tidak
layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih kecil dari satu. Apabila B/C sama
dengan satu, pengambilan keputusan diserahkan pada pihak manajemen;
3) Internal Rate Of Return (IRR), merupakan tingkat diskonto pada saat NPV
sama dengan nol yang dinyatakan dalam persen. Nilai IRR menunjukkan
tingkat keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan
kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Jika IRR
suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang berlaku
maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan;

Menurut Gittinger (1986), yang termasuk dalam aspek komersial dari suatu
proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan
penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek.
Dari sudut pandang output, analisa pasar untuk hasil proyek adalah sangat
penting untuk menyakinkan bahwa terdapat permintaan yang efektif pada suatu
harga yang menguntungkan. Dari sudut pandang input, rencana-rencana yang
cocok harus dibuat bagi para petani untuk menyakinkan tersedianya pupuk,
pestisida dan benih unggul yang mereka perlukan untuk dapat menggunakan
teknologi baru atau pola penanaman baru.
Pemasaran
Definisi pemasaran pertanian menurut Limbong dan Sitorus (1987)
mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak
milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen
ke

konsumen,

termasuk

di

dalamnya

kegiatan-kegiatan

tertentu

yang

menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dimaksud untuk lebih


memudahkan penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada
konsumen. Dalam analisis pemasaran ini yang akan dilihat adalah lembaga
pemasaran, saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran dan marjin pemasaran.

a. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran


Lembaga dan saluran pemasaran nanas ini mengikuti arus penyaluran nanas dari
petani sampai ke konsumen. Dalam pemasaran barang atau jasa terlibat beberapa
badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena
jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan

dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan untuk


menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik
konsumsi. Lembaga perantara dapat dikelompokkan atas : (1) Pedagang Perantara,
terdiri dari pengecer dan grosir, (2) Agen Perantara, terdiri dari brokers dan
komisi, (3) pedagang spekulatif, (4) Pengolah dan Pabrik dan (5) Organisasi
fasilitas.
Dalam menyalurkan produk yang dihasilkan, para produsen tidak dapat
melakukan penyaluran produknya ke setiap pasar yang dikehendakinya maupun
pada setiap waktu yang dikehendaki produsen. Ada beberapa faktor penting yang
harus dipertimbangkan bila hendak memilih saluran pemasaran, yaitu :
1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir, potensi
pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan volume pesanan.
2. Pertimbangan barang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat
barang, kerusakan, sifat teknis barang dan apakah barang tersebut untuk
memenuhi pesanan atau pasar.
3. Pertimbangan intern perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan
dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan.
4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi segi kemampuan
lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan
perusahaan.

b. Fungsi-fungsi Pemasaran
Proses penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen
memerlukan kegiatan fungsional pemasaran yang ditujukan untuk memperlancar

proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Kegiatan fungsional tersebut disebut fungsifungsi pemasaran. Klasifikasi fungsi-fungsi pemasaran Agribisnis Nanas antara
lain : (1). Fungsi pertukaran : Fungsi usaha pembelian dan penjualan, (2). Fungsi
fisik pemasaran : Fungsi usaha penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan, (3).
Fungsi Fasilitas Pemasaran : Fungsi standarisasi dan penggolongan produk, usaha
pembiayaan, penanggungan risiko serta penyediaan informasi pasar.

c. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan
harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran.
Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas yang sama, jumlah
yang sama dan pada pasar persaingan sempurna. Biaya pemasaran mencakup
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan jumlah biaya yang dikeluarkan
oleh lembaga tataniaga (Limbong dan sitorus 1987).
Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga tataniaga dalam proses penyaluran
suatu komoditi tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan
fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga
jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai konsumen akhir.
Konsep marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.

Harga

Sr

Pr

Sf

Pf
Df

Dr
Jumlah

Qr, f
Gambar 3. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap Marjin
Tataniaga dan nilai Marjin Tataniaga.
Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987.
Keterangan :
Pr
= Harga di tingkat pengecer
Pf
= Harga di tingkat petani
Sr
= Penawaran di tingkat pengecer
Sf
= Penawaran di tingkat petani
Dr
= Permintaan di tingkat pengecer
Df
= Permintaan di tingkat pengecer
Qr, f
= jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

3.1.5. Payback Period


Merupakan penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu
pengembalian investasi. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran
kas (cash flow), sehingga metode perhitungan yang digunakan adalah discounted
payback period. Semakin cepat modal itu kembali, maka semakin baik proyek itu
diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan
lainnya.

3.1.6 Analisis Sensitivitas


Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian

karena

dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran yang akhirnya akan


mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka dirasakan perlu untuk dilakukan sebuah analisis atau penelaahan kembali
terhadap suatu proyek untuk melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat
adanya perubahan-perubahan tersebut (Gittinger, 1986).
Pada bidang pertanian, perubahan kriteria investasi dapat terjadi akibat
adanya perubahan harga output, tingkat produksi, harga input dan tingkat suku
bunga. Jadi analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen
peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan
perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak
dilaksanakan.

3.2. Kerangka pemikiran operasional


Dalam usaha pengembangan nanas harus didasarkan dengan perhitungan
yang cermat serta dilihat secara keseluruhan sebagai satu sistem agribisnis nanas,
yaitu menyangkut industri pengadaan dan penyaluran sarana produksi nanas,
usahatani nanas, industri pengolahan nanas dan pemasaran nanas. Yang kemudian
sub-sub sistem diidentifikasi karakteristik usahanya antara lain sub sistem
usahatani nanas dan industri pengolahan nanas dengan mengkaji aspek-aspek
yang untuk mengetahui karakteristik kelayakan usaha agribisnis nanas antara lain
aspek teknis, aspek sosial, aspek Institusional-Organisasi-Manajerial, dan aspek
ekonomi. Untuk mengetahui apakah secara finansial dan ekonomi agribisnis nanas

tersebut layak diusahakan, maka dilakukan pengukuran beberapa kriteria


kelayakan investasi, yaitu NPV, Net B/C dan IRR. Kemudian dilanjutkan dengan
Analisis Jangka Pengembalian Investasi untuk mengetahui jangka waktu
pengembalian investasi dan Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana usaha tersebut masih layak dilakukan bila terjadi
perubahan-perubahan harga output, tingkat produksi, kenaikan biaya dan tingkat
suku bunga. Hasil analisis sensitivitas akan diinterpretasikan dan dibahas secara
mendalam untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kelayakan
agribisnis nanas. Subsistem pemasaran dikaji dengan mengunakan analisis
pemasaran untuk mengetahui saluran pemasaran yang lebih efisien dan apakah
saluran pemasaran tersebut layak di usahakan. Alur pemikiran dalam penelitian ini
dapat disimpulkan dalam bagan gambar 4.

Sistem Agribisnis
Nanas di Tapanuli
Utara

Subsistem
pengadaan dan
penyaluran
sarana produksi

Subsistem
usahatani
nanas

Subsistem
industri
pengolahan
nanas

Subsistem
pemasaran nanas

Kelayakan Agribisnis

Analisis Finansial

Layak

Analisis sensitivitas
Jangka waktu dan
Pengembalian
Investasi

Analisis Ekonomi

Tidak Layak

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli
Utara, Sumatera Utara. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan rekomendasi dari Dinas
Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara. Daerah tersebut merupakan salah satu sentra
produksi nanas di Sumatera Utara yang didukung oleh lokasi yang cocok untuk
bertanam nanas. Selain itu daerah tersebut juga telah mulai mengembangkan
nanas dengan bekerjasama bersama PT. Alami Agro Industry. Dengan
pengambilan sampel di daerah ini, diharapkan dapat memberikan gambaran
umum agribisnis nanas di Sumatera Utara dengan baik. Pengumpulan data
dilakukan sejak bulan April sampai dengan bulan Mei 2007.

4.2. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
dari wawancara dan pengisian kuisioner kepada responden serta pengamatan
secara langsung di lapangan (observasi). Data sekunder diperoleh dari berbagai
literatur yang terdapat di Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian dan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli
Utara, Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara. Data sekunder ini akan dipergunakan
sebagai data penunjang bagi penelitian ini.

4.3. Metode Pengumpulan Data


Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan pada 40 petani di
Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pemilihan
responden dilakukan dengan metode snowballing. Mekanisme pemilihan sampel
yang dilakukan adalah sebagai berikut : pada daerah tersebut dicari satu orang
yang representatif ke Dinas Pertanian Kecamatan Sipahutar (melalui PPL).
Kriteria representatif yang dimaksud adalah petani nanas yang mempunyai luas
lahan nanas yang paling luas di wilayah tersebut. Setelah selesai mewawancarai
responden yang pertama, maka dicari responden yang berikutnya berdasarkan
keterangan dari responden yang pertama tadi. Hal ini terus dilakukan sampai
diperoleh 40 responden di daerah tersebut sampai ke tingkat pemasarannya.
Sedangkan deskripsi sampel untuk agribisnisnya dilakukan secara purposive pada
PT. Alami Agro Industri dengan melakukan wawancara pada staf HRD dan
bagian kepala departemen produksi.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Metode kualitatif disajikan dengan menginterpretasikan dan
mendiskripsikan data yang diperoleh, sedangkan metode kuantitatif dilakukan
dengan cara menganalisis data tersebut meliputi transfer data, editing data,
pengolahan data dengan excel97 dan alat hitung kalkulator, serta interpretasi
secara deskriptif. Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis yang mendalam
dan menyeluruh terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu aspek teknis, aspek

institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek komersial, aspek finansial


dan aspek ekonomi.

4.4.1. Analisis Kelayakan Investasi


Untuk menguji kelayakan agribisnis nanas di tingkat subsistem usahatani nanas
dari aspek finansial maupun ekonomi digunakan alat ukur atau kriteria investasi
sebagai berikut, yaitu NPV, Net B/C, IRR dan payback period. Selain itu juga
dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh perubahan faktor-faktor
eksogen terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.
Peluang pengembangan agribisnis nanas dianalisis dengan menggunakan
kriteria investasi sebagai berikut :
a) Net Present Value (NPV), merupakan selisih antara nilai sekarang
penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran pada tingkat diskonto
tertentu, yang dinyatakan dengan rumus :

NPV

Bt Ct

(1 + i )
t=0

Keterangan :
Bt
: manfaat yang diperoleh pada tahun t
Ct
: biaya yang dikeluarkan pada tahun t
n
: umur ekonomis proyek
i
: discount rate (persen)
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV adalah sebagai berikut :
1) NPV > 0, artinya secara finansial proyek layak untuk dilaksanakan
karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan.

2) NPV = 0, artinya secara finansial proyek sulit untuk dilaksanakan


karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya
yang dikeluarkan.
3) NPV < 0, artinya secara finansial proyek tidak layak untuk
dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya
yang dikeluarkan.

b) Net Benefit Cost ratio (B/C), adalah perbandingan present value dari net
benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif.
Untuk menghitung indeks ini, terlebih dahulu dihitung (Bt Ct)/(1+i)t
yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

tB / C =

Bt Ct

(1 + i )
t =0
n

Ct Bt

(1 + i )
t =0

Keterangan :
Bt
: manfaat yang diperoleh pada tahun t
Ct
: biaya yang dikeluarkan pada tahun t
n
: umur ekonomis proyek
i
: discount rate (persen)
Proyek dikatakan layak dilaksanakan jika diperoleh nilai Net B/C lebih
besar dari satu dan tidak layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih kecil dari
satu. Apabila B/C sama dengan satu, pengambilan keputusan diserahkan
pada pihak manajemen.

c) Internal Rate Of Return (IRR), merupakan tingkat diskonto (discount


rate) pada saat NPV sama dengan nol yang dinyatakan dalam persen,
yang dinyatakan dengan rumus :
IRR = i1 +

NPV 1

x (i2-i1)

NPV 1 - NPV 2

Keterangan :
i1
: tingkat diskonto yang lebih rendah
NPV 1
: nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i1
NPV 2
: nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i2
Jika IRR suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang
berlaku maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan; namun jika IRR
suatu proyek lebih kecil daripada tingkat diskonto yang berlaku maka
proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

d) Analisis Ekonomi
Pada analisis ekonomi, pada dasarnya perhitungan NPV, Net B/C, serta
IRR sama dengan analisis finansial. Namun ada beberapa unsur yang
berbeda dalam penilaiannya yaitu : (1) Harga, dalam analisis ekonomi
digunakan harga bayangan (shadow price) yang menggambarkan nilai
sosial atau nilai ekonomis yang sesungguhnya daripada unsur-unsur biaya
dan manfaat masyarakat, (2) Pembayaran transfer dalam analisis ekonomi,
pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan benefit dari proyek, karena
pajak tidak dianggap sebagai biaya tetapi merupakan hasil bersih proyek.
Sedangkan subsidi dianggap sebagai pengeluaran proyek karena dianggap
sebagai biaya bagi masyarakat, dan Bunga, dalam analisis ekonomi bunga
modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.

e) Payback Period, yaitu penilaian kelayakan investasi dengan mengukur


jangka waktu pengembalian biaya investasi maupun net benefit negative,
melalui pendapatan bersih yang diperoleh. Dasar yang digunakan dalam
perhitungan adalah aliran kas (cash flow), sehingga metode perhitungan
yang digunakan adalah discounted payback period. Semakin cepat waktu
pengembalian biaya investasi maupun net benefit negatif, maka proyek
tersebut semakin baik untuk dilaksanakan.

f) Analisis Sensitivitas, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sebuah


analisis atau penelaahan kembali terhadap suatu proyek untuk melihat
pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat adanya kondisi yang berubah-ubah
atau ketidakpastian. Dalam analisis kelayakan agribisnis nanas ini,
analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan (inflow) dan arus
pengeluaran (outflow), yaitu perubahan pada harga output, tingkat
produksi, harga input dan tingkat suku bunga.

4.4.2. Metode Penentuan Harga Bayangan

Untuk analisis ekonomi, harga yang digunakan adalah harga bayangan


(shadow price) yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang
sesungguhnya daripada unsur biaya dan manfaat masyarakat. Berikut akan
dijelaskan penaksiran harga bayangan.

1. Harga Bayangan Output

Harga yang ditetapkan dalam penelitian adalah harga dengan harga batas
(border price). Jenis output domestik yang melebihi konsumsi lokal, sedangkan
diekspor atau barang yang potensial sebagai komoditas ekspor di masa datang,
harga batas relevan adalah f.o.b (free on board). Sedangkan jenis output yang
diimpor atau barang substitusi impor, harga batasnya adalah harga c.i.f (cost,
insurance and freight). Harga batas tersebut kemudian disesuaikan untuk
memperhitungkan biaya pengangkutan dalam negeri dan biaya tataniaga antara
pelabuhan impor atau ekspor ke lokasi proyek, maka didapat harga bayangannya
(Gittinger, 1986).
2. Harga Bayangan Input
a. Harga Bayangan Bibit

Harga bayangan bibit dari nanas cayenne diasumsikan dengan harga pasar
karena bibit nanas tersebut belum dipasarkan di pasar dunia dan tidak ada
kebijakan pemerintah yang mengatur harga bibit secara langsung. Umumnya bibit
nanas cayenne diperoleh dari kios pertanian, jadi harga bayangannya sama dengan
harga pasarnya.
b. Harga Bayangan Pupuk

Pupuk yang bisa dilihat harga bayangannya adalah pupuk urea dan pupuk SP36, karena pupuk Urea, SP-36, dan NPK Phonska merupakan barang tradeable.

c. Harga Bayangan Lahan

Dalam usaha dibidang pertanian, lahan merupakan salah satu faktor produksi
yang sangat penting. Harga bayangan lahan digunakan berdasarkan cara yang
dikemukakan oleh Gittinger (1986), yaitu sama dengan harga pasar lahan karena
lahan yang digunakan adalah lahan petani sendiri.
d. Harga Bayangan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam suatu proyek terdiri dari tenaga kerja
kasar, tenaga kerja menengah (unskill labour) dan tenaga ahli (skill labour). Pada
keadaan dimana tenaga kerja merupakan tenaga kerja kasar dan tenaga kerja
menengah (unskill labour) pemberian upah tidak mencerminkan marjinal value
atau produktivitasnya maka digunakan harga bayangan upah. Sedangkan tenaga
terdidik digunakan tingkat upah pasar. Dalam sektor pertanian di daerah pedesaan,
tenaga kerja yang digunakan pada usahatani umumnya adalah unskill dan tenaga
kerja kasar. Penetapan harga bayangan upah yaitu sebesar 125% dari harga
finansialnya.
e. Harga Bayangan Peralatan

Alat-alat pertanian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain garpu,
cangkul, pisau, parang keranjang dan lain-lain. Harga bayangan alat-alat pertanian
tersebut adalah sama dengan harga pasarnya karena sulit didapat data ekspor
maupun impor untuk peralatan tersebut.

3. Harga Bayangan Nilai Tukar

Harga bayangan nilai tukar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus


sebagai berikut :

SER =

OER
SCF

dimana : SER = nilai tukar harga bayangan


OER = nilai tukar harga resmi
SCF = faktor konversi standar untuk tahun ke-t
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan
ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebgai berikut :

SCF =

( Xt Mt )
( Xt Txt ) + ( Mt + Tmt)

dimana : Xt = nilai ekspor tahun ke-t


Mt = nilai impor tahun ke-t
Txt = penerimaan pemerintah dari pajak ekspor tahun ke-t
Tmt = penerimaan pemerintah dari pajak impor tahun ke-t
Pada penelitian ini nilai tukar resmi yang digunakan adalah nilai tukar
rata-rata pada bulan Desember 2006 yaitu sebesar Rp. 9.250,- per dollar,
sedangkan penerimaan pemerintah dari pajak ekspor adalah sebesar Rp. 419
milyar serta penerimaan impor sebesar Rp. 16,573 milyar. Nilai dari ekspor
sebesar Rp. 700,224 milyar didapat dari laporan realisasi APBN tahun 2006.
Sementara nilai impor Indonesia pada kurun waktu tersebut adalah sebesar Rp.

453,111 milyar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai SCF sebesar 0,986
sehingga nilai SER yang digunakan adalah Rp. 9,655,17 per dollar.
4.5. Definisi Operasional dan Asumsi Dasar pada Analisis Kelayakan
Usahatani Nanas dan Agribisnis Nanas

Manfaat adalah segala sesuatu yang dapat menambah pendapatan bagi


proyek. Manfaat yang diperhitungkan dibatasi pada manfaat yang dapat diukur
(tangible benefit). Hal yang sama juga diberlakukan pada biaya sebagai komponen
pengeluaran. Penerimaan proyek merupakan hasil penjualan produksi buah dan
canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate pada lahan proyek.
Biaya adalah segala sesuatu yang dapat mengurangi pendapatan bagi
proyek. Arus biaya (outflow) ada tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya
operasional dan biaya lain-lain. Biaya investasi merupakan biaya yang
dikeluarkan pada awal tahun pelaksanaan proyek, yang termasuk biaya investasi
adalah pembelian tanah, gudang, cangkul, rambas, babat, sprayer, sarung tangan,
sepatu bot, beko, keranjang, pabrik, kantor, asrama, gudang, dan sarana
penunjang), pembelian mesin-mesin, alat-alat dan perlengkapannya, sarana
angkutan produksi dan mobil dinas, instalasi listrik dan pembelian diesel atau
generator. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan
kegiatan agribisnis nanas. Biaya operasional meliputi pembelian sarana produksi
termasuk di dalamnya pupuk buatan, obat-obatan, biaya produksi canned
pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate dan biaya upah tenaga kerja,
termasuk di dalamnya adalah biaya tenaga kerja usahatani dan pengolahan buah
nanas menjadi canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate. Pajak
termasuk dalam biaya lain-lain.

4.5.1. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas

Proyek ini ditujukan kepada petani nanas di daerah penelitian sebagai


informasi dan bahan pertimbangan dalam mengelola usahatani nanasnya. Analisis
kelayakan finansial dan ekonomi usahatani nanas pada luasan lahan satu hektar
dengan asumsi bahwa usahatani yang dilakukan menggunakan sistem pengolahan
secara intensif. Pada kegiatan tersebut dilakukan menggunakan bibit lokal yang
diperoleh dari bagian mahkota tanaman nanas dengan jenis bibit cayenne, jumlah
pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman, dan dikelola dengan perlakuan
pemeliharaan tanaman yang lebih intensif.
Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan usahatani nanas dalam
penelitian ini adalah :
1. Kegiatan investasi untuk alat-alat pertanian, sarana dan fasilitas, bibit, dan
lain-lain untuk persiapan tanam dan tanam selesai dalam satu tahun yaitu
tahun ke-1, sedangkan pemeliharaan dilaksanakan secara terus-menerus.
2. Tahun ke-1 kegiatan investasi adalah tahun 2007, dan tahun ke-2 adalah
tahun 2008. Pada tahun ke-3 tanaman nanas mulai menghasilkan.
3. Tingkat diskonto (discount rate) yang dipakai dalam analisis ini didekati
dari rata-rata tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk suku
bunga kredit pertanian pada tahun 2007, yaitu 15% dan dilakukan analisis
sensitivitas pada tingkat suku bunga kredit pertanian tertinggi, yaitu 26%
untuk melihat apakah proyek masih layak jika suku bunga dinaikkan.

4. Pada tahun pertama petani meminjam kepada bank BRI sebesar


Rp. 5.000.000,- dan sesuai kesepakatan pinjaman tersebut dibayarkan
dengan cara diangsur selama 5 tahun.
5. Tingkat harga input dan output diasumsikan sama dari awal proyek hingga
akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana dan data yang diperoleh.
6. Analisis sensitivitas usahatani nanas dilakukan pada 9 kemungkinan
perubahan yang terjadi, pada jumlah produksi, hargta output, dan harga
input serta tingkat suku bunga yaitu produksi naik sebesar 35 persen dan
turun sebesar 15 persen, hal ini didasarkan pada persentase pertumbuhan
produksi nanas secara teknis di lapangan. Perubahan harga jual output,
yaitu sebesar 20 persen dan turun sebesar 20 persen hal ini berdasarkan
pada persentase perubahan harga jual output pada saat penelitian
dilaksanakan. Analisis perubahan biaya dilakukan bila terjadi kenaikan
harga input, yaitu untuk pestisida dan pupuk sebesar 10 persen, hal ini
didasarkan atas rata-rata persentase perubahan harga pestisida dan harga
pupuk yang terjadi di daerah penelitian selama penelitian berlangsung.
7. Pelaksanaan usahatani nanas diasumsikan dengan menggunakan sistem
budidaya yang intensif yang mempengaruhi pada proses pemeliharaannya
dan pemakain jumlah input untuk pemupukan.
8. Produksi nanas diperoleh dari rata-rata produksi nanas yang dihasilkan
berdasarkan tiap usia tanaman hingga usia tanaman 10 tahun.
9. Umur proyek disesuaikan dengan usia ekonomis tanaman, yaitu 10 tahun.

4.5.2. Analisis Kelayakan Agribisnis

Proyek II ditujukan kepada investor yang ingin menanamkan modalnya di


daerah penelitian untuk agribisnis nanas. Proyek yang direncanakan adalah proyek
agribisnis nanas mulai dari perolehan bahan baku dari petani plasma hingga
pengolahan hasil panen. Dalam analisis ini bahan baku diperoleh dari petani
plasma dengan keseluruhan luas lahan mencapai 500 hektar yang direncanakan
dengan luas lahan tersebut mampu menyediakan bahan baku secara kontinu pada
industri pengolahan nanas.
Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan industri pengolahan
nanas dalam penelitian ini adalah :
1. Kegiatan investasi untuk industri pengolahan, meliputi pabrik, kantor,
asrama, gudang, dan sarana penunjang), pembelian mesin mesin, alat
alat dan perlengkapannya, sarana angkutan produksi dan mobil dinas,
instalasi listrik dan pembelian diesel atau generator. Tahun ke-1 kegiatan
investasi adalah tahun 2007, dan tahun ke-2 adalah tahun 2008.
2. Industri yang dianalisis sudah berjalan selama 6 tahun yang akan
mengembangkan usahanya melalui pembukaan inti perkebunan nanas
seluas 100 ha.
3. Proyek ini dilaksanakan dalam bentuk perusahaan Perseroan Terbatas (PT)
dengan menggunakan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Petani nanas
yang berada di sekitar perusahaan yang menjadi plasma dalam proyek ini.

4. Tingkat diskonto (discount rate) yang dipakai dalam analisis ini didekati
dari rata-rata tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk suku
bunga kredit pertanian pada tahun 2007, yaitu 15 persen dan dilakukan
analisis sensitivitas pada tingkat suku bunga kredit pertanian tertinggi pada
tahun 2001, yaitu 26 persen untuk melihat apakah proyek masih layak jika
suku bunga dinaikkan.
5. Analisis sensitivitas industri pengolahan nanas dilakukan pada 8
kemungkinan perubahan yang terjadi, pada jumlah produksi, harga output,
dan harga input serta tingkat suku bunga, yaitu produksi tetap dan turun 20
persen hal ini berdasarkan pengalaman produksi yang dialami perusahaan
selama 6 tahun. Harga jual output tetap dan meningkat sebesar 5 persen
hal ini berdasarkan pada persentase perubahan harga jual output pada saat
penelitian dilaksanakan. Perubahan pada biaya input dengan kenaikan
sebesar 10 persen pada biaya produksi dan harga bahan baku tetap dan
meningkat sebesar 20 persen, hal ini didasarkan atas rata-rata persentase
perubahan harga biaya produksi yang terjadi di daerah penelitian selama
penelitian berlangsung.
6. Tingkat harga input dan output diasumsikan sama dari awal proyek hingga
akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana dan data yang diperoleh.
7. Untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan yang terjadi pada produksi
nanas, tingkat harga input dan output, serta tingkat suku bunga, maka
dilakukan analisis sensitivitas pada beberapa kemungkinan perubahan
yang terjadi.

8. Pelaksanaan usahatani nanas diasumsikan dengan menggunakan sistem


budidaya yang intensif.
9. Produksi canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate
diperoleh dari rata-rata produksi nanas yang dihasilkan berdasarkan
catatan produksi tiap tahunnya hingga akhir proyek.
10. Umur proyek yang digunakan disesuaikan dengan usia ekonomis tanaman,
yaitu 10 tahun.

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1A020 2A041 Lintang Utara


dan 98A05 99A015 Bujur timur dengan ketinggian sekitar 300 meter 1800
meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 10605 km2 atau seluas
1.060.500 hektar. Lahan yang berpotensi untuk diolah adalah 604060,8 hektar
(56,96 persen), terdiri dari untuk sawah 124074,08 hektar (20,54 persen),
perkebunan 68379,68 hektar (11,32 persen), sawah kering 76474,09 hektar (12,66
persen), perkebunan campuran 29478,17 hektar (4,88 persen), dan penggunaan
lainnya. Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara adalah 750.000 jiwa,
dengan kepadatan rata rata 70 orang per km2. Mata pencaharian terbanyak
penduduknya adalah sebagai petani, kepemilikan lahan pertanian 1 hektar per
kepala keluarga atau 0,25 hektar per jiwa. Secara administratif Kabupaten
Tapanuli Utara terdapat 15 kecamatan, yaitu Adiankoting, Garoga, Muara,
Pagaran, Pahae Jae, Pahae Julu, Pangaribuan, Parmonangan, Purbatua, Siatas
Barita, Siborong-Borong, Simangumban, Sipahutar, Sipoholon, dan Tarutung.
Ibukotanya berada di Tarutung.

5.2

Keadaan Umum Daerah Penelitian Kecamatan Sipahutar, Tapanuli


Utara

Kecamatan Sipahutar terletak pada ketinggian 600 1200 meter di atas


permukaan laut dan luas wilayah 40,28 persen. Penggunaan lahan di kecamatan
ini terdiri dari 233618,95 hektar (54,69 persen), terdiri dari untuk sawah 47704,98
hektar (20,42 persen), perkebunan 23992,67 hektar (10,27 persen), sawah kering

32823,329 hektar (14,05 persen), perkebunan campuran 12218,27 hektar (5,23


persen), dan penggunaan lainnya. Waktu
Kabupaten

Tapanuli

adalah

selama

1,5

tempuh lokasi penelitian


jam.

Dan

transportasi

dari
yang

menghubungkan kecamatan ini dengan kabupaten relatif masih sedikit.


Di Kabupaten Tapanuli Utara pasar buka setiap hari. Namun pada tiap
tiap kecamatan pasar hanya buka sekali dalam seminggu. Oleh karena hal itulah
pemasaran nanas mengalami banyak hambatannya.

5.3 Kajian Agribisnis Nanas di Daerah Penelitian

Dalam penelitian ini akan dibahas kajian mengenai agribisnis nanas


didaerah penelitian, yaitu kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Kajian
agribisnis nanas ini dimulai dari hulu sampai ke hilir, yaitu dari penyediaan dan
penyaluran sarana produksi, usahatani nanas, industri pengolahan dan pemasaran.
Kegiatan penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang berupa pupuk, obatobatan dan peralatan ini bisa diperoleh petani langsung dari kios terdekat di tiap
kecamatannya. Pupuk yang biasa dipakai petani nanas ini adalah urea, SP 36,
dan NPK Phonska sedangkan untuk obat obatan yang sering digunakan adalah
Carmex, Alli dan Polaris. Dalam Tabel 3 berikut ini adalah harga pupuk dan obatobatan di daerah penelitian.
Tabel 3. Harga pupuk dan obat-obatan yang berlaku di kabupaten Tapanuli Utara
Urea
SP-36
NPK Phonska Carmex Alli
Polaris
(Rp/Kg)

(Rp/Kg)

(Rp/Kg)

(Rp/Kg)

(Rp/Bungkus) (Rp/liter)

1.200

1.800

3.600

95.000

5.000

30.000

Sebagian besar petani nanas di Kecamatan Sipahutar melaksanakan


kegiatan usahataninya masih dengan cara tradisional. Dimana peralatan usahatani
yang digunakan masih sederhana, yaitu cangkul, rambas, babat, sprayer, sarung
tangan, sepatu bot, beko dan keranjang. Dalam Tabel 4 berikut ini adalah harga
peralatan usahatani nanas yang berlaku di daerah penelitian.
Tabel 4. Harga harga peralatan usahatani nanas yang berlaku di Kabupaten
Tapanuli Utara
Peralatan
Harga (Rp/satuan)
Cangkul

25.000

Rambas

25.000

Babat

20.000

Sprayer

185.000

Sarung tangan

2.500

Sepatu bot

30.000

Beko

210.000

Keranjang

20.000

Dalam pelaksanaan kegiatan usahatani nanas petani menggunakan bibit


nanas dengan jenis cayenne yang diperoleh dari lahan sendiri. Nanas diperbanyak
dengan bagian mahkota buahnya. Mahkota bunga itu dipotong dan dibelah untuk
dijadikan bibit. Tanaman nanas dari bibit yang diperoleh dari mahkota ini akan
berbuah pada usia 18 24 bulan SMT. Nanas ditanam pada jarak 150 cm x 30 cm.
Dengan jarak tanam ini petani membutuhkan bibit sebanyak 18000 biji per
hektarnya dan buah yang dihasilkan pun cukup besar dengan rata-rata berat buah
pertamanya antara 2 3 kg. Petani nanas di daerah penelitian ini melakukan

pemupukan selama 2 kali per tahunnya dengan dosis pupuk yang diberikan
tergantung dari tingkat kesuburan tanahnya. Namun sebagian besar petani nanas
ini memberikan dosis pupuk, yaitu 100 kg urea, 200 kg SP-36, dan 100 kg NPK
Phonska per hektar.
Nanas dapat dipanen setelah nanas berumur 2 tahun. Pemanenan dilakukan
2 kali dalam satu bulannya serta cara panen sederhana yaitu dengan cara dipotek.
Jumlah panen rata-rata tiap tahun sekitar 23,238 ton per hektar. Nanas daerah ini
memiliki karakteristik yang berbeda dengan nanas di daerah lainnya, yaitu ukuran
buahnya besar, rasanya manis, dan banyak mengandung air. Tanaman nanas mulai
diremajakan saat umurnya mencapai 10 tahun, dimana petani merasa tanaman ini
sudah tua dan tidak dapat memberikan keuntungan lagi. Dalam melaksanakan
kegiatan usahatani nanas ini petani mempunyai hambatan antara lain dalam hal
budidaya dan pemasaran hasil panennya. Hambatan ini terjadi karena latar
belakang pendidikan yang masih rendah, yaitu SD dan SLTP.
Petani memasarkan nanasnya langsung kepada pedagang pengumpul dan
pedagang antar kota dengan harga masing-masing Rp 600 dan Rp 1000. Di
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki dua macam saluran pemasaran, yaitu
pemasaran dalam kota dan pemasaran luar kota. Untuk lebih lanjut pemasaran
nanas ini akan dibahas dalam bab selanjutnya. Di Kecamatan Siborong-borong,
Kabupaten Tapanuli terdapat industri pengolahan nanas, yaitu PT. Alami Agro
Industri. Pabrik Pengolahan Nanas ini dibangun dengan luas lahan 22 ha yang
direncanakan dapat memproduksi nanas sebanyak 16-32 ton per hari. Line
pengolahan yang tersedia sekaligus mampu mengolah buah nanas yang tersedia

menjadi produk-produk nanas unggulan seperti Slice, Tidbits, Chunk, Concentrate


dan Pineapple Waste.
Limbah yang dihasilkan sebanyak 35 % dari jumlah bahan baku yang
diolah akan terbagi menjadi bahan baku pengolahan pakan ternak (feed mill) dan
juga pupuk kompos melalui proses fermentasi biotekhnologi. Wilayah pemasaran
produk nanas olahan dari PT. Alami Agro Industri ini hingga ke Australia, dan
Amerika.
Dalam kegiatan agribisnis nanas ini, pemerintah daerah Kabupaten
Tapanuli Utara ini juga mempunyai peranan penting dalam membina, mengatur,
dan mengawasi kegiatan tersebut. Peran serta pemerintah ini melalui dinas
pertanian yang terdapat di Kabupaten hingga ke tingkat kecamatan. Namun pada
saat penelitian peran pemerintah belum berjalan secara maksimal.

VI. ANALISIS KELAYAKAN AGRIBISNIS NANAS

6.1 Analisis Usahatani Nanas

Dalam menganalisis usahatani nanas yang dilakukan petani di daerah


penelitian diasumsikan bahwa : (1) lahan yang digunakan untuk usahatani nanas
adalah seluas 1 hektar, (2) jenis nanas yang digunakan adalah nanas jenis cayenne,
(3) usahatani nanas yang dianalisis hanya pada tahun ke-6, karena rata-rata umur
tanaman nanas didaerah penelitian adalah 5 tahun.

6.1.1. Analisis Biaya

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam analisis usahatani nanas terdiri dari


biaya tunai dan tidak tunai. Biaya tunai meliputi biaya yang diperlukan untuk
pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36, dan NPK Phonska), obat-obatan dan
pestisida (Alli, Carmex dan Polaris), upah tenaga kerja yang berasal dari luar
keluarga, PBB, biaya pembelian inventaris usahatani (cangkul, rambas, babat,
sprayer, sarung tangan, sepatu bot, beko, dan keranjang) dan biaya perawatan alat
alat pertanian tersebut. Sedangkan biaya tidak tunai meliputi biaya penyusutan
inventaris usahatani dan upah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga.
Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani
nanasnya pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 4.777.500,- sedangkan besarnya
biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanasnya
pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 4.455.000,-. Jadi total biaya yang dikeluarkan
petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6 adalah sebesar

Rp. 9.232.500,-. Pada Tabel 5 dapat dilihat perhitungan biaya-biaya tunai yang
dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6.
Tabel 5. Biaya Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1
Ha pada tahun ke-6
No

Uraian

Jumlah

Harga Satuan

Nilai

Sewa lahan

1.000.000

1.000.000

PBB

5.000

5.000

Pupuk UREA

100

1.200

120.000

Pupuk SP-36

200

1.800

360.000

Pupuk NPK Phonska

100

3.600

360.000

Pestisida

146.250

292.500

Perawatan alat

35.000

35.000

TK Luar Keluarga

781,5

20.000

2.605.000

Jumlah

4.777.500

Dan pada Tabel 6 dapat dilihat hasil perhitungan biaya-biaya tidak tunai
yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6.
Tabel 6. Biaya Tidak Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas
lahan 1 Ha pada tahun ke-6
No
1

Uraian

Jumlah

Harga Satuan

Nilai

Biaya Penyusutan Alat


Cangkul

12.500

Rambas

8.500

Babat

6.500

Sprayer

30.000

Sepatu Bot

10.000

Beko

35.000

Keranjang

10.000

Sarung Tangan

2.500

217

4.340.000

TK Dalam Keluarga
Jumlah

4.455.000

6.1.2. Analisis Pendapatan

Dalam menganalisis pendapatan usahatani nanas didasarkan pada


penerimaan yang diterima dari penjualan produksi nanas dan total biaya yang
dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas tersebut.
Total produksi nanas pada tahun ke-6 adalah 32.880 kg. Harga nanas yang
berlaku adalah Rp. 600,- per kg, sehingga total penerimaan usahatani nanas yang
diperoleh pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 19.728.000,-. Pendapatan petani
nanas atas biaya total pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 10.495.500,- dan
pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp. 14.950.500,- dengan rasio
penerimaan terhadap biaya total (R/C) adalah sebesar 1,13 yang berarti bahwa
setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar
Rp. 1,13 dan rasio penerimaan terhadap biaya tunai (R/C) adalah sebesar 2,19
yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 2,19. Dilihat dari hasil analisis usahatani tersebut, bahwa
dalam pelaksanaan usahatani nanas tersebut menguntungkan.

6.2 Analisis Pemasaran Nanas


6.2.1. Lembaga dan Saluran Pemasaran Nanas

Lembaga dan saluran pemasaran nanas di daerah penelitian dilakukan


dengan cara mengikuti arus penyaluran nanas dari petani sampai ke konsumen.
Dalam pemasaran nanas tersebut terlibat beberapa badan mulai dari petani nanas,
Pedagang Pengumpul (Tokek), Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan
Konsumen. Dalam menyalurkan nanas yang dihasilkan petani tidak dapat
melakukan penyaluran produknya ke setiap pasar yang dikehendakinya maupun

pada setiap waktu yang dikehendaki petani. Pada Gambar 5 dapat dijelaskan lebih
rinci mengenai saluran pemasaran dan lembaga perantara yang terlibat di daerah
penelitian.
P. Pengumpul

P. Antar Kota

P. Pengumpul

Agen

P. Pengumpul

Pengecer

Agen

Pengecer

Pengecer

Konsumen

Konsumen

Petani

P. Antar Kota

Agen

Konsumen

Pengecer

Konsumen

Gambar 5. Saluran Pemasaran Nanas di Kec. Sipahutar, Tapanuli Utara

Keterangan :
Jalur I
: Petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer,
dan Konsumen.
Jalur II
: Petani, Pedagang Pengumpul, Agen, Pengecer, dan Konsumen.
Jalur III : Petani, Pedagang Pengumpul, pengecer, dan Konsumen.
Jalur IV : Petani, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan Konsumen.
Saluran pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar terbagi menjadi 2, yaitu
Pemasaran Dalam Kota (Jalur II dan III) dan Pemasaran Luar Kota (I dan IV).
Petani nanas di Kecamatan Sipahutar pada umumnya menjual nanas langsung
kepada pedagang pengumpul atau pedagang antar kota. Pedagang antar kota juga
termasuk pedagang pengumpul yang tergolong kepada pedagang pengumpul besar
(bandar). Pedagang pengumpul pada umumnya menjual nanas kepada pedagang
antar kota (bandar), walaupun kadang kadang langsung kepada pengecer dan
konsumen. Konsumen dalam hal ini adalah Industri Pengolahan Nanas yang ada

di Kecamatan Siborong borong, Tapanuli Utara. Sedangkan pedagang antar kota


menjual nanas kepada agen di Pasar Induk. Pasar Induk dari pedagang antar kota
merupakan pasar pasar besar yang ada di Medan, Pematang Siantar dan Aceh.
Pedagang antar kota ada juga yang memasarkan nanasnya kepada Industri
Pengolahan Nanas yang ada di kotanya, antara lain : Pematang Siantar, Medan
dan Lampung. Agen di Pasar induk merupakan pedagang penampung atau
pedagang perantara nanas yang datang dari daerah yang akan dipasarkan di kota
tersebut. Jalur I merupakan jalur pemasaran yang terjadi di Kecamatan Sipahutar ,
Tapanuli Utara.
Penjualan Nanas oleh petani kepada pedagang pengumpul dilaksanakan
setelah panen. Pedagang pengumpul membeli nanas langsung ke kebun nanas
milik petani. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran secara tunai
setelah hasil diserahkan kepada pedagang pengumpul dan pembayaran secara
tidak tunai dilakukan setelah hasil panen yang sudah diserahkan kepada pedagang
pengumpul terjual kepada agen, pedagang antar kota atau konsumen. Petani
memilih menerima sistem pembayaran tidak tunai tersebut, karena petani tidak
langsung menjual nanasnya ke pedagang pengecer atau konsumen dengan adanya
berbagai pertimbangan, yaitu risiko kerusakan dan biaya pengangkutan nanas.

6.2.2. Fungsi fungsi Pemasaran

Untuk memperlancar proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif
dan efisien untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen diperlukan
fungsi fungsi pemasaran. Setiap lembaga pemasaran nanas yang terlibat di

dalam saluran pemasaran nanas mulai dari petani nanas di Kecamatan Sipahutar,
masing - masing mempunyai fungsi pemasaran sendiri.
Tabel 8.

Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Nanas di Kecamatan


Sipahutar, Tapanuli Utara

Fungsi
Pemasaran

Petani

Pedagang
Pengumpul

Pedagang
Antar Kota

Agen

Pedagang
Pengecer

Penyimpanan

Pengangkutan

penyortiran dan
pengepakan

Penanggungan
Risiko

Informasi

Pembelian
Penjualan

Setelah nanas dibeli oleh pedagang pengumpul, maka nanas tersebut


disortir (pemberian standarisasi dan penggolongan produk) berdasarkan kualitas
dan ukuran buahnya menurut kelas kelasnya (gradenya). Grade nanas yang
berlaku di Kecamatan Sipahutar ada tiga, yaitu grade A, B, dan C atau super,
besar dan kecil. Tingkat harga yang dikenakan pada tiap grade tersebut berbeda
beda, pada umumnya dibedakan pedagang pengumpul sebelum dipasarkan
sedangkan pada saat pembelian ditingkat petani harga yang dikenakan adalah
sam sam (sama sama), tidak dibedakan gradenya semua dianggap sama rata.

6.2.3. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran dapat diartikan sebagai perbedaan harga yang dibayar


konsumen dengan harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan

keuntungan pemasaran. Dalam menganalisis marjin pemasaran nanas di daerah


penelitian diasumsikan bahwa : (1) jumlah yang sama dan (2) pada pasar
persaingan sempurna. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dipakai dalam
pelaksanaan fungsi fungsi pemasaran. Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga
pemasaran nanas tersebut antara lain : pembelian, penjualan, penyimpanan,
pengangkutan, sortasi, penanggungan resiko, dan informasi. Untuk mengetahui
besarnya yang diterima petani digunakan konsep farmers share (%*), yaitu
bagian yang diterima petani sebagai balasan jasa atas kegiatannya dalam usahatani
nanas. Hal ini dapat dilihat dari bagian yang diterima petani, yaitu sebesar Rp.
600,- untuk Jalur I, II, dan III, sedangkan pada Jalur IV adalah sebesar Rp. 1.000,. Dalam Jalur I, II, dan III farmers share yang diterima petani adalah sebesar
28,57 persen dari harga jual pedagang pengecer dan pada Jalur IV adalah sebesar
47,62 persen.
Biaya Pemasaran terbesar yang dikeluarkan dalam pemasaran nanas
terdapat pada Jalur I, yaitu sebesar Rp. 676,39 atau sebesar 28,12 persen dari
harga yang dikenakan pada pedagang pengecer nanas. Kemudian diikuti oleh Jalur
IV, II, dan III, masing masing secara berurutan sebesar Rp. 535,65 atau sebesar
14,9 persen, Rp. 254,17,- atau sebesar 9,53 persen, dan Rp. 197,03 atau sebesar
6,81 persen. Untuk perhitungan penyebaran harga nanas dan biaya pemasaran
nanas di Kecamatan Sipahutar dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penyebaran Harga Nanas dan Marjin Pemasaran Nanas di Kecamatan


Sipahutar
Pola I
Unsur Marjin

Rp/Kg

Pola II
%*

Rp/Kg

Pola III

%*

Rp/Kg

Pola IV

%*

Rp/Kg

%*

Petani
600

28,57

600

28,57

600

28,57

1000

47,62

600

28,57

600

28,57

600

28,57

Biaya

140,74

3,63

140,74

3,63

140,74

3,63

Keuntungan

259,26

15,42

259,26

15,42

259,26

15,42

400

19,05

400

19,05

400

19,05

1000

47,62

1000

47,62

1000

47,62

1000

47,62

1000

47,62

422,22

18,59

422,22

9,07

77,78

14,74

77,78

14,74

500

33,33

500

23,81

1500

80,95

1500

71,43

Harga Beli

1500

71,43

1000

47,62

1500

71,43

Biaya

57,14

2,72

57,14

2,72

57,14

2,72

242,86

11,56

742,86

35,37

242,86

11,56

300

14,28

800

38,09

300

14,28

1800

85,71

1800

85,71

1800

85,71

Harga Beli

1800

85,71

1800

85,71

1000

47,62

1800

85,71

Biaya

56,29

3,18

56,29

3,18

56,29

3,18

56,29

3,11

243,71

11,11

243,71

11,11

1043,71

49,2

243,71

11,18

300

14,29

300

14,29

1100

52,38

300

14,29

2100

100

2100

100

2100

100

2100

100

Total Biaya

676,39

28,12

254,17

9,53

197,03

6,81

535,65

14,9

Total Keuntungan

823,61

52,83

1245,83

61,9

1302,97

64,62

564,35

37,48

1500

80,95

1500

71,43

1500

71,43

1100

52,38

Harga Jual
Pedagang Pengumpul
Harga Beli

Marjin
Harga Jual
Pedagang Antar Kota
Harga Beli
Biaya
Keuntungan
Marjin
Harga Jual
Agen

Keuntungan
Marjin
Harga Jual
Pengecer

Keuntungan
Marjin
Harga Jual

Total Marjin
Keuntungan / Biaya

1,217655495

4,901561947

6,61305385

1,053579763

%* dihitung dari persentase harga pengecer


Dari Tabel 9 dapat kita lihat total keuntungan dari kegiatan pemasaran
tersebut. Total keuntungan terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar

Rp. 1.302,97 atau 64,62 persen sedangkan marjin yang terbesar berada pada Jalur
I, II, dan III, yaitu sebesar Rp. 1.500,- atau sebesar 71,43 persen. Rasio
keuntungan pemasaran (/C) yang terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar
6,61. Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa lembaga pemasaran dengan
biaya pemasaran yang besar belum menjamin akan memperoleh keuntungan yang
lebih besar juga dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Namun
keuntungan tersebut diperoleh tergantung dari pasar yang dituju dan panjang
pendeknya saluran pemasaran yang berlaku. Pada jalur III merupakan saluran
pemasaran yang terpendek dan memperoleh keuntungan yang terbesar. Tingkat
permintaan nanas pada jalur II dan III merupakan tingkat permintaan paling
rendah, karena pasar nanas pada jalur II dan III hanya berlaku di dalam kota saja,
yaitu Kabupaten Tapanuli Utara. Sedangkan jalur I dan IV pasar nanas yang dituju
lebih luas, yaitu sampai keluar dari wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, bahkan
sampai ke Aceh dan Lampung. Dari hasil analisis marjin pemasaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa saluran pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten
Tapanuli Utara cukup efisien, karena saluran pemasarannya tidak terlalu panjang.
Sedangkan saluran pemasaran yang terbaik diantara empat jalur tersebut adalah
jalur IV, karena pada jalur ini petani lebih diuntungkan dengan penerimaan yang
lebih besar dan pasar nanas menjadi lebih luas.

6.3. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas

Dalam menganalisis kelayakan usahatani nanas dalam penelitian ini akan


dibahas mengenai analisis kelayakan usahatani nanas yang berada di Kabupaten
Tapanuli Utara. Kegiatan dilakukan oleh pelaku usahatani nanas di Kabupaten
Tapanuli Utara diasumsikan bahwa : (1) untuk sub sistem usahatani nanas pada
Lahan seluas 1 Ha di Kecamatan Sipahutar, dan (2) dilakukan pengelolaan secara
intensif. Analisis kelayakan tersebut akan dikaji dengan menggunakan analisis
Finansial dan Ekonomi. Selain itu juga perlu mengkaji aspek lain yang tidak kalah
pentingnya, yaitu aspek teknis, aspek institusi, organisasi dan manajerial, aspek
sosial dan aspek komersial.

6.3.1. Analisis aspek aspek kelayakan usahatani nanas

Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan


output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa, dalam hal ini adalah
usahatani nanas. Syarat syarat tumbuh tanaman nanas antara lain yaitu : (1).
Tanaman nanas menghendaki dataran rendah sampai dataran tinggi 1.200 m dpl,
(2). kondisi tanah yang subur dengan pH tanah antara 5 6,5, (3). daerah yang
beriklim basah dengan curah hujan 1.000 - 2.500 mm per tahun. Kecamatan
Sipahutar memungkinkan untuk pengembangan usahatani nanas, karena
kecamatan tersebut memiliki kecocokan untuk syarat tumbuh tanaman nanas,
yaitu : (1) wilayahnya terletak pada ketinggian 600 1200 m dpl, (2). kondisi
tanahnya subur dengan pH tanah antara 3 6,5, (3). daerah yang beriklim basah
dengan curah hujan 1.000 - 2.500 mm per tahun, hal ini juga didukung dengan

adanya pengelolaan usahatani nanas yang dilakukan petani Kecamatan Sipahutar


selama ini menguntungkan dan sebagian besar masyarakatnya bertani nanas. Dari
hasil wawancara dengan Staf Dinas Pertanian, PPL, dan petani bahwa dalam
membudidayakan tanaman nanas ini adalah mudah. Dengan menerapkan jarak
tanam 150 cm X 30 cm dan dalam 1 Ha menggunakan sebanyak 18000 bibit
nanas. Bibit nanas diambil dari bagian mahkota nanas (pucuknya) dan nanas
mulai berproduksi sejak berusia 18 24 bulan setelah masa tanam (tahun ke 3).
Pemupukan dilakukan 2 x setahun setelah masa tanam dengan pemberian dosis
sebanyak 1 : 2 :1 (Urea : SP-36 : NPK Phonska). Buah nanas dapat dipanen
sebanyak dua kali sebulan.

Namun dalam penerapannya tugas dari lembaga

penunjang belum maksimal, misalkan dengan adanya penyuluhan mengenai


penerapan teknologi baru.
Secara sosial kecamatan Sipahutar merupakan salah satu sentra produksi
nanas terbesar di Tapanuli Utara. Dengan cara budidaya tanaman nanas yang
relatif lebih mudah serta biaya usahatani yang lebih efisien dibandingkan dengan
tanaman buah lainnya, maka sebagian besar masyarakat kecamatan Sipahutar
memilih usahatani nanas ini. Pengelolaan usahataninya sangat sederhana sehingga
dalam pelaksanaan usahatani ini layak dilaksanakan karena tidak bertentangan
dengan pola sosial budaya masyarakat setempat.
Secara komersial nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang
mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari
permintaan masyarakat dalam dan luar negeri akan buah nanas (Tabel lampiran
4). Hal ini menunjukkan bahwa buah nanas di Indonesia mempunyai peluang
pasar yang baik.

6.3.2. Analisis Kelayakan Investasi Usahatani Nanas


1. Biaya dan Manfaat Usahatani Nanas

Biaya biaya yang dikeluarkan dalam usahatani nanas ini dibedakan atas
biaya investasi dan biaya operasional. Untuk analisis finansial, biaya investasi
terdiri dari pembelian alat alat pertanian (Cangkul, Rambas, Babat, Sprayer,
Sarung tangan, Sepatu Bot, keranjang, dan Beko), sedangkan biaya operasional
terdiri dari biaya untuk sewa lahan, pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36,
dan NPK Phonska), pestisida, tali, upah tenaga kerja dan pembayaran PBB.
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian alat alat pertanian adalah
sebesar Rp. 670.000,- untuk tahun pertama pada lahan satu hektar. Sedangkan
untuk biaya operasionalnya untuk tahun pertama pada lahan 1 hektar, terdiri dari :
biaya sewa lahan untuk satu hektar sebesar Rp. 1.000.000,-, pembelian bibit
sebesar Rp. 1.800.000,-, pembelian pupuk Urea sebesar Rp. 120.000,-, pupuk SP36 sebesar Rp.360.000,-, pupuk NPK Phonska sebesar Rp.360.000,-, semua
pupuk diberikan sejak tahun pertama dan secara terus menerus sesuai dengan
dosis pupuk yang diberikan pada tanaman tersebut, pemberian pestisida dan obat
tanaman sebesar Rp. 292.500, pembelian tali sebesar Rp. 15.000,-, dan upah
tenaga kerja sebesar Rp.8.720.000,-, serta pembayaran PBB tiap tahunnya yaitu
sebesar Rp. 10.000,-. Total Biaya Operasional adalah sebesar Rp. 12.712.500,-.
Total biaya di tahun pertama pada lahan satu hektar adalah Rp. 13.382.500,-.
Rincian biaya yang dikeluarkan untuk tahun pertama pada analisis finansial dapat
dilihat pada Tabel Lampiran 5, dan untuk tahun-tahun berikutnya dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 6.

Pada analisis ekonomi, biaya yang dikeluarkan juga terdiri dari biaya
investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri dari pembelian alat alat
pertanian (Cangkul, Rambas, Babat, Sprayer, Sarung tangan, Sepatu Bot,
keranjang, dan Beko), sedangkan biaya operasional terdiri dari biaya untuk sewa
lahan, pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36, dan NPK Phonska), pestisida,
tali, dan upah tenaga kerja. PBB tidak dibayarkan karena pajak bukan merupakan
biaya. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian alat alat pertanian
adalah sebesar Rp. 670.000,- untuk tahun pertama pada lahan satu hektar.
Sedangkan untuk biaya operasionalnya untuk tahun pertama pada lahan 1 hektar,
terdiri dari : biaya sewa lahan untuk satu hektar sebesar Rp. 1.000.000,-,
pembelian bibit sebesar Rp. 1.800.000,-, pembelian pupuk Urea sebesar
Rp. 138.577,-, pupuk SP-36 sebesar Rp.397.900,-, pupuk NPK Phonska sebesar
Rp. 378.760,-, semua pupuk diberikan sejak tahun pertama dan secara terus
menerus sesuai dengan dosis pupuk yang diberikan pada tanaman tersebut,
pemberian pestisida dan obat tanaman sebesar Rp. 292.500, pembelian tali sebesar
Rp. 15.000,-, dan upah tenaga kerja sebesar Rp.8.720.000,-. Total Biaya
Operasional adalah sebesar Rp. 12.777.737,-. Dan Total biaya di tahun pertama
pada lahan satu hektar adalah Rp. 13.447.737,-. Rincian biaya yang dikeluarkan
untuk tahun pertama pada analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel lampiran 7,
dan untuk tahun tahun berikutnya dapat dilihat pada Tabel lampiran 8.
Manfaat yang diperoleh dari usahatani nanas ini merupakan penerimaan
yang didapat dari hasil penjualan buah nanas itu sendiri dikalikan dengan harga
yang berlaku dan nilai sisa dari lahan. Penerimaan nanas diperoleh mulai tahun ke
tiga sampai tahun ke sepuluh, karena usia ekonomis nanas tersebut adalah

10 tahun. Pendapatan bersih yang diperoleh merupakan selisih antara penerimaan


dengan pengeluaran. Pada tahun pertama petani melakukan pinjaman kredit
sebesar Rp. 5.000.000,- kepada bank yang akan dikembalikan dengan cara
diangsur selama 5 tahun. Dari cash flow analisis finansial dan ekonomi usahatani
nanas (tabel lampiran 6 dan 8) pada lahan satu hektar terlihat bahwa pendapatan
bersih yang diterima pada tahun ke 1 dan ke 2 bernilai negatif, yaitu secara
berurutan masing masing sebesar Rp. -8.382.500,- dan Rp. -11.607.500,- untuk
analisis finansial sedangkan untuk analisis ekonomi masing-masing sebesar
Rp. -10.627.737,- dan Rp. -13.592.737,-. Hal ini terjadi karena pada ke-2 tahun
ini usahatani nanas belum ada penerimaan, dan mulai pada tahun ke-6 dan
berikutnya nilai pendapatan bersih bernilai positif.

2. Kelayakan Investasi Usahatani Nanas

Dari hasil perhitungan kelayakan investasi yang dilakukan pada tingkat


diskonto 15 persen diperoleh NPV, IRR, dan NBCR. Pada analisis finansial untuk
satu hektar lahan dengan tingkat diskonto 15 persen diperoleh nilai NPV sebesar
Rp. 5.623.375,19, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut
nilai

sekarang

menguntungkan

untuk

dilaksanakan

yaitu

sebesar

Rp. 5.623.375,19, karena nilainya lebih besar dari 0 atau NPV > 0, NBCR yang
diperoleh adalah 1,35 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,35 sedangkan nilai
IRR yang diperoleh adalah sebesar 24 persen, yang diperoleh lebih besar dari
tingkat diskonto. Dari perolehan NPV > 0, NBCR > 1, dan IRR > 15 persen
menunjukkan bahwa secara finansial usahatani nanas tersebut layak dilaksanakan

pada tingkat diskonto 15 persen sedangkan pada analisis ekonomi untuk satu
hektar lahan dengan tingkat diskonto 15 persen diperoleh nilai NPV sebesar
Rp. 295.442.787,68, NBCR yang diperoleh adalah 18,88 dan nilai IRR yang
diperoleh adalah sebesar 40,89 persen. Dari nilai yang diperoleh, usahatani nanas
secara ekonomi layak untuk dilaksanakan pada tingkat diskonto 15 persen, karena
syarat syarat kelayakan investasi terpenuhi. Pada Tabel 10 dapat dilihat NPV,
IRR dan NBCR dalam analisis finansial dan ekonomi pada tingkat diskonto
15 persen pada lahan satu hektar.
Tabel 10. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas
Analisis Kelayakan Usahatani
NPV
Nanas

DF

IRR

Net

(%)

(%)

B/C

Analisis Finansial

Rp. 5.623.375,19

15

24

1,35

Analisis Ekonomi

Rp. 269.566.747,91

15

41

14,81

Keterangan

: Di Kecamatan Sipahutar pada lahan 1 Ha.

Dari Tabel 10 dapat dilihat perbandingan hasil analisis secara finansial dan
ekonomi. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai NPV pada analisis
ekonomi lebih besar dari analisis finansial, yaitu sebesar Rp. 269.566.747,91 yang
berarti penanaman investasi pada usahatani nanas tersebut akan mendatangkan
keuntungan sebesar Rp. 269.566.747,91 bagi masyarakat, sedangkan pada analisis
finansial NPV yang diperoleh sebesar Rp. 5.623.375,19. Hal ini berarti
keuntungan yang diterima masyarakat lebih besar dibandingkan dengan yang
diperoleh pelaksana kegiatan usahatani nanas (petani). Nilai Net B/C yang
diperoleh pada analisis ekonomi adalah 14,81 sedangkan nilai Net B/C pada
analisis finansial adalah 1,35. Net B/C pada analisis ekonomi lebih besar daripada
analisis finansial yang berarti keuntungan dari setiap satuan biaya yang
dikeluarkan masyarakat lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang

diperoleh petani. Suatu investasi layak dilaksanakan apabila nilai IRR lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat diskonto yang berlaku. IRR yang diperoleh pada
analisis ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan IRR yang diperoleh pada
analisis finansial yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh masyarakat lebih
tinggi daripada yang diterima petani.
Dari hasil perhitungan analisis finansial dan ekonomi dapat disimpulkan
bahwa kegiatan usahatani nanas layak untuk dilaksanakan baik dari sisi pelaksana
kegiatan usahatani maupun dari sisi masyarakat. Hal ini terbukti dengan
terpenuhinya syarat syarat kelayakan investasi baik secara finansial maupun
ekonomi, yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto
yang digunakan.

6.4. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas

Analisis kelayakan industri pengolahan nanas dalam penelitian ini akan


dikaji dengan menggunakan analisis Finansial dan Ekonomi. Selain itu juga perlu
mengkaji aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu aspek teknis, aspek
institusi, organisasi dan manajerial, aspek sosial dan aspek komersial.

6.4.1. Analisis Aspek Aspek Kelayakan Industri Pengolahan Nanas

Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan


output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa, dalam hal ini adalah
industri pengolahan nanas. Syarat syarat dalam proyek pengembangan industri
pengolahan nanas ini adalah antara lain yaitu : (1). Kegiatan usahatani nanas, dan
(2). Kegiatan pengolahan hasil panen nanas. Syarat syarat kegiatan usahatani
nanas telah terpenuhi sebagaimana yang telah dibahas di awal bab ini. Sedangkan

syarat syarat kegiatan pengolahan hasil panen nanas yang harus dipenuhi adalah
lahan untuk pendirian pabrik, kantor dan sarana penunjang lainnya, penyediaan
mesin mesin, alat alat dan perlengkapan produksi, serta penyediaan bahan
baku nanas untuk produksi. Industri Pengolahan nanas ini dibangun pada lahan
seluas 22 Ha yang terdiri dari kantor, pabrik, asrama, dan sarana penunjang
lainnya. Untuk penyediaan alat alat dan perlengkapan pabrik dapat dipenuhi,
karena alat dan mesin yang dibutuhkan merupakan rancangan sendiri dan dibuat
sendiri. Industri Pengolahan Nanas yang didirikan direncanakan dapat mengolah
nanas dengan kapasitas 16 32 ton buah nanas per hari. Penyediaan bahan baku
dapat dipenuhi secara kontinu dari petani plasma dengan luas 500 hektar dan
pekebunan inti seluas 100 ha.
Aspek institusi, organisasi dan manajerial merupakan hal hal yang
berhubungan dengan berbagai pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek
dengan pola sosial budaya masyarakat setempat, susunan organisasi proyek agar
sesuai dengan prosedur organisasi setempat, kesanggupan dari staf yang ada untuk
menangani proyek. Berdasarkan dengan data yang diperoleh dari Kabupaten
Tapanuli Utara, menyebutkan bahwa perencanaan proyek agribisnis nanas layak
dilaksanakan. Hal ini tidak bertentangan dengan pola sosial budaya masyarakat,
ditunjukkan dengan adanya sebagian besar petani telah lama membudidayakan
nanas di Tapanuli Utara.
Dan pelaksanaan usahatani nanas, petani membutuhkan adanya suatu
organisasi dan tenaga ahli untuk menunjang pelaksanaan usahataninya. Karena
sebagian besar petani nanas menyadari akan keterbatasan manajerial mereka
dalam melaksanakan usahataninya. Susunan proyek Agribisnis yang direncanakan

dengan menggunakan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dalam bentuk


Perusahaan Perseroan Terbatas (PT). Dimana pengelolaannya dilaksanakan
dengan sistem manajemen yang baik dan profesional.
Secara komersial nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Sampai saat ini nanas dari Kecamatan
Sipahutar masih mempunyai peluang pasar yang besar baik nanas dalam bentuk
buah segar maupun olahan. Nanas setelah mengalami pengolahan menjadi bentuk
lain mempunyai nilai tambah dan harga jual yang lebih tinggi. Nanas dari
Kecamatan Sipahutar bisa diolah menjadi nanas dalam kaleng, dan jus nanas.
Dalam penelitian ini perusahaan hanya menggunakan nanas jenis smooth
cayenne untuk bahan baku pineapple juice concentrate dan canned pineapple.
Nanas jenis smooth cayenne ini mempunyai prospek yang baik dipasaran baik
sebagai nanas segar maupun olahan. Dan untuk pemasaranan nanas hasil olahan
ini hanya ditujukan untuk konsumen di luar negeri, antara lain yaitu Australia,
Amerika Seikat dan Hongkong.

6.4.2. Analisis Kelayakan Investasi Industri Pengolahan Nanas


1. Biaya dan Manfaat Industri Pengolahan Nanas

Biaya biaya yang dikeluarkan dalam proyek industri pengolahan nanas


ini dibedakan atas biaya investasi dan biaya operasional. Untuk analisis finansial,
biaya investasi terdiri dari biaya persiapan proyek, pembelian lahan (perkebunan
nanas), pembelian alat-alat dan perlengkapan usahatani nanas ( bibit, cangkul,
rambas, babat, sprayer, sarung tangan, sepatu bot, beko dan keranjang). Total
biaya investasi industri pengolahan nanas adalah sebesar

Rp. 2.997.000.000,-

untuk tahun pertama. Biaya operasional terdiri dari biaya perawatan mesin-mesin,
alat-alat dan perlengkapan, biaya produksi pineapple juice concentrate, biaya
produksi canned pineapple tidbit, tenaga kerja, pembelian bahan baku dari
plasma, bahan bakar, rekening telepon, rekening listrik, untuk pembayaran PPN
(10%), PBB dan biaya pengiriman. Besarnya biaya operasional untuk tahun
pertama adalah sebesar Rp. 22.428.530.000. Untuk rincian biaya yang dikeluarkan
dari tahun pertama dan seterusnya pada analisis finansial dapat dilihat pada Tabel
lampiran 9, dan untuk pembuatan

pineapple juice concentrate dan canned

pineapple dengan bahan baku 16 ton dapat dilihat pada Tabel lampiran 12.
Biaya-biaya yang dikeluarkan pada analisis ekonomi juga dibedakan atas
biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yang dikeluarkan juga sama
halnya pada analisis finansial. Total biaya investasi industri pengolahan nanas
adalah sebesar Rp. 2.997.000.000,- untuk tahun pertama. Sedangkan biaya
operasional pada analisis ekonomi yang dikeluarkan sebesar Rp. 27.013.003.700,untuk tahun pertama. Biaya operasional pada analisis ekonomi lebih besar
daripada biaya operasional pada analisis finansial, karena dalam analisis ekonomi
pajak tidak diperhitungkan sebagai biaya. Untuk rincian biaya yang dikeluarkan
dari tahun pertama dan seterusnya pada analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel
lampiran 10.
Manfaat yang diperoleh dari industri pengolahan nanas ini adalah berupa
penerimaan yang didapat dari hasil penjualan pineapple juice concentrate
dikalikan dengan harga jualnya dan canned pineapple tidbit dikalikan dengan
harga jualnya. Penerimaan industri pengolahan nanas ini diperoleh mulai tahun
pertama, karena pada saat penelitian dilakukan industri pengolahan sudah berjalan

selama 6 tahun. Pendapatan bersih yang diperoleh merupakan selisih antara


penerimaan dengan pengeluaran. Dari cash flow analisis finansial dan ekonomi
industri pengolahan nanas (Tabel lampiran 9 dan 10) terlihat bahwa pendapatan
bersih yang diterima pada tahun ke 1 bernilai negatif, yaitu sebesar
Rp. -2.628.770.000,- untuk analisis finansial sedangkan untuk analisis ekonomi
adalah sebesar Rp. -1.160.063.272,-. Hal ini terjadi karena pada tahun ke - 1
industri pengolahan nanas mulai mengembangkan usahanya dengan membuka
lahan pekebunan nanas inti seluas 100 ha yang meningkatkan biaya investasinya
dan adanya penambahan jumlah tenaga kerja untuk bagian perkebunanannya yang
mengakibatkan biaya operasionalnya juga ikut meningkat. Pendapatan mulai
positif pada tahun ke-2.
Dalam proyek industri pengolahan nanas ini petani inti tidak
mengeluarkan biaya. Biaya-biaya usahatani pada perkebunan inti dikeluarkan oleh
industri pengolahannya karena lahan perkebunan dimiliki oleh industri
pengolahan. Namun untuk petani plasma mengeluarkan biaya-biaya seperti pada
sub bab sebelumnya pada analisis kelayakan usahatani nanas, sedangkan manfaat
yang diperoleh petani plasma besarnya sama dengan pada biaya pembelian bahan
baku industri pengolahan.

2. Analisis Kelayakan Investasi Industri Pengolahan Nanas

Dari hasil perhitungan kelayakan investasi yang dilakukan pada tingkat


diskonto 15 persen diperoleh NPV, IRR, dan NBCR. Pada analisis finansial
dengan

tingkat

diskonto

15

persen

diperoleh

nilai

NPV

sebesar

Rp. 1.325.951.863.75,-, hal ini berarti bahwa kegiatan industri pengolahan nanas

yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu


sebesar Rp. 1.325.951.863,75,-, karena nilainya lebih besar dari 0 atau NPV > 0,
NBCR yang diperoleh adalah 1,58 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari
setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,58 sedangkan
nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 27 persen, yang diperoleh lebih besar dari
tingkat diskonto. Dari perolehan NPV > 0, NBCR > 1, dan IRR > 15 persen
menunjukkan bahwa secara finansial kegiatan industri pengolahan nanas tersebut
layak dilaksanakan pada tingkat diskonto 15 persen. Pada analisis ekonomi
dengan

tingkat

diskonto

15

persen

diperoleh

nilai

NPV

sebesar

Rp. 25.713.473.667,27, ratio Net B/C yang diperoleh adalah 26,49 dan nilai IRR
yang diperoleh adalah sebesar 44 persen. Dari nilai yang diperoleh kegiatan
industri pengolahan nanas secara ekonomi layak untuk dilaksanakan pada tingkat
diskonto 15 persen. Pada Tabel 11 berikut dapat dilihat NPV, IRR dan NBCR
dalam analisis finansial dan ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen.
Tabel 11. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas
Analisis Kelayakan
NPV
DF

IRR

Net

(Rp)

(%)

(%)

B/C

Analisis Finansial

1.325.951.863,75

15

27

1,58

Analisis Ekonomi

25.713.473.667,27

15

44

26,49

Usahatani Nanas

Keterangan

: Di Kecamatan Siborong-borong pada lahan 100 ha.

Dari Tabel 11 dapat dilihat perbandingan hasil analisis secara finansial dan
ekonomi. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai NPV pada analisis
ekonomi lebih besar dari analisis finansial, yaitu sebesar Rp. 25.713.473.667,27
yang berarti penanaman investasi pada kegiatan industri pengolahan nanas
tersebut akan mendatangkan keuntungan sebesar Rp. 25.713.473.667,27 bagi
masyarakat, sedangkan pada analisis finansial NPV yang diperoleh sebesar

Rp. 1.325.951.863,75. Hal ini berarti bahwa keuntungan yang diterima


masyarakat lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh pelaksana kegiatan
industri pengolahan nanas. Nilai ratio Net B/C yang diperoleh pada analisis
ekonomi adalah 26,49 sedangkan pada ratio Net B/C pada analisis finansial
adalah 1,58. Ratio Net B/C pada analisis ekonomi lebih besar daripada analisis
finansial yang berarti keuntungan dari setiap satuan biaya yang telah dikeluarkan
masyarakat lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh industri
pengolahan. Suatu investasi layak dilaksanakan apabila nilai IRR lebih tinggi
dibanding dengan tingkat diskonto yang berlaku. IRR yang diperoleh pada
analisis ekonomi (44%) lebih tinggi dibandingkan dengan IRR yang diperoleh
pada analisis finansial (27%) yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh
masyarakat lebih tinggi daripada yang diterima oleh industri pengolahan.
Dari hasil perhitungan analisis finansial dan ekonomi dapat disimpulkan
bahwa kegiatan industri pengolahan nanas layak untuk dilaksanakan baik dari sisi
pelaksana kegiatan maupun dari sisi masyarakat. Hal ini terbukti dengan
terpenuhinya syarat-syarat kelayakan investasi baik secara finansial maupun
ekonomi, yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto
yang digunakan.

6.5. Ikhtisar Kelayakan Agribisnis Nanas

Dalam menganalisis kelayakan sistem agribisnis nanas dimulai dari sub


sistem usahataninya terlebih dahulu dilanjutkan pada sub sistem pengolahan
nanas. Dimana secara finansial dan ekonomi baik dari sub sitem usahatani
maupun sub sistem industri nanas dinilai layak untuk dilaksanakan pada tingkat

diskonto sebesar 15 persen menurut alat ukurnya yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan
IRR > tingkat diskonto yang berlaku. Berdasarkan hasil perhitungan yang
dilakukan bahwa agribisnis nanas tersebut layak dilaksanakan didaerah penelitian.
Dengan hasil perbandingan sebagai berikut :
Tabel 12. Kriteria Kelayakan agribisnis Nanas di Kabupaten Tapanuli Utara,
Sumatera Utara.
Kegiatan

DF
(%)

Kriteria Kelayakan Investasi


Analisis Finansial
NPV (Rp)

Analisis Ekonomi
IRR
(%)

Net
B/C

NPV (Rp)

IRR
(%)

Net
B/C

Usahatani nanas

15

5.623.375,19

24

1,35

269.566.747,91

41

14,81

Industri
Prngolahan
Nanas

15

1.325.951.863,75

27

1,58

25.713.473.667,27

44

26,49

Sistem
Agribisnis Nanas

15

Layak

Layak

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa agribisnis nanas tersebut layak untuk
dilaksanakan. Apabila kelayakan pada sistem agribisnis nanas tersebut
dibandingkan maka sub sistem industri pengolahan lebih layak untuk
dilaksanakan dibandingkan dengan sub sistem usahatani nanasnya baik dilihat dari
analisis kelayakan finansial maupun analisis kelayakan ekonominya. Hal ini
ditunjukkan dengan NPV, IRR, dan ratio Net B/C pada industri pengolahannya
lebih besar dibandingkan dengan NPV, IRR, dan ratio Net B/C pada usahatani
nanasnya baik analisis secara finansial maupun secara ekonomi.
Masing-masing secara berurutan, NPV pada industri pengolahan yaitu
sebesar Rp. 1.325.951.863,75 lebih besar dari Rp. 5.623.375,19 untuk analisis
finansial dan Rp. 25.713.473.667,27 lebih besar dari Rp. 269.566.747,91 untuk
analisis ekonominya, yang berarti bahwa kegiatan industri pengolahan nanas yang

dilakukan menurut nilai sekarang lebih menguntungkan untuk dilaksanakan


dibandingkan dengan kegiatan usahatani nanasnya. IRR pada industri
pengolahannya lebih besar dibandingkan dengan IRR pada usahatani nanasnya
baik analisis secara finansial maupun secara ekonomi yaitu masing-masing
sebesar 27 persen lebih besar

dari 24 persen untuk analisis finansial dan

44 persen lebih besar dari 41 persen untuk analisis ekonominya, yang berarti
bahwa tingkat pengembalian internal untuk modal pada sub sistem industri
pengolahannya lebih besar dibandingkan pada sub sistem usahatani nanasnya.
Ratio Net B/C pada industri pengolahannya lebih besar dibandingkan dengan ratio
Net B/C pada usahatani nanasnya baik analisis secara finansial maupun secara
ekonomi yaitu masing-masing sebesar 1,58 lebih besar dari 1,35 untuk analisis
finansial dan 26,49 lebih besar dari 14,81 untuk analisis ekonominya, yang berarti
bahwa keuntungan dari setiap satuan biaya yang telah dikeluarkan pada industri
pengolahan lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh
usahatani nanasnya.
Apabila sub sistem industri pengolahan semakin berkembang maka juga
akan mendukung perkembangan sub sistem usahataninya sehingga sistem
agribisnis nanas di daerah penelitian dapat berkembang. Untuk itu lebih baik
proyek 2 (industri pengolahan) dilaksanakan terlebih dahulu.

VII. ANALISIS SENSITIVITAS AGRIBISNIS NANAS

7.1. Analisis Sensitivitas Usahatani Nanas

Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh dari perhitungan di atas
menunjukkan bahwa usahatani nanas yang dilakukan layak untuk dilaksanakan.
Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian

karena dipengaruhi

perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran maupun pemasukan yang


akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Oleh karena hal itu
diperlukan analisis sensitivitas terhadap beberapa kemungkinan yang terjadi.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kepekaan terhadap
perubahan-perubahan pada jumlah produksi, harga input dan harga jual output
sesuai

dengan

perubahan-perubahan

yang

terjadi

pada

saat

penelitian

dilaksanakan.
Analisis sensitivitas ini dilakukan terhadap beberapa kemungkinan yang
terjadi, yaitu :
1. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, dan harga input
naik sebesar 10 persen.
2. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output naik sebesar 20 persen,
dan harga input naik sebesar 10 persen.
3. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output turun sebesar 20 persen,
dan harga input naik sebesar 10 persen.
4. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output tetap, dan harga
input naik sebesar 10 persen.

5. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output naik sebesar 20
persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
6. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output turun sebesar
20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
7. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output tetap,
dan harga input naik sebesar 10 persen.
8. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output naik
sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
9. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output turun
sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
Pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial usahatani nanas tidak
layak dilaksanakan pada kondisi :
1. Apabila terjadi penurunan harga jual output sebesar 20 persen harga input
naik sebesar 10 persen dan jumlah produksi tetap.
2. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input
naik sebesar 10 persen, dan harga output tetap.
3. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga output
turun sebesar 20 persen dan harga input naik sebesar 10 persen.
Untuk hasil perhitungan analisis sensitivitas kelayakan finansial usahatani
nanas tersebut diperoleh hasil sebagaimana yang tercantum pada Tabel 13.

Tabel 13. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Usahatani Nanas Pada


Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen
Perubahan perubahan
(%)

Df (%)
15

26

IRR
(%)

Produksi

Harga
penjualan

Harga
input

NPV

Net
B/C

NPV

Net
B/C

5623375,19

1,35

-1397452,98

0,89

24

10

4178532,85

1,25

-2275448.93

22

20

10

16038076,27

1,98

4694114,65

1,33

31

-20

10

-7681010,57

0,52

-9245012,50

0.34

35

10

24932733,83

2.53

9921287,33

1,70

33

35

20

10

40943117,45

3,52

19330198,15

2,36

36

35

-20

10

8922350.22

1.54

512376.50

1.04

27

-15

10

-4716124.71

0,71

-7502621,61

0,46

-15

20

10

5364487,19

1,33

-1578492.57

0,88

23

-15

-20

10

-14796736,62

-13426750,65

Pada tingkat diskonto 26 persen syarat kelayakan investasi usahatani nanas


secara finansial tidak terpenuhi untuk dilaksanakan pada 6 kondisi, yaitu :
1. Apabila harga input tetap, jumlah produksi tetap dan harga output tetap.
2. Apabila harga jual output tetap, jumlah produksi tetap, dan harga input
naik sebesar 10 persen.
3. Apabila terjadi penurunan harga jual output sebesar 20 persen, harga input
naik sebesar 10 persen dan jumlah produksi tetap.
4. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input
naik sebesar 10 persen dan harga output tetap.
5. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input
naik sebesar 10 persen dan harga output naik sebesar 20 persen.
6. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input
naik sebesar 10 persen dan harga output turun sebesar 20 persen.

Perubahan-perubahan jumlah produksi, harga jual output, dan harga jual


input pada tingkat 15 persen dan 26 persen tidak mempengaruhi kelayakan
usahatani nanas secara ekonomi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan harga output
pada analisis ekonomi jauh lebih besar dibandingkan pada analisis finansial. Hasil
pehitungan analisis sensitivitas ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26
persen dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Usahatani Nanas Pada
Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen
Perubahan perubahan
(%)

Df (%)
15

26

IRR
(%)

Produksi

Harga
penjualan

Harga
input

NPV

Net
B/C

NPV

Net
B/C

269566747,91

14.81

153839879,02

10.05

41

10

276360729,12

15,01

156692891,59

10,12

40

20

10

344708266.13

18.48

196859067.27

12.46

41

-20

10

208013192.11

11,55

116526715.91

7,78

40

35

10

395968918.89

21,08

226983699.03

14,22

41

35

20

10

488238093.86

25,76

281208036.21

17,37

41

35

-20

10

303699743.92

16,40

172759361.86

11,06

41

-15

10

225100076.36

12,41

130629270.40

7,67

41

-15

20

10

283195482.82

15,36

160709509.16

10,36

40

-15

-20

10

167004669.90

9,47

92427010.50

6,38

40

7.2. Analisis Payback Period Investasi Usahatani Nanas

Analisis Payback Period (Tingkat Pengembalian Investasi) yaitu penilaian


kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian investasi.
Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran kas (cash flow), sehingga
metode perhitungan yang digunakan adalah discounted payback period. Semakin
cepat modal itu kembali, maka semakin baik proyek itu diusahakan karena modal
yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lainnya. Dari perhitungan
analisis tingkat pengembalian investasi yang dilakukan pada Tabel 15, maka

jangka waktu pengembalian usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen, dan
26 persen, adalah sebagai berikut.
Tabel 15. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara
Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan
Pay Back Period (bulan)
(%)
Df (%)
Produksi

Harga penjualan

Harga input

15

26

83

10

88

20

10

-20

10

64
-

85
-

35

10

56

64

35

20

10

47

52

35

-20

10

-15

10

75
-

106
-

-15

20

10

84

-15

-20

10

Hasil analisis Tingkat Pengembalian Investasi secara finansial pada tabel


15. Terlihat bahwa pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen, tingkat
pengembalian investasi paling cepat apabila terjadi perubahan pada kenaikan
jumlah produksi sebesar 35 persen, harga output naik sebesar 20 persen, dan harga
input naik sebesar 10 persen. Masing-masing tingkat pengembalian investasi
usahatani nanasnya terjadi selama 47 bulan dan 52 bulan. Sedangkan apabila tidak
terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi usahatani nanas pada tingkat
diskonto 15 persen terjadi selama 83 bulan. Jangka waktu pengembalian investasi
usahatani nanas lebih cepat berarti kegiatan tersebut semakin baik untuk
dilaksanakan, hal ini terjadi apabila manfaat lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan, yaitu dipengaruhi oleh kenaikan jumlah produksi dan harga jual
output begitu juga sebaliknya (Tabel 15).

Secara ekonomi tingkat pengembalian investasi paling cepat

apabila

terjadi perubahan pada kenaikan jumlah produksi sebesar 35 persen, harga output
naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. Masing-masing
tingkat pengembalian investasi usahatani nanasnya terjadi selama 27 bulan dan 28
bulan. Sedangkan apabila tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi
usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 29 bulan
sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen terjadi selama 30 bulan. Pada Tabel
16 berikut dapat dilihat tingkat pengembalian investasi secara ekonomi yang
terjadi apabila terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga jual output, dan
harga jual input.
Tabel 16. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara
Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan
Pay Back Period (bulan)
(%)
Df (%)
Produksi Harga penjualan Harga input
15
26
0
0
0
29
30
0

10

30

30

20

10

28

29

-20

10

31

32

35

10

28

28

35

20

10

27

28

35

-20

10

29

30

-15

10

31

33

-15

20

10

29

30

-15

-20

10

33

34

Jadi secara finansial dan ekonomi apabila terjadi perubahan perubahan


pada jumlah produksi, harga jual output, dan harga input maka tingkat
pengembalian investasi usahatani nanas paling cepat terjadi selama 47 bulan dan

52 bulan sedangkan pada analisis ekonominya terjadi selama 27 bulan dan 28


bulan masing-masing pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen.

7.3. Analisis Sensitivitas Industri Pengolahan Nanas

Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh dari perhitungan di atas
menunjukkan bahwa industri pengolahan nanas yang dilakukan layak untuk
dilaksanakan. Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian karena
dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran yang akhirnya akan
mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Oleh karena hal itu diperlukan
analisis sensitivitas terhadap beberapa kemungkinan yang terjadi.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kepekaan terhadap
perubahan-perubahan pada jumlah produksi, harga input (bahan baku nanas, biaya
produksi) dan harga jual output (pineapple juice concentrate dan canned
pineapple) sesuai dengan perubahan perubahan yang terjadi pada saat penelitian
ini dilaksanakan.
Analisis sensitivitas ini dilakukan terhadap beberapa kemungkinan yang
terjadi, yaitu :
1. Jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, biaya produksi sebesar
sebesar10 persen, dan harga bahan baku tetap.
2. Jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, biaya produksi sebesar
sebesar10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen.
3. Jumlah produksi tetap, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi
sebesar sebesar 10 persen dan harga bahan baku tetap.

4. Jumlah produksi tetap, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi
sebesar sebesar 10 persen dan harga bahan baku naik 20 persen.
5. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output tetap, biaya
produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap.
6. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output naik 5 persen,
biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku naik
20 persen.
7. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output tetap, biaya
produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap.
8. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output naik 5 persen,
biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku naik
20 persen.
Pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial industri pengolahan nanas
tidak layak dilaksanakan pada kondisi :
1. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen,
dan harga bahan baku naik 20 persen.
2. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen.
3. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku tetap.
Pada tingkat diskonto 26 persen, industri pengolahan nanas menjadi tidak
layak dilaksanakan pada 4 kondisi :
1. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen,
dan harga bahan baku tetap.

2. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen,
dan harga bahan baku naik 20 persen.
3. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku tetap.
4. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen.
Pada Tabel 17 dapat dilihat hasil perhitungan analisis sensitivitas
kelayakan finansial industri pengolahan nanas.
Tabel 17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Nanas
dengan Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan

IRR
(%)

Df (%)

(%)

15

Produksi

Harga
penjualan

Biaya
produksi

Harga
bahan
baku

10

10

20

10

10

20

-10

10

-10

10

20

-10

10

-10

10

20

26

NPV

Net
B/C

NPV

Net
B/C

1325951863.75

1,58

156150878.91

1,07

27

1045256299.57

1,45

-36000336.96

0,98

26

-1755965368.70

0,38

-1976877924.94

0,24

38

6814441457.41

6,07

3913317301.54

4,19

41

4013219789.14
10493114016.11
13294335684.38

3,15

1972439713.56

2,26

36

-7934635613.96

60

-9875513201.94

4732998153.06

2,38

2013587301.54

1,64

34

1931776484.79

1,49

72709713.56

1,02

26

Perubahan perubahan jumlah produksi, harga jual output, dan harga jual
input pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen tidak mempengaruhi
kelayakan usahatani nanas secara ekonomi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
harga output pada analisis ekonomi jauh lebih besar dibandingkan pada analisis
finansial. Hasil pehitungan analisis sensitivitas ekonomi pada tingkat diskonto 15
persen, dan 26 persen dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Industri Pengolahan Nanas


Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan

IRR
(%)

Df (%)

(%)

15

Produksi

Harga
penjualan

Biaya
produksi

Harga
bahan
baku

10

10

20

10

10

20

-10

10

-10

10

20

-10

10

-10

10

20

26

NPV

Net
B/C

NPV

25713473667.27

26.49

16048352212.56

25432778103.09

25.06

15856200996.69

22631556434.82

15.34

13915323408.71

32732528083.30

Net
B/C
18.4
3
17.4
4
10.6
6

44

20853272604.69

45
45

29931306415.03

93.45

18912395016.71

65.0
0

10833278142.66

4.04

5862057780.69

2.80

8032056474.39

2.97

3921180192.71

2.05

17403053124.86

8.14

10359422227.89

5.66

14601831456.58

5.94

8418544639.91

4.12

44
44

39
36
42
41

7.4. Analisis Payback Period Investasi Agribisnis Nanas

Analisis Payback Period yang digunakan sama halnya dengan penggunaan


pada usahatani nanas pada awal bab ini. Tingkat Pengembalian Investasi yaitu
penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian
investasi. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran kas (cash flow),
sehingga metode perhitungan yang digunakan adalah discounted payback period.
Semakin cepat modal itu kembali, maka semakin baik proyek itu diusahakan
karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lainnya. Dari
perhitungan analisis tingkat pengembalian investasi yang dilakukan pada Tabel
19, maka jangka waktu pengembalian industri pengolahan nanas pada tingkat
diskonto 15 persen, dan 26 persen adalah sebagai berikut.

Tabel 19. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas


secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan
(%)

Pay Back Period


(bulan)
Df (%)

Produksi

Harga
penjualan

Biaya
produksi

Harga
bahan baku

15

26

64

99

10

73

10

20

66

10

24

26

10

20

39

44

-10

10

-10

10

20

-10

10

46

54

-10

10

20

70

108

Dari hasil perhitungan Tingkat Pengembalian Investasi secara finansial


pada tabel 19 di atas pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen tingkat
pengembalian investasi paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 26 bulan apabila
terjadi perubahan pada harga jual output sebesar 5 persen, , biaya produksi
meningkat sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah produksi
tetap. Sedangkan apabila tidak terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga
penjualan, biaya produksi, dan harga bahan baku maka tingkat pengembalian
investasinya terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan pada tingkat diskonto 15 persen
dan 26 persen.
Secara ekonomi tingkat pengembalian investasi paling cepat

apabila

terjadi perubahan pada harga penjualan meningkat sebesar 5 persen, biaya


produksi meningkat sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah

poroduksi tetap. Masing-masing tingkat pengembalian investasi industri


pengolahan nanasnya terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan. Sedangkan apabila
tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi industri pengolahan nanas
pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen masing-masing terjadi selama 15
bulan dan 15 bulan. Pada Tabel 20 berikut dapat dilihat tingkat pengembalian
investasi secara ekonomi yang terjadi apabila terjadi perubahan pada jumlah
produksi, harga jual output, biaya produksi dan bahan baku.
Tabel 20. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas
secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan (%)

Pay Back
Period (bulan)
Df (%)

Produksi

Harga
penjualan

Biaya
produksi

Harga
bahan baku

15

26

15

15

10

15

15

10

20

17

17

10

12

12

10

20

13

13

-10

10

30

33

-10

10

20

38

41

-10

10

20

21

-10

10

20

24

25

Jadi secara finansial dan ekonomi apabila tidak terjadi perubahan pada
jumlah produksi, harga jual output, biaya produksi dan harga bahan baku maka
tingkat pengembalian investasi industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto
15 persen, dan 26 persen terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan sedangkan secara
ekonomi terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Apabila terjadi perubahan maka

pengembalian investasi industri pengolahan secara finansial maupun ekonomi


paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 26 bulan sedangkan secara ekonomi
terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan. Hal ini terjadi apabila terdapat perubahan
pada harga penjualan meningkat sebesar 5 persen, biaya produksi meningkat
sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah produksi tetap.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8. 1. Kesimpulan

a. Agribisnis nanas di daerah penelitian masih dilaksanakan secara


tradisonal. Bibit yang digunakan berasal dari tanaman sendiri. Peralatan
yang digunakan masih sederhana. Bibit yang digunakan petani yaitu
cayenne sebanyak 18000 biji per hektar dengan jarak tanam 150 cm X 30
cm. Jumlah produksi rata-rata pertahun sekitar 23,238 ton per hektar.
Pemasaran hasil panen secara umum menggunakan dua macam saluran
pemasaran yaitu pemasaran dalam kota dan pemasaran luar kota. Untuk
peningkatan nilai tambah nanas di ubah menjadi produk olahan yaitu
tidbits, dan pineapple juice concentrate.
b. Pelaksanaan kegiatan usahatani nanas tersebut menguntungkan pada tahun
ke-6 atau sejak usia tanaman 5 tahun. Saluran pemasaran nanas yang
terbaik diantara empat jalur tersebut adalah jalur IV.
c. Kegiatan agribisnis nanas layak dilaksanakan di daerah penelitian.
Apabila kelayakan pada sistem agribisnis nanas tersebut dibandingkan
maka sub sistem industri pengolahan lebih layak untuk dilaksanakan
dibandingkan dengan sub sistem usahatani nanasnya baik dilihat dari
analisis kelayakan finansial maupun analisis kelayakan ekonominya.
d. Pada analisis sensitivitas agribisnis yang dilakukan terhadap perubahan
jumlah produksi, harga output dan harga input pada tingkat diskonto
15 persen dan 26 persen, subsistem usahatani nanas secara finansial
menjadi tidak layak pada tiga kondisi pada tingkat diskonto 15 persen

sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak pada


enam kondisi. Secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak
mempengaruhi kelayakan usahatani nanas. Pada subsistem industri
pengolahan nanas secara finansial menjadi tidak layak pada tiga kondisi
pada tingkat diskonto 15 persen sedangkan pada tingkat diskonto 26
persen menjadi tidak layak pada empat kondisi. Secara ekonomi
perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan industri
pengolahan nanas.
e. Payback periode pada usahatani nanas secara finansial dan ekonomi
paling cepat terjadi selama 47 bulan dan 27 bulan apabila terjadi
perubahan pada kenaikan jumlah produksi sebesar 35 persen, harga output
naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen dan
apabila tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi usahatani
nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 83 bulan. Payback
periode pada industri pengolahan nanas secara finansial dan ekonomi
paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 12 bulan apabila terjadi
perubahan pada harga jual output sebesar 5 persen, , biaya produksi
meningkat sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap dan jumlah
produksi tetap dan apabila tidak terjadi perubahan maka tingkat
pengembalian investasinya terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan pada
tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen.

8. 2. Saran

a. Untuk

mengembangkan

agribisnis

nanas

ini

perlu

dilakukan

pengembangan pada sub sistem industri pengolahan terlebih dahulu


dengan mengembangkan usahanya.
b. Supaya pengelolaan usahatani nanas menjadi lebih efisien dan efektif perlu
dilakukan penyuluhan yang intensif dari Dinas Pertanian tentang
penerapan tekonologi baru.
c. Perlu dibentuk kelompok tani

khusus nanas untuk penyediaan modal

supaya pengelolaan usahatani nanas

bisa lebih intensif serta dalam

memasarkan nanas petani lebih mudah dan memperoleh harga yang lebih
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, MA. 1993. Agroindustri Buah-buahan Tropis. Pos Pengembangan pada


PJPT II. Bangkit. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia. Produksi. BPS. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Sumatera Utara. Produksi. BPS. Sumatera
Utara.
Dumaria, Elsa. 2003. Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Kabupaten Subang
Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gittinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. UI-Press.
Jakarta.
Gray, C. Simanjuntak, P dan K. Lien Sabur. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek.
Edisi ke-2. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gumbira-Said dan A. Harizt Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Limbong, W. H. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Maulana, Alan. 1998. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani Nanas di
Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.


Nasution, Muhammad Syahnan. 2001. Studi Kelayakan Agribisnis Jeruk di
Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Ilmu-lmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Simbolon. 2000. Studi Kelayakan Investasi dan Pemasaran Jeruk Siam Medan di
Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Ilmu-lmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi, dkk. 1988. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan
Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.
Soehardjo, A. 1997. Sistem Agribisnis dan Agroindustri. Makalah Seminar.
MMA-IPB. Bogor.
Sunarjono, H. Hendro. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yuningsih. 1999. Analisis Optimalisasi Pendapatan Usahatani pada Keragaan
Jenis Usaha Petani Nenas di Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat.
Skripsi. Ilmu-lmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Вам также может понравиться