Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
AGRIBISNIS NANAS
(Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara)
Oleh :
IRWAN PURMONO
A14303081
RINGKASAN
IRWAN PURMONO. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis
Nanas (Studi Kasus Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara). (Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI).
Pembangunan Pertanian merupakan kebijakan pemerintah di sektor
pertanian yang bertujuan meningkatkan kuantitas produksi, meningkatkan ekspor,
memperluas kesempatan kerja, dan mendukung pembangunan daerah. Pada
Pembangunan Jangka Panjang II, orientasi pembangunan menitik beratkan pada
swasembada plus yaitu swasembada pangan secara total. Dalam hal ini
termasuk peningkatan pengembangan hortikultura. Disamping lebih memantapkan
swasembada pangan, pengembangan hortikultura ini juga diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki gizi melalui
penganekaragaman jenis bahan makanan. Pengembangan ini dilakukan melalui
pendekatan Agribisnis dan Agroindustri yang memungkinkan untuk
meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk hortikultura.
Nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang telah lama
dibudidayakan dan memiliki prospek serta potensi untuk terus dikembangkan.
Tanaman nanas memberikan prospek yang cerah dalam membantu meningkatkan
produksi hasil pertanian terutama dalam pemenuhan kebutuhan tanaman pangan.
Upaya pengembangan tanaman nanas terus dilakukan melalui berbagai kegiatan
antara lain usaha peningkatan kualitas produk (Intensifikasi) dan perluasan areal
tanam (Ekstensifikasi) maupun penganekaragaman tanaman.
Berdasarkan data produksi nanas pada tahun 2005 salah satu daerah yang
memiliki jumlah produksi nanas terbesar di Indonesia adalah provinsi Sumatera
utara yaitu sebanyak 144.000 ton dengan dengan sharenya terhadap produksi
nanas nasional sebesar 15,57 persen. Di Provinsi Sumatera Utara mengalami
peningkatan luas panen durian tetapi jumlah produksinya mengalami penurunan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kegiatan dan kelayakan
agribisnis nanas (2) menganalis pengaruh perubahan harga output, harga input,
dan tingkat produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.
Penelitian lapang dilakukan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli
Utara, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Tapanuli Utara dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2007. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari hasil
wawancara, dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan literatur. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan dengan bantuan kalkulator dan diolah dengan program
excel97. Analisis Kuantitatif analisis dilakukan dengan analisis usahatani
digunakan analisis biaya dan pendapatan, dan analisis pemasaran digunakan
analisis saluran, fungsi-fungsi pemasaran dan analisis marjin pemasaran serta
analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau kriteria investasi
yaitu Net Present Value, Net B/C Rasio, Internal Rate of Return dan Payback
Period. Selain itu dilakukan juga analisis sensitivitas.
Dan secara finansial dan ekonomi pada industri pengolahan nanas juga
layak dilakukan dengan diperoleh nilai NPV sebesar nilai NPV sebesar Rp.
1.325.951.863,75, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut
nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp.
1.325.951.863,75, dan nilai NPV sebesar Rp. 25.713.473.667,27, hal ini berarti
bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan
untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 25.713.473.667,27. NBCR yang diperoleh
adalah 1,58 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan
satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,58, nilai IRR yang diperoleh
adalah sebesar 27 persen secara finansial sedangkan analisis ekonomi diperoleh
NBCR sebesar 26,49 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 26,49 dan nilai IRR
yang diperoleh adalah sebesar 44 persen.
Dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap 9 kemungkinan
perubahan produksi pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa
usahatani nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi dari
perubahan jumlah produksi, harga output, dan input sedangkan pada tingkat
diskonto 26 persen menjadi tidak layak pada 6 kondisi. Apabila tidak terjadi
perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen
terjadi selama 83 bulan sedangkan jika terjadi perubahan, payback period
usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi
selama 47 bulan dan 52 bulan sedangkan pada analisis secara ekonomi
perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan usahatani nanas.
Apabila tidak terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat
diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 29 bulan dan 30 bulan. Apabila
terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 27 bulan dan 28 bulan. Dan dari
hasil sensitivitas yang dilakukan terhadap 8 kemungkinan perubahan produksi
pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa industri pengolahan
nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi sedangkan
pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak dilakukan pada 4 kondisi dari
perubahan jumlah produksi, harga output, dan input. Apabila tidak terjadi
perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan. Apabila terjadi
perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama
24 bulan dan 26 bulan
sedangkan pada analisis secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak
mempengaruhi kelayakan industri pengolahan nanas. Apabila tidak terjadi
perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15
persen dan 26 persen terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Apabila terjadi
perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan
26 persen paling cepat terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan.
Oleh :
IRWAN PURMONO
A14303081
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
: Irwan Purmono
NRP
: A14303081
Program Studi
Judul Skripsi
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
PERNYATAAN
Irwan Purmono
A14303081
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah
memberikan berkat kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial
dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan Sipahutar,
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) . Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan dan koreksi untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulis selama penyusunan karya ilmiah ini. Penulis pun menyadari
bahwa tidak ada yang sempurna dalam dunia ini. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan penulis sehingga penulis dapat semakin lebih
baik dalam berkarya di masa mendatang. Akhirnya, penulis berharap mudahmudahan skripsi ini dapat bermanfaat begi para pembaca sekalian.
Penulis
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan kemudahan kepada penulisan skripsi dengan judul Analisis
Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan
Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara). Penyelesaian karya
ilmiah ini juga tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan, mendukung, dan memberi
semangat. Terimakasih untuk semua cinta kasih dan pengorbanan yang
telah kalian berikan untukku.
2. Dr. Ir. Eka Intan kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Tanti Novianti, SP. MSi selaku dosen penguji utama dan Ir. Meti Ekayani,
ME selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan, terimakasih atas segala
masukannya dalam perbaikan penulisan skripsi ini pada saat sidang.
4. Keluarga besar A. Gultom yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan
serta kasihnya pada saya selama penelitian di Tapanuli Utara.
5. Gembira Gultom yang terkasih, terimakasih atas segala doa, dukungan,
bantuan dan kebersamaan dalam kuliah, penelitian hingga penyelesaian
skripsi ini.
6. Pemerintah Daerah dan Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara
7. Para petani dan PT. Alamy Agricultur Industri, terimakasih atas
kerjasamanya.
8. Teman-teman seperjuangan EPS40, terimakasih untuk kebersamaan dan
pengalaman menarik selama di kuliah. Juga kepada teman-teman AGB
dan KPM.
9. Beverly Camp : Monsaputra, Panji Pratama, Arif. Terimakasih atas segala
dukungan, semangat dan bantuan kalian selama penulisan skripsi.
10. Kepada semua pihak yang selama ini telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
No
Halaman
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
I. PENDAHULUAN
pendapatan
masyarakat
dan
memperbaiki
gizi
melalui
Agribisnis
dan
Agroindustri
yang
memungkinkan
untuk
Luas
Panen
(ha)
2.188
2.192
764
836
1.380
7.360
1.472
Laju (%)
548
- 0,5
11,611
2,537
561,648
112,33
Produksi
(ton)
33.195
31.325
33.810
3.033
60.355
189.718
37.943,6
Laju (%)
- 16,751
13,606
- 11,175
2,058
- 12,262
- 2,452
Produktivitas
(ton/ha)
15,171
14,291
44,254
37,121
43,736
154,573
30,915
Laju (%)
- 16,24
1,47
- 5,20
6,612
- 13,358
- 2,67
agribisnis nanas. Hal ini didukung dengan adanya Industri pengolahan nanas
yaitu PT. Alami Agro Industry. Industri memperoleh bahan baku yang berasal dari
perkebunan nanas rakyat yang tergabung dalam
demikian,
masih
terdapat
banyak
permasalahan
dihadapi
dalam
untuk dilakukan di daerah penelitian. Hal ini terutama terkait dengan kemampuan
petani dalam memperoleh tambahan modal untuk pengembangan usahanya dalam
meningkatkan produksinya. Hingga saat ini, belum banyak investor maupun
lembaga keuangan yang bersedia meminjamkan modalnya untuk kelangsungan
usaha agribisnis ini sehingga usaha pengembangan agribisnis nanas tersebut layak
dilakukan baik secara finansial maupun ekonomi.
Sebagaimana dengan usaha-usaha lainnya, usaha agribisnis nanas ini juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksogen seperti harga output, harga input , dan
tingkat produksi. Oleh karena itu perlu diselidiki sejauh mana pengaruh perubahan
faktor-faktor eksogen tersebut terhadap kelayakan usaha pengembangan agribisnis
nanas. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka terdapat beberapa hal yang
akan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kegiatan dan kelayakan agribisnis nanas di daerah
penelitian?
2. Bagaimanakah pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat
produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut?
1. 3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, dapat
dirumuskan tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji kegiatan dan kelayakan finansial dan ekonomi agribisnis nanas
2. Menganalis pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat
produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.
1. 4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai :
1. Dapat memberikan informasi yang jelas kepada petani mengenai biaya
produksi dan pendapatan usahatani nanas
2. Dapat memberikan informasi yang jelas kepada industri pengolahan dalam
hal perolehan keuntungan sehingga usaha pengembangan agribisnis nanas
di daerah Tapanuli Utara layak untuk di usahakan.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Lembaga-lembaga yang terkait lainnya
dalam mengembangkan agribisnis nanas.
4. Sebagai bahan masukan dan pembanding bagi penelitian selanjutnya.
jarak tanamnya, makin kecil buah yang dihasilkan. Untuk kebutuhan industri
pengalengan (canning) biasanya diperlukan buah yang berukuran kecil (jarak
tanam 30 cm x 40 cm) silindris. Pupuk kandang yang diperlukan 5-10 kg per
lubang tanam. Pupuk buatan yang digunakan yaitu 100 kg urea, 200 kg TSP, dan
100 kg KCL per hektar (Sunarjono,1998).
Pupuk buatan itu diberikan dua kali, yaitu pada umur 4 minggu setelah
tanam dan 8 minggu setelah tanam. Walaupun demikian, pemberian pupuk urea
yang berlebihan dapat mendorong terjadinya mahkota ganda (multiple crown)
yang menyebabkan buahnya menjadi kecil dan adakalanya buahnya ganda
(Sunarjono,1998).
Pemeliharaan selanjutnya ialah pembersihan rumput atau gulma, terutama
alang-alang (Imperata cylindrica L). Adanya gulma pada pertanaman nanas dapat
menurunkan hasil buah antara 20-42%. Pembuatan saluran-saluran drainase yang
baik sangat dianjurkan untuk mencegah serangan penyakit busuk akar dan busuk
hati (titik tumbuh) (Sunarjono,1998).
pengolahan antara lain yaitu nanas dalam kaleng, jus nanas, nanas dalam botol,
selai, asinan, dll. Setelah mengalami pengolahan menjadi bentuk lain, maka nanas
tersebut memperoleh nilai tambah dan mempunyai harga jual yang lebih tinggi.
subsistem
pengadaan dan
penyaluran
sarana
produksi
subsistem
produksi
primer
subsistem
pengolahan
subsistem
pemasaran
subsistem
pengadaan
dan
penyaluran
sarana
produksi
Usahatani
Nanas
Industri
Pengolahan
Nanas
Pemasaran
Produk
Nanas
Agribisnis nanas melibatkan pelaku dari berbagai pihak (BUMN, swasta, dan
koperasi) dengan profesi sebagai penghasil produk nanas, pengolah nanas,
pedagang, distributor, importir, eksportir, dan lain-lain. Kualitas sumberdaya
manusia di atas sangat menentukan berfungsinya subsistem-subsistem dalam
sistem agribisnis nanas dan memelihara kelancaran arus komoditas nanas dari
produsen ke konsumen.
usahatani nenas per hektar per tahun pada tahun 1997 sebesar Rp. 14.490.000,00
sedangkan pengeluaran per hektar per tahun sebesar Rp. 2.765.500,00. Dari hasil
penerimaan dan pengeluaran tersebut maka pendapatan per hektar per tahun
adalah sebesar Rp. 11.724.500,00; dengan ratio R/C sebesar 5,24. hal itu berarti
bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan
sebesar Rp. 5,24.
Selain itu, Maulana meneliti tentang saluran pemasaran nenas yang terjadi
di Desa Bunihayu. Pola saluran pemasaran untuk menyalurkan nenas dari
produsen (petani) ke konsumen melalui tiga jenis pola saluran pemasaran. Saluran
pemasaran pola I lebih pendek dibandingkan pola II dan pola III. Berdasarkan
ketiga pola saluran pemasaran tersebut tidak ada perbedaan harga yang diterima
petani. Dalam pola saluran pemasaran I lebih dominan dibandingkan pola II dan
III karena mempunyai rasio total keuntungan dengan total pengeluaran yang
dikeluarkan oleh seluruh lembaga yang terlibat tertinggi yaitu 0,2, pola II 0,15,
dan pola III 0,14.
Yuningsih (1999), meneliti tentang Analisis Optimalisasi Pendapatan
Usahatani Pada Keragaman Jenis Usaha Petani Nenas, di Desa Bunihayu,
Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh petani nenas, jenis
kegiatan yang dapat mengoptimalkan pendapatan dan nilai pendapatan optimal,
sumberdaya utama yang menjadi kendala dalam optimalisasi pendapatan petani
nenas. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan,
pendapatan, efisiensi dan analisis optimalisasi yang terdiri dari analisis primal,
dual dan sensitivitas.
hasil
optimalisasi
pendapatan
bersih
total
usahatani
nenas
rata-rata penerimaan usahatani nenas per hektar per tahun sebesar Rp.
18.000.000,00 sedangkan total biaya rata-rata per hektar per tahun sebesar Rp.
11.265.400,00 dengan biaya tunai rata-rata sebesar Rp. 9.138.300,00. Dari hasil
penerimaan dan biaya total tersebut maka diperoleh pendapatan per hektar per
tahun adalah sebesar Rp. 6.734.600,00 dan pendapatan atas biaya tunai adalah
sebesar Rp. 8.861.700,00; dengan ratio R/C atas biaya total sebesar 1,60 yang
berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 1,60 dan ratio R/C atas biaya tunai sebesar 1,98 yang
berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 1,98. Berdasarkan model fungsi produksi yang terbentuk
menunjukkan bahwa jumlah nilai elastisitas produksi sebesar 1,3040. dari nilai
tersebut menunjukkan bahwa skala usaha berada pada kondisi skala usaha yang
meningkat.
Simbolon (2000), meneliti tentang Analisis Kelayakan Investasi dan
Pemasaran Jeruk Siam Medan, di Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji keragaan usahatani jeruk siam, menganalisis kelayakan investasi
pengusahaan jeruk siam Medan di Sumatera Utara, mengkaji perubahan analisis
kelayakan pengusahaan jeruk siam jika terjadi perubahan pada manfaat dan biaya
serta menganalisis sistem dan efisiensi pemasaran jeruk siam. Analisis data yang
digunakan mencakup analisis kualitatif untuk mengetahui gambaran mengenai
usahatani jeruk siam dan analisis kuantitatif untuk menganalisis kelayakan
investasi (menggunakan kriteria investasi : NPV, Net B/C, IRR dengan metode
discounted cash flow pada tingkat diskonto 24 persen) dan analisis sensitivitas
untuk mengetahui kelayakan investasi terhadap perubahan pada manfaat dan biaya
serta analisis pemasaran digunakan analisis saluran dan fungsi-fungsi pemasaran
dan analisis margin pemasaran.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil produksi usahatani jeruk di
Desa Surbakti seluruhnya diorientasikan ke pasar. Dari perhitungan kelayakan
dengan tingkat diskonto 24 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 79.846.864,
hal ini berarti bahwa usahatani jeruk siam yang dilakukan menurut nilai sekarang
adalah menguntungkan untuk dilaksanakan karena akan memberikan keuntungan
sebesar Rp. 79.846.864. Nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh juga menunjukkan
bahwa usahatani jeruk layak diusahakan yaitu nilai Net B/C sebesar 4,45 atau
lebih besar dari satu dan nilai IRR sebesar 63,76 persen atau lebih besar dari
tingkat diskonto 24 persen. Tingkat pengembalian Investasi terjadi pada lima
tahun tujuh bulan umur tanaman dari 15 tahun umur tanaman yang ditentukan.
Dari hasil analisis sensitivitas usahatani jeruk siam pada tingkat diskonto
24 persen, memperlihatkan bahwa usahatani jeruk siam tidak peka terhadap
perubahan produksi, harga pupuk dan pestisida serta harga output. Sementara
dengan switching value yang dilakukan menunjukkan bahwa usahatani jeruk siam
menjadi tidak layak jika produksi atau harga output diturunkan lebih dari 51
persen dan biaya dinaikkan lebih dari 109 persen. Sehingga usahatani jeruk siam
kurang peka terhadap perubahan produksi dan harga output serta tidak peka
terhadap perubahan biaya. Ditinjau dari besarnya Margin pemasaran dan farmers
share yang diterima petani, maka jalur I lebih efisien dibandingkan dengan jalur
II, hanya saja dilihat dari rasio keuntungan biaya oleh masing-masing lembaga
yang terlibat kurang merata.
aspek
ini
saling
berhubungan.
Seluruh
aspek
harus
selalu
Menurut Gittinger (1986), yang termasuk dalam aspek komersial dari suatu
proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan
penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek.
Dari sudut pandang output, analisa pasar untuk hasil proyek adalah sangat
penting untuk menyakinkan bahwa terdapat permintaan yang efektif pada suatu
harga yang menguntungkan. Dari sudut pandang input, rencana-rencana yang
cocok harus dibuat bagi para petani untuk menyakinkan tersedianya pupuk,
pestisida dan benih unggul yang mereka perlukan untuk dapat menggunakan
teknologi baru atau pola penanaman baru.
Pemasaran
Definisi pemasaran pertanian menurut Limbong dan Sitorus (1987)
mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak
milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen
ke
konsumen,
termasuk
di
dalamnya
kegiatan-kegiatan
tertentu
yang
b. Fungsi-fungsi Pemasaran
Proses penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen
memerlukan kegiatan fungsional pemasaran yang ditujukan untuk memperlancar
proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Kegiatan fungsional tersebut disebut fungsifungsi pemasaran. Klasifikasi fungsi-fungsi pemasaran Agribisnis Nanas antara
lain : (1). Fungsi pertukaran : Fungsi usaha pembelian dan penjualan, (2). Fungsi
fisik pemasaran : Fungsi usaha penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan, (3).
Fungsi Fasilitas Pemasaran : Fungsi standarisasi dan penggolongan produk, usaha
pembiayaan, penanggungan risiko serta penyediaan informasi pasar.
c. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan
harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran.
Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas yang sama, jumlah
yang sama dan pada pasar persaingan sempurna. Biaya pemasaran mencakup
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan jumlah biaya yang dikeluarkan
oleh lembaga tataniaga (Limbong dan sitorus 1987).
Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga tataniaga dalam proses penyaluran
suatu komoditi tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan
fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga
jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai konsumen akhir.
Konsep marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.
Harga
Sr
Pr
Sf
Pf
Df
Dr
Jumlah
Qr, f
Gambar 3. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap Marjin
Tataniaga dan nilai Marjin Tataniaga.
Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987.
Keterangan :
Pr
= Harga di tingkat pengecer
Pf
= Harga di tingkat petani
Sr
= Penawaran di tingkat pengecer
Sf
= Penawaran di tingkat petani
Dr
= Permintaan di tingkat pengecer
Df
= Permintaan di tingkat pengecer
Qr, f
= jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
karena
Sistem Agribisnis
Nanas di Tapanuli
Utara
Subsistem
pengadaan dan
penyaluran
sarana produksi
Subsistem
usahatani
nanas
Subsistem
industri
pengolahan
nanas
Subsistem
pemasaran nanas
Kelayakan Agribisnis
Analisis Finansial
Layak
Analisis sensitivitas
Jangka waktu dan
Pengembalian
Investasi
Analisis Ekonomi
Tidak Layak
NPV
Bt Ct
(1 + i )
t=0
Keterangan :
Bt
: manfaat yang diperoleh pada tahun t
Ct
: biaya yang dikeluarkan pada tahun t
n
: umur ekonomis proyek
i
: discount rate (persen)
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV adalah sebagai berikut :
1) NPV > 0, artinya secara finansial proyek layak untuk dilaksanakan
karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan.
b) Net Benefit Cost ratio (B/C), adalah perbandingan present value dari net
benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif.
Untuk menghitung indeks ini, terlebih dahulu dihitung (Bt Ct)/(1+i)t
yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
tB / C =
Bt Ct
(1 + i )
t =0
n
Ct Bt
(1 + i )
t =0
Keterangan :
Bt
: manfaat yang diperoleh pada tahun t
Ct
: biaya yang dikeluarkan pada tahun t
n
: umur ekonomis proyek
i
: discount rate (persen)
Proyek dikatakan layak dilaksanakan jika diperoleh nilai Net B/C lebih
besar dari satu dan tidak layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih kecil dari
satu. Apabila B/C sama dengan satu, pengambilan keputusan diserahkan
pada pihak manajemen.
NPV 1
x (i2-i1)
NPV 1 - NPV 2
Keterangan :
i1
: tingkat diskonto yang lebih rendah
NPV 1
: nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i1
NPV 2
: nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i2
Jika IRR suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang
berlaku maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan; namun jika IRR
suatu proyek lebih kecil daripada tingkat diskonto yang berlaku maka
proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
d) Analisis Ekonomi
Pada analisis ekonomi, pada dasarnya perhitungan NPV, Net B/C, serta
IRR sama dengan analisis finansial. Namun ada beberapa unsur yang
berbeda dalam penilaiannya yaitu : (1) Harga, dalam analisis ekonomi
digunakan harga bayangan (shadow price) yang menggambarkan nilai
sosial atau nilai ekonomis yang sesungguhnya daripada unsur-unsur biaya
dan manfaat masyarakat, (2) Pembayaran transfer dalam analisis ekonomi,
pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan benefit dari proyek, karena
pajak tidak dianggap sebagai biaya tetapi merupakan hasil bersih proyek.
Sedangkan subsidi dianggap sebagai pengeluaran proyek karena dianggap
sebagai biaya bagi masyarakat, dan Bunga, dalam analisis ekonomi bunga
modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.
Harga yang ditetapkan dalam penelitian adalah harga dengan harga batas
(border price). Jenis output domestik yang melebihi konsumsi lokal, sedangkan
diekspor atau barang yang potensial sebagai komoditas ekspor di masa datang,
harga batas relevan adalah f.o.b (free on board). Sedangkan jenis output yang
diimpor atau barang substitusi impor, harga batasnya adalah harga c.i.f (cost,
insurance and freight). Harga batas tersebut kemudian disesuaikan untuk
memperhitungkan biaya pengangkutan dalam negeri dan biaya tataniaga antara
pelabuhan impor atau ekspor ke lokasi proyek, maka didapat harga bayangannya
(Gittinger, 1986).
2. Harga Bayangan Input
a. Harga Bayangan Bibit
Harga bayangan bibit dari nanas cayenne diasumsikan dengan harga pasar
karena bibit nanas tersebut belum dipasarkan di pasar dunia dan tidak ada
kebijakan pemerintah yang mengatur harga bibit secara langsung. Umumnya bibit
nanas cayenne diperoleh dari kios pertanian, jadi harga bayangannya sama dengan
harga pasarnya.
b. Harga Bayangan Pupuk
Pupuk yang bisa dilihat harga bayangannya adalah pupuk urea dan pupuk SP36, karena pupuk Urea, SP-36, dan NPK Phonska merupakan barang tradeable.
Dalam usaha dibidang pertanian, lahan merupakan salah satu faktor produksi
yang sangat penting. Harga bayangan lahan digunakan berdasarkan cara yang
dikemukakan oleh Gittinger (1986), yaitu sama dengan harga pasar lahan karena
lahan yang digunakan adalah lahan petani sendiri.
d. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam suatu proyek terdiri dari tenaga kerja
kasar, tenaga kerja menengah (unskill labour) dan tenaga ahli (skill labour). Pada
keadaan dimana tenaga kerja merupakan tenaga kerja kasar dan tenaga kerja
menengah (unskill labour) pemberian upah tidak mencerminkan marjinal value
atau produktivitasnya maka digunakan harga bayangan upah. Sedangkan tenaga
terdidik digunakan tingkat upah pasar. Dalam sektor pertanian di daerah pedesaan,
tenaga kerja yang digunakan pada usahatani umumnya adalah unskill dan tenaga
kerja kasar. Penetapan harga bayangan upah yaitu sebesar 125% dari harga
finansialnya.
e. Harga Bayangan Peralatan
Alat-alat pertanian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain garpu,
cangkul, pisau, parang keranjang dan lain-lain. Harga bayangan alat-alat pertanian
tersebut adalah sama dengan harga pasarnya karena sulit didapat data ekspor
maupun impor untuk peralatan tersebut.
SER =
OER
SCF
SCF =
( Xt Mt )
( Xt Txt ) + ( Mt + Tmt)
453,111 milyar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai SCF sebesar 0,986
sehingga nilai SER yang digunakan adalah Rp. 9,655,17 per dollar.
4.5. Definisi Operasional dan Asumsi Dasar pada Analisis Kelayakan
Usahatani Nanas dan Agribisnis Nanas
4. Tingkat diskonto (discount rate) yang dipakai dalam analisis ini didekati
dari rata-rata tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk suku
bunga kredit pertanian pada tahun 2007, yaitu 15 persen dan dilakukan
analisis sensitivitas pada tingkat suku bunga kredit pertanian tertinggi pada
tahun 2001, yaitu 26 persen untuk melihat apakah proyek masih layak jika
suku bunga dinaikkan.
5. Analisis sensitivitas industri pengolahan nanas dilakukan pada 8
kemungkinan perubahan yang terjadi, pada jumlah produksi, harga output,
dan harga input serta tingkat suku bunga, yaitu produksi tetap dan turun 20
persen hal ini berdasarkan pengalaman produksi yang dialami perusahaan
selama 6 tahun. Harga jual output tetap dan meningkat sebesar 5 persen
hal ini berdasarkan pada persentase perubahan harga jual output pada saat
penelitian dilaksanakan. Perubahan pada biaya input dengan kenaikan
sebesar 10 persen pada biaya produksi dan harga bahan baku tetap dan
meningkat sebesar 20 persen, hal ini didasarkan atas rata-rata persentase
perubahan harga biaya produksi yang terjadi di daerah penelitian selama
penelitian berlangsung.
6. Tingkat harga input dan output diasumsikan sama dari awal proyek hingga
akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana dan data yang diperoleh.
7. Untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan yang terjadi pada produksi
nanas, tingkat harga input dan output, serta tingkat suku bunga, maka
dilakukan analisis sensitivitas pada beberapa kemungkinan perubahan
yang terjadi.
V. GAMBARAN UMUM
5.2
Tapanuli
adalah
selama
1,5
Dan
transportasi
dari
yang
(Rp/Kg)
(Rp/Kg)
(Rp/Kg)
(Rp/Bungkus) (Rp/liter)
1.200
1.800
3.600
95.000
5.000
30.000
25.000
Rambas
25.000
Babat
20.000
Sprayer
185.000
Sarung tangan
2.500
Sepatu bot
30.000
Beko
210.000
Keranjang
20.000
pemupukan selama 2 kali per tahunnya dengan dosis pupuk yang diberikan
tergantung dari tingkat kesuburan tanahnya. Namun sebagian besar petani nanas
ini memberikan dosis pupuk, yaitu 100 kg urea, 200 kg SP-36, dan 100 kg NPK
Phonska per hektar.
Nanas dapat dipanen setelah nanas berumur 2 tahun. Pemanenan dilakukan
2 kali dalam satu bulannya serta cara panen sederhana yaitu dengan cara dipotek.
Jumlah panen rata-rata tiap tahun sekitar 23,238 ton per hektar. Nanas daerah ini
memiliki karakteristik yang berbeda dengan nanas di daerah lainnya, yaitu ukuran
buahnya besar, rasanya manis, dan banyak mengandung air. Tanaman nanas mulai
diremajakan saat umurnya mencapai 10 tahun, dimana petani merasa tanaman ini
sudah tua dan tidak dapat memberikan keuntungan lagi. Dalam melaksanakan
kegiatan usahatani nanas ini petani mempunyai hambatan antara lain dalam hal
budidaya dan pemasaran hasil panennya. Hambatan ini terjadi karena latar
belakang pendidikan yang masih rendah, yaitu SD dan SLTP.
Petani memasarkan nanasnya langsung kepada pedagang pengumpul dan
pedagang antar kota dengan harga masing-masing Rp 600 dan Rp 1000. Di
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki dua macam saluran pemasaran, yaitu
pemasaran dalam kota dan pemasaran luar kota. Untuk lebih lanjut pemasaran
nanas ini akan dibahas dalam bab selanjutnya. Di Kecamatan Siborong-borong,
Kabupaten Tapanuli terdapat industri pengolahan nanas, yaitu PT. Alami Agro
Industri. Pabrik Pengolahan Nanas ini dibangun dengan luas lahan 22 ha yang
direncanakan dapat memproduksi nanas sebanyak 16-32 ton per hari. Line
pengolahan yang tersedia sekaligus mampu mengolah buah nanas yang tersedia
Rp. 9.232.500,-. Pada Tabel 5 dapat dilihat perhitungan biaya-biaya tunai yang
dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6.
Tabel 5. Biaya Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1
Ha pada tahun ke-6
No
Uraian
Jumlah
Harga Satuan
Nilai
Sewa lahan
1.000.000
1.000.000
PBB
5.000
5.000
Pupuk UREA
100
1.200
120.000
Pupuk SP-36
200
1.800
360.000
100
3.600
360.000
Pestisida
146.250
292.500
Perawatan alat
35.000
35.000
TK Luar Keluarga
781,5
20.000
2.605.000
Jumlah
4.777.500
Dan pada Tabel 6 dapat dilihat hasil perhitungan biaya-biaya tidak tunai
yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6.
Tabel 6. Biaya Tidak Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas
lahan 1 Ha pada tahun ke-6
No
1
Uraian
Jumlah
Harga Satuan
Nilai
12.500
Rambas
8.500
Babat
6.500
Sprayer
30.000
Sepatu Bot
10.000
Beko
35.000
Keranjang
10.000
Sarung Tangan
2.500
217
4.340.000
TK Dalam Keluarga
Jumlah
4.455.000
pada setiap waktu yang dikehendaki petani. Pada Gambar 5 dapat dijelaskan lebih
rinci mengenai saluran pemasaran dan lembaga perantara yang terlibat di daerah
penelitian.
P. Pengumpul
P. Antar Kota
P. Pengumpul
Agen
P. Pengumpul
Pengecer
Agen
Pengecer
Pengecer
Konsumen
Konsumen
Petani
P. Antar Kota
Agen
Konsumen
Pengecer
Konsumen
Keterangan :
Jalur I
: Petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer,
dan Konsumen.
Jalur II
: Petani, Pedagang Pengumpul, Agen, Pengecer, dan Konsumen.
Jalur III : Petani, Pedagang Pengumpul, pengecer, dan Konsumen.
Jalur IV : Petani, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan Konsumen.
Saluran pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar terbagi menjadi 2, yaitu
Pemasaran Dalam Kota (Jalur II dan III) dan Pemasaran Luar Kota (I dan IV).
Petani nanas di Kecamatan Sipahutar pada umumnya menjual nanas langsung
kepada pedagang pengumpul atau pedagang antar kota. Pedagang antar kota juga
termasuk pedagang pengumpul yang tergolong kepada pedagang pengumpul besar
(bandar). Pedagang pengumpul pada umumnya menjual nanas kepada pedagang
antar kota (bandar), walaupun kadang kadang langsung kepada pengecer dan
konsumen. Konsumen dalam hal ini adalah Industri Pengolahan Nanas yang ada
Untuk memperlancar proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif
dan efisien untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen diperlukan
fungsi fungsi pemasaran. Setiap lembaga pemasaran nanas yang terlibat di
dalam saluran pemasaran nanas mulai dari petani nanas di Kecamatan Sipahutar,
masing - masing mempunyai fungsi pemasaran sendiri.
Tabel 8.
Fungsi
Pemasaran
Petani
Pedagang
Pengumpul
Pedagang
Antar Kota
Agen
Pedagang
Pengecer
Penyimpanan
Pengangkutan
penyortiran dan
pengepakan
Penanggungan
Risiko
Informasi
Pembelian
Penjualan
Rp/Kg
Pola II
%*
Rp/Kg
Pola III
%*
Rp/Kg
Pola IV
%*
Rp/Kg
%*
Petani
600
28,57
600
28,57
600
28,57
1000
47,62
600
28,57
600
28,57
600
28,57
Biaya
140,74
3,63
140,74
3,63
140,74
3,63
Keuntungan
259,26
15,42
259,26
15,42
259,26
15,42
400
19,05
400
19,05
400
19,05
1000
47,62
1000
47,62
1000
47,62
1000
47,62
1000
47,62
422,22
18,59
422,22
9,07
77,78
14,74
77,78
14,74
500
33,33
500
23,81
1500
80,95
1500
71,43
Harga Beli
1500
71,43
1000
47,62
1500
71,43
Biaya
57,14
2,72
57,14
2,72
57,14
2,72
242,86
11,56
742,86
35,37
242,86
11,56
300
14,28
800
38,09
300
14,28
1800
85,71
1800
85,71
1800
85,71
Harga Beli
1800
85,71
1800
85,71
1000
47,62
1800
85,71
Biaya
56,29
3,18
56,29
3,18
56,29
3,18
56,29
3,11
243,71
11,11
243,71
11,11
1043,71
49,2
243,71
11,18
300
14,29
300
14,29
1100
52,38
300
14,29
2100
100
2100
100
2100
100
2100
100
Total Biaya
676,39
28,12
254,17
9,53
197,03
6,81
535,65
14,9
Total Keuntungan
823,61
52,83
1245,83
61,9
1302,97
64,62
564,35
37,48
1500
80,95
1500
71,43
1500
71,43
1100
52,38
Harga Jual
Pedagang Pengumpul
Harga Beli
Marjin
Harga Jual
Pedagang Antar Kota
Harga Beli
Biaya
Keuntungan
Marjin
Harga Jual
Agen
Keuntungan
Marjin
Harga Jual
Pengecer
Keuntungan
Marjin
Harga Jual
Total Marjin
Keuntungan / Biaya
1,217655495
4,901561947
6,61305385
1,053579763
Rp. 1.302,97 atau 64,62 persen sedangkan marjin yang terbesar berada pada Jalur
I, II, dan III, yaitu sebesar Rp. 1.500,- atau sebesar 71,43 persen. Rasio
keuntungan pemasaran (/C) yang terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar
6,61. Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa lembaga pemasaran dengan
biaya pemasaran yang besar belum menjamin akan memperoleh keuntungan yang
lebih besar juga dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Namun
keuntungan tersebut diperoleh tergantung dari pasar yang dituju dan panjang
pendeknya saluran pemasaran yang berlaku. Pada jalur III merupakan saluran
pemasaran yang terpendek dan memperoleh keuntungan yang terbesar. Tingkat
permintaan nanas pada jalur II dan III merupakan tingkat permintaan paling
rendah, karena pasar nanas pada jalur II dan III hanya berlaku di dalam kota saja,
yaitu Kabupaten Tapanuli Utara. Sedangkan jalur I dan IV pasar nanas yang dituju
lebih luas, yaitu sampai keluar dari wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, bahkan
sampai ke Aceh dan Lampung. Dari hasil analisis marjin pemasaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa saluran pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten
Tapanuli Utara cukup efisien, karena saluran pemasarannya tidak terlalu panjang.
Sedangkan saluran pemasaran yang terbaik diantara empat jalur tersebut adalah
jalur IV, karena pada jalur ini petani lebih diuntungkan dengan penerimaan yang
lebih besar dan pasar nanas menjadi lebih luas.
Biaya biaya yang dikeluarkan dalam usahatani nanas ini dibedakan atas
biaya investasi dan biaya operasional. Untuk analisis finansial, biaya investasi
terdiri dari pembelian alat alat pertanian (Cangkul, Rambas, Babat, Sprayer,
Sarung tangan, Sepatu Bot, keranjang, dan Beko), sedangkan biaya operasional
terdiri dari biaya untuk sewa lahan, pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36,
dan NPK Phonska), pestisida, tali, upah tenaga kerja dan pembayaran PBB.
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian alat alat pertanian adalah
sebesar Rp. 670.000,- untuk tahun pertama pada lahan satu hektar. Sedangkan
untuk biaya operasionalnya untuk tahun pertama pada lahan 1 hektar, terdiri dari :
biaya sewa lahan untuk satu hektar sebesar Rp. 1.000.000,-, pembelian bibit
sebesar Rp. 1.800.000,-, pembelian pupuk Urea sebesar Rp. 120.000,-, pupuk SP36 sebesar Rp.360.000,-, pupuk NPK Phonska sebesar Rp.360.000,-, semua
pupuk diberikan sejak tahun pertama dan secara terus menerus sesuai dengan
dosis pupuk yang diberikan pada tanaman tersebut, pemberian pestisida dan obat
tanaman sebesar Rp. 292.500, pembelian tali sebesar Rp. 15.000,-, dan upah
tenaga kerja sebesar Rp.8.720.000,-, serta pembayaran PBB tiap tahunnya yaitu
sebesar Rp. 10.000,-. Total Biaya Operasional adalah sebesar Rp. 12.712.500,-.
Total biaya di tahun pertama pada lahan satu hektar adalah Rp. 13.382.500,-.
Rincian biaya yang dikeluarkan untuk tahun pertama pada analisis finansial dapat
dilihat pada Tabel Lampiran 5, dan untuk tahun-tahun berikutnya dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 6.
Pada analisis ekonomi, biaya yang dikeluarkan juga terdiri dari biaya
investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri dari pembelian alat alat
pertanian (Cangkul, Rambas, Babat, Sprayer, Sarung tangan, Sepatu Bot,
keranjang, dan Beko), sedangkan biaya operasional terdiri dari biaya untuk sewa
lahan, pembelian bibit, pupuk buatan (Urea, SP-36, dan NPK Phonska), pestisida,
tali, dan upah tenaga kerja. PBB tidak dibayarkan karena pajak bukan merupakan
biaya. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian alat alat pertanian
adalah sebesar Rp. 670.000,- untuk tahun pertama pada lahan satu hektar.
Sedangkan untuk biaya operasionalnya untuk tahun pertama pada lahan 1 hektar,
terdiri dari : biaya sewa lahan untuk satu hektar sebesar Rp. 1.000.000,-,
pembelian bibit sebesar Rp. 1.800.000,-, pembelian pupuk Urea sebesar
Rp. 138.577,-, pupuk SP-36 sebesar Rp.397.900,-, pupuk NPK Phonska sebesar
Rp. 378.760,-, semua pupuk diberikan sejak tahun pertama dan secara terus
menerus sesuai dengan dosis pupuk yang diberikan pada tanaman tersebut,
pemberian pestisida dan obat tanaman sebesar Rp. 292.500, pembelian tali sebesar
Rp. 15.000,-, dan upah tenaga kerja sebesar Rp.8.720.000,-. Total Biaya
Operasional adalah sebesar Rp. 12.777.737,-. Dan Total biaya di tahun pertama
pada lahan satu hektar adalah Rp. 13.447.737,-. Rincian biaya yang dikeluarkan
untuk tahun pertama pada analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel lampiran 7,
dan untuk tahun tahun berikutnya dapat dilihat pada Tabel lampiran 8.
Manfaat yang diperoleh dari usahatani nanas ini merupakan penerimaan
yang didapat dari hasil penjualan buah nanas itu sendiri dikalikan dengan harga
yang berlaku dan nilai sisa dari lahan. Penerimaan nanas diperoleh mulai tahun ke
tiga sampai tahun ke sepuluh, karena usia ekonomis nanas tersebut adalah
sekarang
menguntungkan
untuk
dilaksanakan
yaitu
sebesar
Rp. 5.623.375,19, karena nilainya lebih besar dari 0 atau NPV > 0, NBCR yang
diperoleh adalah 1,35 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,35 sedangkan nilai
IRR yang diperoleh adalah sebesar 24 persen, yang diperoleh lebih besar dari
tingkat diskonto. Dari perolehan NPV > 0, NBCR > 1, dan IRR > 15 persen
menunjukkan bahwa secara finansial usahatani nanas tersebut layak dilaksanakan
pada tingkat diskonto 15 persen sedangkan pada analisis ekonomi untuk satu
hektar lahan dengan tingkat diskonto 15 persen diperoleh nilai NPV sebesar
Rp. 295.442.787,68, NBCR yang diperoleh adalah 18,88 dan nilai IRR yang
diperoleh adalah sebesar 40,89 persen. Dari nilai yang diperoleh, usahatani nanas
secara ekonomi layak untuk dilaksanakan pada tingkat diskonto 15 persen, karena
syarat syarat kelayakan investasi terpenuhi. Pada Tabel 10 dapat dilihat NPV,
IRR dan NBCR dalam analisis finansial dan ekonomi pada tingkat diskonto
15 persen pada lahan satu hektar.
Tabel 10. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas
Analisis Kelayakan Usahatani
NPV
Nanas
DF
IRR
Net
(%)
(%)
B/C
Analisis Finansial
Rp. 5.623.375,19
15
24
1,35
Analisis Ekonomi
Rp. 269.566.747,91
15
41
14,81
Keterangan
Dari Tabel 10 dapat dilihat perbandingan hasil analisis secara finansial dan
ekonomi. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai NPV pada analisis
ekonomi lebih besar dari analisis finansial, yaitu sebesar Rp. 269.566.747,91 yang
berarti penanaman investasi pada usahatani nanas tersebut akan mendatangkan
keuntungan sebesar Rp. 269.566.747,91 bagi masyarakat, sedangkan pada analisis
finansial NPV yang diperoleh sebesar Rp. 5.623.375,19. Hal ini berarti
keuntungan yang diterima masyarakat lebih besar dibandingkan dengan yang
diperoleh pelaksana kegiatan usahatani nanas (petani). Nilai Net B/C yang
diperoleh pada analisis ekonomi adalah 14,81 sedangkan nilai Net B/C pada
analisis finansial adalah 1,35. Net B/C pada analisis ekonomi lebih besar daripada
analisis finansial yang berarti keuntungan dari setiap satuan biaya yang
dikeluarkan masyarakat lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh petani. Suatu investasi layak dilaksanakan apabila nilai IRR lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat diskonto yang berlaku. IRR yang diperoleh pada
analisis ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan IRR yang diperoleh pada
analisis finansial yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh masyarakat lebih
tinggi daripada yang diterima petani.
Dari hasil perhitungan analisis finansial dan ekonomi dapat disimpulkan
bahwa kegiatan usahatani nanas layak untuk dilaksanakan baik dari sisi pelaksana
kegiatan usahatani maupun dari sisi masyarakat. Hal ini terbukti dengan
terpenuhinya syarat syarat kelayakan investasi baik secara finansial maupun
ekonomi, yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto
yang digunakan.
syarat syarat kegiatan pengolahan hasil panen nanas yang harus dipenuhi adalah
lahan untuk pendirian pabrik, kantor dan sarana penunjang lainnya, penyediaan
mesin mesin, alat alat dan perlengkapan produksi, serta penyediaan bahan
baku nanas untuk produksi. Industri Pengolahan nanas ini dibangun pada lahan
seluas 22 Ha yang terdiri dari kantor, pabrik, asrama, dan sarana penunjang
lainnya. Untuk penyediaan alat alat dan perlengkapan pabrik dapat dipenuhi,
karena alat dan mesin yang dibutuhkan merupakan rancangan sendiri dan dibuat
sendiri. Industri Pengolahan Nanas yang didirikan direncanakan dapat mengolah
nanas dengan kapasitas 16 32 ton buah nanas per hari. Penyediaan bahan baku
dapat dipenuhi secara kontinu dari petani plasma dengan luas 500 hektar dan
pekebunan inti seluas 100 ha.
Aspek institusi, organisasi dan manajerial merupakan hal hal yang
berhubungan dengan berbagai pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek
dengan pola sosial budaya masyarakat setempat, susunan organisasi proyek agar
sesuai dengan prosedur organisasi setempat, kesanggupan dari staf yang ada untuk
menangani proyek. Berdasarkan dengan data yang diperoleh dari Kabupaten
Tapanuli Utara, menyebutkan bahwa perencanaan proyek agribisnis nanas layak
dilaksanakan. Hal ini tidak bertentangan dengan pola sosial budaya masyarakat,
ditunjukkan dengan adanya sebagian besar petani telah lama membudidayakan
nanas di Tapanuli Utara.
Dan pelaksanaan usahatani nanas, petani membutuhkan adanya suatu
organisasi dan tenaga ahli untuk menunjang pelaksanaan usahataninya. Karena
sebagian besar petani nanas menyadari akan keterbatasan manajerial mereka
dalam melaksanakan usahataninya. Susunan proyek Agribisnis yang direncanakan
Rp. 2.997.000.000,-
untuk tahun pertama. Biaya operasional terdiri dari biaya perawatan mesin-mesin,
alat-alat dan perlengkapan, biaya produksi pineapple juice concentrate, biaya
produksi canned pineapple tidbit, tenaga kerja, pembelian bahan baku dari
plasma, bahan bakar, rekening telepon, rekening listrik, untuk pembayaran PPN
(10%), PBB dan biaya pengiriman. Besarnya biaya operasional untuk tahun
pertama adalah sebesar Rp. 22.428.530.000. Untuk rincian biaya yang dikeluarkan
dari tahun pertama dan seterusnya pada analisis finansial dapat dilihat pada Tabel
lampiran 9, dan untuk pembuatan
pineapple dengan bahan baku 16 ton dapat dilihat pada Tabel lampiran 12.
Biaya-biaya yang dikeluarkan pada analisis ekonomi juga dibedakan atas
biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yang dikeluarkan juga sama
halnya pada analisis finansial. Total biaya investasi industri pengolahan nanas
adalah sebesar Rp. 2.997.000.000,- untuk tahun pertama. Sedangkan biaya
operasional pada analisis ekonomi yang dikeluarkan sebesar Rp. 27.013.003.700,untuk tahun pertama. Biaya operasional pada analisis ekonomi lebih besar
daripada biaya operasional pada analisis finansial, karena dalam analisis ekonomi
pajak tidak diperhitungkan sebagai biaya. Untuk rincian biaya yang dikeluarkan
dari tahun pertama dan seterusnya pada analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel
lampiran 10.
Manfaat yang diperoleh dari industri pengolahan nanas ini adalah berupa
penerimaan yang didapat dari hasil penjualan pineapple juice concentrate
dikalikan dengan harga jualnya dan canned pineapple tidbit dikalikan dengan
harga jualnya. Penerimaan industri pengolahan nanas ini diperoleh mulai tahun
pertama, karena pada saat penelitian dilakukan industri pengolahan sudah berjalan
tingkat
diskonto
15
persen
diperoleh
nilai
NPV
sebesar
Rp. 1.325.951.863.75,-, hal ini berarti bahwa kegiatan industri pengolahan nanas
tingkat
diskonto
15
persen
diperoleh
nilai
NPV
sebesar
Rp. 25.713.473.667,27, ratio Net B/C yang diperoleh adalah 26,49 dan nilai IRR
yang diperoleh adalah sebesar 44 persen. Dari nilai yang diperoleh kegiatan
industri pengolahan nanas secara ekonomi layak untuk dilaksanakan pada tingkat
diskonto 15 persen. Pada Tabel 11 berikut dapat dilihat NPV, IRR dan NBCR
dalam analisis finansial dan ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen.
Tabel 11. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas
Analisis Kelayakan
NPV
DF
IRR
Net
(Rp)
(%)
(%)
B/C
Analisis Finansial
1.325.951.863,75
15
27
1,58
Analisis Ekonomi
25.713.473.667,27
15
44
26,49
Usahatani Nanas
Keterangan
Dari Tabel 11 dapat dilihat perbandingan hasil analisis secara finansial dan
ekonomi. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai NPV pada analisis
ekonomi lebih besar dari analisis finansial, yaitu sebesar Rp. 25.713.473.667,27
yang berarti penanaman investasi pada kegiatan industri pengolahan nanas
tersebut akan mendatangkan keuntungan sebesar Rp. 25.713.473.667,27 bagi
masyarakat, sedangkan pada analisis finansial NPV yang diperoleh sebesar
diskonto sebesar 15 persen menurut alat ukurnya yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, dan
IRR > tingkat diskonto yang berlaku. Berdasarkan hasil perhitungan yang
dilakukan bahwa agribisnis nanas tersebut layak dilaksanakan didaerah penelitian.
Dengan hasil perbandingan sebagai berikut :
Tabel 12. Kriteria Kelayakan agribisnis Nanas di Kabupaten Tapanuli Utara,
Sumatera Utara.
Kegiatan
DF
(%)
Analisis Ekonomi
IRR
(%)
Net
B/C
NPV (Rp)
IRR
(%)
Net
B/C
Usahatani nanas
15
5.623.375,19
24
1,35
269.566.747,91
41
14,81
Industri
Prngolahan
Nanas
15
1.325.951.863,75
27
1,58
25.713.473.667,27
44
26,49
Sistem
Agribisnis Nanas
15
Layak
Layak
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa agribisnis nanas tersebut layak untuk
dilaksanakan. Apabila kelayakan pada sistem agribisnis nanas tersebut
dibandingkan maka sub sistem industri pengolahan lebih layak untuk
dilaksanakan dibandingkan dengan sub sistem usahatani nanasnya baik dilihat dari
analisis kelayakan finansial maupun analisis kelayakan ekonominya. Hal ini
ditunjukkan dengan NPV, IRR, dan ratio Net B/C pada industri pengolahannya
lebih besar dibandingkan dengan NPV, IRR, dan ratio Net B/C pada usahatani
nanasnya baik analisis secara finansial maupun secara ekonomi.
Masing-masing secara berurutan, NPV pada industri pengolahan yaitu
sebesar Rp. 1.325.951.863,75 lebih besar dari Rp. 5.623.375,19 untuk analisis
finansial dan Rp. 25.713.473.667,27 lebih besar dari Rp. 269.566.747,91 untuk
analisis ekonominya, yang berarti bahwa kegiatan industri pengolahan nanas yang
44 persen lebih besar dari 41 persen untuk analisis ekonominya, yang berarti
bahwa tingkat pengembalian internal untuk modal pada sub sistem industri
pengolahannya lebih besar dibandingkan pada sub sistem usahatani nanasnya.
Ratio Net B/C pada industri pengolahannya lebih besar dibandingkan dengan ratio
Net B/C pada usahatani nanasnya baik analisis secara finansial maupun secara
ekonomi yaitu masing-masing sebesar 1,58 lebih besar dari 1,35 untuk analisis
finansial dan 26,49 lebih besar dari 14,81 untuk analisis ekonominya, yang berarti
bahwa keuntungan dari setiap satuan biaya yang telah dikeluarkan pada industri
pengolahan lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh
usahatani nanasnya.
Apabila sub sistem industri pengolahan semakin berkembang maka juga
akan mendukung perkembangan sub sistem usahataninya sehingga sistem
agribisnis nanas di daerah penelitian dapat berkembang. Untuk itu lebih baik
proyek 2 (industri pengolahan) dilaksanakan terlebih dahulu.
Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh dari perhitungan di atas
menunjukkan bahwa usahatani nanas yang dilakukan layak untuk dilaksanakan.
Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian
karena dipengaruhi
dengan
perubahan-perubahan
yang
terjadi
pada
saat
penelitian
dilaksanakan.
Analisis sensitivitas ini dilakukan terhadap beberapa kemungkinan yang
terjadi, yaitu :
1. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, dan harga input
naik sebesar 10 persen.
2. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output naik sebesar 20 persen,
dan harga input naik sebesar 10 persen.
3. Apabila jumlah produksi tetap, harga jual output turun sebesar 20 persen,
dan harga input naik sebesar 10 persen.
4. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output tetap, dan harga
input naik sebesar 10 persen.
5. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output naik sebesar 20
persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
6. Apabila jumlah produksi naik 35 persen, harga jual output turun sebesar
20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
7. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output tetap,
dan harga input naik sebesar 10 persen.
8. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output naik
sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
9. Apabila jumlah produksi turun sebesar 15 persen, harga jual output turun
sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen.
Pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial usahatani nanas tidak
layak dilaksanakan pada kondisi :
1. Apabila terjadi penurunan harga jual output sebesar 20 persen harga input
naik sebesar 10 persen dan jumlah produksi tetap.
2. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga input
naik sebesar 10 persen, dan harga output tetap.
3. Apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 15 persen, harga output
turun sebesar 20 persen dan harga input naik sebesar 10 persen.
Untuk hasil perhitungan analisis sensitivitas kelayakan finansial usahatani
nanas tersebut diperoleh hasil sebagaimana yang tercantum pada Tabel 13.
Df (%)
15
26
IRR
(%)
Produksi
Harga
penjualan
Harga
input
NPV
Net
B/C
NPV
Net
B/C
5623375,19
1,35
-1397452,98
0,89
24
10
4178532,85
1,25
-2275448.93
22
20
10
16038076,27
1,98
4694114,65
1,33
31
-20
10
-7681010,57
0,52
-9245012,50
0.34
35
10
24932733,83
2.53
9921287,33
1,70
33
35
20
10
40943117,45
3,52
19330198,15
2,36
36
35
-20
10
8922350.22
1.54
512376.50
1.04
27
-15
10
-4716124.71
0,71
-7502621,61
0,46
-15
20
10
5364487,19
1,33
-1578492.57
0,88
23
-15
-20
10
-14796736,62
-13426750,65
Df (%)
15
26
IRR
(%)
Produksi
Harga
penjualan
Harga
input
NPV
Net
B/C
NPV
Net
B/C
269566747,91
14.81
153839879,02
10.05
41
10
276360729,12
15,01
156692891,59
10,12
40
20
10
344708266.13
18.48
196859067.27
12.46
41
-20
10
208013192.11
11,55
116526715.91
7,78
40
35
10
395968918.89
21,08
226983699.03
14,22
41
35
20
10
488238093.86
25,76
281208036.21
17,37
41
35
-20
10
303699743.92
16,40
172759361.86
11,06
41
-15
10
225100076.36
12,41
130629270.40
7,67
41
-15
20
10
283195482.82
15,36
160709509.16
10,36
40
-15
-20
10
167004669.90
9,47
92427010.50
6,38
40
jangka waktu pengembalian usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen, dan
26 persen, adalah sebagai berikut.
Tabel 15. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara
Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan
Pay Back Period (bulan)
(%)
Df (%)
Produksi
Harga penjualan
Harga input
15
26
83
10
88
20
10
-20
10
64
-
85
-
35
10
56
64
35
20
10
47
52
35
-20
10
-15
10
75
-
106
-
-15
20
10
84
-15
-20
10
apabila
terjadi perubahan pada kenaikan jumlah produksi sebesar 35 persen, harga output
naik sebesar 20 persen, dan harga input naik sebesar 10 persen. Masing-masing
tingkat pengembalian investasi usahatani nanasnya terjadi selama 27 bulan dan 28
bulan. Sedangkan apabila tidak terjadi perubahan tingkat pengembalian investasi
usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 29 bulan
sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen terjadi selama 30 bulan. Pada Tabel
16 berikut dapat dilihat tingkat pengembalian investasi secara ekonomi yang
terjadi apabila terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga jual output, dan
harga jual input.
Tabel 16. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara
Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan
Pay Back Period (bulan)
(%)
Df (%)
Produksi Harga penjualan Harga input
15
26
0
0
0
29
30
0
10
30
30
20
10
28
29
-20
10
31
32
35
10
28
28
35
20
10
27
28
35
-20
10
29
30
-15
10
31
33
-15
20
10
29
30
-15
-20
10
33
34
Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh dari perhitungan di atas
menunjukkan bahwa industri pengolahan nanas yang dilakukan layak untuk
dilaksanakan. Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian karena
dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran yang akhirnya akan
mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Oleh karena hal itu diperlukan
analisis sensitivitas terhadap beberapa kemungkinan yang terjadi.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kepekaan terhadap
perubahan-perubahan pada jumlah produksi, harga input (bahan baku nanas, biaya
produksi) dan harga jual output (pineapple juice concentrate dan canned
pineapple) sesuai dengan perubahan perubahan yang terjadi pada saat penelitian
ini dilaksanakan.
Analisis sensitivitas ini dilakukan terhadap beberapa kemungkinan yang
terjadi, yaitu :
1. Jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, biaya produksi sebesar
sebesar10 persen, dan harga bahan baku tetap.
2. Jumlah produksi tetap, harga jual output tetap, biaya produksi sebesar
sebesar10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen.
3. Jumlah produksi tetap, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi
sebesar sebesar 10 persen dan harga bahan baku tetap.
4. Jumlah produksi tetap, harga jual output naik 5 persen, biaya produksi
sebesar sebesar 10 persen dan harga bahan baku naik 20 persen.
5. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output tetap, biaya
produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap.
6. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output naik 5 persen,
biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku naik
20 persen.
7. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output tetap, biaya
produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku tetap.
8. Jumlah produksi menurun 10 persen, harga jual output naik 5 persen,
biaya produksi naik sebesar sebesar 10 persen, dan harga bahan baku naik
20 persen.
Pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial industri pengolahan nanas
tidak layak dilaksanakan pada kondisi :
1. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen,
dan harga bahan baku naik 20 persen.
2. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen.
3. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku tetap.
Pada tingkat diskonto 26 persen, industri pengolahan nanas menjadi tidak
layak dilaksanakan pada 4 kondisi :
1. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen,
dan harga bahan baku tetap.
2. Jumlah produksi tetap, harga output tetap, biaya produksi naik 10 persen,
dan harga bahan baku naik 20 persen.
3. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku tetap.
4. Jumlah produksi turun 10 persen, harga output tetap, biaya produksi naik
10 persen, dan harga bahan baku naik 20 persen.
Pada Tabel 17 dapat dilihat hasil perhitungan analisis sensitivitas
kelayakan finansial industri pengolahan nanas.
Tabel 17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Nanas
dengan Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen.
Perubahan perubahan
IRR
(%)
Df (%)
(%)
15
Produksi
Harga
penjualan
Biaya
produksi
Harga
bahan
baku
10
10
20
10
10
20
-10
10
-10
10
20
-10
10
-10
10
20
26
NPV
Net
B/C
NPV
Net
B/C
1325951863.75
1,58
156150878.91
1,07
27
1045256299.57
1,45
-36000336.96
0,98
26
-1755965368.70
0,38
-1976877924.94
0,24
38
6814441457.41
6,07
3913317301.54
4,19
41
4013219789.14
10493114016.11
13294335684.38
3,15
1972439713.56
2,26
36
-7934635613.96
60
-9875513201.94
4732998153.06
2,38
2013587301.54
1,64
34
1931776484.79
1,49
72709713.56
1,02
26
Perubahan perubahan jumlah produksi, harga jual output, dan harga jual
input pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen tidak mempengaruhi
kelayakan usahatani nanas secara ekonomi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
harga output pada analisis ekonomi jauh lebih besar dibandingkan pada analisis
finansial. Hasil pehitungan analisis sensitivitas ekonomi pada tingkat diskonto 15
persen, dan 26 persen dapat dilihat pada Tabel 18.
IRR
(%)
Df (%)
(%)
15
Produksi
Harga
penjualan
Biaya
produksi
Harga
bahan
baku
10
10
20
10
10
20
-10
10
-10
10
20
-10
10
-10
10
20
26
NPV
Net
B/C
NPV
25713473667.27
26.49
16048352212.56
25432778103.09
25.06
15856200996.69
22631556434.82
15.34
13915323408.71
32732528083.30
Net
B/C
18.4
3
17.4
4
10.6
6
44
20853272604.69
45
45
29931306415.03
93.45
18912395016.71
65.0
0
10833278142.66
4.04
5862057780.69
2.80
8032056474.39
2.97
3921180192.71
2.05
17403053124.86
8.14
10359422227.89
5.66
14601831456.58
5.94
8418544639.91
4.12
44
44
39
36
42
41
Produksi
Harga
penjualan
Biaya
produksi
Harga
bahan baku
15
26
64
99
10
73
10
20
66
10
24
26
10
20
39
44
-10
10
-10
10
20
-10
10
46
54
-10
10
20
70
108
apabila
Pay Back
Period (bulan)
Df (%)
Produksi
Harga
penjualan
Biaya
produksi
Harga
bahan baku
15
26
15
15
10
15
15
10
20
17
17
10
12
12
10
20
13
13
-10
10
30
33
-10
10
20
38
41
-10
10
20
21
-10
10
20
24
25
Jadi secara finansial dan ekonomi apabila tidak terjadi perubahan pada
jumlah produksi, harga jual output, biaya produksi dan harga bahan baku maka
tingkat pengembalian investasi industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto
15 persen, dan 26 persen terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan sedangkan secara
ekonomi terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Apabila terjadi perubahan maka
8. 1. Kesimpulan
8. 2. Saran
a. Untuk
mengembangkan
agribisnis
nanas
ini
perlu
dilakukan
memasarkan nanas petani lebih mudah dan memperoleh harga yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA