Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OSTEOPOROSIS
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas
tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar
(Kaniawati, 2003; Hammett, 2004; Sennang, 2006).
Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya
harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering
dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah
penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia
lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan
untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan
dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan
(Djokomoeljanto, 2003).
Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah
pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur
dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.
Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan volume tulang
(Djokomoeljanto, 2003; Hammett, 2004; Setyohadi, 2006).
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di
klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma
yang jelas.
I.2. Tujuan
Penulisan refrerat ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit
osteoporosis yang meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, patogenesis,
klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan radiologis
osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara
nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz
(1993) penyakit osteoporosis paling umum diderita oleh orang yang telah
berumur, dan paling banyak menyerang wanita yang telah menopause
(Hortono, 2000).
Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga
penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga
dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala
hingga akhirnya terjadi fraktur (patah) (Dalimartha, 2002).
II.2. Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak
tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa
tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan
mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35
tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan
akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan
mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan
resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam
keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan
aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini
berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia
menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun
(Sudoyo et al., 2006). Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian
kejadian pada konsep Activation Resorption Formation (ARF). Proses ini
dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang
preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya
aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses
remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan
oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D.
Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah
yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah
pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi
asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium
serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum
dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid
hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan
penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid,
glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang
(pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya
antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase
formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari
gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status
vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh,
yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh
albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat
(Sinnathamby, 2010).
II.3. Faktor Risiko Osteoporosis
1. Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
Riwayat keluarga
Defisiensi kalsium
Obat-obatan
(kortikosteroid,
anti
konvulsan,
heparin,
siklosporin)
Merokok, alkohol
hiperparatiroidisme
primer,
Kelainan neuromuscular
Gangguan penglihatan
Gangguan keseimbangan
Hiperparatiroidisme
Malabsorpsi
dan
pembentukan
mengalami
ketidakseimbangan.
penyebabnya
tidak
diketahui.Osteoporosis
ini
sering
menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relative jauh lebih muda (Hortono, 2000).
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis
sekunder
terjadi
kerana
adanya
II.5. Patogenesis
-Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses
yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang
berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang
pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan
tulang lebih banyak terjadi pada korteks
A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang
yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi
mineral
yang
paling
banyak
terdiri
dari
kristal
10
sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar
kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada
menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi
relatif asidosis respiratorik.
C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,
dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak
berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa
tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang
kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.
Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa
tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
11
12
II.7. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena
tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis
lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,
rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri
akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca
tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai
baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa
mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang
terjadinya osteoporosis seperti
Penyakit-penyakit
yang
diderita
selama
masa
reproduksi,
klimakterium.
13
14
15
risiko
patah
tulang.
Raloksifen
merupakan
obat
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa
Media No. 2 Vol 17: 47 57
Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita Osteoporosis.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis. Patofisiologi dan dasar
pengobatan. Simposium Osteoporosis Postmenopausal. Semarang: p.1-12
Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from pathophysiology to treatment. In:
Washington American Assosiation for Clinical Chemistry Press.p. 1-86
Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara. Jakarta.
Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk
Osteoporosis.Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational
Services. No 1: hal. 118
Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis
KadarOsteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian
Journal of clinical pathology and medical laboratory, Vol.12, No.2: hal 4952
Setiyohadi B, 2006. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam Buku Ajar
Penyakit Dalam. Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Hal. 1172-75
Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap
Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Di Kecamatan Medan Selayang Ii. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Wirakusmah, E.S., 2007. Mnecegah Osteoporosis Lengkar Dengan 39 Jus dan 38
Resep.
Available
at
url
:
http://books.google.co.id/books?
id=voPEmYEwjXwC&pg=PA1&dq=osteoporosis#PPP1M1.[Diskses 10
Juni 2011]