Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
JURNAL PSIKOLOGI
ABSTRAKSI
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak kemasa
dewasa, masa ini diakui sebagai masa yang penting dalam rentang kehidupan,
suatu masa perubahan, usia bermasalah saat dimana individu mencari identitas
dan ambang dewasa.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan di SMA Citra Nusa
Cibinong pada tanggal 7 sampai 10 januari 2008, dengan responden sebanyak 70
orang, yang kembali dan memenuhi karakteristik subjek penelitian sebanyak 61.
Dari hasil analisis diketahui koefisien korelasi yang diperoleh sebesar
0,083 dengan taraf signifikansi sebesar 0,524 (p > 0,05). Hal ini berarti
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal dalam
keluarga dengan pemahaman moral pada remaja.
Hasil anailis juga menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini
memiliki komunikasi interpersonal dalam kategori rata-rata. Berdasarkan indeks
Principle, subjek dalam penelitian ini berada dalam kategori pemahaman moral
rendah.
Masa remaja
dewasa, oleh karena itu juga disebut sebagai masa pancaroba yang penuh dengan
gejolak dan pemberontakan (Munandar, 1996).
Pada tahun 2006 kasus kenakalan remaja memiliki persentase 53,52 %
paling tinggi dibanding kasus-kasus kejahatan lainnya. Masalah yang muncul
dikalangan remaja bukan hanya dirasakan oleh kalangan remaja sendiri, tetapi
juga oleh orangtua dan orang lain disekitarnya.
Moral berasal dari bahasa latin mos (moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas
merupakam kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral (Yusuf, 2006).
Menurut Damon (dalam Zainuddin 2004) banyak faktor yang berhubungan
dengan perkembangan pemahaman moral remaja antara lain faktor keluarga,
teman sebaya, sekolah, media massa, komunitas, perkembangan kognitif,
kepribadian dan lain-lain. Diantara faktor-faktor lingkungan, faktor keluarga
adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman moral remaja.
Pendapat ini diperkuat oleh Yusuf (2006) yang mengatakan bahwa ada beberapa
faktor yang berhungan dengan pemahaman moral remaja antara lain konsistensi
dalam mendidik, penghayatan dan pengamalan agama yang dianut, sikap
konsistensi orangtua dalam menerapkan norma, dan sikap orangtua dalam
keluarga. Orangtua merupakan faktor primer bagi perkembangan anak karena
yang pertama kali memperkenalkan anak pada hukum dan sistem sosial adalah
orangtua, maka orangtua merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan pemahaman moral anak (Mounts & Steinberg, dalam Papalia
2001).
Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana ia mengalami
pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai
masa remaja dimana keluarga tidak lagi merupakan pengaruh tunggal bagi
perkembangan mereka, keluarga tetap merupakan dukungan yang sangat
diperlukan bagi perkembangan kepribadian remaja tersebut. Dengan demikian
peran orangtua sangat dibutuhkan, terutama karena bertanggung jawab
menciptakan sistem sosialisasi yang baik dan sehat bagi perkembangan moral
remaja. Remaja sedang tumbuh dan berkembang, karena itu mereka memerlukan
kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan memperlakukannya secara
bijaksana (Santrock, 2002).
Interaksi sosial awal terjadi di dalam kelompok keluarga. Anak belajar dari
orangtua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain apa yang dianggap benar
dan salah oleh kelompok sosial tersebut. Dari penolakan sosial atau hukuman bagi
prilaku yang salah, dan dari penerimaan sosial atau penghargaan bagi perilaku
yang benar, anak memperoleh motivasi yang diperlukan untuk mengikuti standar
perilaku yang ditetapkan anggota keluarga (Gunarsa, 1991).
Dalam hubungan dengan keluarga, hal penting yang dapat membantu
perkembangan pemahaman moral anak adalah apabila dalam interaksi orangtua
mengajak anak untuk berdialog mengenai nilai-nilai moral. Peningkatan tahap
perkembangan pemahaman moral anak dapat terjadi karena pada situasi demikian
terjadi alih peran, yaitu adanya pertukaran sudut pandang antara anak dan
orangtua (Zainuddin, 2005).
Dengan
melakukan
komunikasi
interpersonal
dengan
baik
akan
seseorang
dalam
kehidupannya
(Cangara,
2006).
Komunikasi
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Keefektivitasan
Komunikasi
Interpersonal
Menurut Widjaja (2000) faktor yang dapat mempengaruhi
komunikasi interpersonal agar menjadi lebih efektif adalah :
a. Keterbukaan
Sifat keterbukaan menunjukkan paling tidak dua aspek tentang
komunikasi interpersonal. Aspek pertama yaitu, bahwa kita harus
terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dari sini
orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita.
Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua dari
keterbukaan merujuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan
terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang segala sesuatu yang
dikatakannya, demikian sebaliknya.
b. Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya
pada peranan atau posisi orang lain. Mungkin yang paling sulit dari
faktor komunikasi adalah kemampuan untuk berempati terhadap
pengalaman orang lain. Karena dalam empati, seseorang tidak
melakukan penilaian terhadap perilaku orang lain tetapi sebaliknya
harus dapat mengetahui perasaan, kesukaan, nilai, sikap dan perilaku
orang lain.
c. Perilaku Sportif
Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada
perilaku sportif, artinya seseorang dalam menghadapi suatu masalah
tidak bersikap bertahan (defensif).
Menurut Widjaya (2000), keterbukaan dan empati tidak dapat berlangsung
dalam suasana yang tidak sportif.
Menurut Kohlberg (dalam, Santrock 1998), tahapan moral ini
berhubungan dengan kemajuan kognitif dan tingkah laku moral. Dalam
perkembangan kognitif pada usia 14-15 tahun, kebanyakan remaja sepenuhnya
telah mencapai formal thinking atau yang menurut Piaget formal
individu
berusaha
membangun
dan
mempertahankan
Tahap
dikenal
sebagai
suatu
pendekatan
politik
untuk
METODE
Subjek
subjek penelitian adalah remaja yang berusia 15 19 tahun, berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan, dan tinggal bersama orangtua.
peneliti menyebarkan sebanyak 70 angket yang disebarkan kepada siswa
dan siswi kelas XII-IPA1, XII-IPA2, XII-IPA3 dan XII-IPS1. Angket yang
kembali dan memenuhi karakteristik subjek penelitian sebanyak 61 angket yang
berasal dari XII-IPA1 sebanyak 16 orang, XII-IPA2 sebanyak 15 orang, XII-IPA3
sebanyak 15 orang dan XII-IPS1 sebanyak 15 orang.
Alat
Alat pengumpul data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Skala komunikasi interpersonal disusun berdasarkan karakteristik dari
komunikasi interpersonal.
2. Defining Issues Test (DIT) yang disusun oleh Rest,digunakan untuk
mengungkap pemahaman moral. DIT merupakan suatu alat yang bersifat
objektif.
Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh nilai koefisien korelasi 0,083
dengan nilai signifikansi 0,524 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi interpersonal dengan pemahaman moral pada
remaja. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi ada hubungan
antara komunikasi interpersonal dalam keluarga dengan pemahaman moral pada
remaja adalah ditolak.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hipotesis penelitian ini
ditolak, artinya tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal dalam
keluarga dengan pemahaman moral pada remaja. Hasil penelitian ini ditolak
mungkin dikarenakan adanya faktor lain yaitu faktor pola asuh orangtua dalam
keluarga. Pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orangtua yang diterapkan pada
anak. Dalam keluarga, biasanya orangtua menerapkan pola pengasuhan tertentu
dalam mengasuh anak mereka.
Berdasarkan perhitungan ini diketahui bahwa mean empirik pada skala
komunikasi interpersonal lebih besar dari pada mean hipotetik MH SDH < x
MH + SDH (77,5 < x 90,48). Standar deviasi hipotetik (SDH) yang diperoleh
sebesar 15,5. Artinya, secara umum subjek penelitian memiliki tingkat
komunikasi interpersonal dalam kategori rata-rata. Berdasarkan perhitungan ini
diketahui bahwa mean empirik pada skala pemahaman moral lebih besar dari pada
mean hipotetik MH SDH < x MH + SDH (45 < x 45,21). Standar deviasi
hipotetik (SDH) yang diperoleh sebesar 54. Artinya,
penelitian ini juga memiliki tingkat pemahaman moral dalam kategori rata-rata.
Pada mean hipotetik pemahaman moral laki-laki dan perempuan berada
dalam kategori rata-rata. Namun bila dilihat dari tabel di atas, berdasarkan jenis
kelamin. Pemahaman moral yang lebih tinggi terdapat pada anak laki-laki.
Kesimpulan
Saran
1. Bagi orangtua, agar memperhatikan perkembangan pemahaman moral bagi
anak remajanya supaya dapat berkembang dengan baik.
2. Bagi remaja, disarankan untuk dapat bertingkah laku sesuai dengan normanorma moral yang dianut dalam masyarakat. Remaja juga diharapkan dapat
menghargai hak orang lain dan dapat mempertanggung jawabkan segala
tindakannya.
3.
Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk lebih memperhatikan faktorfaktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap pemahaman moral.
DAFTAR PUSTAKA