Вы находитесь на странице: 1из 17

Presentasi Kasus III

Senin, 28 April 2008

EKLAMPSIA PADA G1P0A0 TANPA DIDAHULUI GEJALA


PREEKLAMPSI DENGAN GAWAT JANIN DAN
OLIGOHIDRAMNION
Oleh :
dr. Adib Ahmad S.

PENDAHULUAN
Eklamsi adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang disertai gejala-gejala
preeklamsi.1,2,3 Eklamsi merupakan salah satu penyebab morbiditas serta mortalitas ibu dan janin di Indonesia.
Insidensi eklamsi di United Kingdom 1992 0,5 dalam 1000 kehamilan dan 10 dari 1 juta orang ibu hamil
meninggal akibat eklamsi.3 Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (1981-1995) insidensi eklamsi sebesar 0,61,09% dan angka kematian ibu akibat eklamsi sebesar 30-40%
Insidensi Eklampsia yang tidak didahului oleh preeklampsia sebanyak 10%, hal ini menyebabkan perlu
adanya deteksi dini terhadap kemungkinan kejadian Eklampsia, sehingga secara tidak langsung dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas neonatal dan perinatal1
Gawat janin adalah suatu kata yang sering digunakan tetapi sukar untuk didefinisikan, gawat janin
mungkin paling tepat diartikan sebagai suatu keadaan terganggunya kesejahteraan janin.4,5,6
Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang menyebabkan penurunan aliran darah
uteroplasenta sehingga terjadi asfiksia intrauterin karena kegagalan transport oksigen pada ruang intervilosa
yang bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian janin atau kerusakan jaringan yang permanen 4,5
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana kadar cairan amnion kurang dari normal 7..
Oligohidramnion pada awal kehamilan umumnya disertai dengan keadaan janin yang jelek; keadaan janin yang
jelek ini bisa menjadi penyebab maupun akibat dari oligohidramnion.7
PENDAHULUAN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny R
Umur
: 34 tahun
Alamat
: Rancasari Bandung
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Medrek
: 0804 xxxx
MRS
: 14 Januari 2008 pukul 17.00
ANAMNESIS
Dikirim oleh
Dengan keterangan
Keluhan utama

: Poli Obstetri RSHS


: G1P0A0 gravida 41-42 minggu + oligohidramnion
: datang untuk diakhiri kehamilan

Anamnesa Khusus:
G1P0A0 merasa hamil 9 bulan, datang untuk diakhiri kehamilannya karena dikatakan cairan ketubannya
sudah berkurang. Mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat belum dirasakan ibu. Keluar cairan
banyak dari jalan lahir belum dirasakan ibu. Gerak anak masih dirasakan ibu.
Kunjungan Rumah
Pasien tinggal di rumah mertua berukuran 5x10 cm, dengan 2 kamar tidur di daerah Rancasari .
1

Saat kunjungan ke rumah, pasien tidak ada di tempat sejak pulang dari rumah sakit pasien di bawa ke
rumah orang tua pasien di daerah Pekalongan . Amanesa didapatkan dari mertua pasien.
Suami pasien bekerja sebagai buruh bangunan yang tidak selalu bekerja. Penghasilan sekali bekerja
dalam 2 minggu sekitar Rp 300.000 rupiah.
Pemeriksaan kehamilan dilakukan di bidan S, yang rumahnya berjarak 2 KM dari rumah pasien.
KUNJUNGAN KE RUMAH BIDAN
Dari mertua pasien dikatakan jika pasien memeriksakan kehamilannnya di bidan S.
Bidan S adalah bidan swasta yang bekerja juga di Puskesmas .
Bidan S bertempat tinggal di Rancasari , yang berjarak 2 km dari tempat tinggal pasien. Dari catatan bidan
dapat diketahui bahwa pasien periksa kehamilan secara tidak teratur sebanyak 6 kali.
Kunjungan

Tanggal

Keluhan

T (mmHg)

BB (Kg)

Usia
kehamilan

Terapi

1
2
3
4
5
6

215-2007
20-6-2007
18-7-2007
119-2007
13-10-2007
2-12-2007

Edema
Edema

100/70
100/70
120/80
110/80
130/80
130/80

57
59,5
61
64
65,5
67,5

8 minggu
12 minggu
16 minggu
24 minggu
28 minggu
35 minggu

Roboransia
Roboransia
Roboransia
Roboransia
Roboransia
Roboransia

DATA KUNJUNGAN di POLIKLINIK KEBIDANAN RSHS


Dari catatan kartu status poliklinik , pasien kontrol sebanyak 5 kali.
Kunjungan

Tanggal

Keluhan

T (mmHg)

BB (Kg)

Usia
kehamilan

Terapi

1
2
3
4
5

1312-2007
17-12-2007
19-12-2007
2712-2007
14-01-2008

Edema
-

130/90
120/90
120/80
130/90
120/80

68
68,5
69
69
69

37 minggu
38 minggu
38 minggu
39 minggu
41 minggu

Roboransia
Roboransia
USG
Roboransia
Terminasi

RIWAYAT OBSTETRI
1. Hamil ini
Keterangan Tambahan :
Menikah
: , 34 tahun, SMA, IRT
, 31 tahun, SMA, swasta
Kontrasepsi
: Haid terakhir
: 28/3/07 siklus 28 hari
Taksiran persalinan : 5/1/08
PNC
: Bidan 6x, poli OB 5x
Ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya pada usia kandungan 3 bulan sebanyak 1 kali sebulan.
Hingga kehamilan yang sekarang. Ibu mendapat TT1, TT2 dan multivitamin
STATUS PRAESENS
Keadaan Umum
: CM
Tensi
: 120/80mmHg
Nadi
: 76 x/mnt
Pernafasan
: 20 x/mnt
Suhu
: 36,60C
Jantung
: BJ murni, reguler
Paru
: sonor, VBS kanan=kiri
Refleks
: Fisiologis (+/+)
BB
: 68 kg
TB
: 160 cm
Edema
: +/+
2

Varices
: -/Hati dan Limpa
: sulit dinilai
LABORATORIUM
Hb
: 13,3 gr%
Lekosit
: 11.900/mm3
Trombosit
: 240.000/mm3
Ht
: 38%
PEMERIKSAAN LUAR
Fundus uteri
: 31 cm
Lingkaran perut
: 94 cm
Letak anak
: Kep U 2/5 puki
Bunyi jantung anak
: 136-140 x/menit
His
: Taksiran berat anak
: 2500 gram
PEMERIKSAAN DALAM
Vulva/vagina
: Tak ada kelainan
Portio
: Tebal lunak
Ostium
: Tertutup
Pelvic Score : 7
PEMERIKSAAN PANGGUL
Promotorium
: tidak teraba
Lin Innominata
: Teraba 1/3 1/3
Sacrum
: konkaf
Spinaischiadica
: tidak menonjol
Arcus Pubis
: > 900
Dinding Samping
: lurus
Kesan panggul
: Baik
HASIL PEMERIKSAAN USG (19 Desember 2007)
Kesimpulan : Hamil, tunggal, hidup, letak kepala, sesuai dengan usia kehamilan, aterm, janin dan plasenta
dalam batas normal
HASIL PEMERIKSAAN USG (14 Januari 2008)
Kesimpulan : Hamil, tunggal, hidup, letak kepala, sesuai dengan usia kehamilan, aterm, oligohidramnion
DIAGNOSIS
G1P1A0 gravida 41-42 minggu + oligohidramnion
RENCANA PENGELOLAAN
- IVFD, cross match, sedia darah
- Rencana terminasi kehamilan dengan drip oksitosin 5 IU dalam 500 cc D5% 20-60 tetes/menit
- NST
- Observasi His, BJA, TNRS
- Lapor konsulen poliklinik
- Advis: setuju terminasi kehamilan
- Informed consent

Observasi
Jam

His

17.00-18.00
18.00-19.00

BJA
T
(x/mnt)
(mmHg)
136-140
120/80
130-80-100
110/70

N
R
Ket
(x/mnt) (x/mnt)
76
20
- Admision test
88
20
Base line 130-80-100
Variabilitas > 5 bpm
Akselerasi (+)
Deselerasi : prolonged
deselrasi
- persiapan OK/EMG
- Menunggu OK EMG
- Resusitasi intra uterine
- O2
- Miring kiri

Diagnosa : G1P0A0 gravida 41 42 minggu + Gawat Janin + Oligohidramnion


Penatalaksanaan :
- Seksio sesarea ai gawat janin
- Resusitasi intra uterine
- Konsul anestesi.
- Hubungi Perinatologi, OK EMG
- Obs His, BJA, KU, TNRS
Jawaban Konsul IPD
Dk/ P1A0 post partus dengan SC ai gawat janin + eklampsi
Saran:
- EKG dan thoraks photo
- Metildopa 3x250 mg
Jawaban Konsul neurologi
Dk/ Obs. Bangkitan (bentuk?) ec eklamsi
Saran:
- Diazepam 10 mg IU ( pelan-pelan 15) bila kejang
- EEG
- Pasien akan kami follow up
Jam 19.05
Jam 19.15

Ibu dibawa ke OK EMG


Ibu tiba di OK EMG
Ibu kejang sebanyak 1 kali, disertai muntah
Setelah kejang ibu sempat apneu, dilakukan inhibasi oleh dr. Anestesi
Dilakukan PL :BJA : 130-80-100 x/mnt
TD
: 110/70 mmHg
R
: 20 x/mnt
N
: 108 x/mnt
S
: Afebris

Jam 19.25
Jam 19.30

Operasi dimulai
Lahir bayi sengan meluksir kepala
BB : 2870 gram, PB : 46 cm,
APGAR 1= 1
5=1
10=10
NBS ~ 38-40 minggu
Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik
Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
B: 450 gram, Ukuran 18x19x2 cm
Operasi selesai.

Jam 19.33
Jam 20.25

Diagnosis pra bedah


: G1P0A0 gravida 41-42 minggu + oligohidramnion + gawat janin + eklamsia
Diagnosis pasca bedah : P1A0 partus marturus dengan seksio sesarea ai gawat janin + eklamsia
JO
: SCTP
LAPORAN OPERASI
Dilakukan tindakan a dan aniseptik daerah abdomen dan sekitarnya
Dilakukan insisi mediana inferior 10 cm
Setelah peritoneum dibuka, tampak dinding depan uterus
Plika vesikouterina disayat melintang, kandung kencing disisihkan kebawah ditahan dengan retraktor
abdomen
SBR disayat kearah pangkal ligamentum rotundum kiri dan kanan, bagian tengahnya ditembus jari
penolong.
Jam 19.30 Lahir bayi dengan meluksir kepala
BB : 2870 gram, PB : 46 cm,
APGAR 1= 1
5=1
10=3
Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik
Jam 19.33 Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
B: 450 gram, Ukuran 18x19x2 cm
SBR dijahit 2 lapis, lapisan pertama dengan jelujur interlocking, lapisan 2 dengan overhecting matras
Perdarahan dirawat, setelah yakin tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonealisasi dengan perineum
kandiung kencing
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
Fascia dijahit dengan vicryl 1.0
Kulit dijahit secara subkutikuler
Perdarahan selama operasi + 400cc
Diuresis selama operasi + 150 cc
LAPORAN PERINATOLOGI
Pada tanggal 14 Januari 2008, jam 19.30 di OK Emergensi lahir seorang bayi perempuan dari ibu
G1P0A0 yang merasa hamil cukup bulan. Bayi lahir letak kepala, SC a/i gawat janin dan Eklampsia
Segera setelah lahir, bayi diletakkan diatas meja resusitasi yang telah dihangatkan lebih dahulu dengan
posisi semi ekstensi. Kemudian bayi dikeringkan dengan memakai kain kering, bersih dan halus mulai dari
muka, kepala dan seluruh tubuh sambil dilakukan pengisapan lendir dari mulut, orofaring, dan kedua lubang
hidung. Bayi tidak menangis, BJ : 98 x/menit, APGAR 1 menit = 1, kemudian dilakukan stimulasi taktil. Bayi
belum menangis, BJA < 100 x/mnt, warna akral kebiruan. Dilakukan pijat jantung luar dan ventilasi buatan
dengan ambu bag (ambu to mouth) selama 30 detik, dan diberikan adrenalin 0,1 cc/kgBB 1:10.000. Bayi mulai
menangis lemah, BJA > 100 x/mnt .Kemudian dilakukan perawatan tali pusat. Tali pusat diklem, dan dipotong
lalu dibungkus dengan kasa steril yang sudah dibasahi dengan betadine. APGAR 5 menit = 1, 10 Menit = 3
BBL : 2870 gram, PBL : 46.
Pemeriksaan Fisik
KU : menangis lemah
HR : 120x/mnt
R : 50x/menit
S : 36,80C
Kepala
: UUB datar
Konjungtiva tidak anemis
Skelera tidak ikterik
PCH (-), choana +/+
POC (-), langit-langit intak
Leher
: Retraksi supra sternal (+)
Thorax
: Bentuk dan gerak simetris
Retraksi intercostal -/Cor
: BJ murni reguler
Pulmo
: BVS kiri = kanan
Abdomen : Retraksi epigastrium (-)
5

Datar, lembut, hepat/lien tak teraba


BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat
Capillary refill < 2
Akrosianosis -/Reflex
: moro (+), sucking (+), rooting (+), grasping (+)
DK/ T1, AGA, letak kepala, SC ai gawat janin dan Eklampsia
Asfiksia berat
Th/
- IVFD
- Amoxicillin 10 mg/kb BB i.v
- Pertahankan suhu 36,5 37,5 0C
- Vit K 1 mg IM
- Bila fungsi oral motor baik : ASI/PASI 4 x 15 cc
4 x 20 cc
- Sementara rawat kamar bayi.
FOLLOW UP
Tanggal
CATATAN
Jam
14/1/08 KU : DPO
TD : 110/59 mmHg
R : 24x/mnt,
vent
N : 110 x/mnt
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut, NT (-)
DM (-), PS/PP -/LO: tertutup verban
15/1/08

Pasien tiba di ICU pukul 00.00


KU : DPO
TD : 137/88 mmHg
R : 20x/mnt,vent
N : 88 x/mnt
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut
Dilaporkan hasil protein urine +3 (+++)

INSTRUKSI

15/1/08
POD I

16/1/08
POD II

Follow up SW
KU : DPO
TD : 152/96 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 82 x/mnt
S : 35,80C
Abdomen : Datar, lembut, NT (-)
DM (-), PS/PP -/-

KU : DPO
TD : 118/75 mmHg
R : 14x/mnt
N : 66 x/mnt
S : 35,50C
Abdomen : Datar, lembut, NT (-)
DM (-), PS/PP -/- , BU ( + )

Infus RL : D5% = 2 : 1 30
tetes/mnt
Konsul ICU
Cefotaxim 2x1 gr
Metronidazole 2 x 500 mg
Puasa sampai BU +
Observasi
KU,TNRS
dan
perdarahan
Cefotaxim 2x1 gr
Metronidazole 2 x 500 mg
MgSO4 20% 4 gr dalam 100 cc
Rl habis dalam 15
MgSO4 20% 10 gr dalam 500 cc
RL 20 tetes/menit
Menunggu hasil periksa lab
darah lengkap
Observasi
Ku,
TNRS,
perdarahan
EKG, thoraks photo
Infus RL : D5% = 2 : 1 20
tetes/mnt
MgSO4 20% 20 tetes/menit
Konsul ICU
Cefotaxim 2x1 gr
Metronidazole 2 x 500 mg
Puasa sampai BU +
Observasi
Ku,
TNRS,
perdarahan
Infus RL : D5% = 2 : 1 20
tetes/mnt
Cefotaxim 2x1 gr
Metildopa 3x250 mg
6

Tanggal
Jam

16/1/08

16/1/08

17/1/08
POD III

17/1/08

CATATAN

INSTRUKSI

Kontraksi baik, TFU : 2 jbpst


Perdarahan (-)
LO : tertutup verban

KU : CM
TD : 121/69mmHg
R : 20 x/mnt
N : 67 x/mnt
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut,
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
Perdarahan (-)
Follow Up Jaga
KU : CM, sakit berat
TD : 127/74 mmHg
R : 18 x/mnt
N : 66 x/mnt
S : 36,30C
ASI -/Abdomen : Datar, lembut,
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO: tertutup verban
I : 1607 cc/9 jam
O : 740 cc/9 jam
B : +867cc/9 jam
KU : CM
TD : 128/78 mmHg
R : 21 x/mnt
N : 62 x/mnt
S : 35,80C
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO : kering
Perdarahan (-)

FU IPD/ICU
KU : CM, sakit sedang
TD : 143/79 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 79 x/mnt
S : 36,70C
Diuresis : 40 cc
Sat O2 : 99 %
Follow UP jaga Obgin
KU : CM
TD : 143/77 mmHg
R : 24 x/mnt
N : 75 x/mnt
S : 36,20C
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , BU (+) N
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
Lo: kering terawat
Pus (-), duh (-)
Diuresis:

Terapi lain sesuai TS IPD,


neurology, ICU
FU IPD
Cek protein urine
FU neutologi
Observasi
Ku,
TNRS,
perdarahan
Infus RL : D5% = 2 : 1 20
tetes/mnt
Cefotaxim 2x1 gr
Kaltrofen 2 x 1 supp
FU IPD dan neurologi
Observasi Ku, TNRS
Breast care
Vulva hygiene
Monbilisasi miring kiri,
kanan bila memungkinkan
Cefotaxim 2x1 gr
Kaltrofen supp 2x1
Lain-lain sesuai TS IPD dan
ICU

IVFD RL : D5% = 2 : 1 20
tetes/mnt
Cefotaxim 2x1 gr
Metildopa 3x250 mg
FU IPD dan neurologi
Terapi lain sesuai TS IPD,
Neurologi, Anestesi
Observasi
Ku,
TNRS,
perdarahan
Cek protein urine, lab lengkap
Metil dopa 3x250 mg
Lain-lain sesuai

Cefotaxim 2x1 gr
Metildopa 3x250 mg
Lain-lain sesuai TS IPD dan
ICU
Observasi Ku, TNRS

Tanggal
Jam

14.35
18/1/08
POD IV

18/1/08

18/1/08

19/1/08

19/1/08
08.00
POD V

CATATAN
I : 1080 cc/8 jam
O : 1242 cc/8 jam
B : -162 cc/8 jam
Lapor dr. Benny H., SpOG (K)
Advis: Acc untuk pindah ruangan
Follow Up SW
KU : CM
TD : 152/86mmHg
R : 21 x/mnt
N : 72 x/mnt
S : 36,50C
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
Lo : Kering , terawat
Follow Up Pagi
KU : CM
TD : 130/78 mmHg
R : 16 x/mnt
N : 68 x/mnt
S : 36,30C
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/TFU : 3 jbpst, kontraksi baik
I/O : 340/325 per 3 jam
LO : kering, terawat
Follow Up Jaga
KU : CM, sesak nafas
TD : 140/90mmHg
R : 28 x/mnt
N : 92 x/mnt
S : Afebris
Ronchi basal +/+, wheezing -/Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 3 jbpst, kontraksi baik
LO : kering, terawat
Follow Up jaga IPD
Keluhan : Sejak 4 hari yang laliu, batuk-batuk
berdahak hijau kental disertai sesak,
mengi (-), demam (-).
KU : CM, sakit sedang
TD : 130/90 mmHg
R : 28 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : 36,90C
Pulmo: Ronchi +/-, basah, sedang nyaring
Cor: ???? tidak terlihat, teraba 2 cm lateral
Batas kiri 2 cm latera LMCS, atas ICS III,
kanan LSD, S2, S2 normal, S3, S4 (_),
murmur (-)
Ekstremitas edema (-)
Hb : 9.8, L 17700, Tr 349000
AGD : pH : 7.974, PcO2 35.8, pO2 69.0,
HCO3 26.1, tCO 27.1, BE 3.0, Sat 94,7
Dk/ susp CAP
Follow Up
KU : CM
TD : 130/90 mmHg
R : 24 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : 370C
Abdomen : Datar, lembut

INSTRUKSI

Cefadroksil 2 x 500 mg
Metildopa 3x250 mg
Lain-lain sesuai TS IPD dan
ICU
Observasi Ku, TNRS

Cefadroksil 2x 500 mg
Metildopa 3x250 mg
Rencana pindah ruangan R.17
hari ini
FU TS IPD dan neurologi
Observasi Ku, TNRS

Cefadroksil 2x500 mg
Metildopa 3x250 mg
Cek antibiotik
Lain-lain sesuai TS IPD
Observasi Ku, TNRS

Terapi dilanjutkan

Cefadroksil 2x500 mg
Metildopa 3x250 mg
Konsul IPD

Tanggal
Jam

19/1/08

20/1/08

21/1/08

21/1/08

22/1/08

22/1/08

CATATAN
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 3 jbpst, kontraksi baik
LO : kering, terawat
Follow Up IPD
Keluhan : sesak berkurang
KU : sakit sedang, CM
TD : 130/90 mmHg
R : 28 x/mnt
N : 90 x/mnt
S : Afebris
JVP tak meningkat
Rinchi -/-, wheezing -/I/O tidak dicatat
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO : kering, terawat
Follow Up Jaga
KU : CM
TD : 130/90 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : Afebris
Terpasang CVP
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 3 jbpst, kontraksi baik
LO : kering, terawat
KU : CM
TD : 120/90 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO : kering, terawat
KU : CM
TD : 120/80 mmHg
R : 18 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 3 jbpst, kontraksi baik
LO: kering terawat
BAB/BAK : +/+
Protein urine +3
KU : CM
TD : 110/70 mmHg
R : 28 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 3 jbpst, kontraksi baik
LO : kering terawat
BAB/BAK +/+
Protein uroine +3
FU Jaga
KU : CM
TD : 120/70 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 84 x/mnt
S : Afebris

INSTRUKSI

- Terapi dilanjutkan

Cefadroksil 2x 500 mg
Metildopa 3x250 mg
Follow UP Anestesi

Cefadroksil 2x 500 mg
Metildopa 3x250 mg
FU anestesi
EKG, Thoraks foto
FU IPD
Boleh pulang

Cefadroksil 2x 500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Metildopa 3x250 mg
Menunggu hasil EKG, thoraks
photo
Observasi Ku, TNRS

Cefadroksil 2x 500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Metildopa 3x250 mg
Menunggu hasil EKG, thoraks
photo
Observasi Ku, TNRS

Cefadroksil 2x 500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Metildopa 3x250 mg
FU IPD

Tanggal
Jam

22/1/08

CATATAN

INSTRUKSI

Abdomen : Datar, lembut


DM (-), PS/PP -/- , NT (-)
TFU : 3 jbpst, kontraksi baik
FU IPD
KU : CM, sakit sedang
TD : 120/80 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : Afebris
JVP : 5+1 cmH2O
Pulmo: sonor, kaka=kiri, VBS kiri = kanan
Ronchi -/-, wheeing -/Sesak (-)

Permasalahan
1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?
2. Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?
3. Apakah kasus ini dapat dicegah ?
Pembahasan
1. Penegakkan diagnosis pada kasus ini.
Eklampsi adalah suatu istilah yang mengacu dari bahasa Yunani yang berarti Halilintar. Kata
tersebut dipakai karena seolah olah gejala eklampsia timbul secara tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda
lain. Sekarang dengan kemajuan dalam kedokteran telah diketahui sebagian besar eklampsia yang dapat
timbul pada masa hamil, persalinan, nifas dengan didahului oleh gejala preeklampsia.1,2,8
Eklamsi adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang disertai gejala-gejala
preeklamsi. 1
Insidensi eklamsi berbeda-beda dari beberapa kepustakaan seperti di Parkland Hospital 1 : 2300
kelahiran 1 , lalu Ventura (2000) menyatakan insidensinya di Amerika Serikat yaitu 1 : 3250 1 , sedangkan
Douglas (1994) meneliti angka kejadiannya di Inggris dan menyimpulkan 1 : 2000. 3
Berdasarkan saat timbulnya, eklamsi dapat dibedakan menjadi 2,3 :
a. Eklamsi antepartum
b. Eklamsi intrapartum
c. Eklamsi postpartum
i. Segera (early postpartum) : 24 jam 7 hari
ii. Lambat (late postpartum) : > 7 hari selama masa nifas
Pada survey di United Kingdom diperoleh data insidensinya 38 % terjadi antepartum, 44% terjadi post partum
dan sisanya terjadi intrapartum. 3 Namun terdapat sedikit perbedaan dengan hasil survey di Amerika utara, yang
diperoleh hasil yaitu 50% kasus terjadi sebelum persalinan, 25% kasus terjadi dalam persalinan dan 25 % lagi
terjadi pasca salin. 1
Serangan kejang eklamsi dibagi menjadi 4 tingkat 3 :
1. invasi : beberapa detik
2. kontraksi : 15 20 detik
3. konvulsi : + 1 menit
4. koma : beberapa menit jam
Tingkatan diatas ini dapat terjadi berulang-ulang hingga 10 20 x. Penyebab kematian pada eklamsi adalah
edema paru dan asidosis. Pasien juga dapat mengalami kematian pada hari-hari berikutnya akibat pneumonia,
kerusakan hati dan ginjal. Tekanan darah pada penderita eklamsi biasanya tinggi (180 / 110 mmHg) dengan
nadi kuat. Apabila keadaan memburuk misalnya disertai dehidrasi maka nadi akan kecil dan cepat dan kejang
biasanya tidak tampak lagi, melainkan penurunan kesadaran berupa koma (eclampsi sine eclampsi) . Proteinuria
10

hampir selalu ada bahkan sangat banyak. Keadaan makin buruk bila ditemukan gejala panas badan. Kasus
eklamsi biasanya diikuti dengan persalinan walaupun terjadi pada kehamilan, namun ada yang kehamilannya
tetap berlangsung, tetapi pilihan tindakannya tetap berupa terminasi kehamilan. Keadaan pasien akan membaik
dalam waktu 12 24 jam pasca salin atau jika terjadi kematian janin intrauterine. Proteinuri kembali dalam 4
5 hari. Tekanan darah normal dalam waktu 2 minggu. Namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan
bahwa eklamsi dapat terjadi hingga 2 3 minggu pasca salin. 9,10 Untuk menegakkan diagnosis eklamsi harus
dikesampingkan keadaan seperti uremia, keracunan, tetanus, epilepsi, histeris, gangguan Susunan saraf pusat,
namun dalam kehamilan dan masa nifas yang mengalami kejang dan hipertensi harus dianggap sebagai eklamsi
sampai terbukti bukan eklamsi. 1
Hal yang menarik pada kasus ini yaitu tidak terdeteksinya eklampsi sampai terjadinya kejang pada di
kamar operasi.
Pasien pada waktu melakukan ANC di bidan dan Poloklinik Kebidanan RSHS tidak pernah mengalami
hipertensi. Chisley pernah meneliti pasien eklampsi, dan mendapatkan 10 % pasien tidak dijumpai tanda tanda
preeklampsia sampai terjadinya kejang (Eklampsia).10
Pada saat pasien kejang, dilakukan pengukuran tekanan darah dengan hasil 110/70 mmHg , dengan
pemeriksaan protein urine +3. Pada pemeriksaan selanjutnya Tekanan darah 148/ 91mmHg (post op ) .
Dengan suatu deteksi yang lebih dini maka kemungkinan antisipasi terhadap eklampsia tanpa gejala awal dapat
terdeteksi.
Pada kriteria diagnosa terdahulu, kriteria preeklampsi salah satunya adalah peningkatan tekanan darah sistolik >
30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg, maka jika dilihat pada status ANC maka kriteria hipertensi pada kasus ini
terpenuhi, tapi saat ini kriteria peningkatan tekanan darah sudah bukan merupakan kriteria diagnosa.2
Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia.
Primigravida, kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, diabetes melitus,
hipertensi essensial kronik, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah
menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia.
Pada pasien ini dijumpai faktor resiko berupa Primigravida
DETEKSI DINI PREEKLAMSI
1. Secara klinis
Pengenalan kelompok risiko tinggi. Yaitu ibu dengan faktor predisposisi yang sudah disebutkan
sebelumnya
Kenaikan berat badan pertambahan berat mencapai 1 kg perminggu atau 3 kg perbulan harus
diwaspadai preeklamsi. Hal ini disebabkan edema yang terjadi pada 85% penderita eklamsi.
Kenaikan tekanan darah dengan batas sistolik 140mmHg dan diastolik 90mmHg, atau kenaikan
sistolik 30mmHg atau diastolik 15mmHg dari tekanan yang biasa.
Proteinuria; merupakan kelainan fase lanjut. Diangap patologis bila dijumpai jumlah protein
kuantitatif diatas 0,3 gr/24 jam atau kualitatif : ( +1)- (+4)
Nyeri kepala; biasanya dijumpai pada HDK yang berat. Nyeri di daerah frontal atau oksiput, sukar
diatasi obat analgesik.
Nyeri epigastrium; merupakan gejala lanjut HDK dan merupakan gejala akan terjadinya kejang. Rasa
ini disebabkan oleh regangan kapsul hati akibat perdarahan atau edema hati, atau mungkin kelainan
SSP
Gangguan penglihatan; gangguan ini bervariasi dari derajat ringan sampai derajat berat yaitu
penglihatan kabur sampai kebutaan. Penyebabnya adalah spasmus arteriol, iskemia, edema dan
pada keadaan berat dapat terjadi ablasio retina. Gangguan bersifat reversible
Gejala lainnya; sejumlah gejala yang dapat mengikuti preeklamsi dan eklamsi adalah oliguria, anuria,
edema paru sampai sianosis dan perdarahan sampai DIC
Prediksi Preeklamsi
Angiotensin II Infusion
Angiotensin II diinfus sampai ada peningkatan tekanan diastolik 20 mmHg. Bila kadar yang dibutuhkan <8
ng/kg/mnt hasil (+)
Roll Over Test
11

Berbaring miring, diukur tekanan darah, lalu terlentang dan diukur kembali tekanan darahnya, terjadi
peningkatan tekanan darah > 20 mmHg
Asam Urat
Asam urat meningkat ( ekskresi urat ginjal menurun)
Metabolisme Calcium
Metabolisme calcium meningkat hipocalciuria (defisiensi pada diet)
Ekskresi kalikrein urine menurun
Fibronectin
Kerusakan endotel fibronectin meningkat
Aktivasi koagulasi
Trombositopeni dan agregasi trombosit preeklamsi
Thromboxane dari trombosit meningkatkan rasio tromboxane/prostacyclin
Aspirin dosis rendah profilaksis
Faktor imunologis
Sitokin adalah protein messenger dilepaskan oleh sel imun yang mengatur fungsi sel imun lain. Kadarnya
meningkat pada preeklamsi. Termasuk : interleukin, interferon, growth factor dan tumor necrosis factor.
Peptida plasenta
Corticotropin-releasing hormone, chorionic gonadotropin, activin A dan inhibin A.
Doppler Velocimetry A. uterina
Resistensi vaskular uteroplasenta
Menurut ALARM International (2001), gawat janin didefinisikan sebagai asfiksia janin progresif yang
bila tidak dikoreksi atau tidak mendapatkan intervensi akan berakibat dekompensasi respon fisiologis yang
akan berlanjut menjadi kerusakan organ permanen atau kematian.4
Untuk mengetahui keadaan gawat janin dapat dilakukan pemantauan denyut jantung (fetal heart
rate/FHR) dengan auskultasi menggunakan stetoskop secara berkala maupun kardiotokografi, melihat tanda
klinis adanya mekonium staining dan analisa gas darah janin 4,5,6
Pada kasus ini gambaran gawat janin didapatkan dari gambaran CTG adanya prolong deselerasi, sehingga
diputuskan untuk mempercepat proses persalinan dengan melakukan seksio sesarea pada kasus ini
Pada kasus-kasus yang langka, volume cairan amnion dapal jauh di bawah batas normal dan
kadangkala berkurang hingga hanya terdapat beberapa ml cairan, saja di dalam kantong ketuban. Penyebab
keadaan ini tidak sepenuhnya diketahui. Realy dkk. (1985) melaporkan bahwa jumlah reseptor prolaktin dalam
chorion laeve tampak normal pada kasus-kasus semacam itu Jumlah cairan amnion yang sangat sedikit relatif
lebih sering ditemukan pada kehamilan yang berlangsung sampai beberapa minggu sesudah aterm. Risiko
terjadinya kompresi tali pusat dan selanjutnya gawat janin akan meningkat akibat sedikitnya jumlah cairan amnion7,11,14
Diagnosis Oligohidramnion ditegakkan dengan USG, dengan kriteria AFI yang kurang dari 5 percentil
dari usia kehamilan atau kurang dari 5 cm pada kehamilan aterm. 12 Pada kasus ini didapatkan AFI 4,42,
sehingga diagnosis oligohidramnion sudah tepat.
2. Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?
Pengelolaan Eklamsi
Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait.
Pengobatan medisinal
1. Obat anti kejang :
Ketika diagnosa eklampsia sudah ditegakkan, pada kasus ini diberikan regimen pengobatan dengan MgSO4
sesuai dengan protap di Bag Kebidanan RSHS .
Cara pemberian MgSO4 :
Pemberian melalui intravena :
a. Dosis awal :
4 gram (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer laktat, diberikan selama 15-20 menit.
b. Dosis pemeliharaan:
12

10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam ( 20-30 tetes per menit)
Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 g MgSO4 40% i.v selama 2 menit, sekurangkurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya diberikan sekali saja. Bila setelah
diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg/bb/i.v pelan-pelan
2. Antihipertensi diberikan bila :
1. Tekanan darah :
- Sistolik > 180 mmHg
- Diastolik > 110 mmHg
1. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
- Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan selama 5 menit. Dosis
dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.
- Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
tekanan darah.
Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg
setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai
80 mg pada 10 menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan : Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau
air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian
tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. selama 5 menit.
Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau Martos
10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan Mean
Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit
sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.
Pada kasus ini diberikan pengobatan berupa Methldopa dengan dosis 3 x 250 (pada saat tekanan darah
mencapai 150/96 mmHg)
Perawatan pasien dengan serangan kejang :
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala direndahkan : daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus), diberikan pengobatan sebagai
berikut :
Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-lahan.
Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan
Benzodiazepin i.v setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut-turut.
Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan) dengan dosis 3 x
300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada
hari ketiga dan seterusnya.
Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v 3 kali berturut-turut, pasien masih tetap kejang, maka
diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc Na Cl 0,9%) dengan kecepatan 2025 tetes/menit selama 2 hari.
f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :
Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya perdarahan otak.
Punksi lumbal, bila ada indikasi.
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas
darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang lain.
Pengelolaan terhadap pasien ini sudah adequat, adapun eklampsia yang terjadi karena diakibatkan oleh tidak
adanya gejala preeklampsia saat persalinan.
Pada kasus ini dengan fetal distress, dan ditemukan adanya oligohidramnion dengan kemungkinan
penyebab gawat janin salah satunya adalah Oligohidramnion, sehingga perlu diambil tindakan pengelolaan
yang segera, pada kasus ini pilihan seksio sesarea sudah cukup tepat.13
13

3. Apakah Kasus ini dapat dicegah ?


PENCEGAHAN PREEKLAMSI
Pencegahan secara umum dapat dibagi dalam 3 tahap :
1. Pencegahan primer
Upaya menghindari terjadinya penyakit dengan jalan menghindari atau menghilangkan faktor risiko atau faktor
predisposisi. Pada tahap ini pasien belum terkena penyakit tersebut walau sudah memiliki faktor risiko atau
predisposisi. Upaya pencegahan primer dengan cara menghindari kehamilan yang disertai faktor risiko.
2. Pencegahan sekunder
Pada tahap ini belum terlihat gejala klinisnya namun telah terjadi proses patobiologis awal akibat penyakit ini.
Intervensi ditujukan untuk mencegah berkembangnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi walau belum terlihat
hipertensi dan proteinuri, uji diagnostik untuk deteksi dini seperti tes tidur miring, tekanan arteri rata-rata dan
USG telah menunjukkan hasil yang patologis.
3. Pencegahan tertier
Upaya pencegahan penyakit yang telah disertai gejala klinik dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi
akibat makin memberatnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi intervensi ditujukan mencegah terjadinya
eklamsi dan komplikasinya yang berupa kegagalan organ vital (multiple organ failure)
Pencegahan Preeklamsi menurut Sibai & Rodriguez (1991) :
1. menganjurkan perubahan kebiasaan hidup
a.
PNC teratur
b. Cukup istirahat dengan bedrest miring ke satu sisi
c.
Hubungan seks dg partner sama
d.
Hindari rokok dan kopi
2. Perbaikan nutrisi
a. Diet rendah kalori, tinggi protein, rendah garam
b. Suplemen Ca, Mg, Zn, as. Linoleat, minyak primrose, garlic
c. Obat : diuretik, antihipertensi, vit. E, -simpatomimetik, antitrombus (aspirin, dipiridamol,
dazoksiben, heparin)
Aspirin dosis rendah
Supresi selektif sintesis tromboxane oleh trombosit dan produksi prostacyclin endotel.
Coomarasamy dkk (2003) melaporkan dari studi meta analisis, aspirin secara signifikan mengurangi faktor
risiko preeklamsi dan menurunkan kematian perinatal, sehingga dipertimbangkan pada wanita dengan riwayat
preeklamsi sebelumnya, hipertensi kronis, diabetes dan penyakit ginjal untuk menjalani terapi aspirin.1,9,10
Dari 42 penelitian yang melibatkan 32.000 wanita, terdapat penurunan 15% risiko preeklamsi dengan
penggunaan antiplatelet dan juga terdapat penurunan 14% kematian bayi.2
Suplemen kalsium
Suplemen kalsium ditujukan untuk menjaga keseimbangan prostaglandin sebagai patofisiologi preeklamsi. 1,2
Suplemen kalsium selama kehamilan mengakibatkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik dan
menurunkan insidensi preeklamsi.4
Antioksidan
Serum wanita hamil mengandung mekanisme antioksidan yang berfungsi mengontrol peroksidasi lipid, yang
berhubungan dengan disfungsi sel endotel. Serum wanita dengan preeklamsi telah dilaporkan mengandung
aktivitas antioksidan yang jelas menurun. Terapi antioksidan secara signifikan menurunkan aktivasi sel
endotel.1,2 Suplemen vitamin C dan E mengurangi kerusakan endotel dan mengurangi insidensi preeklamsi.
Pada pasien ini pencegahan primer mungkin tidak tepat, karena pasien belum memiliki anak, maka pendekatan
percegahan sekunder dan tersier lebih tepat kiranya untuk dilakukan .
KESIMPULAN
1. Diagnosa pada kasus ini sudah cukup tepat, walaupun terjadinya eklampsia tidak diantisipasi sebelumnya
karena tidak ditemukannya gejala preeklampsi

14

2. Pengelolaan RSHS sudah adequat walaupun ada keterlambatan terdeteksinya gejala preeklampsi pada
pasien ini sampai terjadinya kejang
3. Pada pasien ini eklamsi dapat dicegah dengan pencegahan sekunder maupun tersier.
SARAN
1. Perlunya memakai beberapa pendekatan deteksi dini, sehingga kasus kasus yang
berpotensi untuk terjadinya Preeklampsia dapat lebih awal terdeteksi

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F.G, Bloom S.L, Leveno K.J, Gilstrap L.C, Hauth J.C, Wenstrom K.D. In: Hypertensive
Disorders in Pregnancy.Williams Obstetrics. 22nd edition. New York: McGraw Hill, 2005: 761 - 808
2. David KJ, Philip J, Carl P, Benard G, editors. In : Hypertension. High Risk pregnancy . 3rd Edition.
London : WB Saunders Company, 2006: 772-89
3. Greer Ian A. Pregnancy Induced Hypertension . In: Chamberlain G, Steer PJ eds. Turnbulls
Obstetrics. 3rd ed. London : Churcill Livingstone, 2002 : pp333-54
4. The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada. ALARM International. Ottawa: SOGC; 2001
5. David KJ, Philip J, Carl P, Benard G, editors. In : Fetal distress in Labor . High Risk pregnancy . 3rd
Edition. London : WB Saunders Company, 2006: 1451-71
6. Gibb D, Arulkumaran. Fetal Monitoring In Practice. London : Butterworth- Heinemann Ltd, 1992 : 38-9
7. Cunningham F.G, Bloom S.L, Leveno K.J, Gilstrap L.C, Hauth J.C, Wenstrom K.D. In: Disorders of
Amnionic Fluid Volume .Williams Obstetrics. 22nd edition. New York: McGraw Hill, 2005: 525 - 33
8. Miller David A. Hypertension in pregnancy in : Dcherney A.H, Nathan L, Goodwin Murphy, Laufer N .
Current Diagnosis and treatment Obstetric and Gynecologic, 10 th ed. Connecticut Mc Graw Hill , 2007:
318 27
9. Benson & Pernolls. In : Hypertensive Disorders During Pregnancy. Handbook of Obstetrics &
Gynaecology Diagnosis and Treatment 10 th ed. New York: Mc Graw Hill, Inc, 2003: 379 402
10. Chesley L. Hypertension in pregnancy: Definitions, familial factor, and remote prognosis. Available at :
www.KidneyInternational.com
11. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan ganguan janin.
Obstetri patologi. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 2005 : 28-41
12. Fortner K.B, Szymanski L.M, et al. In : Gestational complication. The John Hopkins Manual Of
Gynecology and Obstetrics 3rd ed.Philadelphia : Lippincot W&W : 110 - 21
13. Wiknjosastro H. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1994 : 339-59
14. David KJ, Philip J, Carl P, Benard G, editors. In : Hydramnios and Oligohydramnios .High Risk Pregnancy
3rd Edition. London : WB Saunders Company, 2006: 272-90

16

LABORATORIUM
HB
Ht
Leko
Trombo
GDS
Na
K
Cl
Ca
Mg
Bil totol
Bil Direk
Analisa Gas darah
pH
PCO2
PO2
HCO3
TCO2
BE
Sat O2
Urin rutin
BJ
pH
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Lekosit
Sel epitel
Bakteri/kristal/
silinder

1/6/07
01.19
11.5
34
10,100
247,000

17/1/08
04.27
7.8
24
17,700
209,00
124

17/1/08
09.34

17/1/08
23.12
8.7
27
13,300
250,00

18/1/08
04.26
8.5
27
12,500
247,00
66
138
3.3
105
4.51
1.69

18/1/08
24.41
9.8
29
13,900
349000

20/1/08
09.37

21/1/08
09.49

21/1/08
15.42

+++

500/+++

5.70
0.60
7.474
35.8
69.0
26.1
27.2
3.0
94.7
1.020
6.5
<1
0-2
0-1
0-2
-

75/+

17

Вам также может понравиться