Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
Fitria Wijayanti
H2A010019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD AMBARAWA
2015
Disusun Oleh:
Fitria Wijayanti
H2A010019
Tanda Tangan
Tanggal
.............................
.............................
Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata
BAB I
CATATAN MEDIS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Pekerjaan
Jaminan Kesehatan
No. CM
Tanggal periksa
: Tn. S
: 53 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Kandangan RT.04 RW.06, Bawen.
: Petani karet
: Umum
: 02089034-2015
: 27 Oktober 2015
ANAMNESE
Anamnese dilakukan secara autoanamnese di poli mata RSUD
Ambarawa pada tanggal 27 Oktober 2015 pukul 09.30 WIB.
Keluhan Utama :
Mata kanan dan kiri terdapat selaput.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Ambarawa dengan
keluhan mata kanan dan kiri terbentuk selaput sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh kedua matanya terasa mengganjal, sering nerocos,
kemerahan dan pedas dalam 2 hari ini. Sudah ditetesi obat mata insto
namun belum sembuh. Jika malam hari keluhan dirasa semakin
meningkat. Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal riwayat hipertensi, DM, alergi dan riwayat
operasi pada daerah mata.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui riwayat penyakit keluarganya.
Sosial Ekonomi :
Pasien seorang petani karet, sering terkena paparan sinar matahari
dan terkena debu pohon karet. Pasien tidak memiliki jaminan/asuransi
kesehatan, kesan ekonomi kurang.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: kesan mesosefal
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal
3. STATUS OFTALMOLOGIS
pupil 3mm,
pupil 3mm,
Pterigium
6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Bebas segala arah
VISUS
VISUS KOREKSI
SENSUS COLORIS
PERGERAKAN BOLA
MATA
6/15
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Bebas segala arah
Ortoforia
KEDUDUKAN BOLA
Ortoforia
MATA
SUPERSILIA
SILIA
PALPEBRA SUPERIOR
Distrikiasis (-)
Edema (-)
Distrikiasis (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Spasme (-)
Spasme (-)
Massa (-)
Edema (-)
Massa (-)
Edema (-)
PALPEBRA INFERIOR
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Spasme (-)
Spasme (-)
Massa (-)
Massa (-)
Entropion (-)
MARGO PALPEBRA
Ektropion (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Hiperemis (-)
KONJUNGTIVA
Hiperemis (-)
Folikel (-)
PALPEBRA SUPERIOR
Folikel (-)
Sekret (-)
Hiperemis (-)
KONJUNGTIVA
Sekret (-)
Hiperemis (-)
Folikel (-)
PALPEBRA INFERIOR
Folikel (-)
Sekret (-)
Hiperemis (-)
SKLERA
Sklerektasis (-)
Arcus senilis (-)
KORNEA
Sklerektasis (-)
Arcus senilis (-)
Infilrat (-)
Infilrat (-)
Sikatriks (-)
Kedalaman cukup
COA
Sikatriks (-)
Kedalaman cukup
PUPIL
D: 3 mm
D: 3 mm
Kripte normal
IV.
IRIS
Kripte normal
Sinekia (-)
Kekeruhan (-)
Tidak dilakukan
LENSA
TEKANAN BOLAMATA
Sinekia (-)
Kekeruhan (-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
DIGITAL
UJI KONFRONTASI
KERATOPLACIDO
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
RESUME
Tn. S 53 tahun dengan keluhan mata kanan dan kiri terbentuk
selaput sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh kedua matanya terasa
mengganjal, sering nerocos, kemerahan dan pedas dalam 2 hari ini. Sudah
ditetesi obat mata insto namun belum sembuh. Jika malam hari keluhan
dirasa semakin meningkat.
Riwayat kebiasaan dan sosial pasien seorang petani karet, sering
terkena paparan sinar matahari dan terkena debu pohon karet.
Pada pemeriksaan fisik ophthalmology ditemukan
selaput
Pterigium
Pseudopterigium
Pinguekula
VI. DIAGNOSIS
ODS Pterigium stadium II
VII.
INITIAL PLAN
Ip Mx :
a. Keadaan umum
b. Gejala klinis
Ip Ex :
a. Memberitahukan pada pasien mengenai pterigium dan komplikasinya.
b. Menganjurkan kepada pasien untuk mengurangi paparan sinar matahari dan
debu
c. Memberitahu kepada pasien untuk menjaga hygine mata sebelum pemakaian
obat mata dan setelahnya dengan cara cuci tangan
d. Menganjurkan untuk tidak mengusap-usap mata.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Sanam
: dubia ad bonam
Quo ad Visam
: dubia ad bonam
Quo ad Cosmeticam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PTERIGIUM
A. Pendahuluan
Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang
lanjut yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas
cahaya, dan warna yang dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam
struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu orbita. Setiap mata terdiri
atas 3 lapis konsentris yaitu lapisan luar terdiri atas sklera dan kornea,
lapisan tengah juga disebut lapisan vaskular atau traktus uveal yang terdiri
dari koroid, korpus siliar dan iris, serta lapisan dalam yang terdiri dari
jaringan saraf yaitu retina.
Pterigium merupakan kelainan bola mata yang umumnya terjadi di
wilayah beriklim tropis dan dialami oleh mereka yang bekerja atau
beraktifitas di bawah terik sinar matahari dan umumnya terjadi pada
usia 20-30 tahun. Penyebab paling sering adalah exposure atau sorotan
berlebihan dari sinar matahari yang di terima oleh mata. Ultraviolet, baik
UVA ataupun UVB, berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti zat allergen, kimia dan
pengiritasi lainnya.
Pterigium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang
yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang mengenai anak-anak.
Paparan sinar matahari dalam waktu lama, terutama sinar UV, serta iritasi
mata kronis oleh debu dan kekeringan diduga kuat sebagai penyebab
utama pterigium. Gejala-gejala pterigium biasanya berupa mata merah,
iritasi, inflamasi, dan penglihatan kabur.
Kondisi pterigium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih
mata, menjadi merah dan meradang. Pertumbuhan bisa mengganggu
proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang
terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan
lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Apabila
memiliki tingkat aktifitas luar ruangan yang cukup tinggi dan harus
berlama lama dibawah terik matahari, disarankan untuk melindungi aset
penting penglihatan juga dari debu dan angin yang bisa menyebabkan
iritasi mata baik ringan maupun berat.
B. Definisi
Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya
sayap (wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan
fibrovaskuler pada subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan
kornea, umumnya bilateral di sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga
dengan kepala/apex menghadap ke sentral kornea dan basis menghadap
lipatan semilunar pada cantus.
Pterigium merupakan
suatu
pertumbuhan
fibrovaskular
Gambar 1. Pterigium
D. Patofisiologis
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan
sinar matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering,
inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UVB merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang
terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti
TGF- dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan
regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat
jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami
degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan
granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang
akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan
membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan
membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk
pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang
terjadi displasia.
diatasnya
biasanya
normal,
tetapi
mungkin
acanthotic,
E. Klasifikasi
Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan
tipe, stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh
darah episklera , yaitu:
1.
Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :
Tipe I: Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau
menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea.
Stockers line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan
kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami
inflamasi ringan. Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami
keluhan lebih cepat.
Tipe II: disebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium
rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering
nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4
mm, dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear
film dan menimbulkan astigmat.
Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona
optik. Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona
optik membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4
mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus
rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas
ke forniks dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata
serta kebutaan.
2.
Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:
Stadium I: jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
Stadium II: jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai
pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
Stadium III: jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter
pupil sekitar 3-4 mm).
Stadium IV: jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2
yaitu:
Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
kornea di depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium).
Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi
bentuk membran, tetapi tidak pernah hilang.
F. Manifestasi Klinis
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata
merah, gatal, mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga
ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja
di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi,
serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.
2. Pemeriksaaan fisik
Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular
pada permukaan konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang
vaskular dan tebal tetapi ada juga pterygium yang avaskuler dan flat.
Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi
ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterygium pada daerah
temporal.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium
adalah topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa
astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh pterygium.
H. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.
Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata
dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau
Menurut Ziegler:
1.
2.
3.
4.
5.
Mengganggu visus
Mengganggu pergerakan bola mata
Berkembang progresif
Mendahului suatu operasi intraokuler
Kosmetik
Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata)
untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada
lapisan air mata.
Nama obat
b.
Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Perhatian
Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada
permukaan okular
Nama obat
Dosis obatnya
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Bisa
menyebabkan
hipersensitivitas
terjadinya
c.
Interaksi
Tidak ada
Perhatian
Karena
menyebabkan
kabur
penglihatan sementara dan harus
menghindari
aktivitas
yang
memerlukan penglihatan jelas sampai
kaburnya hilang.
Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Kehamilan
Perhatian
Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot
rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang
belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat,
terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
Infeksi
Diplopia
Corneal scarring
I. Prognosis
Pterigium merupakan suatu neoplasma konjungtiva benigna,
umumnya prognosisnya baik secara kosmetik maupun penglihatan, namun
hal itu juga tergantung dari ada tidaknya infeksi pada daerah pembedahan.
Untuk mencegah kekambuhan pterigium (sekitar 50-80 %) sebaiknya
dilakukan penyinaran dengan Strontium yang mengeluarkan sinar beta,
dan apabila residif maka dapat dilakukan pembedahan ulang. Pada
beberapa kasus pterigium dapat berkembang menjadi degenerasi ke arah
keganasan jaringan epitel.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD.
Management of Pterygium. Opthalmic Pearls.2010
2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available
from : www.eyewiki.aao.org/Pterygium
3. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asburys Oftalmologi
Umum: edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.
4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
5. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
6. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2011 Maret 08].
Available from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
7. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available
from : http://www.dokter-online.org/index.php.htm .
8. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [online] 2007.
[cited
2011
October
23].
Available
from
:
http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant
9. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook
Atlas. New York : Thieme Stutgart. 2000
10. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In:
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366
11. Anonim. Pterygium. [online] 2007. [cited 2011 October 23]. Available
from : http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/963/followup/complications.html