Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini seiring semakin berkembangnya pembangunan khususnya di Bali. Semakin
banyak kita jumpai perumahan maupun residence yang dibangun untuk selanjutnya disewakan
atau dikontrakkan pada penduduk pendatang. Seperti yang kita ketahui Indonesia terdiri dari
banyak suku dengan kultur keyakinan dan nilai yang berbeda-beda. Pembangunan rumah yang
bersifat masif dan homogen tentunya kurang tepat untuk ditempati oleh penduduk yang datang
dari beragam latar belakang suku maupun nilai keyakinannya. Ketidaksesuaian lingkungan dan
penghuni bisa menyebabkan tekanan yang membuat penghuni tidak nyaman dan tidak betah
untuk tinggal dalam lingkungan rumah tinggalnya.
Dalam arsitektur hubungan lingkungan rumah tinggal dan penghuni sangat berhubungan
erat. Perilaku penghuni rumah tentunya harus disesuaikan dengan lingkungan rumah yang akan
mewadahi aktivitas yang akan di lakukan. Oleh karena itu di perlukan adalanya solusi konkret
untuk menyelesaikan masalah tersebut. solusi masalah ini bisa didapat dari metodologi penelitian
yang dilakukan untuk memperoleh data pasti yang akan di gunakan untuk mengambil
kesimpulan dalam penyelesaian masalah ini.
Dalam makalah ini kami mencoba untuk menguraikan tentang hubungan antara perilaku dan
lingkungan dan juga motodologi penelitian untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang ada.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa pengertian dari lingkungan dan perilaku ?
1.2.2 Bagaimana hubunngan antara perilaku dengan lingkungan dan arsitektur?
1.2.3 Apa saja metode penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku?
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari lingkungan dan perilaku.
1.3.2 Mengetahui hubunngan antara perilaku dengan lingkungan dan arsitektur
1.3.3 Mengetahui metode penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Perilaku- Lingkungan dan Metode Penelitian Arsitektur Perilaku dan
Lingkungan
2.1 Pengantar
Arsitektur tidak lepas dari teori dan praktik, untuk mempelajari serta mengertikan kondisi
lingkungan fisik dan intelektual manusia diperlukan teori. Sebaliknya agar teori mendapatkan
nilai objektivitasnya maka diperlukan pijakan pada lingkungan yang nyata. Studi perilakulingkungan menaruh perhatian pada proses transformasi dan mekanisme hubungan manusia
dengan lingkungan dalam sebuah proses tersebut. Dengan hasil studi tersebut maka akan menjadi
bahan pertimbangan dalam pembentukan teori arsitektur, studi perilaku lingkungan dapat
membantu perancang dengan teori, model dan konsep untuk mengerti hubungan perilaku dan
manusia dan lebih mengerti desain arsitektur dengan lebih baik. Laurens (2005:17)
2.2 Perkembangan Ilmu Perilaku-Lingkungan
Ilmu perilaku (behavior sciences) adalah suatu istilah yang mecakup bidang ilmu yang luas
seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, dll yang beertujuan untuk
mengembangkan pemahaman mengenai kegiatan manusia, sikap dan nilai- nilai yang dikenal
sebagai studi perilaku-lingkungan, serta bagaimana perkembangan teori dan proses desain
arsitektur. Empat dimensi perilaku lingkungan yaitu manusia, perilaku, lingkungan dan waktu.
Karakteristik Ilmu Perilaku dan Lingkungan, Laurens(2005:18)
Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan perilaku stereotip,
seperti perilaku binatang bersel satu; perilaku kompleks seperti perilaku manusia;
perilaku sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses mental
biologis yang lebih tinggi
perilaku-
lingkungan adalah satu unit yang dipelajari dalam keadaan saling terkait tidak berdiri sendiri
seperti hubungan kebisingan dengan tingkat konsentrasi seseorang atau kondisi fasilitas kantor
dengan produktifitas seseorang. Laurens (2005:25)
Hubungan antara lingkungan dan manusia serta perilakunya adalah hubungan timbal
balik, saling terkait, dan saling mempengaruhi. Misalkan dalam ranah pendidikan, apakah sarana
dan prasarana belajar yang menyebabkan mutu dan prestasi belajar disekolah.
Aktifitas setiap individu yang berbeda-beda tentunya memerlukan ruang berbeda untuk
mewadahinya. Secara konseptual manusia merupakan makhluk berpikir yang mempunyai
keputusan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan adanya pendekatan setting
behavior yang di pelopori Barker, membuat manusia bisa mengorganisasikan dan menggunakan
pengetahuannya untuk memberikan makna dan fungsi pada ruangan yang di gunakan. Sebagai
contoh : pada sebuah sekolah terdapat satu ruangan yang sering salahgunakan oleh siswa untuk
merokok, walaupun ruangan tersebut bukan untuk merokok dan juga di sekolah dilarang
merokok tapi dengan sendirinya perilaku merokok siswa member kesan atau makna pada
ruangan itu sendiri sebagai ruangan untuk merokok.
Menurut Donna P. Duerk bahwa manusia dan perilakunya adalah bagian dari system yang
menempati tempat dan lingkungan tidak dapat dipisahkan secara empiris. Karena itu perilaku
manusia selalu terjadi pada suatu tempat dan dapat dievaluasi secara keseluruhan tanpa
pertimbangan factor-faktor lingkungan. Donna P. Duerk, Architectural Progamming (1993).
Pengaruh timbal balik antara lingkungan dengan perilaku:
Orang cenderung menduduki suatu tempat yang biasanya diduduki meskipun tempat tersebut
bukan tempat duduk. Misalnya: susunan anak tangga didepan rumah, bagasi mobil yang besar,
pagar yang rendah dan sebagainya.
Pada saat orang cenderung memilih jalan pintas yang dianggapnya terdekat dari pada
melewati pedestrian yang memutar. Sehinga orang tersebut tanpa sadar telah membuat jalur
sendiri meski telah disediakan pedestrian.
2.6 Metode Dalam Penelitian Arsitektur Lingkungan dan Perilaku
2.6.1 Pengantar
Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:73). Metodologi riset untuk kajian arsitektur dan
perilaku sebenarnya tidak jauh berbeda dengan metodologi untuk kajian- kajian bidang lain, dari
aspek teknis terdapat beberapa teknik yang spesifik digunakan dalam kajian arsitektur
lingkungan dan perilaku, akan tetapi sebelumnya akan akan diuraikan tiga jenis riset untuk
membedakan konteks riset di bidang arsitektur lingkungan dan perilaku. Terdapat tiga jenis riset
yaitu:
Basic research
Riset dasar dilakukan untuk menjawab pertanyaan mendasar mengenai suatu fenomena
serta ditunjukkan terutama untuk mengembangkan suatu teori tertentu. Riset ini tidak
selalu mempunyai efek penerapan langsung pada persoalan- persoalan sehari- hari, tetapi
diperlukan untuk mengembangkan suatu teori baru mengenai suatu hal, motivasi riset
dilakukan karena obsesi untuk menemukan suatu penjelasan yang baru terhadap suatu
tidak melakukan pengembangan teori, dan bobot penerapan lebih besar dari riset dasar
Instrumental research
Riset instrumental digunakan untuk kepentingan pendidikan, yaitu sebagai latihan untuk
mahasiswa dan tenaga peneliti untuk meningkatkan kemampuan mengelola proses riset
dan menerapkan berbagai metode riset
Di dalam konteks arsitektur lingkungan dan perilaku sebagian ahli menyarankan untuk
menggunakan riset yang aplikatif, agar digunakan untuk memecahkan problem praktis terutama
di bidang perancangan arsitektur dan perancangan kota. Haryadi & B.Setiawan (2010:74)
2.7 Metodologi Riset di Bidang Arsitektur Lingkungan dan Perilaku
Metodologi riset dipilih dan dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan dalam suatu proyek riset, dalam konteks ini satu metodologi riset selalu memiliki
kekurangan dan kelebihan masing- masing, untuk itu metodologi riset dapat dipilih tergantung
dari persoalan dalam riset. Haryadi & B.Setiawan (2010:75)
Delapan Teknik Riset. Haryadi & B.Setiawan (2010:75)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Eksperimental
Observasi
Dokumen Pribadi
Kuisioner( angket), wawancara
Pemetaaan Perilaku
Test Psikologi
Analisis Isi
Studi Kasus.
Berikut merupakan tabel Permasalahan dengan pendekatan dan teknik riset yang sesuai.
Permasalahan
Mencari informasi yang dapat
Pendekatan
Testing
dipertanggungjawabkan
laboratorium
dalam
Teknik Riset
dalam Eksperimen
laboratorium simulasi
kondisi terkendali
Memperoleh perilaku manusia
Mengamati
bersangkutan
Meminta mereka untuk
Dokumen-
manusia
pribadi
kegiatan peribadi
Mempelajari apa yang dipikirkan
Kuesioner (angket)
seseorang
bersangkutan
Interview (wawancara)
Menggambarkan
Skala Atitude
Pengukuran
Identifikasi Kecendrungan
Mengetahui kepada yang tidak
pergerakan mereka
Tabulasi Sistematis
Penyelidikan detail
pemeran perilaku
Analisis isi
Studi Kasus
umum
Mencari variasi/ ragam fakta
Studi komparasi
berperilaku
dalam
yang
Observasi natural
doumen
jejak
Evaluasi purnahuni
komparatif
Observasi
Precedent
wawancara
Analisis isi/ dokumen
dan
rancangan
Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:76) Prinsip dasar observasi partisipatif adalah
suatu usaha bagi para peneliti untuk melewati dinding batas serta menghilangkan jarak
antara objek yang diamati dengan subjek (pengamat) artinya pengamat dapat memahami
dengan lebih baik objek yang diamatinya dengan terlibat secara langsung atau berbaur dengan
komunitas yang diamati. Dengan kata lain sebagaimana dikatakan oleh Simons and McCall
(1969) dalam Haryadi & B.Setiawan (2010:77), observasi partisipatif didefinisikan sebagai suatu
prosses dimana pengamat hadir pada suatu situasi social untuk kepentingan investasi akademik.
Disini pengamat berada situasi hubungan langsung dengan yang diamati, dan dengan berperan
serta dalam kegiatan sehari- hari pengamat mengumpulkan data. Pengamat dalam hal ini adalah
bagian dari konteks yang diamati dan dengan demikian dipengaruhi dan mempengaruhi dengan
konteks yang pengamat amati, seperti contoh di Indonesia penulis menggunakan teknik ini untuk
memahami proses pengatasan penduduk kampong kota di Yogyakarta terhadap tekanan
lingkungan yang muncul , dengan tinggal disana peneliti dapat menangkap berbagai bentuk
pengatasan spasial warga kampong terhadap tekanan lingkungan.
Pemetaan Perilaku ( Behavioral Mapping)
Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:81) Pemetaan Perilaku dikembangkan oleh
Ittelson sejak tahun 1970an. Selain relative gampang dipahami, teknik ini mempunyai kekuatan
utam pada aspek spasialnya. Artinya dengan teknik ini akan didapatkan sekaligus suatu bentuk
informasi mengenai suatu fenomena ( terutama perilaku individu dan sekelompok manusia) yang
terkait dengan system spasialnya. Dengan kata lain behavioral mapping secara spesifik dengan
perilaku manusia di lingkunganya. Dikatakan oleh Sommer (1986) dalam Haryadi & B.Setiawan
(2010:81) bahwa behavioral mapping digambarkan dalam bentuk sketsa atau diagram mengenai
suatu area dimana manusia melakukan berbagai kegiatanya. Tujuanya adalah untuk
menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekwensi perilaku, serta
menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud perancangan yang spesifik. Pemetaan
perilaku ini dapat dilakukan secara langsung pada saat pengamatan di tempat pengamatan atau
dilakukan kemudian berdasar catatan- catatan yang dibuat. Berdasarkan Ittelson pemetaan
perilaku secara umum akan mengikuti prosedur yang terdiri dari lima unsure dasar yakni:
1. Sketsa dasar area atau setting yang akan diobservasi
2. Definisi yang jelas bentuk- bentuk perilaku yang akan diamati, dihitung, dideskripsikan
dan didiagramkan
3. Satu rencana waktu yang jelas pada saat kapan pengamatan dilakukan
4. Prosedur sistematis yang jelas saat observasi
5. Serta system coding yang efisien untuk lebih mengefisienkan pekerjaan selama observasi.
Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:81) Adapun jenis jenis perilaku yang dapat dipetakan
antara lain meliputi: Pola Perjalanan (trip pattern), migrasi (migration), perilaku konsumtif
(consumptive behavior), kegiatan rumah tangga (household activities) hubungan ketetanggaan
(neighbouring), serta penggunaan berbagai fasilitas public (misalnya: pedestrian, lapangan
terbuka dan lain-lain). Di dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku pemetaaan perilaku
banyak dimanfaatkan untuk melakukan penyempurnaan perancangan. Terdapat 2 cara untuk
melakukan pemetaan perilaku yakni:
1. Penataan berdasaarkan tempat (Place-centered Mapping)
Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia
memanfaatkan, menggunakan, dan mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi
waktu tertentu. Dengan kata lain, perhatian dari teknik ini adalah satu tempat yang
spesifik, baik kecil maupun besar, Haryadi & B.Setiawan (2010:82). Langkah-langkah:
o Membuat sketsa dari tempat atau setting, meliputi seluruh unsure fisik yang
diperkirakan mempengaruhi perilaku pengguna ruang tersebut, yang perlu diingat
sebelumnya adalah peneliti harus akrab dengan situasi tempat atau area yang akan
diamati.
o Membuat daftar perilaku yang akan diamati serta menentukan symbol atau tanda
sketsa atas setiap perilaku,
o Kemudian dalam satu kurun waktu tertentu peneliti mencatat berbagai perilaku
yang terjadi dalam tempat tersebut dengan menggambarkan symbol-simbol padda
peta dasar yang telah disiapkan.
10
r.perawat
pasien menempatkan dirinya
disekitar r.perawat untuk
mempermudah memperoleh
informasi
2. Person-centered Mapping
Berbeda dengan teknik place-centered mapping, teknik ini menekankan pada pergerakan
manusia pada suatu periode tertentu. Dengan demikian, teknik ini akan berkaitan dengan tidak
hanya satu tempat atau lokasi tetapi dengan beberapa tempat atau lokasi. Apabila place-centered
mapping peneliti berhadapan dengan banyak manusia, pada teknik ini peneliti berhadapan
dengan seseorang yang khusus diamati. Dengan demikian tahap pertama yang harus dilakukan
dengan teknik ini adalah memilih sample person atau sekelompok manusia yang akan diamati
perilakunya. Tahap berikutnya adalah mengikuti pergerakan dan aktivitas yang dilakukan oleh
orang atau sekelompok orang yang kita amati tersebut. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan
membuat sketsa-sketsa dan catatan-catatan pada suatu peta dasar yang sudah disiapkan.
Pengamatan dapat dilakukan secara kontinyu atau hanya pada periode-periode tertentu saja,
tergantung dari tujuan penelitinya. Haryadi & B.Setiawan (2010:83)
11
r.perawat
pasien bergerak dari satu
tempat ke tempat lain dalam
usahanya mendekati
r.perawat
2.7.2
menanyakan, secara lisan ataupun tertulis, data pribadi ataupun pendapat/ opini tentang suatu
hal. Kuesioner digunakan apabila peneliti membuat suatu daftar pertanyaan secara tertulis, dan
kemudian daftar pertanyaan tersebut diisi oleh responden baik secara lisan (yang kemudian
ditulis oleh peneliti) maupun langsung secara tertulis oleh responden. Kuesioner biasanya
dipakai apabila peneliti akan melakukan suatu pendataan yang kuantitatif atau terukur sehingga
daftar pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner cenderung sesuatu yang objektif seperti data
pribadi, keluarga dan sebagainya. Haryadi & B.Setiawan (2010:84)
Wawancara dilakukan terutama apabila peneliti tidak mempunyai daftar pertanyaan
tertulis yang rinci dan ditujukan terutama untuk menyerap pendapat, persepsi, atau opini yang
subjektif sifatnya. Berbeda dengan teknik kuesioner, dalam wawancara biasanyapeneliti dan
responden melakukan kontak langsung pada saat dan tempat yang sama. Haryadi & B.Setiawan
(2010:84)
Dikaitkan dengan kajian di bidang arsitektur lingkungan dan perilaku, teknik kuesioner
dan wawancara biasanya dilakukan dengan kombinasi teknik observasi, terutama untuk
menjawab pertanyaan mengapa suatu perilaku kejadian. Sebagaimana telah diuraikan di muka,
teknik observasi, khususnya observasi perilaku cenderung dilakukan untuk menjawab pertanyaan
12
mengenai bagaimana pola suatu perilaku dilakukan. Dengan kata lain, teknik observasi dipakai
untuk mendeskripsikan suatu kejadian, tetapi tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengenai
mengapa kejadian tersebut berlangsung. Maka dari itu, dilakukan wawancara dengan pelaku
kejadian. Haryadi & B.Setiawan (2010:85)
Kuesioner
Terdapat dua jenis kuesioner, yakni terbuka (open ended) dan tertutup (closed).
Kuesioner terbuka berisi daftar pertanyaan dimana responden dapat secara bebas menjawab.
Sebaliknya, kuesioner tertutup berisi daftar pertanyaan. Haryadi & B.Setiawan (2010:85)
Menurut Sommer (1996) dalam Haryadi & B.Setiawan (2010:85) kuesioner terbuka, terutama
dipilih apabila :
1. Peneliti tidak tahu kemungkinan jawaban yang muncul atas pertanyaan yang diajukan.
2. Kemungkinan variasi jawabannya terlalu lebar dan sulit untuk dikategorikan.
3. Peneliti tidak ingin memengaruhi responden.
4. Peneliti menginginkan jawaban responden dengan kata-katanya yang asli.
Sementara itu peneliti memilih kuesioner tertutup apabila :
1. Peneliti sudah memiliki beberapa asumsi terhadap jawaban yang diajukan.
2. Pertanyaannya terlalu banyak dan ditujukan pada banyak responden.
3. Jawabannya direncanakan akan diberi nilai (score) atau dianalis dengan statistik.
4. Jawaban dari beberapa kelompok responden akan dibandingkan.
Dalam penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku, perlu diingat bahwa jumlah dan
susunan pertanyaan seringkali berpengaruh terhadap kualitas penelitian. Jumlah pertanyaan yang
terlalu banyak seringkali menimbulkan ketidakteraturan dalam menjawabnya. Susunan daftar
pertanyaan sangat penting karena akan mempengaruhi efektivitas pengisian kuesioner. Haryadi
& B.Setiawan (2010:86)
13
Hal lain yang perlu diingat dalam membuat kuesioner adalah penggunaan kalimat dan
pemilihan kata-kata yang sejelas mungkin dan mengurangi kemungkinan interpretasi yang
beragam. Haryadi & B.Setiawan (2010:86)
Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:87). Untuk mengatasi berbagai kemungkinan
ketidakpastian penelitian dengan kuesioner, peneliti disarankan melakukan pengujian terlebih
dahulu. Pengujuan ini dilakukan untuk beberapa hal yaitu :
1. Menguji substansi pertanyaan.
2. Menguji kejelasan pertanyaan.
3. Mendapatkan gambaran mengenai variasi pertanyaan.
4. Menguji waktu dan prosedur penelitian.
Dalam penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku, dimungkinkan bahwa peneliti
menyertakan beberapa media visual dalam kuesioner, terutama apabila peneliti ingin mengetahui
pendapat responden tentang suatu tempat atau seting. Haryadi & B.Setiawan (2010:87)
Wawancara
Wawancara dilakukan terutama untuk mengetahui pendapat atau opini responden secara
lebih luas, atau menggali berbagai kemungkinan jawaban tentang mengapa dan bagaimana suatu
kejadian terjadi. Dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku, wawancara sangat penting
dilakukan, karena akan menjawab banyak hal mengenai bagaimana mekanisme interaksi antara
manusia dengan lingkungan terjadi. Semuanya dapat dilihat dan diinterpretasikan melalui
observasi langsung. Haryadi & B.Setiawan (2010:88)
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur ataupun tidak terstruktur. Wawancara
terstruktur dilakukan apabila telah mempunyai satu rangkaian pertanyaan tertentu. Sebaliknya,
wawancara tak terstruktur dilakukan apabila tidak memiliki suatu dafter pertnyaan sebelumnya,
akan tetapi sudah memiliki agenda dan topik-topik mengenai permasalahan yang akan
ditanyakan. Haryadi & B.Setiawan (2010:88)
Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:89) Beberapa hal penting yang perlu diingat ketika
melakukan wawancara adalah :
1. Kepercayaan
14
2. Suasana wawancara
3. Confidentiality dan anonymity
4. Pencatatan dan interpretasi
5. Sesuatu yang tersirat
6. Objektivitas dan subjektivitas
Kepercayaan merupakan kunci utama keberhasilan wawancara. Artinya, apabila
pewawancara atau peneliti telah berhasil menanamkan kepercayaan pada responden dapat
dikatakan bahwa informasi akan mengalir dengan baik dari responden. Haryadi & B.Setiawan
(2010:89)
Waktu dan tempat (timing and setting) juga berpengaruh besar terhadap keberhasilan
wawancara. Pemilihan waktu dan tempat yang tepat, akan memberikan suasana wawancara yang
lebih baik dan menyebabkan mengalirnya informasi dan diskusi secara lancar. Haryadi &
B.Setiawan (2010:90)
Mengembangkan topik wawancara juga sangat penting, terutama dalam wawancara
mendalam (deep interview). Topik wawancara dapat dijelaskan secara rinci terlebih dahulu
kepada responden atau justru tidak dijelaskan secara rinci. Masing-masing mempunyai
konsekuensi tertentu. Haryadi & B.Setiawan (2010:90)
Confidentiality atau kerahasiaan adalah suatu kasus dimana responden diketahui
identitasnya oleh peneliti, tetapi identitas tersebut tidak disebarluaskan atau dibuka kepada
publik, dan anonimity adalah suatu keadaan dimana identitas responden tidak diketahui oleh
peneliti. Haryadi & B.Setiawan (2010:90)
Beberapa cara atau alat dipakai dalam wawancara antara lain : pencatatan biasa dengan
tulisan, dihafalkan, atau dengan rekaman. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pencatatan
dengan tulisan merupakan cara yang paling banyak dipakai oleh peneliti.peneliti yang hanya
mengandalkan hafalan saja, betapa pun kuatnya daya ingat pewawancara, dengan hafalan saja
tidak akan mampu merekam seluruh informasi. Begitupun dengan rekaman, penggunaannya
hanya akan mampu mencatat seluruh informasi, tetapi seringkali membuat responden tidak
merasa bebas dalam mengeluarkan seluruh pendapatnya. Haryadi & B.Setiawan (2010:91)
Disamping paling praktis, pencatatan, apabila dilakukan secara efisien, tidak terlalu
menggangu jalannya wawancara. Pencatatan yang efisien yang dimaksudkan adalah peneliti
15
mencatat hanya hal-hal pokok dari materi pembicaraan, tanpa kehilangan informasi lengkapnya.
Sebaliknya, pencatatan menjadi tidak efisien apabila peneliti mencatat seluruh detail
pembicaraan yang kemudian menggangu kelancaran wawancara. Haryadi & B.Setiawan
(2010:91)
2.7.3
dan mendetail memilih dan mengkaji suatu fenomena dalam suatu seting tertentu atau yang
spesifik. Metode ini dipakai apabila peneliti bertujuan menjelaskan suatu secara detail, dimana
konteks seting yang dikaji secara lengkap dijelaskan. Metode ini banyak digunakan dalam
arsitektur perilaku, terutama karena kajian arsitektur lingkungan dan perilaku menekankan
pentingnya suatu objek dan seting yang spesifik. Objek dan seting ini beragam, muali dari kasus
studi dari seseorang di dalam seting kamar, suatu keluarga dalam seting rumah, atau suatu
kelompok masyarakat dalam seting perumahan tertentu. Haryadi & B.Setiawan (2010:93)
Studi kasus seringkali dikontraskan dengan studi komparasi atau generalisasi. Studi
komparasi adalah studi dimana peneliti memilih beberapa studi kasus untuk dibandingkan.
Tujuan studi komparasi adalah untuk mencari variasi, sementara tujuan studi kasus adalah untuk
mencari spesifikasi. Studi generalisasi adalah suatu studi terhadap banyak populasi yang
bertujuan untuk mencari kesamaan-kesamaan tertentu. Haryadi & B.Setiawan (2010:93)
2.7.4
dalam bentuk tulisan, rekaman suara, maupun rekaman visual. Maksud utama dari metode
analisis isi adalah untuk mencari kecenderungan-kecenderungan tertentu dari beberapa peristiwa
yang terjadi dalam beberapa kurun waktu tertentu. Metode ini banyak digunakan dalam bidang
media masa dan periklanan. Teknik dasarnya adalah mengumpulkan dokumen-dokumen
sekunder dalam kategori-kategori tertentu, kemudian melakukan analisis baik isi maupun
kuantitas dari dokumen-dokumen tersebut.
Analisis isi biasanya hanya bersifat deskriptif karena dengan hanya menganalisis
dokumen-dokumen sekunder, peneliti seringkali kesulitan untuk menggali informasi lain di luar
apa yang tercantum dalam teks yang dikaji. Untuk mengetahui mengapa kecenderungan16
kecenderungan terjadi, peneliti perlu melakukan berbagai metode lain, yakni observasi ataupun
wawancara. Analisis isi juga memiliki keterbatasan karena peneliti tidak berhadapan langsung
dengan dunia nyata.
2.7.5
laboratorium dan mengkaji subjek penelitian dalam seting tersebut. Penelitian eksperimental
dilakukan apabila peneliti ingin melihat secara jelas pengaruh kausal atau variabel terhadap
variabel lain. Artinya, dalam menerangkan hasil penelitian eksperimental, peneliti harus secara
jelas mengemukakan jalannya penelitian, khususnya menerangkan faktor-faktor yang
dikendalikan atau diabaikan dalam penelitiannya.
Dalam bidang arsitektur lingkungan dan perilaku, pengertian dan tata cara penelitian
eksperimental sangat berbeda dengan penelitian-penelitian ilmu dasar di laboratorium. Penelitian
eksperimental dalam bidang arsitektur lingkungan dan perilaku banyak dikembangkan oleh para
peneliti psikolog, dibidang eksperimental psikologi.
Penelitian eksperimen tidak hanya dapat dilakukan di laboratorium, tetapi juga dapat
dilakukan di lapangan atau di lingkungan alami. Di bidang ilmu biologi dan zoology, sebagai
missal, banyak peneliti melakukan penelitian eksperimental di lingkungan alami, dengan
mengontrol beberapa variable di lingkungan alami. Di dalam ilmu-ilmu sosial pun, saat ini
banyak dikembangkan metode-metode penelitian eksperimental dengan subjek penelitian
individu. DI beberapa buku mengenai metodologi penelitian, penelitian ini disebut dengan quast
experiments, karena peneliti seringkali tidak mampu mengontrol atau memanipulasi seluruh
variable penelitian. Dalam bidang arsitektur lingkungan dan perilaku, penelitian eksperimental
banyak dilakukan baik di dalam laboratorium maupun di lapangan.
Etika Penelitian
Menurut Hariadi & B. Setiawan (2010:96), Sebelumnya sudah disinggung bahwa etika
dalam penelitian merupakan isu yang sangat peka dan controversial. Contohnya penggunaan
binatang atau mahkluk hidup pada eksperimen penelitian yang di anggap melanggar etika oleh
penyayang binatang karena tidak memperdulikan hak binatang untuk tidak disakiti. Isu tentang
confidentiality serta anonymity dari responden juga termasuk pada etika penelitian. Nama
17
responden yang dimintai pendapat dalam suatu penelitian tidak boleh disebutkan untuk menjaga
privasi responden.
Berbagai isu tentang etika penelitian masih bersifat subjektif. Tetapi yang harus
diperhatikan oleh para peneliti pemula adalah berkaitan dengan kejujuran atau honesty. Peneliti
adalah sekelompok orang yang berusaha menyumbangkan hasil penelitiannya untuk
memecahkan masalah yang ada di dunia. Dalam hal ini kejujuran adalah yang paling penting.
Peneliti harus berani dan konsisten menjaga kejujuran dan mengungkapkan kebenaran
berdasarkan hasil penelitian. Di Negara barat perkumpulan peneliti seperti sudah mempunya
kode etiknya sendiri, inilah yang harus menjadi perhatian serius di Indonesia untuk lebih
menghormati integritas seorang peneliti. Haryadi & B. Setiawan (2010:97)
Protokol Penelitian
Protocol penelitian atau prosedur penelitian adalah aspek penting yang perlu di
perhatikan peneliti pemula. Protocol penelitian disini dimaksudkan sebagai langkah-langkah
sistematis yang harus dilakukan peneliti, baik menyangkut prosedur akademik maupun
administrative. Prosedur ini biasanya dirumuskan oleh setiap bidang profesi yang kemudian
diharapkan diikuti anggotanya. Penelitian eksperimental biasanya menuntuk prosedur yang
mendetail, baku dan harus di ikuti, karena protocol ini akan menentukan kualitas penelitian yang
di hasilkan. Sementara penelitian sosial cenderung lebih longgar. Haryadi & B. Setiawan
(2010:97)
Prosedur administrasi formal tetap harus menjadi perhatian peneliti karena kerap terjadi
penelitian gagal akibat kesalahan prosedur ataupun ketidakpahaman terhadap prosedur yang ada.
Prosedur meliputi izin dari pemerintah sebagai izin formal dan izin non formal dari lingkungan
masyarakat yang menjadi subjek penelitian. Di Indonesia banyak peneliti menilai prosedur ini
rumit dan menguras waktu, karena untuk meneliti suatu kampong misalnya, peneliti harus
memproses izin dari direktorat sosial dan politik pada tingkat provinsi,kemudian tingkat
kabupaten dan kota kemudian ke kecamatan, lalu desa dan terahir harus memperoleh izin dari
kepala lingkungan setempat. Meskipun tampak sederhana, masalah ini seringkalai membuat
peneliti muda frustasi sehingga prosedur ini harus diperbaiki agar lebih sederhana dan bisa
mambantu perkembangan penelitian di Indonesia. Haryadi & B. Setiawan (2010:98)
18
Penerbitan buku
Penerbitan kerjas kerja
Penulisan makalah untuk jurnal atau seminar.
Seminar dan diskusi.
Penerbitan buku biasanya dilakukan untuk hasil penelitian yang besar sehingga relative
membutuhkan waktu yang lama. Sehingga harus terus diupayakan agar harga dan distribusi
buku ini bisa mencapai smua lapisan masyarakat. Pembuatan kertas kerja sebenarnya bisa
menjadi alternative yang realtif gampang dilakukan. Pembuatan working paper merupakan suatu
upaya untuk menuliskan hasil-hasil penelitian dalam format draft. Tujuan pembuatan working
paper ini adalah untuk merekam proses dan hasil sementara penelitian, agar bisa segera dibaca
oleh pihak lain dan mendapat komentar ataupun koreksi. Haryadi & B. Setiawan (2010:98)
Penulisan makalah untuk jurnal juga belum menjadi kebiasaan di Indonesia.meskipun
saat ini sudah bermunculan jurnal dari berbagai bidang ilmu. Berdasarkan pengamatan di
universitas di Indonesia, rata-rata penerbitan jurnal ini lebih dimotivasi untuk kenaikan pangkat
bukanlah untuk mensosialisasikan hasil penelitiannya ke masyarakat. Penerbitan jurnal ilmu
harus lebih ditingkatkan. Begitu juga kesempatan untuk mengikuti penelitian di luar negeri
dengan berlangganan jurnal internasional harus lebih ditingkatkan, agar kedepannya penelitian di
Indonesia bisa semakin berkembang. Haryadi & B. Setiawan (2010:99).
Arah Penelitian Arsitektur Lingkungan Dan Perilaku Di Indonesia
Menurut Haryadi & B. Setiawan (2010:100). Di Indonesia, penelitian di bidang arsitektur
lingkungan dan perilaku dapat dilakukan baik pada jenis penelitian dasar, instrumental dan
terapan. Namun para ahli lebih menyarankan riset aplikatif yang hasilnya bisa segera
memecahkan masalah dalam bidang arsitektur khusunya perancangan dan perencanaan kota.
19
meningkat. Tekanan lingkungan bisa membuat stress penghuninya. Apabila kita kurang
memahami upaya perbaikan lingkungan ini dikhawatirkan akan membuat lingkungan yang
kumuh dan cenderung menjadi sarang kriminalitas.
menjadi sangat penting karena berhubungan dengan besaran ruang yang diSediakan untuk
menampung sejumlah manusia. Perlu di ketahui bahwa orang Indonesia dengan ku isu kultur dan
system sosial yang berbeda tentunya mempunya konsep terhadap kesumpekan itu sendiri.
Apabila kita memahami kesumpekan itu dengan lebih baik diharapakn kita mampu
mengembangkan suatu perancangan atau peraturan bangunan dan lingkungan yang lebih baik.
ketahui bahwa konsep ruang privat, semi privat dan semi public di Indonesia dan di Negara barat
berbeda. Berdasarkan pengamatan di kampong-kampung Indonesia batas antara ruang privat dan
public tidak jelas. Hampir semua wilayah kampong menjadi ruang semi public dan public, untuk
ruang privat terbatas pada kamar tidur, dimana tingkat privasinya pun berbeda dengan tingkat
privasi di Negara barat.
20
Perlu di ingat apabila kita berbicara arsitektur yang spesifik di Indonesia, kita berhadapan
dengan berbagai arsitektur baik berdasarkan kelompok etnis, daerah, lapisan ekonomi dan sosial.
Dengan demikian rasanya sulit untuk mendapat identitas nasional dari arsitektur Indonesia.
Penelitian arsitektur dan perilaku memang tidak ditujukan untuk mencari kesamaan, justru untuk
memperkaya perbedaan dan variasi dalam arsitektur. Diharapkan dengan lebih banyak variasi
dan keragaman yang kita kuasai, vocabulary perancangan kita akan semakin kaya, sehingga
proses perancangan semakin berkembang.
kebutuhan di banyak daerah di Indonesia. Dengan lahan yang terbatas pertumbuhan perumahan
vertical menjadi solusi. Tapi disisi lain terdapat kekhawatiran bahwa model rumah susun tidak
cocok untuk budaya di Indonesia. Bidang kajian arsitektur lingkungan dan perilaku sangat
potensial untuk mengkaji isu-isu di atas. Di harapakan peminat dalam bidang kajian arsitektur
dan perilaku akan lebih memperhatikan persoalan perumahan di perkotaan, khususnya
kemungkinan aplikasi rumah susun di perkotaan.
irian jaya. Khasanah arsitektur tradisional ini merupakan warisan yang didalamnya berkaitan
dengan nilai-nilai local masyarakat tradisional setempat. Penelitian arsitektur lingkungan dan
perilaku merupakan suatu upaya dalam mempelajari nilai local tersebut dan mentransformasikan
untuk menemukan solusi perancangan pada masa kini.
2.8 Evaluasi Purnahuni
Pengertian dari evaluasi purna huni atau Post Occupancy Evaluation(POE) adalah sebuah
evaluasi keefektifan lingkungan binaan bagi kebutuhan manuasia, baik pengujian efektifitas
bangunannya sendiri ataupun efektifitas programnya terhadap kebutuhan pengguna. Zimring dan
Reizenstein,(1981) dalam Laurens (2005:202).
21
POE cenderung berfungsi pada sebuah setting saja, seperti kantor, sekolah, rumah dll.
Hasil yang diperoleh dari satu setting tidak dapat di generalisasi pada setting lainnya.
Pelaku evaluasi lebih cenderung menguraikan daripada memanipulasi setting.
Evaluasi dilakukan di lapangan dan bukan di laboratorium
Menurut Laurens (2005:203) Tujuan dari evaluasi purna huni ini adalah sebgai berikut :
22
Mengumpulkan data
Merancang riset
Menentukan sasaran riset
Mengembangkan strategi
Sampling
Memilih dan mengembangkan desain dan metode riset
Pengujian awal
Menyajikan informasi
Mengumpulkan informasi
Menganalisis informasi
Menyajikan informasi
Skema 1.1 Proses
Tahap Pengumpulan Data Awal
Di sini evaluator mengidentifikasi sumber-sumber yang ada, menentukan
kerangka waktu untuk pelaksanaan POE, dan mempelajari konteks dan sejarah setting.
Keys dan Wener (1980) dalam Laurens (2005:205) menunkuk 2 hal penting dalam
tahap ini, yaitu :
a. Adanya dukungan dari berbagai tingkatan dalam struktur organisasi
b. Mengenal sejarah proyek
Secara umum, gambaran mengenai setting yang dievaluasi dapat diperoleh
melalui interview individu dan kelompok serta mengambil kesimpulan dari dokumen
yang ada. Friedman dkk. (1978) dalam Laurens(2005:206) adanya 5 komponen sebagai
masukan tahap ini, yaitu:
a. Setting
23
Setting adalah proyek yang akan dievaluasi dengan aspe karakteristik sosial dan
fisiknya, seperti kualitas keseluruhan desain, material, penerangan dengan nilai
simbolik bagi pengguna lain.
b. Pengguna
Pengguna adalah orang yang secara langsug atau tidak langsung menggunakan
setting yang dievaluasi.
c. Konteks Lingkungan atau Fisik
Merupakan segala hal yang mengelilingi proyek, yang bisa jadi sebagai pembatas
aktivitas bagi kelompok atau orang tertentu.
d. Aktivitas Desain dan Menajemen Ruang
Merupakan aspek yang paling diabaikan dalam evaluasi.
e. Konteks Sosio-Historik
Dalam tahap pengumpulan data awal ini, evaluator bisa mendapatkan kronologi
pembangunan proyek, mengumpulkan berbagai data baik berupa foto, gambar,
maupun dokumen tertulis.
Sasaran dalam tahap ini adalah mengawali eksplorasi setting dan mengembangkan
sebuah kerja sama dengan klien.
24
Apakah tujuan pengguna hasil evaluasi ini sudah jelas, termasuk perlunya
generalisasi?
(ii)
(iii)
(iv)
25
(v)
(vi)
Apakah semua metode sudah dicoba sehingga bisa diketahui kelemahannya dan
dapat ditutup oleh yang lain?
26
Walk-trough Interview
Teknik ini merupakan metode wawancara yang tidak terstruktur. Diusulkan oleh
Bitchel, Srivasta (1978) dan Zeisel (1981), dan Daish (1982). Teknik ini menggunakan
lingkungan
fisik
sebagai
wahana
yang
tepat
untuk
membantu
responden
Sesi Workshop
Participant Workshop dapat dipakai sebagai metode menggabungkan informasi
yang diperoleh dengan umpan balik bagi klien. Peserta workshop dapat terdiri atas
perwakilan dari kelompok pengguna yang relevan.
Wawancara
Penggunaan model, gambar computer, atau simulasi dalam evaluasi pra huni
dapat meningkatkan efisiensi. Misalnya, pengguna dapat ditanyai mengenai responnya
terhadap atribut visual sebuah setting tanpa harus berada dalam sebuah setting tersebut.
Wawancara individual menghasilkan jawaban yang lebih jujur daripada wawancara
berkelompok. Adanya teman atau atasan akan mempengaruhi kejujuran dan kelengkapan
jawaban narasumbeer.
27
Kuesioner
Kuesioner merupakan cara mendapatkan respon evaluasi prahuni dalam jumlah
besar dan yang paling efektif dari ssi biaya. Demikian juga dengan kontrolnya yang
sangat tinggi, cara ini memungkinkan pembandingan yang lebih besar dibandingkan
dengan metode terbuka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lingkungan berarti bangunan dan ruang luar dan Perilaku adalah suatu kebiasaan atau
bentuk aktifitas berulang-ulang yang dilakukan seseorang secara alami keduanya bertujuan
membentuk suatu hubungan yang saling menunjang antara manusia sebagai individu ataupun
kelompok dan lingkungan fisiknya guna meningkatkan kualitas kehidupan melalui kebijakan
perencanaan dan perancangan.
3.2 Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2HTML/2011201116ARBab2001/body.ht
ml
29
https://machalulardianto.wordpress.com/2014/03/19/definisi-arsitektur-berwawasanperilaku/
30