Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Proposal Penelitian
NAMA
NIM
Pembimbing I
Pembimbing II
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif berdasarkan
dari hasil rekam medik, dengan maksud memperoleh informasi tentang prevalensi
penderita TBC di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Ambon.
III.2
III.3
III.4
III.5
PENGOLAHAN DATA
Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer
SPSS kemudian disajikan dalam bentuk tabel secara deskriptif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Pengertian1,4,8,9
Tuberkulosis adalah sebuah penyakit infeksi menular yang berlangsung lama
(kronik) dan persisten/menetap yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan
oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya
bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TB pada paru-paru
kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun.
Adapun klasifikasi penyakit TB dapat dibagi menjadi dua yaitu Tuberkulosis
paru (Tuberkulosis paru BTA Positif,Tuberkulosis paruBTA Negatif) dan Tuberkulosis
ekstra paru (Tuberkulosis ekstra paru ringan,Tuberkulosis ekstra paru berat).
II. 2
Epidemiologi1,3,5
Epidemiologi Global, TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang
penting karena kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mycobacterium TB. Pada
tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercata di dunia.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematian (98%) terjadi di negaranegara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif
20-49 tahu. Karena pendudut yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari
65%dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul di Asia.
Alasan utama munculnya atau meningkatnyabeban TB global ini antara lain
disebabkan : 1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara-negara
berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju. 2. Adanya
II. 3
tahun. Hingga usia pubertas seorang anak kurang mampu mencegah penyebaran
melalui darah, sekalipun lambat laun kemampuan tersebut akan meningkat sejalan
dengan usia.
2. Pekerja kesehatan yang merawat pasien TB dengan dahak yang positif pada
hapusan langsung(TB tampak di bawah mikroskop) jauh lebih menular, karena
mereka memproduksi lebih banyak TB dibandingkan dengan mereka yang hanya
positif positif pada pembiakan. Makin dekat seseorang berada dengan pasien,
makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.
3.
Gizi buruk Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk
mengurangi daya tahan terhadap penyakit ini. Faktor ini sangat penting pada
masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak. Kompleks
kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan TB berkembang menjadi penyakit.
Namun anak dengan status gizi yang baik tampaknya mampu mencegah
penyebaran penyakit tersebut di dalam paru itu sendiri.
Etiologi1,2 ,9
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan
batangaerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar
UV.Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan
M.Avium.
II. 5
Cara Penularan1,2,4,8,9
Penyakit TB biasanya menular melalui udara yakni pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk kedalam tubuh lainnya melalui
pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya, seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mycobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam
paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Masa inkubasi yang perlukan
mulai terinfeksi oleh kuman sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan.
II. 6
Klasifikasi TB1,9
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lainlain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif, Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru
BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
Kasus kambuh
Patogenesis1,2,4,9
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan
gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi
ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan parut.
Partikel dapat masuk karena ukurannya yang sangat kecil (< 5 mikrimeter), kuman TB
dalam droplet nuclei yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan
menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman
TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag
yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut.
Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji
tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang
berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
dalam
koloni
yang
sempat
terbentuk
dan
kemudian
dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB
ini dapatmengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
II.8
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak
dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
II.9
Diagnosis1,4
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti
tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium Tuberculosae
dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan
sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan paru yang belum
berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan
baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas
laboraturium yang sangat terbatas untuk pemeriksaan pembiakan. Sebenarnya dengan
menemukan kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah
cukup untuk memastikan diagnosis tuberkulosis paru, karena Mycobacterium atypic
di Indonesia sangat rendah.
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan
klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak
sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis,
status bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi. WHO tahun 1991
memberikan kriteria psien tuberkulosis paru.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
II.10 Komplikasi1
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut.
II.11
Stadium TB
1.
Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat
terpapar,reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
2.
Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi
testuberkulosis tidak bermakna)
3.
Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit
tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun
radiografik).
Status kemoterapi (pencegahan) :
Tidak ada
Dalam pengobatan kemoterapi
Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)
Tidak komplit
4.
Kelas 3
Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam
biakan,selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik
tentangadanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau
sendi,kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain.
Status bakteriologis :
a. Positif dengan :
Mikroskop saja
Biakan saja
b. Negatif dengan :
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang1,2,3,4,5,6
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu infeksi kronik dan menular yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di
daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan
tulang vertebra torak yang khas pada TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari
kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran
dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000SM. Hipokrates telah
memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang
menggambarkan tampilan TB paru ini.
Tuberkulosis paru (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia
maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru
dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga,
kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat
TB,maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.
Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi didunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 dan
estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat
TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Angka prevalensi tuberkulosis pada
tahun 2008 di negara-negara anggota ASEAN berkisar antara 27 sampai 680 kasus per
penderita, selain itu kuman tersebut dapat bertahan beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab, akan tetapi akan mati bila terkena sinar matahari langsung.
Infeksi TB telah dapat dideteksi sejak lebih dari 100 tahun yang lalu dengan
uji tuberkulin (tuberculin skin test / TST), yaitu menilai respons imun seluler yang
ditimbulkan oleh suntikan intradermal purified protein derivate (PPD) tuberkulin.
Penggunaan secara tepat uji Tuberkulin memerlukan pengetahuan tentang antigen
(tuberkulin), dasar reaksi imunologik terhadap antigen tersebut, teknik penyuntikan
serta pembacaan uji. Uji tuberkulin saat ini merupakan satu-satunya metode yang
digunakan secara luas untuk menentukan seseorang sudah terinfeksi TB pada mereka
yang secara klinis tidak menderita TB. Saat ini antigen untuk uji tuberkulin tidak
100% sensitif dan spesifik mendeteksi infeksi M.tb namun belum ada metode
diagnostik lebih baik lainnya yang digunakan secara luas.
Pemeriksaan in vitro saat ini telah diteliti sebagai alternatif terhadap uji
tuberkulin berupa pemeriksaan interferon gamma (IFN-g). Produksi IFN-g
menunjukkan aktivasi sistem imun seluler, serupa dengan konsep uji tuberkulin.
Interferon gamma merupakan faktor imunoregulator penting yang mempunyai efek
multipel terhadap perkembangan, kematangan dan fungsi sistem imun.
I.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan
masalah dari penelitian adalah Bagaimana prevalensi penderita TB di Ambon yang
tercatat pada Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru periode tahun 2007 - 2011
I.3
TUJUAN PENELITIAN
I.3.1
I.3.2
Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai prevalensi penderita TB di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-Paru Ambon tahun 2007-2011.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbandingan penderita TB di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru ambon per tahun.
2. Mengetahui jumlah penderita TB di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru
Ambon menurut kelompok umur.
I.4
MANFAAT PENELITIAN
I.4.1
Bagi Peneliti
Sebagai bahan
informasi
dalam
melakukan
penanggulangan
dan
Paru-Paru.
Bagi masyarakat
Sebagai sumber informasi atau masukan bagi masyarakat atau pihak-pihak
lain yang berkepentingan dalam meningkatkan upaya-upaya pencegahan
I.4.3
penyakit TB.
Bagi Peneliti lain
Dapat digunakan sebagai data dasar dan bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
Daftar Pustaka
1.
Amin Zulkifli, Bahar Asri. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat.
Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Cetakan kedua. 2007. Hal
2.
988-93
Husada Bakti. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi kedua.
3.
4.
5.
6.
7th 2012
http://etd.eprints.ums.ac.id/16082/3/BAB_I.pdf acces on April 7th 2012
Rahajoe N Nastiti, Basir Darfioes, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi
7.
kedua. Jakarta; UKK Respirologi PP IDAI. Cetakan kedua dengan Revisi. 2008
Tabitha Mintu, SKM,M.Kes. Hasil Kajian Faktor Resiko Lingkungan terhadap Penyakit
8.
TBC di Kab. Seram bagian Timur. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009
Penyakit TBC. Available at http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm acces on
9.
Tuberkulosis
Paru.
Available
at