Вы находитесь на странице: 1из 14

PRAKTIKUM PENGELOLAAN HAMA

PENYAKIT TERPADU
Penggunaan Perangkap Hama Light Trap
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengelolaan
Hama Penyakit Terpadu
Disusun oleh :
Kiki Fatmawati

1137060042

Riki Kurnia

1137060063

Ruby Nugraha

1137060067

Siti Arianti

1137060073

Semester/kelas : 5/Agroteknologi B

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Menurut Untung (2006), Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) atau The
Integrated Pest Management (IPM) merupakan suatu konsep pengelolaan
ekosistem pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Konsep PHT dimunculkan sekitar tahun 1960an setelah masyarakat mulai
khawatir akan dampak penggunaan pestisida bagi kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup. Data lapangan menunjukkan bahwa penggunaan pestisida
oleh petani dari tahun ke tahun terus meningkat tidak hanya di Indonesia
tetapi diseluruh dunia. Dunia menginginkan pendekatan dan teknologi
pengendalian hama baru yang tidak tergantung pada penggunaan pestisida.
Integrated Pest Management (IPM) memadukan semua teknik
pengendalian hama secara optimal dengan memperhatikan kondisi
ekosistem dan sistem sosial ekonomi dan budaya setempat. Dalam
penerapannya dilapangan PHT tidak tergantung hanya pada satu jenis teknik
pengendalian hama, tetapi semua teknik pengendalian harus dimanfaatkan
dan dipadukan agar dapat menekan populasi hama tetap berada di bawah
ambang ekonomi. Teknik-teknik pengendalian hama tersebut termasuk
pengendalian secara fisik, pengendalian secara mekanik, pengendalian
secara

budidaya

tanaman,

penggunaan

tanaman

varietas

resisten,

pengendalian hayati, pengendalian kimiawi serta teknik-teknik pengendalian


hama lainnya. Dengan cara ini, ketergantungan petani terhadap pestida dapat
dikurangi.
Menurut Smith dan Reynold (1966) PHT adalah sistem pengelolaan
populasi hama yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai
secara kompatibel untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankan
nya tetap dibawah aras kerusakan ekonomi. Selanjutnya Smith (1978)
menyatakan PHT merupakan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin

untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam


teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi
pengelolaan. Bottell (1979) menekankan bahwa PHT adalah pemilihan,
perpaduan, dan penerapan pengendalian hama yang didsarkan pada
perhitungan dan pendugaan konsekuensi-konsekuensi ekonomi, ekologi dan
sosiologi.
1.2.

Tujuan
1. Mahasiswa mampu membuat dan mengaplikasikan perangkap hama
berupa perangkap warna, aroma dan cahaya.
2. Mahasiswa mampu mengawasi atau mengontrol penangkapan secara
teratur.
3. Dengan perangkap hama, mahasiswa mampu melihat perkembangan
populasi hama.

1.3.

Manfaat
Hasil praktikum pembuatan perangkap hama dan aplikasi dilapangan
ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan
masalah yang berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit terpadu.
Selanjutnya hasil praktikum ini diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan
program pemecahan masalah hama dan penyakit serta mengurangi
penggunaan pestisida.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Untung (2006), dibandingkan dengan teknik pengendalian


hama lainnya, pengendalian fisik dan mekanik merupakan teknologi
pengendalian hama yang paling kuno yang dilakukan dengan mematikan
hama yang menyerang dengan tangan atau dengan bantuan peralatan.
Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang kita lakukan
dengan tujuan langsung dan tidak langsung dengan cara mematikan hama,
mengganggu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain diluar
pestisida dan mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan
menjadi kurang sesuai bagi kehidupan hama.
Pengendalian fisik dan mekanik pelaksanaan nya sangat sederhana
dan tidak memerlukan banyak peralatan yang mahal sehingga relatif murah.
Cara pengendalian ini tidak mengakibatkan pengaruh negatif bagi
lingkungan. Apabila dilakukan secara tepat dan terus-menerus pengendalian
ini mampu menurunkan populasi hama secara nyata dan dapat
menyelamatkan pertanaman. Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi
oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi serangga hama dan
adanya kenyataan bahwa setiap jenis serangga memiliki batas toleransi
terhadap faktor lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban, bunyi, sinar
spectrum elektromagnetik, dll. Dengan mengetahui ekologi serangga hama
sasaran kita dapat mengetahui kapan, dimana, dan bagaimana tindakan fisik
dan mekanik yang kita lakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefisien
mungkin.
Salah satu pengendalian secara fisik yaitu pembuatan perangkap.
Perangkap adalah tempat atau alat yang digunakan untuk menangkap hama
yang diberi umpan. Pengendalian hama terpadu merupakan pengendalian
dengan cara meminimalisir penggunaan pestisida kimia. Pengendalian hama
yang ramah lingkungan dapat dikendalikan dengan pengendalian fisik dan
mekanik, salah satu pengendalian fisik dapat dilakukan dengan cara
penggunaan lampu perangkap, sedangkan pengendalian mekanik dapat
dilakukan memasang perangkap yang diberi zat-zat kimia yang dapat

menarik atau melekatkan maupun yang membunuh hama. Umumnya


serangga tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan atau bau tertentu,
serangga tertentu juga lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai
serangga biasanya warna-warna kontras seperti warna kuning cerah. Hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap adalah ukuran atau
jenis serangga yang akan ditangkap, kebiasaan keluar (siang atau malam
hari), stadium perkembangan serangga, makanan kesukaannya, warna
kesukaannya, kekuatan atau kemampuan hama untuk berinteraksi terhadap
jerat dan cara terbang hama.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1.

3.2.

Waktu dan Tempat Praktikum


Hari/Tanggal

: Selasa, 06 Oktober 2015

Waktu

: Pukul 10.00-selesai

Tempat

: Laboratorium

Alat dan Bahan


Alat

Botol air mineral bervolume 600 ml


Kertas putih
Kayu atau bambu

Bahan

3.3.

Lem tikus
Lem aibon

Cara Kerja
Kami kelompok 8 bertugas membuat light trap (perangkap cahaya).
Pembuatan nya adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Masukkan kertas putih yang telah di gulung ke dalam botol air mineral
bervolume 600 ml, lalu rapikan.
3. Lumuri 2/3 bagian botol dengan menggunakan lem aibon.
4. Lumuri seluruh bagian botol denga lem tikus
5. Masukkan bagian mulut botol ke dalam kayu atau bamboo yang akan
dipasang di lahan pertanian.
6. Letakkan posisi botol 60 cm dari permukaan tanah.
7. Setelah seminggu, amati hama apa saja yang terperangkap.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Hasil pengamatan light trap kami yang diletakkan disekitar kebun jagung
selama seminggu didapat hama yang terperangkap yaitu sebagai berikut:

Jenis Perangkap
Light Trap

Nama hama yang


ditemukan
Kupu-kupu
Lalat daun
Kumbang daun

Jumlah
1
12
2

4.2. Pembahasan
Kelompok kami, kelompok 8 membuat perangkap cahaya atau light
trap. Perangkap cahaya ini dibuat karena salah satu sifat serangga adalah
memiliki ketertarikan terhadap cahaya. Dalam praktek secara tradisional, hal
ini telah lama diaplikasikan misalnya menggunakan lampu petromaks untuk
menangkap laron atau serangga, menangkap lalat buah dengan warna
kuning, menangkap lalat dengan warna-warni yang mencolok dan
menangkap nyamuk dengan menggunakan ultraviolet. Prinsip penggunaan
perangkap ini adalah menjebak hama menggunakan pemikat tertentu.
Penggunaan perangkap buatan merupakan cara pengendalian hama
yang praktis, murah, dan kompatibel dengan cara pengendalian lainnya serta
tidak mencemari lingkungan. Metode ini memanfaatkan sifat-sifat serangga
yang tertarik terhadap cahaya, warna, aroma makanan, atau bau
tertentu. Caranya adalah dengan merangsang serangga untuk berkumpul
dan

hinggap pada perangkap sehingga akhirnya serangga tidak dapat

terbang dan mati. Pengendalian dengan cara ini efektif bila dilakukan
sebelum terjadi ledakan hama (Kusnaedi, 2004).
Intensitas cahaya dapat mempengaruhi perilaku serangga atau hama
sehingga intensitas cahaya dapat dimanfaatkan guna menangkap serangga
atau hama yang mana penangkapan hama tersebut dapat dimanfaatkan
dalam bidang pertanian. Cahaya memiliki daya tarik dan mampu
mempengaruhi serangga atau hama dengan intensitas tertentu akan diperoleh
efisiensi sumber energi serta daya pikat untuk mengumpulkan serangga atau
hama. Kemampuan ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian populasi
serangga dengan pendekatan ramah lingkungan.

Serangga nokturnal menjadikan cahaya dominan disuatu tempat


sebagai paduan utama. Mereka akan terbang mendekat begitu melihat
cahaya. Hama dari golongan serangga di berbagai kebun juga mempunyai
sifat yang sama. Perangkap cahaya ini berfungsi pada saat serangga
mengitarinya sampai akhirnya jatuh atau masuk ke dalam jebakan berupa
lem yang dioleskan. Hama ini dapat mengendalikan hama dari golongan
aphid, kupu, ngengat atau kumbang (Fajarwati dan Tri, 2009).
Perangkap yang kami buat disusun dengan cara mudah. Pertama,
kertas putih digulung dan dimasukkan pada botol air mineral bervolume 600
ml. Penggunaan kertas putih ini bertujuan untuk menutupi transparannya
botol mineral. Lalu lumuri 2/3 bagian botol dengan lem aibon, dan seluruh
botol dengan lem tikus, penggunaan lem ini bertujuan agar hama yang
hinggap langsung menempel pada perangkap, karena sifat lem ini bila
terkena panas atau sinar matahari tidak akan kering, bahkan sebaliknya lem
ini akan meleleh. Selanjutnya, bagian mulut botol dimasukkan dalam kayu
dan di tancapkan pada lahan yang diamati. Tunggu sampai 1 minggu setelah
itu dapat dihitumg berapa hama yang terjebak dalam perangkap.

Hama yang teridentifikasi yaitu sebagai berikut:


1. Kupu-kupu
Klasifikasi kupu-kupu:
Kingdom
: Animalia
Fillum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Saturmida
Genus
: Attacus
Spesies
: Attacus atlas
Dalam suatu ekosistem kupu-kupu berperan penting dalam
memelihara keanekaragaman hayati, karena fungsinya sebagai polinator
yang mendorong terjadinya penyerbukan pada tumbuhan sehingga
membantu perbanyakan tumbuhan secara alamiah (Kalshoven, 1981). Tetapi
disisi lain, kupu-kupu ini dapat menjadi hama pada saat masih berupa ulat.
Kupu-kupu merupakan serangga yang memiliki karakteristik yang khas
yaitu memiliki sayap yang indah. Kupu-kupu meletakkan telurnya dibawah
daun dan jika menetas menjadi larva. Kita bisa sebut larva ini sebai ulat.
Pada fase ini, ulat aktif memakan dedaunan bahkan pangkal batang terutama
pada malam hari (Jumar, 1997).
Daun yang dimakan oleh ulat ini hanya tersisa rangka atau tulang
daunnya saja. Daun-daun menjadi tidak utuh dan terdapat bekas gigitan.
Pada serangan hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman tidak mati.
Daun yang habis ini akan berpengaruh pada proses fotosintesis yang

terdapat pada daun. Proses fotosistesis akan terhambat sehingga penyaluran


hasil fotosintat ke seluruh tubuh tanaman pun menjadi terhambat. Pada
tanaman padi, pada saat padi dalam stadia bermalai, ulat ini dapat memotong
malai. Penurunan hasil akibat hama ini mencapai 17% (Santiago et al.,
1997).
2. Lalat Daun
Klasifikasi Lalat Daun
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Agromyzidae
Genus
: Liriomyza
Spesies
: Liriomyza huidobrensis
Lalat pengorok daun dapat diidentifikasi melalui panjang tubuhnya,
yakni antara 1,7-2,3 mm. Sebagian besar tubuhnya berwarna hitam
mengkilap, kecuali skutelum dan bagian samping toraks serta bagian tengah
berwarna kuning. Telurnya berwarna putih benang, berukuran 0,28 mm x
0,15 mm. Larva berwarna putih susu atau putih kekuning-kuningan, dan
yang sudah berusia lanjut berukuran 3,5 mm. Puparium berwarna kuning
keemasan hingga coklat kekuningan berukuran 2,5 mm. Siklus hidup lalat
pengorok daun berkisar antara 22-25 hari, dan stadium pupa 9-12 hari.
Imago betina mampu hidup selama 6-14 hari, dan imago jantan 3-9 hari .
Gejala serangan lalat pengorok daun terjadi karena lalat ini memakan
jaringan daun di bawah epidermis, sehingga terbentuk saluran-saluran bekas
korokannya yang berwarna putih dengan diameter 1,5-2,0 mm. Pada
serangan berat daun akan tampak putih karena yang tersisa hanya lapisan
tipis bagian luar daun saja. Selain merusak penampilan, serangan hama ini
dapat mengakibatkan berkurangnya area fotosintesis, sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi terganggu (Lestari, 2008).
Lalat pengorok daun sangat tertarik oleh warna kuning oleh sebab itu
dapat dijerat menggunakan perangkap likat kuning (Yellow trap) berbentuk
kartu (berukuran 16cm x 16cm). Monitoring populasi hama dengan
menggunakan perangkap light trap dapat digunakan sebagai tindakan
pencegahan ataupun sebagai pedoman saat tepat untuk aplikasi pestisida.

Kerusakan akibat larva Liriomyza huidobrensis, dapat mengurangi kapasitas


fotosintesa pada tanaman serta dapat menggugurkan daun pada tanaman
muda.
Larva merusak tanaman dengan cara mengorok daun sehingga yang
tinggal bagian epidermisnya saja. Serangga dewasa merusak tanaman
dengan tusukan ovipositor saat meletakkan telur dengan menusuk dan
mengisap cairan daun sehingga terlihat adanya liang korokan larva yang
berkelok-kelok .Pada serangan parah daun tampak berwarna merah
kecoklatan. Akibatnya seluruh permukaan tanaman hancur. Didaerah tropika
tanaman yang terserang hama ini seperti terbakar. Kerusakan langsung
berupa luka bekas gigitan pada tanaman sehingga dapat terinfeksi oleh fungi
maupun oleh bakteri penyebab penyakit tanaman (Erlyandari, 1996).
3. Kumbang Daun
Klasifikasi Kumbang Daun
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Chrysomelidae
Genus
: Aulacophara
Spesies
: Aulacophara foveicollis
Kumbang ini berwarna coklat kehitaman dengan sayap bergaris
kuning. Panjang kumbang 2 mm. telur diletakkan berkelompok pada
kedalaman 1 sampai 3 cm ditanah. Larva 3 sampai 4 mm. pupanya berada
didalam kedalaman tanah. Larvanya seringkali merusak bagian dasar
tanaman dekat dengan permukaan. Serangga dengan metamorfosis yang
sempurna. Larva maupun imago mempunyai kepala dan mulut yang jelas,
biasanya mempunyai kaki. Imago mempunyai sayap muka yang keras, yang
tidak dipakai untuk terbang, tetapi untuk melindungi tubuh kumbang
(Shahabuddin et al., 2005).
Serangga ini jika beristirahat sayapnya tidak saling menutupi, tetapi
membentuk garis di tengah. Sayap belakang lunak dan dipakai untuk
terbang. Larva dan dewasa mempunyai tipe mulut pengunyah. Oleh karena
itu serangga ini akan menggores klorofil dari lapisan epidermis daun. Akibat
makan serangga ini maka akan terbentuk jendela-jendela yang berlubang

Daun yang berlubang akan mengering dan gugur. Bila serangan berat daun
yang berlubang akan menyatu dan akan menyisakan tulang-tulang daun
(Amir, 2009).

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kelompok kami, kelompok 8 membuat perangkap cahaya atau light
trap. Perangkap cahaya ini dibuat karena salah satu sifat serangga adalah
memiliki

ketertarikan

terhadap

cahaya.

Intensitas

cahaya

dapat

mempengaruhi perilaku serangga atau hama sehingga intensitas cahaya


dapat dimanfaatkan guna menangkap serangga atau hama yang mana
penangkapan hama tersebut dapat dimanfaatkan dalam bidang pertanian.
Dari hasil praktikum didapatkan jumlah hama yang terperangkap dalam
kebun jagung selama seminggu yaitu kupu-kupu 1 ekor, lalat daun 12 ekor
dan kumbang daun 2 ekor. Dari hasil ini kita dapat mengetahui bahwa
populasi lalat daun lebih tinggi dari hama lainnya. Light trap ini berfungsi
untuk memonitoring hama yang ada dalam sebuah komoditas, dari hasil
praktikum di dapat bahwa hama lalat daun lah yang paling dominan
populasinya.

Daftar Pustaka
Amir AM. 2009. Pemantauan Resistensi Hama Tembakau Terhadap Insektisida.
Balai Penelitian Tembakau dan Serat. Malang. Jurnal Ilmiah Tambua
8(3):376-380.
Bottel, D. G. 1979. Integrated Pest Management. Council of Environment.
Quality. Washington D. C. 120p.
Erlyandari, F. 1996. Pengaruh Berbagai Perangkap terhadap Perkembangan
Populasi Thrips parvispinus pada Tanaman Cabai. Skripsi Faperta
Universitas Bandung Raya.
Fajarwati M.S; Tri A Dorly. 2009. Keanekaragaman Serangga pada Bunga Tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) di Lahan Pertanian Organik. J. Entomol.
Indon. 6(2):77-85.
Jumar. 1997. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta : Banjar baru.
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve. 791p
Kusnaedi. 2004. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta
Lestari, Garsinia. 2008. Taman TOGA. PT. Gramedia Jakarta.
Santiago, G. C. et al.1997. Effect of rice armyworm, Mythimna separata (Walker)
on grain yield of rice. IRRN. 22(2): 43.

Shahabuddin; P Hidayat; Woro AN; Syafrida M. 2005. Penelitian Biodiversitas


Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan
Peran Ekosistemnya. J. Biodiversitas 6 (2):141-146.
Smith, R. F. 1978. Distory and Complexity of Integrated Pest Management in Pest
Control Strategies. S. H. Smith dan D. Pimmentel (ed). Academy Pess. New
York.
Smith, R. F. and Reynolds. H. T. 1966. Principles, Definitions and Scope of
Integrated Pest Control. Proceeding of FAO Symposium on Integrated Pest
Control. FAO Rome. Italy. 11-17p.
Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Вам также может понравиться