Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
HADI KURNIAWAN, S.Farm.
NIM. 12811090
1. ASSESMENT
a. Menggali Riwayat Pasien
No
Kriteria
.
1 Data Pasien
3
4
Keterangan
Nama : Ny. YA
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : L / P
Alamat : No. HP : 087739640169
BB/TB : - kg / - cm
Pekerjaaan : Sakit gigi, setelah cabut gigi sedikit berdarah, setelah minum
obat dari dokter muncul rasa tidak enak di lambung.
Riwayat Penyakit Keluhan sekarang : Sakit gigi dan nyeri di lambung.
Data Laboratorium : : Sakit gigi setelah gigi dicabut dan alergi obat.
Riwayat
Amoxycillin
Pengobatan
Asam Mefenamat
Kalium Diclofenac
Keadaan
Khusus Nyeri lambung.
Pasien
b. Skrining Resep
1) Administratif (Kelengkapan Resep)
No.
1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
URAIAN
Identitas dokter:
Nama dokter
SIP dokter
Alamat dokter
Nomor telepon
Tempat dan tanggal
resep
PADA RESEP
ADA
TIDAK
Inscription
penulisan
Invocatio
Tanda resep diawal penulisan resep
(R/)
Prescriptio/Ordonatio
Nama Obat
Kekuatan obat
Jumlah obat
Signatura
Nama pasien
Jenis kelamin
Umur pasien
13
14
15
16
Barat badan
Alamat pasien
Aturan pakai obat
Iter/tanda lain
Subscriptio
17 Tanda tangan/paraf dokter
Kesimpulan:
Resep tersebut lengkap / tidak lengkap.
Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan informasi mengenai alamat
pasien, dan berat badan pasien.
Cara pengatasan Alamat dan berat badan pasien dapat ditanyakan langsung kepada
pasien/keluarga pasien.
2) Kesesuaian Farmasetis
No
Kriteria
1 Bentuk sediaan
2 Stabilitas obat
3 Inkompatibiltas
4 Cara pemberian
5 Jumlah dan aturan pakai
Permasalahan
-
Pengatasan
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
3) Dosis
No.
1
Nama Obat
Amoxycillin
Asam Mefenamat
Kalium Diclofenac
Dosis Resep
3 x sehari 1 tablet
(sediaan 500 mg)
3 x sehari 1 tablet
(sediaan 500 mg)
Dosis Literatur
250-500 mg setiap 8 jam atau 500-875 mg 2 kali sehari.
(DIH, 2010: 99).
500 mg untuk dosis permulaan, kemudian 250 mg setiap 4
jam jika diperlukan, maksimum terapi 1 minggu.
(DIH, 2010: 932).
Dosis pertama (500 mg) dikenal dengan loading dose, tujuan
pemberiannya adalah agar kadar obat dalam darah
meningkat secara cepat, sehingga obat mencapai efek
terapinya. Lalu, selanjutnya diberikan dosis sebesar 250 mg,
dimana dosis ini dikenal sebagai maintenance dose, yang
dimaksudkan agar dapat mempertahankan tingkat
keefektifan obat dalam cairan tubuh setelah loading dose
tercapai.
Dosis permulaan 50 mg 3 kali sehari, dosis maksimum 150
mg/hari.
(DIH, 2010: 439).
Kesimpulan
Sesuai
Rekomendasi
-
Sesuai
Sesuai
4) Pertimbangan Klinis
No.
1
2
3
4
Kriteria
Indikasi
Kontraindikasi
Interaksi
Dupikasi/polifarmas
i
Alergi
Efek samping
Permasalahan
Pasien
mengalami
nyeri
lambung
setelah
menggunakan obat, kemungkinan akibat alergi obat
atau rekasi obat tidak diinginkan atau efek samping
obat.
-
Pengatasan
Ganti terapi atau tambahkan obat yang dapat mengatasi
keluhan nyeri lambung atau obat yang dapat mengatasi
efek samping obat.
Kalium Diklofenak:
Efek samping yang umum terjadi seperti nyeri/keram
perut, sakit kepala, diare, nausea, tukak lambung,
pusing, ruam, pruritus (Gangguan lambung) dan
mengantuk.
Asam Mefenamat:
Pemberian (asam mefenamat) dapat memperburuk
c.
Karakteristik Obat
1) Amoxycillin
Komposisi:
Amoxycillin 500 mg.
Indikasi:
Infeksi saluran nafas, saluran genitor-urinaria, kulit dan jaringan lunak yang disebabkan
organism gram positif dan negative yang peka terhadap obat ini.
Dosis:
Dewasa 250-500 mg tiap 8 jam.
mberian Obat:
Dapat diberikan bersama makan agar diabsorbsi lebih baik dan untuk mengurangi rasa tidak
nyaman pada Gastro Intestinal.
tra Indikasi:
ersensitif pada penicillin. Infeksi mononucleosis.
Peringatan:
Hipersensitif terhadap sefalosporin, kerusakan ginjal, leukemia limfatik, superinfeksi.
Efek Samping:
Reaksi hipersensitif, Gangguan Gastro Intestinal.
Interaksi Obat:
Probenesid meningkatkan waktu paro amoxicillin dalam plasma. Dengan Alopurinol timbul
ruam kulit. Kontrasepsi oral efektivitasnya diturunkan oleh amoxycllin.
Kategori kehamilan: B
2) Asam Mefenamat
Komposisi:
Asam mefenamat 500 mg
Indikasi:
Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit
kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri
otot trauma dan tulang punggung,, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan, reumatik,
nyeri paha, demam.
Dosis:
Digunakan
melalui
mulut
(per
oral),
sebaiknya
sewaktu
makan.
Dewasa dan anak di atas 14 tahun:
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg 2
3 kali sehari. Anak < 6 bulan : 6,5 mg/kg BB/6 8 jam.
Pemberian Obat:
Berikan segera sesudah makan.
Kontra Indikasi:
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap
asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan
peradangan
saluran
cerna.
Peringatan:
Gagal ginjal, penderita asma yang sensitif terhadap AINS, renitis alergi, urtikaria, hamil,
laktasi, anak < 14 tahun.
Efek samping:
Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah
dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia. Pada
penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan
agranulositosis dan anemia hemolitik.
Interaksi Obat:
Obat-obat antikoagulan oral seperti warfarin; mempertinggi efek kumarin;asetosal (aspirin)
dan insulin.
Kategori Kehamilan:
C, D pada trimester 3 atau menjelang persalinan.
Cara Penyimpanan:
Simpan di tempat sejuk dan kering.
(MIMS, 2012: 130).
Mekanisme Kerja:
Menghambat sintesis Prostaglandin melalui penurunan aktivitas enzim, siklooksigenase, yang
menghasilkan penurunan prekursor pembentuk prostaglandin (Lacy, 2003, hal 868).
3) Kalium Diclofenac
Komposisi:
Diclofenac K 50 mg.
Indikasi:
Nyeri peradangan pasca trauma, inflamasi dan nyeri pasca operasi, sebagai terapi tambahan
pada nyeri berat pada infeksi THT. Gejala nyeri pada kolumna vertebra, reumatik non
artikuler.
Dosis:
Dewasa awal 100-150 mg terbagi dalam 2-3 dosis,
Kasus ringan dan anak > 14 tahun 75-100 mg/hari.
Pemberian Obat:
Berikan segera sesudah makan.
Kontra Indikasi:
Ulkus peptic.
Peringatan:
Riwayat penyakit Gastro Intestinal, ganggun fungsi hati, jantung, atau ginjal.
Efek samping:
Kadang-kadang gangguan Gastro Intestinal, sakit kepala, pusing, vertigo dan ruam.
Interaksi Obat:
Meningkatkan kadar litium, metotreksat dan digoksin dalam plasma. Dapat mengurangi efek
deuretik.
Kategori Kehamilan:
B, D pada trimester 3 atau menjelang persalinan.
(MIMS, 2012: 137).
4) Polysilane
Komposisi:
Per tablet polysilane Al(OH)3 200 mg, dimethicone 80 mg, Mg(OH)2 200 mg.
Indikasi:
Rasa terbakar khususnya pada hernia hiatal, pirosis, gastritis, kembung.
Dosis:
Dewasa 1-2 tablet/hari atau 1-2 sendok teh 3-4 kali/hari.
mberian Obat:
Dapat diberikan bersama makan.
Peringatan:
Kerusakan fungsi ginjal, penggunaan lama, dosis tinggi.
Efek Samping:
Deplesi fosfat.
Interaksi Obat:
Absorbsi dihambat dengan furosemid, indometasin, tetrasiklin, digoksin, INH, antikolinergik.
Kategori kehamilan: (MIMS, 2012: 18).
5) Buscopan
Komposisi:
Hyoscine-N-butylbromide.
Indikasi:
Gangguan spastic pada Gastro Intestinal, kandungan empedu, saluran kemih, dan saluran
kelamin wanita.
Dosis:
Drag 1-2 drag 4 kali/hari. Maksimum 100 mg/hari.
mberian Obat:
Bersama makan atau tanpa makan.
Kontra Indikasi:
Miastenia gravis, megakolon.
Peringatan:
Glaukoma sudut sempit, penderita obstruksi saluran kemih dan usus kecil, takiaritmia.
Efek Samping:
Xerostomia, dishidrolis, takikardi, retensi urin, reaksi alergi, reaksi pada kulit, dispneu (pada
pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi).
Interaksi Obat:
Meningkatkan efek antikolinergik dari antidepresan trisiklik, antihistamin, kuinidin,
amantadin, dan disopiramid. Meningkatkan efek takikardi dari B-adrenergik. Antagonis
dopamine menurunkan efek dalam saluran Gastro Intestinal.
Kategori kehamilan: C.
(MIMS, 2012: 21).
Kesimpulan skrining resep dan hasil analisis DRP (Drug Related Problem)serta Care
Plan:
Resep tidak lengkap secara administrasi, adanya efek samping terapi sehinggaperlu
ditambahkan terapi untuk mengatasi keluhan lambung yaitu Polysilene dan Buscopan.
Kemudian antibiotic amoksisilin dihentikan karena kemungkinan pasien alergi antibiotic
tersebut. Lagipula perdarahan gigi sangat sedikit jadi antibiotic dapat dihentikan.
Kriteria Informasi
Nama Obat
Aturan pakai
Cara pakai
6
7
8
Aktivitas yang
disarankan/dihindari
Isi Informasi
Asam Mefenamat
Kalium Diclofenac
Polysilane
Buscopan
Asam Mefenamat: Untuk Nyeri dan inflamasi.
Kalium Diclofenac: Inflamasi.
Polysilane: Antasida untuk nyeri lambung dan kembung.
Buscopan: Antispasmodik/kejang perut.
Asam mefenamat: 3 x sehari 1 tablet bersama makan.
Kalium diclofenac: 1 tablet jika perlu, maksimum 3 table
makan
Polisilane: 3 x sehari 1 tablet bersama makan
Buscopan: 3 x sehari bersama makan atau tanpa makan
Bersama makan atau segera setelah makan untuk mening
dan menghindari efek nyeri dilambung akibat efek sampi
Diminum melalui mulut dengan segelas air putih. 3 x se
8 jam.
3 hari
Nyeri lambung, mengantuk.
Simpan tablet ditempat yang kering pada suhu kamar (2
dari cahaya matahari langsung.
Aktivitas yang disarankan:
Dianjurkan untuk makan makanan yang lunak.Menjaga
dan mulut yakni menyikat gigi dengan benar minimal 2 k
disempurnakan dengan moutwashsetelah menyikat gigi.
Aktivitas yang dihindari:
Tidak berkendaraan/menjalankan mesin selama meminu
makan makanan yang terlalu asam, pedas, panas, dingin.
3. MONITORING
Hal-hal yang perlu monitoring:
a.
Kondisi pasien, gejala yang dirasakan pasien, semakin membaik atau tidak.
b. Memeriksa kemungkinan terjadinya alergi dan efek samping.
c. Kepatuhan pasien minum obat.
4. EVALUASI
a. Keberhasilan terapi: pasien sembuh atau tidak, gejala atau keluhan hilang/tidak, pasien dapat
beraktivitas seperti biasa.
b. Ada/tidaknya gejala/keluhan dan penyakit lain yang timbul setelah/selama pengobatan.
: A
: dr. B
: 03/06/10
c.
d.
e.
f.
g.
uno artinya Pakailah obat Dexamethason tablet 3 kali sehari 1 tablet sekali
minumnya.
Dexamethason
merupakan
glukokortikoid
sintetik
dengan
aktivitas
imunosupresan (antialergi) dan antiinflamasi, bekerja dengan menurunkan respon
imun tubuh terhadap stimulasi rangsang dan menekan atau mencegah respon
jaringan terhadap proses inflamasi serta menghambat akumulasi sel. Dosis terukur
untuk tiap tablet adalah 0,5 mg. Dosis sekali minum 1 tablet (0,5 mg) dan dosis per
hari adalah 3 tablet (1,5 mg).
10. R/ keempat.
Tertulis OBH syr No I, artinya obat OBH sirup sejumlah 1 botol. Di bawahnya
tertulis aturan pakainya S 3 dd C1, Signa ter di die cochlear uno artinya Minum
OBH sirup 3 kali sehari 1 sendok makan.
OBH sirup merupakan obat batuk yang mampu mengatasi batuk produktif yang
disertai hidung tersumbat, alergi, demam dan sakit kepala yang menyertai flu. Dosis
sekali minum adalah 1 sendok makan (15 cc) dan dosis per hari adalah 3 sendok
makan (45 cc).
11. R/ kelima
Tertulis Vit C tab No X, artinya vitamin C sejumlah X tablet. Di bawahnya
tertulis aturan pakainya S 3 dd 1, Signa ter di die uno artinya minumlah vitamin C
tablet 3 kali sehari 1 tablet.
Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin antioksidan yang mampu
menangkal radikal bebas sehingga berperan penting dalam menangkal berbagai
penyakit. Dosis sekali minum adalah 1 tablet dan dosis per hari adalah 3 tablet.
12. Identitas pasien
Meliputi nama, umur dan alamat yang umumnya tercetak dalam blanko resep
(tulisan pro, umur dan alamat). Dalam penulisan identitas pasien sudah benar
dengan ditulis nama pasien yaitu Ny. Sumiyati. Namun dalam resep ini tidak
dituliskan umur dan alamat pasien. Dimana seharusnya umur dan alamat juga
dicantumkan dalam identitas pasien, karena alamat pasien berguna
dalam memudahkan pihak apotek dalam penelusuran apabila terdapat kesalahan
dalam pelayanan obat. Sedangkan umur berguna dalam membantu dalam
perhitungan dosis pemberian obat yang tepat, terutama pada pasien anak dan
lansia.
I. Resep
No. XII
1 tab
tab
tab
II.
1.
2.
3.
4.
5.
Skrining Resep
Nama dokter
Alamat
Izin praktek dokter
Tanggal penulisan resep (incriptio)
Invacatio
6.
a.
b.
c.
d.
7.
: ada
: ada
Kandungan
Dosis
Resep
(DR)
Dosis Lazim
(DL)
Keterangan
Cefat
(ISO vol
47 hal
136)
Sefadroksil
2x1
500 mg
DR = DL
Asam
Mefenamat
3x1
500 mg
DR > DL
Loratadine
3x1
5 mg
1x 1 sehari 10 mg (Drug
Information, hal 41)
DR>DL
Ambroxol
Hidroklorida
15 mg
DR < DL
Asam
Mefenama
t (ISO vol
47 hal 4)
Loratadine
(ISO vol
47 hal 73)
Ambroxol
(ISO vol
47 hal
490)
Sumber:
American society of Health-System Pharmacist . 2010. Drug Information. Bethesda:
Maryland
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia
Tim Redaksi ISO. 2012. ISO Indonesia Volume 47. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
IV. Perhitungan Bahan
Cefat
: 12 tablet
Asam Mefenamat
: 15 x 1 tablet = 15 tablet
Loratadin
: 15 x tablet = 7 tablet
Ambroxol
: 15 x tablet = 7 tablet
V. Perhitungan Harga
Asumsi harga pada ISO adalah HNA
PPN = 10 %, Mark Up = 25 %
Biaya non racik = Rp 1.000,00, Biaya Racik = Rp 5.000,00
Cefat
Harga Obat (ISO)
HNA
HJA
Asam Mefenamat
Harga Obat (ISO)
HNA
HJA
Loratadine
Harga Obat (ISO)
HNA
HJA
Ambroxol
Harga Obat (ISO)
HNA
HJA
Obat
Cefat
Uang R/ non
racik
Asam
Mefenamat
Loratadine
Ambroxol
Jumlah
Obat
12 tab
1 R/
15 kapl
8 tab
8 tab
Rp.11.996,88/tab
Jumlah yang
harus dibayar
Rp. 143.962,56
Rp. 1.000,00/R/
Rp.
Harga obat
Rp. 275,00/kapl
Rp.
426,25/tab
Rp.
206,25/tab
1.000,00
Rp.
4.125,00
Rp 3.410,00
Rp. 1.650,00
Total harga
per R/
Rp.144.962,56
Rp. 14.185,00
Uang R/
racik
1 R/
Rp. 5.000,00/R/
Rp. 5.000,00
Total Pembayaran
Rp.159.147,56
Dosis obat yang digunakan pada resep lebih besar daripada dosis lazim, sehingga akan
meningkatkan efek samping obat.
d) Ambroksol
Dosis obat yang digunakan pada resep sudah sesuai dosis lazim. Jadi tidak terjadi efek dosis
lebih tinggi dan kurangnya efek terapi akibat dosis yang rendah.
2. Berdasarkan Harga
Harga yang harus dikeluarkan oleh pasien sebesar Rp. 159.147,56 adalah harga yang tidak
rasional, karena apabila obat cefat diganti dengan obat generik, harga obat akan jauh lebih
murah.
VII. Pembuatan dan Penyerahan
1. Terima resep dan analisis resep
2. Cek persediaan obat
3. Hitung harga obat
4. Informasikan harga kepada pasien
SIK : 2012/SIK/2012-001232
No. R/ : I/1
Cefat
X.
INFLUENZA (FLU)
Flu / pilek (selesma) disebakan karena virus, contohnya rhinovirus. Biasanya infeksi ini
ditularkan melalui batuk atau bersin dan kontak langsung dengan penderita. Virus memasuki
tubuh melalui mulut atau hidung, atau bahkan melalui sentuhan langsung (hand to hand
contact) dengan individu yang mengidap flu, atau melalui penggunaan bersama seperti
handuk, alat-alat atau telepon. Kondisi ini umunya tidak membahayakan tapi dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman. Namun bila dibiarkan tanpa diobati dapat berkembang,
selesma dapat mengalami komplikasi seperti otitis media (infeksi telinga akut), sinusitis,
bronkitis kronis dan pneumonia.
Demam
Radang tenggorokan
Pusing dan badan tidak enak
Mudah lelah
Batuk
Muntah
Sekret hidung kental
Untuk mencegah penularan infeksi, jangan minum dari gelas atau cangkir yang sama dengan
penderita selesma. Upaya ini juga berlaku untuk barang-barang atau alat lainnya.
Preparat kombinasi untuk batuk dan pilek biasanya mengandung beberapa zat aktif berikut ini
untuk mengatasi berbagai gejala yang berbeda pada selesma :
Dekongestan, untuk membantu meredekan gejala hidung tersumbat contoh : phenylephrine
dan pseudoefedrin.
Antihistamin, contohnya brompheniramin, karbinoksamin, chlorphenamine maleat,
diphenhidramin, loratadin dan tripolidine, yang juga berkhasiat meredakan gejala hidung
tersumbat.
Obat penekan batuk tetapi obat ini tidak boleh digunakan secara rutin.
Analgesik atau antipireutik, parasetamol, yang bermanfaat membantu meredakan nyeri dan
pegal linu atau demam. Jika digunakan obat yang tidak mengandung analgesic maka
analgesik akan diberikan secara terpisah untuk meredakan pegal linu, nyeri dan demam yang
menyertai selesma.
Analisa resep dalam tugas khusus ini bertujuan untuk menilai apakah suatu resep obat yang
diberikan oleh dokter kepada pasien telah rasional, serta apakah berpotensi menimbulkan Drugs
Related Problems (DRP) serta kemungkinan terjadinya medication error (ME).
Penggunaan obat yang rasional dapat dijabarkan sebagai penggunaan obat yang tepat
dengan memperhitungkan aspek manfaat dan kerugiannya. Penggunaan obat yang rasional akan
memberikan manfaat yang lebih besar dibanding kerugian yang diakibatkannya.
DRP umumnya berhubungan dengan dosis, seperti kurang/ lebih dosis atau mungkin salah
dosis, adanya indikasi yag tak terobati, atau bahkan obat diberikan tanpa indikasi. DRP yang lain
mungkin disebabkan oleh adanya interaksi obat, dengan obat lain, maupun dengan makanan yang
dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan terapi. Resiko efek samping dan kemungkinan
terjadinya reaksi obat merugikan (ROM) juga merupakan faktor penyumbang terjadinya DRP.
Sedangkan medication error (ME) lebih berupa suatu kejadian yang merugikan pasien,
selama pasien tersebut berada dalam penanganan tenaga kesehatan.
Instalasi farmasi Rumah Sakit sebagai satu-satunya bagian dalam Rumah Sakit yang
berwenang menyelenggarkan pelayanan kefarmasian, harus dapat menjamin bahwa pelayanan yang
dilakukannya rasional dan sesuai dengan ketentuan standar pelayanan kefarmasian yang telah
ditetapkan. Pelayanan kefarmasian ini harus dapat mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan
masalah-masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan obat.
Dalam tugas khusus ini saya akan mencoba menganalisa beberapa resep pasien rawat jalan
sebagai berikut :
1. Resep 1
25/7/2011
R/ Furosemid
XXV
S 1-1/2-0
R/ KSR
XV
S 1 dd 1
R/ Metformin 500
XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5
XV
S 1-0-0
R/ Diazepam 2
XXX
S 2 dd 1
R/ Aspilet
XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5
XV
S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
R/ Antasida Fl.
I
S 4 dd IC
R/ Simvastatin
XV
S 0-0-1
R/ Gemfibrozil 300
XV
S 0-0-1
Pro
a.
Anamnesa
Pasein menyatakan telah lama menderita penyakit kolesterol, sakit jantung, diabetes mellitus dan
tekanan darah tinggi (140 mmHg).
b. Analisa Kasus
Dalam kasus ini Tn. A yang berusia 40 tahun, mendapat 10 item obat dalam satu kurun waktu
pengobatan. Pasien mengalami diabetes mellitus dengan diagnosa penyerta tekanan darah tinggi,
hiperlipidemia, dan gangguan jantung. Obat-obat yang diresepkan dokter adalah sebagai berikut:
Furosemid, sebagai antihipertensi golongan diuretik loops diuretik
KSR/ Kalium klorida 600 mg, sebagai suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia akibat
penggunaan diuretik
Metformin dan glibenklamid sebagai antidiabetes oral
Diazepam, sedative golongan benzodiazepin
Aspilet sebagai antiplatelet
ISDN, sebagai antiangina
Antasida, untuk menetralkan asam lambung
Simvastatin dan gemfibrozil sebagai antihiperlipidemia
Furosemid digunakan sebagai agen antihipertensi tunggal, karena hipertensi yang dialami
pasien masih berada pada stage 1 (tekanan diastolik antara 140-159 mmHg). Sehingga penggunaan
agen tunggal umumnya cukup efektif. Penggunaan furosemid (loop diuretik) pada pasien yang
memiliki diagnose penyerta berupa diabetes mellitus dan gagal jantung seperti pada kasus ini,
diperbolehkan. Sehingga pemilihan furosemid dapat dianggap rasional.
Dari segi dosis, umumnya furosemid diberikan sekali sehari (40 mg/hari), yaitu pada pagi hari.
Namun dalam kasus ini, pasien menerima furosemid 40 mg pada pagi hari dan 20 mg pada siang hari
(60 mg/hari). Dosis tersebut masih berada pada dosis yang dianjurkan, terlebih pasien juga menderita
gagal jantung, sehingga dosis yang lebih tinggi diperbolehkan. Waktu pemberian furosemid juga
masih aman, yaitu pada pagi dan siang hari, sehingga resiko terjadinya diuresis nokturnal masih
dapat dihindarkan. (Dipiro; 233-236)
Pemberian KSR/ kalium klorida, sebagai suplemen kalium, dapat dibenarkan, mengingat
furosemid merupakan diuretik yang boros kalium, sehingga dapat memicu terjadinya hipokalemia.
(Dipiro; 197).
Disamping kemungkinan terjadinya hipokalemia, pengguna furosemid juga berpeluang
mengalami kekurangan kadar ion-ion lainnya, akibat peningkatan urinasi, seperti natrium
(hiponatremia), magnesium (hipomagnesemia), serta kemungkinan terjadinya gout. (BNF 57; 76)
Pasien dapat dipastikan menderita diabetes mellitus tipe 2, karena dokter hanya meresepkan
andiabetik oral, tanpa insulin. Pasien diberi kombinasi metformin 500 mg tiga kali sehari, dan
glibenklamide 5 mg satu kali sehari.
Metformin merupakan antidiabetik golongan biguanide, yang bekerja dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin dan menurunkan resistensinya. Dan metformin merupakan agen antidiabetik
utama untuk terapi diabetes tipe 2, selama penggunaannya tidak dikontraindikasikan pada pasien
tersebut. Metformin yang dikombinasi dengan glibenklamide, sangat diperbolehkan. Dosis kombinasi
kedua obat tersebut juga masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20
mg/hari untuk glibenkalmid, dan 2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
c.
-
2.
R/ Captopril 25
XLV
S 3 dd 1
R/ HCT
XV
S 1-0-0
R/ Bisoprolol 5
XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5
XV
S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
R/ B1
XLV
S 3 dd 1
R/ Meloxicam 15
XV
S 2 dd 1
R/ Antasida Fl.
I
S 4 dd C
Pro
a.
Ananmnesa
Pasien mengeluh nyeri dada, tekanan darah tinggi, sering tremor, dan pegal-pegal pada sekujur
badan.
b. Analisa
Dalam kasus ini pasien menerima 7 item obat dalam sekali waktu konsumsi. 7 item obat tersebut
yaitu :
- captopril yang merupakan antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACEI),
hidroklorotiazid (HCT) yang merupakan diuretik golongan tiazid,
bisoprolol, suatu agen antihipertensi golongan pemblok yang kardioselektif
isosorbid dinitrat (ISDN), antiangina golongan nitrat
tiamin (vitamin B1), untuk terapi defisiensi vitamin B1
meloksikam, obat antiinflamasi nonsteroid, yang memiliki sifat antinyeri
antasida, untuk menetralkan asam lambung
Dengan memperhatikan keluhan yang disampaikan oleh pasien dan obat-obat yang diresepkan
oleh dokter dapat diduga pemberian captopril, HCT, bisoprolol, dan ISDN berhubungan dengan
hipertensi dan keluhan nyeri dada. Nyeri dada, sering menjadi indikasi adanya gangguan jantung.
Meski tidak semua nyeri dada diakibatkan oleh kelainan jantung. Meloksikam dan vitamin B1
ditujukan untuk mengatasi keluhan nyeri badan. Pasien tidak secara langsung mengeluhkan kondisi
yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, namun dokter meresepkan antasida, hal ini
mungkin ditujukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya iritasi lambung yang dapat memicu
peningkatan asam lambung.
Jika benar, keluhan nyeri dada pada kasus ini berhubungan dengan gangguan system jantung
seperti halnya angina, maka pemilihan kombinasi antihipertensi berupa captopril (ACE inhibitor), HCT
(diuretik tiazid), dan bisoprolol (-bloker kardioselektif) relative merupakan pilihan yang tepat.
Kombinasi tersebut sebagaimana disarankan oleh JNC7. Kecuali pasien tersebut memiliki riwayat
infark myokardiak, penggunaan diuretik tidak disarankan.
Disamping diagnose penyerta dalam kasus hipertensi ini yang harus menjadi dasar pemilihan
terapi, faktor usia juga harus dipertimbangkan. Dalam hal ini, pasien telah cukup lanjut usia, yaitu 61
tahun. Faktor usia lanjut sangat memungkinkan terjadinya pengaruh hipertensi terhadap kerusakan
c.
berbagai organ seperti jantung, hati, ginjal, dan otak. Sehingga pemilihan terapinya harus benarbenar diperhatikan.
Dosis captopril, pasien menerima captopril 75 mg/hr dalam dosis terbagi tiga, maka dosis
tersebut masih dapat diterima sebagai dosis aman. Begitu pun dengan HCT satu kali sehari pada
pagi hari, merupakan dosis yang lazim. Dalam hal ini perlu diingatkan pada pasien, agar jangan
sampai mengkonsumsi HCT ini pada waktu sore atau malam hari, karena dapat menimbulkan efek
diuresis nokturnal, yang akan sangat mengganggu waktu istirahat pasien pada malam hari. Bisoprolol
5 mg satu kali sehari juga merupakan dosis aman. Namun pasien harus diingatkan untuk tidak
menghentikan penggunaan obat ini secara mendadak, karena dapat menyebabkan kambuhan
hipertensi. (Dipiro; 221).
Pemberian ISDN yang bersifat insidental, yaitu saat terjadi gejala sesak nafas secara sublingual
cukup tepat. Pemberian secara sublingual dapat memberikan efek yang lebih cepat daripada secara
oral. ISDN akan dengan cepat mengakhiri serangan angina akut yang ditandai gejala sesak nafas
dan nyeri dada. Terapi captopril akan membantu mencegah serangan angina yang berulang. Pasien
yang menjalani terapi ISDN juga harus diapantau konsentrasi kreatinin serumnya, terutama pada
pasien-pasien yang terindikasi mengalami kerusakan ginjal.
Peresepan vitamin B1, kemungkinan berhubungan dengan penanganan keluhan tremor dan
salah satu efek obat (bisoprolol).
Meloksikam diberikan untuk mengobati rasa nyeri. Meloksikam merupakan salah satu anti
inflamasi nonsteroid yang relative selektif pada COX-2. Sehingga obat ini relative aman terhadap
lambung. Namun harus diwaspadai efeknya terhadap ginjal. (Dipiro; 688, 916)
Dosis
meloksikam
yang
diresepkan
tampaknya
berlebih.
Pada
kasus
nyeri
osteoarthritis meloksikam hanya digunakan untuk terapi jangka pendek, kecuali pada penanganan
rheumatoid arthritis dapat digunakan sebagai terapi jangka panjang. Dosis yang dianjurkan hanya 7,5
mg/hari, maksimum 15 mg/hari. Apalagi dalam kasus ini pasien telah lanjut usia, dosis yang
disarankan hanya 7,5 mg/hari. Sedangkan pada resep tersebut dokter menuliskan 2 kali sehari
masing-masing 15 mg, atau 30 mg/hari. BNF maupun Pharmacotherapy-Dipiro menyebutkan bahwa
pemberian meloksikam hanya sekali sehari. (BNF 57; 552, 559)
Pemberian antasida tampaknya kurang signifikan. Pasien tidak mengeluhkan gejala yang
menunjukan adanya kelebihan asam lambung sehingga perlu mengkonsumsi antasida. Meskipun
antasida ini hanya bekerja secara local pada lambung, namun tetap perlu diwaspadai interaksinya.
Interaksi mungkin terjadi dengan captopril, dimana absorpsi captopril dapat terhambat, yang
mengakibatkan bioavailabilitasnya rendah, dan konsentrasi efektif minimumnya dalam darah tak
tercapai, sehingga terapi yang optimum juga tidak tercapai. Disamping itu, akumulasi kation Mg2+
dan Al3+ sangat mungkin berikatan dengan senyawa-senyawa phosphate, sehingga absorpsi
phophat menurun dan mengakibatkan hipophosphatemia. Terlebih pasien juga mengkonsumsi
diuretik, yang akan meningkatkan aktivitas urinari, yang dapat semakin meningkatkan resiko
hipophosphatemia. (Dipiro; 996).
Penggunaan beberapa item obat secara bersamaan, sangat memungkinkan terjadinya interaksi.
Interaksi yang mungkin terjadi :
Captopril dapat berinteraksi dengan antasida. Antasida dapat menurunkan absorpsi captopril, sehingga
antasida dan captopril tidak boleh dikonsumsi bersamaan. Harus ada jarak waktu yang cukup antara
saat konsumsi antasida dan captopril, sehingga interaksi keduanya dapat dihindarkan.
ISDN, meningkatkan efek hipotensif dari captopril, dan bisoprolol
Efek hipotensif ISDN diantagonis oleh AINS (meloksikam) (BN7 57; Appendix).
Saran
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diatas, maka:
3.
Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat pasien telah lanjut usia,
kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan meningkat yang berupa kerusakan atau
penurunan fungsi ginjal. Begitu pun dengan lama terapinya sebaiknya dibatasi. Sampaikan pada
pasien untuk segera menghentikan konsumsi meloksikam ini bila gejala nyeri pada badan telah
mereda.
Saat pasien merasa nyeri dada, dan menggunakan ISDN, hindari mengkonsumsi meloksikam juga,
karena meloksikam dapat mengantagonis kerja ISDN
Antasida sebaiknya tidak digunakan
Resep 3
20-7-2011
R/ Metformin 500
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5
S 1 dd 1
R/ Captopril 50
S 3 dd 1
R/ furosemid
S -0-0
R/ BC
S 3 dd 1
R/ Amlodipin 5
S 1 dd 1
R/ Na-diklofenak 50
S 0-0-1
R/ Simvastatin 10
S 0-0-1
Pro
XLV
XV
XLV
X
XLV
XV
XXX
XV
a.
Anamnesa/ diagnose
Pasien dinyatakan mengalami diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, ostheoartritis, dan
sindrom dispepsia.
b. Analisa resep
Dalam kasus ini pasien menerima 8 item obat, sebagai berikut :
Metformin, antidiabetes golongan biguanid
Glibenklamide, antidiabetes golongan sulfonilurea
Captopril, antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACEI)
Furosemid, antihipertensi golongan loop diuretik
BC/ vitamin B kompleks, suplemen kekurangan vitamin B
Amlodipin, antihipertensi golongan pemblok kanal kalsium (CCB)
Na-diklofenak, antiinflamasi nonsteroid
Simvastatin, antihiperlipidemia golongan statin
Kombinsai metformin dan glibenklamid pada kasus pasien diagnose lain berupa hipertensi
diperbolehkan. Seperti halnya pada kasus resep nomor 2. Dosis kombinasi kedua obat tersebut juga
c.
-
masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20 mg/hari untuk glibenkalmid,
dan 2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Penanganan hipertensi dalam kasus ini digunakan kombinasi 3 antihipertensi,
yaitu captopril (ACE inhibitor), furosemid (loop diuretik), dan amlodipin (Pemblok kanal kalsium).
Kombinasi tersebut diperbolehkan. Dosis furosemid merupakan dosis terendah yaitu 20 mg, dengan
waktu pemberian yang tepat yaitu pada pagi hari. Sedangkan dosis captopril merupakan dosis
maksimum yaitu 150 mg/hari, dalam dosis terbagi 3. Sedangkan amlodipin yang diberikan adalah
dosis menengah, yaitu 5 mg/hari, lazimnya 2,5-10 mg/hari. Perlu diperhatikan pasien telah cukup
lanjut usianya (66 tahun), captopril diberikan pada dosis maksimum dikombinasi dengan furosemid,
dan amlodipin, akan berpotensi menimbulkan efek hipotensi. Dengan pemberian furosemid, pasien
akan mengalami diuresis, yang berarti volume darah menurun dan menurun pula tekanan darahnya,
sedangkan pemberian ACE inhibitor dapat menyebabkan penurunan tekanan darah melalui berbagai
mekanisme yang terlibat dalam pengaturan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS), sehingga
resiko hipotensinya semakin meningkat, terlebih pada pasien yang telah lanjut usia, ditambah dengan
kombinasi dengan amlodipin. Tekanan darah harus senantiasa dipantau. (Dipiro: 233-234)
Meski ada kemungkinan lain, bahwa maksud penggunaan furosemid dalam dosis rendah
adalah untuk mengatasi resiko efek samping amlodipin, berupa udema perifer. Amlodipin dapat
menyebabkan terjadinya udema perifer, dengan pemberian furosemid, maka aktivitas urinary
meningkat, sehingga tidak terjadi udema perifer.
Natrium diklofenak digunakan untuk mengobati gejala nyeri akibat osteoarthritis. Diklofenak
merupakan antiinflamasi nonsteroid (AINS) nonselektif. Dosis yang diberikan adalah dosis tunggal
pada malam hari sebesar 50 mg.
Sebagaimana AINS nonselektif lainnya, diklofenak dapat menginduksi terjadinya ulkus
peptikum, sedangkan dalam diagnosanya dokter telah menyatakan bahwa pasien mengalami sindrom
dispepsia. Meskipun efek buruk yang disebabkan diklofenak pada saluran cerna tidak sekuat aspirin,
namun pemilihan obat lain yang lebih aman, perlu dipertimbangkan, mengingat pasien telah
dinyatakan mengalami sindrom dispepsia. (Dipiro; 1131)
Dalam kasus ini, pasien telah didiagnose sindrome dispepsia, dan mendapat terapi AINS
yang dapat memperparah sindrom tersebut, namun pasien tidak mendapat obat untuk indikasi ini. Tak
ada obat yang diberikan untuk mengobati sindrom dispepsianya.
Simvastatin dosis tunggal pada malam hari 10 mg, untuk terapi hiperlipidemia. Penggunaan
simvastatin pada penderita diabetes diperbolehkan. Pemberian vitamin B kompleks, yang
mengandung asam nikotinat, akan membentu menghambat pembentukan kolesterol dan trigliserida,
sehingga akan membantu menekan kadar lipid dalam darah. (BNF 57; 539)
Interaksi yang mungkin terjadi :
Amlodipin (pemblok kanal kalsium) dan captopril (ACE inhibitor) yang digunakan bersama-sama,
cenderung berinteraksi menyebabkan efek hipotensif, ACE inhibitor juga akan bekerja pada sistem
kanal kalsium, meski tidak secara langsung, begitu pun dengan furosemid.
Captopril berinteraksi dengan makanan, dan menyebabkan absorpsi captopril menurun. (DIF)
Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan :
Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau efeknya, ada baiknya dosis captopril
dikurangi
Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari interaksinya dengan makanan
Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome dispepsianya, terlebih dalam resep tersebut
terdapat obat-obat yang menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan pada saluran cerna,
berupa iritasi lambung (natrium-diklofenak),
mual, muntah, diare (metformin
dan
4.
Resep 4
27/7/2011
R/ Furosemid
S 1-0-0
R/ Aspilet
S 1 dd 1
R/ ISDN 5
S 1 dd 1
R/ Diazepam 2
S 0-0-1
R/ Ranitidin
S 2 dd 1
R/ Antasida
S 4 dd C1 ac
R/ Bicnat
S 3 dd 1
R/ Ketocid
S 3 dd 1
R/ FA
S 3 dd 1
Pro
a.
b.
1)
2)
3)
4)
5)
XV
XV
XV
XV
XXX
Fl.
I
XLV
XLV
XLV
Anamnesa
Pasien mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada, dan nyeri lambung.
Analisa Resep
Efek farmakologi masing-masing obat dalam resep :
Furosemide adalah salah satu loop diuretik.
Aspilet adalah sediaan branded dari asam asetil salisilat 80 mg/ tablet. Asam asetil salisilat pada
dasarnya adalah jenis dari antiinflamasi nonsteroid yang juga sering digunakan sebagai antiplatelet.
ISDN 5 atau isosorbid dinitrat 5 mg/tablet, merupakan senyawa nitrat kerja panjang yang sering
digunakan pada penanganan kasus angina.
Diazepam 2 mg/tablet. Diazepam merupakan hipnotikum golongan benzodiazepine.
Ranitidine, antihistamin H-2
6)
Antasida, antasida merupakan sediaan obat basa yang bekerja menetralkan asam lambung.
Umumnya natasida adalah sediaan tablet atau suspense yang mengandung Al(OH)3 atau Mg(OH)2.
7) Bicnat atau natrium bikarbonat merupakan garam, yang membawa sifat basa, dapat digunakan pula
sebagai antasida, alkalinisasi urin, dan untuk mengatasi ketidaknyamanan saluran urin pada
penderita infeksi saluran urin.
8) Ketocid/ ketoprofen 200 mg/kapsul merupakan obat antiinflamasi nonsteroid.
9) FA/ folic acide atau asam folat merupakan suplemen makanan yang berperan penting dalam
pembentukan sel darah merah.
Furosemid merupakan merupakan golongan obat diuretik yang sering digunakan dalam
penanganan kasus hipertensi, namun dalam kasus ini pasien menyatakan tidak menderita hipertensi.
Dan pada dosis yang lebih tinggi furosemide digunakan pada pasien dengan penurunan laju
glomerular atau pun pasien gagal hati.
Dalam kasus ini pasien Tn. T yang telah berusia 54 tahun menerima 9 item obat dalam rentang
waktu satu kali pengobatan, hal ini sangat memungkinkan terjadinya masalah penggunaan obat
(DRP) dan interaksi serta terjadinya reaksi obat merugikan (ROM), antar obat-obat tersebut, maupun
dengan makanan yang dapat menyebabkan tujuan terapi tidak tercapai secara optimum.
Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien menyatakan sering sesak nafas, nyeri dada
dan nyeri ulu hati. Keluhan sesak nafas dan nyeri dada sering menjadi indikator adanya gangguan
jantung. Adanya dugaan gangguan jantung ini didukung oleh adanya obat ISDN dan furosemid dalam
resep dokter tersebut. Disamping adanya gangguan lambung.
Aspilet merupakan AINS, yang memiliki efek lain sebagai antiplatelet, dan sebagai antiinflamasi
nonselektif, aspilet dapat menginduksi terjadinya ulkus peptikum, karena adanya penghambatan
pembentukan prostaglandin yang berperan dalam melindungi dinding lambung. Begitu pun dengan
ketoprofen. Dalam kasus ini pasien telah mengeluh nyeri lambung. Maka pemberian aspilet dalam
kasus ini kurang tepat, karena aspilet dapat memperparah kondisi lambungnya, terlebih dengan
adanya efek antiplatelet obat tersebut, dapat memungkinkan terjadinya pendarahan lambung, apalagi
penggunaannya bersamaan dengan ketoprofen, yang semakin meningkatkan resiko nyeri dan
pendarahan lambung. Walaupun dokter telah memberikan kombinasi ranitidine dan antacid untuk
mengatasi nyeri lambungnya, namun mengganti obat yang dapat mengiritasi lambung dengan obat
lain yang lebih aman bagi lambung tetap lebih baik.
Diazepam diberikan untuk menghasilkan efek penenang, sehingga dapat membantu mengurangi
beban kerja jantung.
Interaksi obat dengan obat yang mungkin terjadi :
1) Furosemide dapat berinteraksi dengan diazepam (ansiolitik dan hipnotik), interaksi ini memungkinkan
terjadinya efek hipotensif. Namun dalam kasus ini kemungkinan tersebut telah dapat dianulir, karena
furosemid dikonsumsi pagi hari, sedangkan diazepam malam hari menjelang tidur.
2) Aspilet, berpeluang interaksi dengan alkali urin dan antasida, dalam kasus ini pasien juga menerima
terapi antasida dan natrium bikarbonat yang meruapakan salah satu alkali. Antasida dan alkali lainnya
akan mempercepat ekskresi aspilet
3) Aspilet dan ketoprofen akan meningkatkan resiko pendarahan (meningkatkan efek antikoagulan)
(BNF)
c. Saran
Dari urain diatas dapat saya sarankan :
Penggunaan ketoprofen, sebaiknya dihindari, dari keluhan pasien, tidak ada keluhan yang
mengindikasikan perlunya penggunaan obat tersebut, disamping kemungkinan interaksinya dengan
aspilet, dapat meningkatkan resiko perdarahan.
Pasien
juga
tidak
mengungkapkan
keluhan
yang
mengindikasikan
penggunaanranitidine dan antasida, sehingga kedua obat tersebut tidak perlu digunakan
perlunya