Вы находитесь на странице: 1из 5

MODEL PEMBELAJARAN GLASER

I. PENDAHULUAN
A. Pengertian
Beberapa model penelitian program telah dikembangkan oleh para ahli
untuk melaksanakan penilaian program. Model model tersebut cukup
bervariasi, namun dari kesemuanya dapat ditarik kesimpulan mengenai
persamaannya sehubungan dengan pengambilan keputusan sebagai
pemanfaata data pelaksanaan penilaian program. Beberapa evaluator
mengikuti satu pola tertentu akan tetapi beberapa diantaranya telah
menggabungkan model model tersebut, dan sebagian lainnya tetap
menggunakan model yang tradisional seperti model penilaian pada
umumnya. Berikut ini akan dibahas salah satu model penialaian program
yang dikemukakan oleh Robert Glaser.
Robert Glaser merupakan psikolog pendidikan Amerika, yang telah
membuat kontribusi signifikan untuk teori-teori pembelajaran dan
pengajaran. Beasiswa-Nya telah diakui oleh beberapa penghargaan
termasuk American Educational Research Association Presiden Citation
Award (2003), American Psychological Association Distinguished Aplikasi
Ilmu Pengetahuan Psikologi Award (1987), dan EL Thorndike Award untuk
Distinguished Kontribusi Psikologi Pendidikan (1981).
Menurut Glaser ada enam langkah yang dilalui dalam menilai program
pengajaran :
1. Mengidentifikasi hasil belajar
Glaser menyarankan agar tujuan kegiatan hendaknya dirumuskan dalam
bentuk tingkah laku sehingga menunjukkan keterampilan keterampilan
yang harus diperoleh oleh siswa. Selanjutnya terhadap keterampilanketerampilan tersebut harus disebutkan juga ukuran keberhasilan secara
eksplisit dan spesifik sesuai dengan yang diperakukan oleh kurikulum.
Untuk pengukuran hasil tidak cocok apabila menggunakan penilaian
acuan normal (PAN) karena setiap siswa hanya membandingkan dengan
siswa siswa lain dalam kelompoknya.
2. Mendiagnosis kemampuan awal (entry behavior)
Menurut Glaser bagi guru pening sekali mengetahui secara rinci mengenai
kemampuan awal yang dimiiki siswa. Kemampuan awal (entry-behavior)
ini berbeda dengan kemampuan dasar (aptitude). Kemampuan awal
menunjuk pada kemampuan prasyarat (prerequisite blackround) yang
diperlukan sebagai dasar bagi pengetahuan atau keterampilan yang akan
dipelajari. Sifatnya lebih menjurus pada aspek tertentu, sedangkan
kemampuan dasar bersifat lebih umum.
3. Menyiapkan alternative pengajaran

Penyediaan atau pemilihan alternative pengajaran ini didasarkan atas


keadaan siswa yang memiliki bermacam macam perbedaan :
a. Kecepatan dalam belajar
b. Latar belakang keluarga
c. Latar belakang pengalaman
d. Kebutuhan
e. Gaya belajar dan kebiasaan kebiasaan lain.
Penyedian alernatif memungkinkan siswa untuk pindah dari satu cara ke
cara yang lain.
4. Mengadakan pemantauan (monitoring) terhadap penampilan siswa
Menangkal lebih baik daripada mengobati. Demikian juga terhadap
proses belajar yang dilaksanakan oleh pendidik terhadapsubjek didik. Jika
alternative pengajaran telah disediakan, segera sesudah itu perlu
dilakukan pemantauan untuk mengetahui efektifitas pemantauan
alternative tersebut. Dengan dilakukannya pemantauan secara terus
menerus dan sejak dini, dapat diperoleh balikan yang segera dapat
digunakan sebagai bahan perbaikan sebelum terjadi kesalahan yang
berkelanjutan.
5. Menilai ulang terhadap alternative pengajaran.
Apabila pada tahap ketiga pengelola sudah menyediakan alternative
pengajaran maka sudah dilakukan penilaian terhadap penampilan siswa
segera dilakukan penilaian ulang terhadap alternative pengajaran yang
sudah disediakan semula. Penilaian ulang ini didasarkan atas data umpan
balik dari kegiatan pemantauan Glaser menekankan satu butir penting
yaitu dirumuskan dan dipetuhinya criteria.
Untuk menggarahkan upaya kepada criteria tersebut maka perlu
diperhatikan :
a. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kemampuan.
b. Kemampuan siswa untuk menahan dan mempertahankan apa yang
telah diperoleh dan dimiliki.
c. Tingkat kemampuan siswa ntuk mentransfer pengetahuannya.
d. Perbedaan antara skor tes awal (pretest) dengan skor tes akhir (post
test).
e. Kemampuan siswa untuk belajar sendiri.
Optimalitas alternative pengajaran yang disediakan sangat tergantung
dari bagaimana guru meletakkan harapannya untuk mencapai tujuan itu.
6. Menilai dan mengembangkan pengajaran
Untuk tahap terakhir ini Glaser mengharapkan terjadinya evaluasi formatif
atau mengumpulkan umpan balik demi pelaksanaan program pengajaran.

B. Permasalahan
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana keterkaitan suatu
pembelajaran yang telah dilakukan oleh suatu komunitas pembelajaran
dengan model evaluasi yang dipaparkan oleh seorang ahli psikolog
pendidikan Amerika bernama Robert Glaser.
Menurut Glaser ada enam langkah yang harus dilalui dalam menilai
program pengajaran, yaitu :
1.
Mengidentifikasi hasil belajar
2.
Mendiagnosis kemampuan awal (entry behavior)
3.
Menyiapkan alternative pengajaran
4.
Mengadakan pemantauan (monitoring) terhadap penampilan siswa
5.
Menilai ulang terhadap alternative pengajaran
6.
Menilai dan mengembangkan pengajaran
Berdasarkan pengamatan tersebut akan disimpulkan apakah proses
pembelajaran dalam komunitas tersebut mengikuti model evaluasi yang
telah dikemukakan oleh Robert Glaser.
C. Tujuan
1.
Mengetahui keterkaitan suatu pembelajaran dengan model evaluasi
Glaser.
2.
Mengetahui apakah sudah baik atau tidakkah pembelajaran yang
telah diakukan.
II.

PEMBAHASAN

a.
Artikel 1 dari Majalah Tempo Edisi 11-15 Mei 2009 berjudul Uwe,
Bahasa yang bergoyang.
Dalam artikel Uwe, Bahasa yang bergoyang. dipaparkan mengenai
sebuah proses pembelajaran Bahasa Jerman oleh seorang guru bahasa
bernama Uwe Kind. Ia memberikan pelajaran bahas Jerman kepada para
peserta didiknya menggunakan metode yang sangat menyenangkan,
yaitu dengan bergoyang dan bernyanyi-nyanyi. Dari pengalamannya ia
mengajar selama lebih dari 30 tahun keliling dunia memperkenalkan
metode belajar bahasa yang unik ini, dalam 5 menit saja ia telah mampu
membuat dua ratus peserta didiknya bergoyang. Hal ini menunjukkan
bahwa kegiatan belajar telah diwujudkan dalam bentuk tingkah laku.
Uwe juga menyusun lagu-lagu berdasarkan tingkat kesulitannya, ada yang
dibuat untuk pemula, menengah hingga lanjutan. Pada tingkat dasar ia
memasukkan unsure irama yang kemudian disesuaikan dengan gerakan.
Ini penting menurutnya karena irama berbicara dalam bahasa universal.
Ini berarti ia telah mendiagnosis kemampuan belajar peserta didik.
Uwe percaya bahwa setiap manusia mempunyai insting untuk mengenali
irama. Baru kemudian, pemahaman dasar tentang konsep laku seperti
kiri-kanan, maju-mundur, iya-tidak, saya-kamu, dimasukkan dengan cara
dilakonkan seperti gerk-gerik pantomin.

Pembelajaran yang dilakukan oleh Uwe ini sangat menyenangkan


perasaan peserta didik namun karena waktunya yang sangat sedikit
sehingga tidak banyak hal hal yang terekam oleh peserta didik baik itu
materi maupun gerakan.Uwe sendiri mengakui peran aktif peserta didik
snagat diperlukan untuk berjalannya interaksi yang baik antara pendidik
dan peserta didik.
Pemantauan terhadap penampilan siswa, menilai ulang terhadap
alternative pengajaran, serta menilai dan mengembangkan pengajaran
tak terlihat dalam pembelajaran tersebutkarena relative singkatnya
pembelajaran tersebut, hanya berlangsung 2 jam saja.
b.
Artikel 2 dari Majalah Tempo Edisi 20-26 APRIL 2009 berjudul
Sekolah Tanpa Kertas
Dalam artikel Sekolah Tanpa Kertas tergambar suatu proses
pembelajaran yang memanfaatkan media elektronik digital . Sekolah
tersebut yaitu Sekolah Internasional SInarmas World Academy, Bumi
Serpong Damai, Tanggerang. Bagi para peserta didik, laptop dan internet
merupakan pengganti alat tulis dan buku.
Banyak manfaat teknologi digital sebagai alat bantu belajar dan megajar.
Misalnya, dengan bantuan computer banyak percobaan yang tak
mungkindilakukan di kelas bias di simulasikan. Misalnya, percobaan
mengenai pengaruh grafitasi di Bumi,Bulan atau di Planet lain.
Setiap siswa dibekali laptop yang bisa dibawa pulang, tujuannya agar
siswa bias memperlihatkan hasil belajar siswa dikelas kepada orang
tuanya masing-masing. Agar tidak disalah gunakan setiap laptop juga
telah dibekali program khusus agar dapat mati secara otomatis. Sekolah
juga telah memblokir situs situs tertentu yang dianggap memiliki
pengaruh buruk bagi siswa. Selain itu juga di pasang program control
jarak jauh untuk setiap laptopnya.
Pembelajaran disekolah ini bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, tidak
perlu selalu didalam kelas. Para siswa juga sangat memanfaatkan
teknologi tersebut. Misalnya , bila siswa mengalami kesulitan ketika
sedang menyelesaikan sebuah tugas, ia tak harus menghampiri gurunya.
Semua kini hanya cukup dengan melakukan chatting atau video call.

III.

PENUTUP

Beberapa model penelitian program telah dikembangkan oleh para ahli


untuk melaksanakan penilaian program. Model model tersebut cukup
bervariasi, namun dari kesemuanya dapat ditarik kesimpulan mengenai
persamaannya sehubungan dengan pengambilan keputusan sebagai
pemanfaatan data pelaksanaan penilaian program. salah satu model
penialaian program yang dikemukakan oleh Robert Glaser.
Menurut Glaser ada enam langkah yang harus dilalui dalam menilai
program pengajaran, yaitu :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengidentifikasi hasil belajar


Mendiagnosis kemampuan awal (entry behavior)
Menyiapkan alternative pengajaran
Mengadakan pemantauan (monitoring) terhadap penampilan siswa
Menilai ulang terhadap alternative pengajaran
Menilai dan mengembangkan pengajaran

Dalam pembahasan kedua artikel diatas tidak kesemua langkah yang


dikemukakan oleh Robert Glaser nanpak. Namun hal itu tidak membuat
proses pembelajaran terganggu atau pun gagal.
Namun sebaiknya memang sangat perlu keenam langkah penilaian
program tersebut diatas diaplikasiakan demi kesuksesan poses
pembelajaran.

Вам также может понравиться