Вы находитесь на странице: 1из 8

METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Posted by ziazone on Juni 22, 2011


Posted in: Pendidikan, Uncategorized. Meninggalkan komentar
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, masih terdapat sistem pembelajaran yang bersifat teoritis. Sebagian
besar siswa belum dapat menangkap makna dari apa yang mereka peroleh dari
pembelajaran untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa pada umumnya siswa tidak dapat menghubungkan
apa yang telah mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan tersebut
di kemudian hari (Gafur, 2003 : 1). Oleh sebab itu, dalam kondisi seperti ini guru
atau pendidik harus mampu merancang sebuah pembelajaran yang benar-benar
dapat membekali siswa baik pengetahuan secara teoritis maupun praktik. Dalam
hal ini, guru harus pandai mencari dan menciptakan kondisi belajar yang
memudahkan siswa dalam memahami, memaknai, dan menghubungkan materi
pelajaran yang mereka pelajari. Salah satu alternatif jawaban permasalahan di
atas, guru dapat memilih model pembelajaran kontekstual.
1. Latar belakang Filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh
Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget
berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif
yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman, dan
proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar
pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut
dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk
dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model
pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual.. menurut
pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan
dan dibangun sendiri oleh siswa.
2. Latar belakangPsikologis
Dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif.
Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan
lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan
respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi,
minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam CTL, yaitu:


1. Belajar bukanlah menhapal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan
sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki
2. Belajar bukan sekedar mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas

3. Belajar adalah proses pemecahan masalah


4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang
sederhana menuju yang kompleks
5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.

B. Konsep Dasar Metode Pembelajaran Kontekstual


Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa
belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual,
proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan
menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan
berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip
kontekstual sangat penting untuk segala situasi belajar. Ada sembilan konteks
belajar yang melingkupi siswa, yaitu:
1. Konteks tujuan ( Tujuan apa yang akan dicapai ? )
2. Konteks isi ( Materi apa yang akan diajarkan ? )
3. Konteks sumber ( Sumber belajar bagaimana yang bisa dimanfaatkan ? )
4. Konteks target siswa ( Siapa yang akan belajar ? )
5. Konteks guru ( Siapa yang akan mengajar ? )
6. Konteks metode ( Strategi belajar apa yang cocok diterapkan ? )
7. Konteks hasil ( Bagaimana hasil pembelajaran yang akan diukur?)
8. Konteks kematangan ( Apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah
konsep atau pengetahuan baru?)
9. Konteks lingkungan ( Dalam lingkungan yang bagaimanakah siswa belajar ? ).

Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua CTL mendorong agar siswa
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam
kehidupan.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan CTL:
1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activating knowledge)

2. Pembelajaran untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru


(acquiring knowledge)
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge)

C. Indikator Pembelajaran Kontekstual


1. Konstruktivisme (Constructivism)
Menekankan bahwa pembelajaran tidak semata sekedar menghafal, mengingat
pengetahuan. Akan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana
siswa sendiri aktif secara mental. Membangun pengetahuannya, yang didasari
oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari aktivitas pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan dari
hasil mengingat fakta-fakta melainkan dari hasil menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari
observasi(observation), bertanya (questioning), Mengajukan dugaan (hiphotesis),
pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning)
Bertanya adalah strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual, yang
bermanfaat untuk:
Menggali informasi
Menggali pemahaman siswa
Membangkitkan daya respon siswa
Mengetahui sampai sejauh mana keinginan dan minat siswa
Memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru
Membangkitkan lebih luas lagi pertanyaan dari siswa, dalam rangka
menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran didapat dari hasil
kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman,
antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar
akan berjalan baik jika terjadi komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih
yang terlibat aktif dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling)
Membahasakan yang ada dalam pemikiran adalah salah satu bentuk dari
pemodelan. Jelasnya pemodelan adalah membahasakan yang dipikirkan,

memdemonstrasi bagaimana guru menghendaki siswanya untuk belajar dan


melakukan sesuatu. Dalam pembelajaran kontekstual, Guru bukan satu-satunya
model. Model bisa dirancang dengan melibatkan siswa atau bisa juga
mendatangkan dari luar.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atu merespon tentang apa yang baru dipelajari.
Berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.
Pengejawantahannya dalam pembelajaran adalah guru menyiapkan waktu
sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung
tentang apa yang sudah diperoleh pada hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa member
gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis
CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru, agar siswa
dapat memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus
penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual.
Evaluasi dilakukan terhadap proses maupun hasil.

D. Bentuk Pembelajaran dalam Metode Kontekstual


1. Mengaitkan (Relating)
Dalam hal ini guru menggunakan strategi relating apabila ia mengkaitkan konsep
baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jelasnya, mengkaitkan apa yang
sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami (Experiencing)
Merupakan inti pembelajaran kontekstual dimana mengkaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan
informasi baru dengan pengalaman sebelumnya. Pembelajaran bisa terjadi
dengan lebih cepat ketika siswa memanfaatkan (memanipulasi) peralatan dan
bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan (Applying)
Ketika siswa menerapkan konsep dalam aktivitas belajar memecahkan
masalahnya, guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang
realistik dan relevan.
4. Kerja sama (Cooperating)
Siswa yang bekerja sama secara kelompok biasanya mudah mengatasi masalah
yang komplek dengan sedikit bantuan ketimbang siswa yang bekerja secara
individual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari
bahan pembelajaran tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer (Transferring)
Fungsi dan peran guru dalam konteks ini adalah menciptakan bermacam-macam
pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.

D. Kelebihan dan Kelemahan


Suatu metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahannya masingmasing. Demikian pula dengan metode pembelajaran kontekstual.
1. Kelebihan:
Peserta didik mampu menghubungkan teori dengan kondisi di lapangan yang
sebenarnya.
Peserta didik dilatih agar tidak tergantung pada menghapal materi
Melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam meghapdapi suatu
permasalahan
Melatih peserta didik untuk berani menyampaikan argumen, bertanya, serta
menyampaikan hasil pemikiran
Melatih kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain.
2. Kelemahan:
Membutuhkan waktu lama dalam pelaksanaannya
Membutuhkan banyak biaya

E. Kriteria Pembelajaran Metode Kontekstual/CTL


1. Siswa sebagai subjek belajar
2. Siswa belajar melalui kegiatan kelompok
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
4. Kemampuan didasarkan atas pengalaman
5. Tujuan akhir kepuasan diri
6. Prilaku dibangun atas kesadaran
7. Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman
yang dialaminya
8. Siswa bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan
pembelajaran
9. Pembelajaran bisa terjadi dimana saja
10. Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara.

II. ISI
A. Topik/Materi Pembelajaran

Sebelum memulai proses belajar mengajar, hendaknya guru telah menentukan


materi yang akan diajarkan terlebih dahulu. Disini bisa dimisalkan dengan
meggunakan materi, Kewirausahaan.

B. Langkah-langkah Pengaplikasian Pembelajaran Metode Kontekstual


1. Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar mengajar, hendaknya Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menganalisis mengenai Apa itu wirausaha?
yang kemudian merangsang siswa untuk mengungkapkan argumennya masingmasing, yang kemudian dilanjutkan dengan argumen dari guru itu sendiri.
Selanjutnya, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir lebih kritis
dalam pemecahan masalah yaitu dengan memberikan beberapa pertanyaan
yang lebih luas mengenai Kewirausahaan, misalnya pertanyaan:
Apa peranan wirausaha dalam perekonomian?
Apa saja ciri-ciri wirausaha!
Apa saja syarat-syarat untuk menjadi wirausahawan?
Apa saja bidang usaha yang terdapat dalam wirausaha?
Hal tersebut ditujukan agar siswa mampu bertukar pendapat dengan teman,
mau bertanya, membuktikan asumsi dan saling mendengarkan perspektif yang
berbeda-beda hingga bisa memperoleh suatu kesimpulan sebelum bertanya
kepada guru.
Dengan demikian secara teori, materi kewirausahaan bisa dibahas bersama
antara guru dengan peserta didik. Hal tersebut bertujuan untuk membangun
interaksi dan pemecahan masalah bersama.

2. Pemanfaatan lingkungan dan memberikan aktivitas kelompok


Kegiatan secara berkelompok bisa memperluas perspektif dan membangun
kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Di sini guru bisa
memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan
yang sekiranya berhubungan dengan konteks kewirausahaan:
Lingkup usaha formal : PT, CV, Firma, Koperasi, dll.
Lingkup usaha informal : Pedagang kelontong, Pedagang kaki lima, dll.
Penugasan ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar di luar
kelas. Misalnya, penugasan untuk melakukan wawancara di lingkungan yang
telah ditetapkan untuk masing-masing kelompok. Wawancara tersebut bisa
dilakukan dengan penentuan topik pertanyaan yang sudah disusun terlebih
dahulu, misalnya:
Apa saja syarat yang mendukung/menjamin berdirinya badan usaha yang
didirikan itu (jika ada)?
Apa kelebihan dan kekurangan setelah menjalani usaha tersebut?

Laporan keuangan apa saja yang dibutuhkan (jika ada)?


dll. (ditujukan agar siswa mampu membuat pertanyaan sekreatif mungkin
untuk dapat menjawab pertanyaan yang ingin mereka ketahui)
Dengan demikian diharapkan agar peserta didik memperoleh pengalaman
langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Karena pengalaman belajar
merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai
penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

3. Membuat aktivitas belajar mandiri


Setelah melakukan kegiatan di lingkungan nyata, maka bisa diberikan tugas
secara individu untuk merefleksikan hasil dari kegiatan wawancara. Misalnya
siswa diberi penugasan untuk membuat kesimpulan dan menyusun jawaban atas
pertanyaan yang sudah diberikan sebelumnya mengenai kewirausahaan,
sekreatif mungkin ke dalam bentuk bagan.
Contoh:
PT (Perseroan Terbatas)
Struktur organisasi
Syarat-syarat pendirian
Ciri-ciri badan usaha
Laporan keuangan yang dibutuhkan
dst.
Peserta didik tersebut diharapkan mampu mencari, menganalisis dan
menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru.
Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana
mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan
menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman
pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu,
menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi, serta berusaha tanpa
meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara
mandiri (independent learning).

4. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat


Untuk lebih mematangkan pengetahuan peserta didik, bisa juga ditambahkan
dengan penugasan untuk turun ke lapangan untuk merasakan magang pada
sektor usaha yang sudah ditentukan oleh guru.
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki
keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna
memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat
termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat
dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan
pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja.

III. PENUTUP

Evaluasi Pembelajaran
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada
situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian
autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang
telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk
penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok,
demonstrasi, dan laporan tertulis.
Sebagai bekal evaluasi, guru harus mampu mengukur dan menilai kemampuan
peserta didik atas pembelajaran materi yang telah dilakukan. Kriteria penilaian
yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Berdasarkan contoh aplikasi pembelajaran dengan menggunakan metode
kontekstual di atas, maka bisa diterapkan penilaian autentik, diantaranya adalah:
Penilaian Demonstrasi
Penilaian ini bisa dilaksanakan dengan cara mempresentasikan hasil diskusi
masing-masing kelompok di depan peserta didik yang lain. Hal tersebut
bertujuan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang telah
dipelajari berdasarkan hasil pengamatan ke lapangan secara langsung, melatih
siswa untuk berani berasumsi dan mampu mengaitkan materi/teori dengan
kondisi di lapangan. Dengan adanya diskusi, bisa merangsang siswa untuk
mampu saling aktif bertanya dan menanggapi permasalahan.
Penilaian Laporan Tertulis
Untuk lebih mematangkan seberapa jauh kemampuan peserta didik dalam
menguasai materi, dapat juga dilakukan penilaian laporan tertulis berupa essay
singkat atau bisa juga dengan pop quiz yang berhubungan dengan materi yang
sedang di bahas.
Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti ini
lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan
keterampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Вам также может понравиться