Вы находитесь на странице: 1из 24

TINJAUAN PUSTAKA

1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih


a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya
hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista
iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri


dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari


tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).

Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke


arah korteks

Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,


serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus


pengumpul dan calix minor.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang


menghubungkan antara calix major dan ureter.

Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica


urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung

Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluhpembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan
percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara
pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis
akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anteriorsuperior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk
persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui
n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini
berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.
b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis
menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di
depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan
a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding

lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai


vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di
mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalisureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria.
Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis,
a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior.
Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui
pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior.
c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluhpembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral
yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan
sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian
posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu
bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua
ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan


inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh
a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan
simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus
minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra
pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae


dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot
m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar
prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.

Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus


kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar
dibanding bagian lainnya.

Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan


tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus
penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di

luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah


kendali volunter (somatis).

Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,


membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan
bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening).
Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali
somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki
fungsi reproduktif.
b. Fisiologi
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin
adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan
ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate
gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
ditubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi

kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan


tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan
sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus
distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
2 Definisi
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal
dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi.

Sinonim
Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones,
urolithiasis, ureterolithiasis, kidney calculi, renal calculi, ureteral calculi,
urinary calculi, acute nephrolithiasis, urinary tract stone disease
3 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

1.

Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2.

Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3.

Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:


1.

Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.

2.

Iklim dan temperatur

3.

Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4.

Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.

5.

Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran

kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
1.

Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat
jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda
asing di saluran kemih.

2.

Teori Matriks

: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine

(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat


diendapkannya kristal-kristal batu.
3.

Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung


zat-zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat,
pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu
didalam saluran kemih.

4. Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan
penyakit batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu
bangsa. Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di
berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai
berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran
kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun
batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang,
terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan
orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih
sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1.
Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA
sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.

5. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.
Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia
prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat
kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi
kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.

10

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,
baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat,
membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium
fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.

Batu struvit
Batu

struvit,

disebut

juga

batu

infeksi,

karena

terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran


kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu
staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah
urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi
batunya adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga
batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi,
atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran
antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.

11

suasana basa ini yang memudahkan garam-garam


magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan
karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triplephosphate.

Kuman-kuman

yang

termasuk

pemecah

urea

diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter,


Pseudomonas,

dan

Stafilokokus.

Meskipun

E.coli

banyak

menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan


termasuk bakteri pemecah urea.
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih
70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat, atau campuran dari kedua
unsur tersebut
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1.

hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih


besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976)
terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri,
antara lain:
a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.
b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. hiperkalsiuri

resorbtif

terjadi

karena

adanya

peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak


terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor
paratiroid.
2.

Hiperoksaluri

3.

hiperurikosuri

4.

hipositraturia

5.

hipomagnesiuria

12

Batu asam urat


Batu jenis lain
6. Manifestasi Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai
berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis
renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran
kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada
posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu
dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat
saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,
bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah
sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,
retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
II.7 Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk
menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan

13

radiologik,

laboratorium

dan

penunjang

lain

untuk

menentukan

kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal


ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat
radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium
amonium fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu
asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn
dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang
berupa magnesium ammonium sulfat atau campuran antara kalsium
oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan
kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan
fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua
ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter
tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak
bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk
melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih,
serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.
8. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh
karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya
yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna,
kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu
juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu

14

juga diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat


menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,
akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain:
1.

Foto Polos Abdomen


Pembuatan

foto

polos

abdomen

bertujuan

untuk

melihat

kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu


jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan
paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat
bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu
saluran kemih seperti pada tabel
Jenis Batu
Kalsium
MAP
Urat/Sistin
2.

Radioopasitas
Opak
Semiopak
Non opak

Pielografi Intra Vena (PIV)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak
ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem
saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

3.

Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras,
faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-

15

buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,


pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
4.

Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan


Kristal.

5.

Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai


fungsi ginjal.

6.

Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7.

Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8.

DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,


fosfatase alkali serum.

10. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang
lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu
saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi,
atau harus diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu
saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis
dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang)
memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada
saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini
batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :

16

b.

Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

c.

- blocker

d.

NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran


batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi.
2.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau
prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius,


hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat
dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya
Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari
ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.
Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu

17

ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Meskipun hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat
dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi
dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran
kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh
tulang panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu
apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras
(misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa
kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal,
wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

18

Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang


besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari
PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara
perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih
banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra
dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam
buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah
tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar,
sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut.
d. ekstraksi

Dormia

(mengeluarkan

batu

ureter

dengan

menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).


4.

Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena

19

ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),


korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderitapenderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang
besar.11
5.

Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent
ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan
tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita
sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat
perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.

11. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1.

Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan


produksi urin 2-3 liter per hari.

2.

Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3.

Aktivitas harian yang cukup.

4.

Pemberian medikamentosa.

20

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan


adalah:
1.

Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium


urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2.

Rendah oksalat.

3.

Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya


hiperkalsiuri.

4.

Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.
12. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah
kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan
intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan
ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko
sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan
dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro
atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk
kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein
strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi
inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur
kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak
tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi
(IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan
atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang

21

terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu


dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis
yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif
seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL,
atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu
lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti
lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat
terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang
hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko
terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan
darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah
prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL
dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan
dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan
PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan
jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan
komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari
data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi
terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi

kolik renal (10,1%), demam

(8,5%), urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi


akibat trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak
menunjukkan adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi
jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan
fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15

22

hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada
anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria
yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada
4,8% kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami
ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca
PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi
luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%).
Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL
monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.
13. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan
dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada
pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu,
namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
EGC: Jakarta
2. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html.

akses

tanggal 28 September 2011.


3. Purnomo, Basuki 2010. Dasar-dasar Urologi. edisi ketiga. Sagung seto:
Jakarta

23

4. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
5. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.

24

Вам также может понравиться