Вы находитесь на странице: 1из 43

Laporan Kasus

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


PADA KEHAMILAN POSTTERM,
LETAK SUNGSANG DAN OLIGOHIDRAMNION

Disusun oleh:
Apri Yola
Nurmauli
Robbitya Syahrani
Sona Junia Gratifa
Trio Kurnia Putra
Try Rahmi Septrealti
Pembimbing :
dr. Noviardi, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

PEKANBARU
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu


(294 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegle dengan
siklus rata-rata 28 hari.1 Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung
lebih lama dari 42 minggu, dihitung berdasarkan rumus Neagele dengan siklus haid
rata-rata 28 hari.2 Kehamilan postterm bervariasi tergantung kriteria yang digunakan
untuk diagnosis, dan frekuensinya berkisar dari 4 sampai 14% dengan rata-rata 10%.
Kehamilan postterm berpengaruh besar terhadap perkembangan janin. Sebagian janin
dengan kehamilan postterm dapat lahir dengan berat badan yang tidak semestinya,
atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.1
Telah dibuktikan bahwa kehamilan postterm mengakibatkan peningkatan
kesakitan dan kematian baik maternal maupun perinatal. Angka mortalitas perinatal
meningkat

saat

kehamilan

melewati

41

minggu.

Sindroma

postmaturitas

dihubungkan dengan gangguan pertumbuhan janin intrauterin dan terjadi jika ada
insufisiensi plasenta, istilah yang dipakai sekarang untuk menunjukkan kondisi ini
adalah kehamilan postterm atau kehamilan lewat waktu. Tingginya angka kematian
postterm terjadi pada massa intrapartum dan neonatal. Asfiksia intrapartum dan
aspirasi mekonium terjadi pada hampir tiga perempat kematian, kejang neonatal
terjadi pada 5,4 per 1000 bayi postterm, sedangkan angka kejang neonatal 0,9 per
1000 kelahiran aterm. Semua komponen mortalitas perinatal, kematian antepartum,
intra partum dan neonatal, meningkat pada usia gestasi 42 minggu dan sesudahnya.3

Letak sungsang adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya


bokong, kaki atau kombinasi keduanya.2 Frekuensi dari letak sungsang ditemukan
kira-kira 4,4 % di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan dan 4,6 % di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung.4 Kontroversi masih terjadi pada pilihan cara persalinan pada letak
sungsang, morbiditas dan mortalitas perinatal dengan persalinan sungsang,
penatalaksaaan persalinan letak sungsang tidak semata-mata berkaitan dengan cara
persalinannya, akan tetapi berhubungan dengan trauma persalinan, prematuritas dan
kelainan kongenital, trauma persalinan pada janin dengan letak sungsang dapat
terjadi baik pada persalinan secara bedah sesar maupun vaginal.1
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja
selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan
trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas
waktu perkiraan lahir (postterm) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah
cairan ketuban yang berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa
kehamilan 42 minggu.1Akibat berkurangnya cairan, risiko kompresi tali pusat, dan
pada gilirannya gawat janin meningkat pda semua persalinan, tetapi terutama pada
kehamilan postterm.3
Mengingat hal ini diagnosis yang tepat pada kehamilan postterm dan letak
sungsang disertai oligohidramnion diharapkan dapat ditegakkan dengan cermat dan
segera ditatalaksana dengan tepat.

BAB II
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. S

Usia

: 20 tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Kristen

Alamat

: Perawang

No. MR

: 80 60 66

ANAMNESIS
Pasien masuk RSUD Arifin Achmad via poli kebidanan rujukan dari Puskesmas
Perawang dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid 40-41 minggu dan letak sungsang
pada tanggal 2 April 2013 pada pukul 12.00 WIB.
Keluhan Utama: kehamilan lewat bulan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku hamil lewat bulan. HPHT : 06-06-2012 TP : 13-03-2013.
Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari (-), keluar lendir bercampur darah dari
kemaluan (-), keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-), gerakan janin dirasakan
aktif sejak usia kehamilan 6 bulan.
Riwayat Hamil Muda

Mual (+), muntah (+), perdarahan (-)


Riwayat Hamil Tua
Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Riwayat ANC
Kontrol ke bidan dan spesialis kandungan sebanyak 8 x
USG 2x, didapatkan janin baik, letak sungsang, TP : 27-03-2013
Riwayat Makan Obat : vitamin dan obat penambah darah
Riwayat Haid
Menarche usia 15 tahun, teratur, selama 3-5 hari, siklus 28 hari, ganti pembalut 34x/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-)
Riwayat Perkawinan

Pernikahan 1x, pernikahan pertama saat usia 19 tahun suami usia 27 tahun (tahun
2012)
Riwayat Hamil/Keguguran/Persalinan: 1/0/0
Riwayat Kontrasepsi

: (-)

Riwayat Operasi Sebelumnya : (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: komposmentis

Vital Sign
Tekanan darah

: 120/80mmHg

Nadi

: 80x/menit

Frekuensi napas

: 18x/menit

Suhu

: 36,7oC

Gizi

: baik

Kepala

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Abdomen

: Status obstetrikus

Genitalia

: Status obstetrikus

Ekstremitas

: edema tungkai (-/-), kelemahan anggota gerak atas dan


bawah (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2

Status Obstetri
Muka

: kloasma gravidarum (-)

Mamae
Abdomen

: hiperpigmentasi areola dan papilla mammae (+/+)


:

Inspeksi

: Perut tampak membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+)

Palpasi

: supel, NT (-)
L1: TFU 2 jari dibawah proc. xyphoideus, teraba massa bulat
keras dan melenting
L2: tahanan terbesar disebelah kanan
5

L3: teraba massa bulat lunak dan tidak melenting


L4: bagian terbawah janin belum masuk PAP
His : TFU: 34 cm
Auskultasi

TBJ: 3.255 gram

: BU (+), DJJ 136/menit

Genitalia
Vulva uretra
VT

: perdarahan (-), lendir (-)

Portio: Konsistensi

: lunak

Arah sumbu

: posterior

Pembukaan

: tidak ada

Ketuban

: tidak bisa dinilai

Terbawah

: bokong

Penurunan

: floating

Penunjuk

: tidak bisa dinilai

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (2/04/2013):

Hb

: 10,9 g/dl

Ht

: 37 vol%

Leukosit

: 12.500/l

Trombossit

: 216.000/l

USG di RSUD Arifin Achmad : janin tunggal intra uterin, letak sungsang, fetal
movement (+), fetal heart movement (+), air ketuban sedikit, plasenta di fundus
belakang grade III. Kesan gravid 36-37 minggu, oligohidramnion.

DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0H0 gravid 42-43 minggu belum inpartu + Janin hidup tunggal intrauteri +
letak memanjang + presentasi bokong dan oligohidramnion
Rencana : Rawat Camar 2

Follow Up:
2/4/2013 pukul 14.00
Masalah diterima
Dengan G1P0A0 gravid 42-43 minggu belum in partu
Janin

hidup

tunggal

intra

uteri

letak

memanjang

presentasi

bokong

oligohidramnion
Rencana : observasi
Observasi DJJ dan His :
21.00 : His : (-) DJJ : 155 x/menit
22.00 : His : (-) DJJ : 142 x/menit
23.00 : His : 1x10x10 DJJ : 144 x/menit

3/4/2013 pukul 01.00


Keluhan : keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak tertahankan (+), nyeri
pinggang menjalar ke ari-ari (+)

Pemeriksaan Fisik :

His : 3x10 35

DJJ : 142x/menit,
VT :

Portio: Konsistensi

: lunak

Penipisan

: 100%

Arah sumbu

: Posterior

Pembukaan

: 3 cm

Ketuban

: (-), sisa kehijauan

Terbawah

: Bokong

Penurunan

:HI

Penunjuk

: tidak bisa dinilai

Diagnosis : G1P0A0 gravid 42-43 minggu in partu kala 1 fase laten + janin hidup
tunggal intrauterin+ letak memanjang presentasi bokong + oligohidramnion
Telepon konsulen jaga
Advis : persiapan sectio cesaria cito

LAPORAN TINDAKAN
Laporan operasi :
Dilakukan sectio cesaria trans peritoneal profunda atas indikasi kehamilan postterm
dengan presentasi bokong
Dilakukan insisi segmen bawah rahim secara semilunar setelah vesiko uterina
disisihkan ke kaudal. Air ketuban sedikit, kehijauan, bayi dilahirkan dengan ektraksi
bokong. Lahir bayi perempuan, BBL 3210 gram. PB : 45 cm, Apgar score 7/10
Ballard score 43. Plasenta lahir lengkap, kotiledon kalsifikasi (+), selaput
kekuningan, tali pusat layu.

Gambar 1. Tali pusat layu dan selaput ketuban kekuningan

Gambar 2. Kotiledon kalsifikasi

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kehamilan Postterm


3.1.1

Definisi
Persalinan postterm adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari

waktu partus yang ditaksir. Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus,
kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended
pregnancy, postdate atau pasca maturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai
42 minggu (294 hari) atau lebih yang dihitung dari hari pertama haid terakhirmenurut
rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari.2
3.1.2. Epidemologi
Epidemiologi kehamilan postterm berkisar dari 4 sampai 14% dengan ratarata 10%. Sekitar 8% dari 4 juta pasien yang lahir diamerika serikat pada 1997
diperkirakan dilahirkan pada 42 minggu atau lebih. Tingginya angka kematian
postterm terjadi pada massa intrapartum dan neonatal. Asfiksia intrapartum dan
aspirasi mekonium terjadi pada hampir tiga perempat kematian, kejang neonatal
terjadi pada 5,4 per 1000 bayi postterm, sedangakan angka kejang neonatal ini 0,9
per 1000 kelahiran aterm. Semua komponen mortalitas perinatal, kematian
antepartum, intra partum dan neonatal, meningkat pada usia gestasi 42 minggu dan
sesudahnya.1,3

10

3.1.3. Etiologi
Beberapa teori yang pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan
postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan, beberapa teori
yang sering dikaitkan sebagai berikut.1
1. Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam persalianan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada
persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga
beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progesteron.1
2. Teori oksitosin
Pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm. 1
3. Teori Kortisol/ACTH janin
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,
hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat bulan. 1
4. Saraf uterus

11

Tidak adanya tekanan pada pleksus Frankenhauser, seperti pada kelainan


letak, tali pusat, pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
penyebab terjadinya kehamilan postterm. 1
5. Herediter
Seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan
untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Bilamana seorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.1
3.1.4. Diagnosis
1. Riwayat haid
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan jika hari pertama
haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Riwayat haid yang dapat dipercaya
harus memenuhi beberapa kritari yaitu : penderita harus yakin dengan HPHT nya,
siklus haid 28 hari teratur dan tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan
terakhir.1
2. Riwayat pemeriksaan antenatal

Tes kehamilan, bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah


terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah
berlangsung 6 minggu.

Gerak janin, gerakan janin (quickening) pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida sekitar kehamilan 18 minggu dan
multigravida pada 16 minggu. Taksiran persalinan quickening ditambah 22
minggu pada primgravida dan ditambah 24 minggu pada multigravida.

12

Denyut jantung janin, dengan stetoskop Laennec mulai dapat didengar pada
saat

umur kehamilan

18-20 minggu.

tetapi

bila

didengarkan

dengan

fetalphone Doppler, maka sudah dapat didengar pada umur kehamilan 10-12
minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan postterm bila didapat 3 atau lebih kriteria berikut:
-

Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif

Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.

Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.

Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.1

3. Tinggi fundus uteri


Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secra berulang tiap bulan.
Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uterus dapat menentukan umur kehamilan secara
kasar.1
4. Pemeriksaan ultrasonografi
Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20%, bila
telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, hampir
dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang
kepala-tungging (crown-rump-length/CRL) memberikan ketepatan 4 hari dari
taksiran persalinan.

13

Kehamilan usia 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal dan panjang femur
memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan. Selain CRL, diameter
dan panjang femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai
seperti lingkar perut, lingkar kepala dan beberapa rumus yang merupakan
perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut diatas.1

5. Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran
epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu,
epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu dan epifisis
kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini jarang dipakai selain karena dalam
pengenalan pusat penulangan sering kali sulit, juga pengaruh radiologik yang kurang
baik terhadap janin.1
6. Pemeriksaan laboratorium1

Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur
kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32
minggu, pada kehamilan aterm rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat
dipakai untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk
menentukan apakah janin aterm untuk dilahirkan yang berkaitan dengan
mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.

Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)

14

Hastwell berhasil membuktikan cairan amnion mempercepat waktu


pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur
kehamilan. Kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik,
kehamilan lebih dari 42 minggu ATCA <45 detik. Bila didapat ATCA antara 4246 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.

Sitologi cairan amnion


Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion.
Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan
diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih, maka umur kehamilan 39
minggu atau lebih.

Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai
sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai
untuk menentukan usia gestasi.

3.1.5. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih terdapat perbedaab pendapat dalam pengelolaan
kehamilan postterm. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan postterm,
antara lain adalah:1
1. Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secra aktif yaitu dilakukan induksi
setelah

ditegakkan

diagnosis

posttermataukah

sebaiknya

dilakukan

pengelolaan secara ekspektatif/menunggu.


2. Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada
usia kehamilan 41 atau 42 minggu.

15

Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia


kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin. pengelolaan
pasif/menunggu/ekspektatif didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang
dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai risiko/komplikasi cukup
besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan
pengawasan terus-menerus terhadap kesejahteraan janin, baik terhadap biofisik
maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul
indikasi untuk mengakhiri kehamilan.1

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengeloaan kehamilan postterm: 1


1) Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
(postterm) atau bukan.
2) Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin, melalui
pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contraction stress
test, pemeriksaan laboratorium seperti estriol, gerakan janin dapat ditentukan
secara subjektif dan amnioskopi.
3) Periksa kematangan serviks dengan skor bishop. Induksi persalinan dapat segera
dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah
matang.
Pada dasarnya penatalaksanaan kehamilan postterm adalah pemantauan
kesejahteraan janin dan merencanakan penngakhiran kehamilan. Cara pengakhiran
kehamilan, tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian
Pelvik Skor (PS). Cara mengakhiri kehamilan dengan memperhatikan hal berikut: 5

16

1. Pastikan umur kehamilan


2. Ibu hamil dengan umur kehamilan yang tidak jelas ditangani dengan Non Stress
Test (NST) setiap minggu dan penilaian volume air ketuban. NST adalah
pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi pada umur
kehamilan 32 minggu. Pasien dengan AFI5 cm atau dengan keluhan gerak
anak menurun, dilakukan induksi persalinan.
3. Jika usia kehamilan sudah diketahui dengan pasti, pemantauan kondisi janin
dimulai sejak usia kehamilan 41 minggu. NST dilakukan 3 kali seminggu, dan
USG dilakukan 2-3 kali seminggu.
4. Induksi dilakukan pada usia kehamilan 42 minggu, dengan memperhitungkan
kondisi servik (pelvik skor)
5. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks.
6. Bila lebih atau sama dengan 5 dilakukan oksitosin drip. Jika tidak lahir pada
induksi seri pertama, induksi seri kedua dilakukan dalam 3 hari.
7. Jika terdapat komplikasi seperti hipertensi, penurunan gerak janin atau
oligohidramnion, maka induksi persalinan, jika perlu dengan repening serviks
dilakukan pada usia kehamilan 41 minggu.
3.1.6 Permasalahan Kehamilan Postterm
Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan
aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum dan

17

postpartum) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan


popstterm antara lain sebagai berikut: 1
a. Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi
plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut: 1
-

Penimbunan kalsium.Timbunan kalsium meningkat sesuai dengan progresivitas


degenerasi plasenta, hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan
meningkatklan 2-4 kali lipat kematian intrauterin.

Selaput vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang, yang


dapat menurunkan mekenisme transport plasenta.

Terjadi proses degenersi plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis,


thrombosis intervili dan infark vili.

Perubahan biokimia. Protein plasenta dan kadar DNA dibawah normal, RNA
meningkat, transport kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa
menurun. Transpor asam amino, lemak dan gamma globulin terganggu yang
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin.

b. Pengaruh pada janin


Beberapa ahli menyatakan kehamilan postterm menambah bahaya pada janin.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan menurun
setelahnya terutama setelah 42 minggu, hal ini ditandai dengan penurunan kadar
estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta meningkatkan kejadian
gawat janin, pemasokan makanan dan O2 menurun, sirkulasi plasenta menurun 50%.

18

c. Berat Janin
Perubahan anatomik yang besar pada plasenta mengakibatkan penurunan
pada berat janin. Menurut Vorherr umur kehamilan > 36 minggu grafik pertumbuhan
janin mendatar dan menurun setelah 42 minggu. Namun, sering pula plasenta dapat
berfungsi dengan baik, sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan usia
kehamilan.
d. Sindroma postmaturitas
Ditandai dengan gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput
sepertti kertas, kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras,
hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama lipatan paha dan
genitalia luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali
pusat.berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini
dibagi menjadi 3 stadium yaitu:
Stadium 1 kulit meniunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan

1.

maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas


Stadium 2 gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan)

2.

pada kulit
Stadium 3 disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali

3.
pusat.1

e. Gawat janin atau kematian perinatal


Meningkat pada kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi
intrapartum. Umumnya disebabkan oleh insufisiensi plasenta, cacat bawaan, dan
makrosemia.

19

f. Pengaruh pada ibu


Morbiditas dan mortalitas ibu meningkat akibat makrosemia tulang tengkorak
janin lebih keras, incoordinate uterine action, partus lama, trauma persalinan dan
perdarahan post partum akibat bayi besar.
g. Aspek medikolegal
Dapat terjadi sengketa atau masalah dalam kedudukannya sebagai seorang
ayah dengan umur kehamilan.
3.1.7. Prognosis
Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan
aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antpartum, intrapartum dan post
partum) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan
postterm, antra lain terjadinya perubahan pada plasenta, pengaruh pada janin dan
pengaruh pada ibu. 5
3.2 Letak Sungsang
3.2.1. Definisi dan Klasifikasi
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang
terendah (presentasi bokong).2,6
Angka kejadiannya 3% dari kehamilan. Letak sungsang dibagi menjadi: 2,6
1. Letak bokong murni atau frank breech: bokong saja yang menjadi bagian depan,
sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
2. Letak sungsang sempurna bokong kaki atau complete breech: disamping bokong
teraba kaki.

20

3. Letak sungsang tidak sempurna atau incomplete breech disamping bokong


terdapat satu kaki atau lutut.
3.2.2 Etiologi
Penyebab letak sungsang, antara lain:
1. Penyebab yang berkaitan dengan ibu dan kehamilan: prematuritas, hidramnion,
plasenta previa, bentuk rahim yang abnormal seperti uterus bikornis, panggul
sempit.6
2. Penyebab yang berkaitan dengan janin: kelainan bentuk kepala, seperti
hidrosefalus dan anensefalus, gameli, janin sudah lama mati.5
3. Sebab yang tidak diketahui.2,6
3.2.3 Diagnosis6
a. Anamnesis
Pergerakan janin teraba oleh ibu di bagian perut bawah, di bawah pusat dan
ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.

b. Pemeriksaaan fisik

Palpasi Abdomen

Pada pemeriksaan palpasi akan teraba bagian keras, bundar, dan


melenting pada fundus uteri. Di atas simfisis teraba bagian yang kurang
bundar dan lunak.

21

Auskultasi Abdomen
Bunyi jantung terdengar pada punggung anak setinggi pusat.

Pemeriksaan Dalam
Dapat diraba Os.sacrum, Tuber ischii dan anus dan kadang-kadang kaki
pada letak kaki. Bokong harus dibedakan dari muka karena pada letak
muka jika caput succadaneum besar, muka dapat disangka bokong karena
kedua tulang pipi padat menyerupai Tuber ossis ischii, dagu menyerupai
Os.sacrum, sedangkan mulut disangka anus. Yang menentukan ialah
bentuk Os. sacrum yang mempunyai deretan Prosessus spinosum yang
disebut Krista sakralis media.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan foto Rontgen tampak bayangan kepala di fundus. Namun
pemeriksaan ini sudah jarang dipakai karena pengaruh radiologik yang kurang
baik terhadap janin.1,6
3.2.4 Tatalaksana
a. Sebelum inpartu.6,7
-

Tentukan apakah persalinan dapat pervaginam. Setiap persalinan sungsang


sebaiknya ditolong pada fasilitas kesehatan yang dapat melakukan operasi.

Bila kehamilan berusia 37 minggu atau lebih dan kemungkinan kecil lahir
pervaginam, lakukan versi luar. Versi luar hendaknya dicoba pada ketuban intake,

22

air ketuban cukup, tidak ada komplikasi atau kontraindikasi (IUGR, perdarahan,
bekas seksio, kelainan janin, kehamilan kembar, hipertensi)
b. Saat inpartu
Persalinan letak sungsang mengandung risiko kematian janin yang lebih besar
dari letak kepala. Dalam upaya untuk menghindarkan kematian perinatal persalinan
spontan pervaginam hanya dilakukan bila taksiran berat badan anak pada primipara
<3500 gram dan pada multipara <4000 gram serta tidak ada penyulit lain. Bila
syarat-syarat ini tidak dipenuhi, langsung dilakukan seksio sesarea.6
Tindakan yang perlu dilakukan pada saat inpartu pada persalinan bokong
adalah:7
-

Persalinan pervaginam oleh tenaga penolong yang terlatih akan aman bila, pelvis
adekuat, complete breech dan kepala fleksi.

Ikuti kemajuan persalinan dengan seksama dengan partograf

Jangan pecahkan ketuban.

Mekonium biasa terdapat pada persalinan sungsang dan tidak berbahaya selama
denyut jantung janin normal.

c. Pertimbangan persalinan perabdominal


Menurut Cunningham et al kehamilan letak sunsang yang dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan perabdominal adalah dengan kondisi sebagai berikut:3
1. Bayi besar

23

2. Panggul sempit atau kelainan bentuk panggul lainnya


3. Kepala yang hiperekstensi
4. Tidak ada riwayat persalinan spontan
5. Pertumbuhan janin terhambat berat
6. Permintaan sterilisasi
7. Riwayat kematian perinatal atau anak sebelumnya mengalami trauma lahir.
8. Preterm.
9. Presentasi kaki
10. Disfungsi uterus
11. Operator yang tidak kompeten.
Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai pegangan bahwa letak sungsang
harus dilahirkan per abdominam yang dikutip dari Ilmu Bedah Kebidanan, yaitu:8
1. Primigravida tua
2. Nilai sosial janin tinggi (high social value baby)
3. Riwayat persalinan yang buruk (bad obstetric history)
4. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg
5. Panggul sempit

24

6. Prematuritas
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai
lebih tepat apakah persalinan sungsang dapat dilahirkan pervaginam atau
perabdominam sebagai berikut:8

Tabel 1 Skor Zatuchni Andros8

Paritas

Primi

Multi

Umur kehamilan

>39 minggu

38 minggu

<37 minggu

Taksiran berat janin

>3630 g

3629-3176 g

<3176 g

Pernah letak sungsang

Tidak

1 kali

>2 kali

(2500 g)

Pembukaan serviks

<2 cm

3 cm

>4 cm

Station

<-3

-2

-1 atau lebih
rendah

Arti nilai :
25

3 : persalinan perabdominam
4

: evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap
dapat dilahirkan pervaginam

> 5 : persalinan pervaginam


3.2.5 Komplikasi7
Komplikasi pada janin dapat berupa:
-

Kematian perinatal

Prolaps funikuli

Trauma pada bayi akibat: tangan yang extended, kepala yang extended,
pembukaan serviks yang belum lengkap dan CPD.

Asfiksia karena prolaps funilkuli, kompresi tali pusat, pelepasan plasenta,


after coming head.

Perlukaan atau trauma pada organ abdominal atau pada leher.

Komplikasi pada ibu dapat berupa:


-

Pelepasan plasenta

Perlukaan vagina atau serviks

Endometritis.

3.2.6 Prognosis6
Prognosis ibu dengan letak sungsang tidak banyak berbeda dengan prognosis
letak kepala, namun kemungkinan ruptur perineum lebih sering terjadi. Prognosis
bayi dengan letak sungsang, lebih buruk terutama jika anaknya besar dan ibunya
26

primigravida. Kematian anak 14%, kematian anak dengan letak sungsang 3 kali
lebih besar dari pada kematian anak letak kepala.
3.3 Oligohidramion
3.3.1 Definisi Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.1
3.3.2 Epidemiologi Oligohidramnion
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.
Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada
umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita
yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42
minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yang
berkurang hampirsetengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.1
3.3.3 Etiologi Oligohidramnion
Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Penyebab
oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7%
bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti
gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin
berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan
oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada
plasenta.1
Faktor dari fetal, yaitu:

27

Kromosom

Kongenital

Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim

Kehamilan postterm

Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Faktor dari ibu, yaitu:

Dehidrasi

Insufisiensi uteroplasental

Preeklampsia

Diabetes

Hipoksia kronis

Induksi Obat :
Indomethacin and ACE inhibitors
Idiopatik3

3.3.4

Manifestasi Klinis Oligohidramnion

28

Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
Sering berakhir dengan partus prematurus.
Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih
jelas.
Persalinan lebih lama dari biasanya.
Sewaktu his akan sakit sekali.
Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar1.

3.3.5 Patofisiologi Oligohidramnion


Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan
dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern. Sindroma Potter dan Fenotip
Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal
bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).8
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,
dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari
dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu,
karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.8

29

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru


(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal
ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral)
maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.8
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban sebagai air kemih
dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma
Potter.8
3.3.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu
sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para dokter akan mengukur ketinggian cairan
dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan
nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban)
yang diukur kurang dari 5 cm disebut oligohidramnion. Jika jumlah cairan amnion
lebih dari 25 cm disebut polihidramnion.8
3.3.7 Penatalaksanaan Oligohidramnion
Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan
janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah
berhari-hari. Walau sebagian berasal dari urin janin, air ketuban berbeda dari air seni
biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk
membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni. 8
Ibu hamil direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap
minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus

30

berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus
menerus berlangsung, disarankan supaya persalinan dilakukan lebih awal dengan
bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran.8
Infus kristaloid untuk menggantikan cairan amnion yang berkurang secara
patologis paling sering digunakan selama persalinan untuk mencegah kompesi tali
pusat. Hasil-hasil amnioinfusi intrapartum untuk mencegah morbiditas janin akibat
air ketuban tercemar mekonium yang sering dikaitkan dengan oligohidramnion
masih simpang siur.3
3.3.8 Komplikasi Oligohidramnion
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk
kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah pertumbuhan janin terhambat,
hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi
mekonium pada masa intrapartum, dan kematian janin. Komplikasi oligohidramnion
pada maternal praktis tidak ada, kecuali akibat persalinannya

31

32

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien wanita, 20 tahun, masuk via poli kebidanan rujukan dari puskesmas
perawang dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid 40-41 minggu dan letak sungsang
pada tanggal 2 April 2013 pada pukul 12.00 WIB.

1. Diagnosis masuk pada pasien ini sudah tepat


Diagnosis masuk (Poli kebidanan RSUD AA) pada pasien ini adalah:
G1P0A0 gravid 42-43 belum inpartu janin hidup tunggal intra uterin letak
memanjang presentasi bokong+ oligohidramnion
Dari anamnesis diketahui pasien hamil yang pertama, gravid 42-43 minggu.
Penentuan usia kehamilan pada pasien ini dapat ditentukan melalui HPHT (06-062012), sedangkan melalui TFU didapatkan TFU 2 jari dibawah processus
xyphoideus tidak sesuai dengan usia kehamilan 40 minggu yang mana pada
kehamilan 40 minggu TFU terdapat setinggi tengah pusat- processus xyphoideus
sama

dengan usia kehamilan 8 bulan tetapi melebar kesamping. Selain itu

penentuan usia kehamilan dapat berdasarkan USG. Hasil USG pada pasien ini
adalah janin tunggal intrauterine, letak sungsang, fetal movement (+), fetal heart
movement (+), air ketuban sedikit, plasenta di fundus belakang grade III, kesan
gravid 36-37 minggu dan oligohidramnion.
Pada pasien ini terjadi perbedaan usia kehamilan berdasarkan HPHT dan
USG. Penentuan usia kehamilan pada akhir kehamilan lebih akurat jika dihitung

33

berdasarkan hari pertama haid terakhir karena memenuhi kriteria yaitu penderita
yakin dengan HPHT-nya, siklus 28 hari, teratur, tidak minum pil antihamil
setidaknya 3 bulan terakhir. Dari riwayat pemeriksaan antenatal, didapatkan bahwa
pasien ini telah melakukan tes kehamilan yang mana pasien mengaku hamil 9 bulan.
Ada gerakan janin yang dirasakan oleh ibu, akan tetapi seharusnya diterangkan
kapan ibu pertama kali merasakan gerakan janin karena umumnya gerakan janin
dirasakan pada kehamilan 18 minggu pada primigravida dan 16 minggu pada
multigravida. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan ditambah 22 minggu
pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.1
Pada pemeriksaan fisik pasien belum menunjukkan tandatanda inpartu (his
(-), bloody show (-), tidak ada pembukaan).2 Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan
pada Leopold 1 didapatkan TFU 2 jari dibawah Px, teraba massa bulat, keras dan
melenting, dari Leopold 3 didapatkan teraba massa bulat, lunak, tidak melenting,
dari pemeriksaan Leopold didapatkan janin letak memanjang dengan presentasi
bokong.
Berdasarkan hal di atas, keadaan pasien sudah memenuhi kriteria diagnosis
kehamilan postterm, oligohidramnion dan letak sungsang. Tetapi untuk rumah sakit
pendidikan perlu ditambahkan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis postterm, seperti kadar lesitin/spingomielin, aktivitas tromboplastin cairan
amnion (ATCA), sitologi cairan amnion, sitologi vagina.1

Diagnosis follow up pada pasien ini tidak tepat.

34

Pasien dilakukan follow up pada saat masuk ke ruangan dan pada saat
ketuban pecah. Seharusnya apabila ada pasien masuk ke ruang bersalin dengan
keadaan belum in partu dilakukan observasi tanda-tanda in partu minimal per 4 jam
dan observasi DJJ setiap 30 menit. Hal ini merupakan kesalahan dari pemeriksa
pasien di ruangan.
Dari pemeriksaan di VK Camar II tanggal 3-04-2013 pukul 01.00 wib pasien
mengeluhkan keluar air-air yang banyak dari kemaluan, nyeri pinggang menjalar ke
ari-ari (+) dari pemeriksaan fisik didapakan frekuensi His 3 x 10 menit selama 35
detik, DJJ 142 kali/menit, hasil VT didapatkan porsio tipis, pembukaan 3-4 cm,
ketuban (-), sisa ketuban kehijauan. Pasien sudah berada dalam kondisi in partu kala
I fase laten.
Diagnosis follow up pada pasien ini :G1P0A0 gravid 42-43 minggu in partu
kala 1 fase laten + janin hidup tunggal intrauterin+ letak memanjang presentasi
bokong + oligohidramnion. Seharusya G1P0A0 gravid 42-43 minggu in partu kala 1
fase laten + janin hidup tunggal intrauterin+ letak memanjang presentasi bokong +
ketuban pecah 30 menit. Diagnosis oligohidramnion tidak dicantumkan lagi karena
ketuban sudah pecah.

2. Penatalaksanaan kehamilan postterm pada pasien ini terlambat


Menurut Cunningham et al kehamilan letak sungsang yang dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan perabdominal adalah dengan kondisi:3,8
a) bayi besar,
b) panggul sempit,
c) kepala hiperekstensi,

35

d) tidak ada riwayat persalinan spontan,


e) janin yang tampak sehat tetapi preterm,
f)

disfungsi uterus,

g) presentasi bokong tidak sempurna atau kaki,


h) IUGR berat,
i)

permintaan untuk steril,

j)

operator yang kurang pengalaman,

k) riwayat janin mati atau trauma lahir pada anak.


Pada pasien didapatkan kriteria tidak ada riwayat persalinan spontan sehingga
diindikasikan untuk persalinan per abdominal.
Kriteria yang dapat dipakai sebagai pegangan bahwa letak sungsang harus
dilahirkan perabdominal yang dikutip dari Buku Ilmu Bedah Kebidanan , misalnya :
a. Primigravida tua
b. Nilai social yang tinggi (high social value baby)
c. Riwayat persalinan yang buruk (bad obstetric history)
d. Janin besar, > 3.500-4.500 kg
e. Dicurigai adanya kesempitan panggul
f. Prematuritas
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai
lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominam.
Berdasarkan skor Zatuchni-Andros pada pasien ini didapatkan usia kehamilan 42
minggu = 0; tafsiran berat janin 3.255 gram = 1; tidak ada riwayat kehamilan dengan
letak sungsang = 0; pembukaan servik 2 cm = 0; station -1 = 2; total skor ZatuchniAndros adalah 3 dengan interpretasi persalinan perabdominal.8

36

Pasien ini tidak masuk dalam kriteria yang dapat dipakai sebagai pegangan
bahwa letak sungsang harus dilahirkan perabdominal yang dikutip dari Buku Ilmu
Bedah Kebidanan, sehingga dapat dilakukan persalinan pervaginam. Namun dari
indeks prognosis Zatuchni Andros didapatkan skor 3, sehingga harus dilakukan
persalinan perabdominam.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan penanganan pada pasien ini
adalah persalinan perabdominam elektif. Apabila saat pasien di rawat untuk terdapat
tanda-tanda in partu maka pasien direncanakan langsung untuk section cesaria cito.
Seharusnya di Poliklinik sudah ditentukan sikap untuk penatalaksanaan pada
persalinan ini tapi ternyata tidak.
Sebelum mengambil langkah penanganan sebaiknya dilakukan penentuan
apakah kehamilan memang posterm atau bukan. Selanjutnya dilakukan identifikasi
kondisi janin dengan pemeriksaan kardiotokografi seperti Nonstress test (NST),
contraction stress test/Oxitocyn Challenge Test (OCT).
Pengelolaan pasien dengan postterm sebaiknya dilakukan:
Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil resiko pada janin.

Pengelolaan pasif atau ekspektatif didasarkan pada pandangan bahwa


persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar posterm
mempunyai risiko atau komplikasi cukup besar.
Pada pasien ini dilakukan pengelolaan aktif dengan tindakan operasi section

caesarea dapat dipertimbangkan pada kasus posterm dengan keadaan serviks yang
belum matang, pembukaan yang belum lengkap, dan kesalahan letak janin.

37

Kehamilan postterm dapat menyebabkan oligohidramnion karena volume air


ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 42 minggu. Berkurangnya
cairan amnion meningkatkan resiko terjadinya kompresi tali pusat dan gawat janin.
pada semua persalinan terutama pada kehamilan postterm. Hal ini dapat terbukti dari
laporan operasi pada pasien ini, yaitu cairan amnion yang minimal, tali pusat layu,
selaput ketuban kekuningan, dan kotiledon kalsifikasi. Hal ini juga membuktikan
terjadi insufisiensi plasenta sehingga terjadi gangguan sirkulasi uretro-plasenta yang
dapat mengakibatkan hipoksia janin.

3. Apakah ANC pada pasien ini sudah tepat?


Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan
sebagai berikut : (Depkes, 2009).7,10
a. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan 14
minggu
b. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 14 28 minggu
c. Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) 28 - 36 minggu dan
setelah 36 minggu sampai lahir.
Pemeriksaan ANC pada pasien ini selama kehamilannya sudah 8 kali, tetapi
tidak efektif karena terjadi kehamilan postterm dengan presentasi bokong.
Seharusnya pada ANC trimester ketiga sudah dapat dikenali adanya kelainan letak
dan presentasi, dimana sejak usia kehamilan 36-38 minggu letak dan presentasi janin
tidak dapat berubah lagi. Setelah itu memantapkan rencana persalinan dan mengenali
tanda-tanda persalinan.

38

Pedoman Rujukan menurut Poedji Rochjati, pada pasien ini didapatkan :


hamil = 2; hamil serotinus = 4; letak sungsang = 8; Total skor = 14. Pasien ini secara
klinis tergolong Ada Gawat Obstetrik dengan sistem rujukan yang harus dilakukan
adalah Sistem Rujukan Berencana atau Rujukan Dalam Rahim. Berdasarkan
kelompok resiko, pasien dengan skor 14 termasuk Kehamilan Resiko Sangat Tinggi.

39

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
1. Pada kasus ini Antenatal care kurang berkualitas
2. Diagnosis yang tepat pada pasien ini: G1P0A0 gravid 42-43 belum inpartu
janin hidup tunggal intra uterin letak memanjang presentasi bokong+
oligohidramnion
3. Penatalaksanaan pada pasien ini terlambat karena adanya sistem rujukan yang
kurang baik.

SARAN
1. Perlu adanya peningkatan mutu pelayanan antenatal di tempat pelayanan
kesehatan, sehingga dapat terdeteksi sedini mungkin kelainan-kelainan yang
terjadi pada ibu hamil dan janinnya.
2. Perlu adanya standar operasional prosedur (SOP) tentang diagnosis dan
penatalaksanaan kehamilan postterm, letak sungsang, oligohidramnion.

40

3. Rujukan dilakukan saat ibu masih sehat dalam upaya pencegahan dan
pengendalian proaktif terhadap kemungkinan komplikasi persalinan. Ibu
dirujuk saat belum ada tanda inpartu dan belum ada komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar AB, Kristanto H. Kehamilan postterm. Dalam: Wiknjosastro H,


Editor. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2010.

2. Mochtar R. Sinopsis obstetri fisiologi dan patologi. Jilid 1. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.2011

3. Cunnigham FG, Mac Donald PC, Gant NF. William Obstetri. Edisi 22. Texas:
McGraw-Hill Company.2010.

4. Sari NK. Hubungan tingkat paritas dan kejadian letak sungsang pada ibu
bersalin di RSUD dr. R. Koesma Tuban tahun 2008.

5. Barbati A, Renzo GCD. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta Bio
Medica Ateneo Parmenese. 2004; 75 Suppl 1: 14-17.

6. Martaadisobrata D, Wijayanegara H, Wirakusumah FF, Bratakoesoema,


Krisnadi S, et all. Obstetri patologi. Ed.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2005

41

7. Saifuddin AB, Adriaansz G, Winknjosastro GH, Waspodo D. Buku acuan


nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Ed.2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006.

8. Angsar MD, Setjaliakusuma L. Persalinan sungsang. Dalam Winkjosastro H.


Ilmu Bedah Kebidanan. Ed.I. Cettakan b. Jakarta: yayasan Bina pustaka
Sarwono Prawirohardjo.2010.121-122. \

9. Karkata MK, Kristanto. Panduan penatalaksanaan kasus obstetrik. Himpunan


Kedokteran Fetomaterbal. Denpasar: Percetakan Palawa Sari. 2012. 137-146

10. Henri P. Telaah faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan


pelayanan Antenatal Care pada sarana kesehatan. Makalah Pengantar
Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Bogor: IPB.2007

11. Karsono B. Ultrasonografi dalam obstetri. Dalam: Wiknjosastro H, Editor.


Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2010; 269.

42

Вам также может понравиться