Вы находитесь на странице: 1из 20

LAPORAN MINI PROYEK

Penyuluhan Sifilis di Lembaga Pemasyarakatan


Selat Panjang

Disusun Oleh:
dr. Personaldi

UPTD KESEHATAN PUSKESMAS SELAT PANJANG


KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sifilis yang juga dikenal sebagai lues adalah penyakit infeksi menular seksual
yang disebabkan oleh Treponema pallidum, bersifat sangat kronik dan sistemik. Pada
perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak
penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.(1) Treponema
pallidum merupakan spirochaeta mikroaerofilik yang hanya menginfeksi manusia dan
beberapa primata lainnya. Penyakit ini biasanya didapatkan melalui kontak seksual
atau cairan tubuh, secara transplasenta dari ibu ke janin, transfusi darah, atau juga bisa
melalui jarum suntik yang terkontaminasi. Sebanyak 13% transmisi terjadi melalui
oral sex dan 1/5 diantaranya terjadi antara hubungan pria dengan pria.(2)
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada
yang mengganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak
buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494
terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke 18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan
gonore disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi
yang sama. Pada abad ke15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbiditas
sifilis di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosioekonomi. Selama
perang dunia kedua insidensnya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun
1946, kemudian makin menurun. Sifilis merupakan masalah kesehatan global, dengan
beban perkiraan dari 25 juta orang yang terkena dampak di seluruh dunia dan
diperkirakan kejadian tahunan sekitar 12 juta kasus.(3)
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia berkisar antara 0,04% 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan.
Di Indonesia, insidensnya 0,61%.(1)
Dari hasil pemeriksaan darah yang dilakukan oleh dinas kesehatan Kabupaten
Meranti bekerja sama dengan UPTD kesehatan Puskesmas Selat Panjang pada 154
tahanan yang ada di lembaga pemasyarakatan Selat Panjang didapatkan sebanyak
tujuh orang positif terinfeksi sifilis. Berdasarkan hal ini penulis merasa perlu
melakukan penyuluhan kepada para tahanan di lembaga pemasyarakatan Selat
Panjang.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1

Masih rendahnya pemahaman para penghuni lembaga pemasyarakatan mengenai


sifilis

1.2.2 Masih kurangnya penyuluhan mengenai penyakit di lembaga pemasyarakatan Selat


Panjang.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Meningkatkan promosi kesehatan di wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas Selat
Panjang dengan melakukan penyuluhan sifilis kepada tahanan lembaga pemasyarakatan Selat
Panjang
1.3.2 Tujuan khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan peserta penyuluhan akan mampu:
1.3.2.1 Memahami dan mengerti tentang pengertian dan penyebab sifilis
1.3.2.2 Mengetahui dan mengerti cara penularan sifilis
1.3.2.3 Mengetahui ciri-ciri (gejala klinis) sifilis
1.3.2.4 Mengetahui dan mengerti penanganan awal dan lanjutan jika terinfeksi sifilis
1.3.2.5 Mengetahui dan mengerti pencegahan terhadap sifilis
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi UPTD Kesehatan Puskesmas Selat Panjang
Dengan dilaksanakannya penyuluhan ini, maka diharapkan dapat membantu
Puskesmas dalam melaksanakan salah satu program promosi kesehatan (Promkes) dengan
lebih baik, dan kedepannya penyuluhan mengenai sifilis tetap harus dapat dilaksanakan, dan
lebih ditingkatkan kembali.
1.4.2 Bagi narapidana Lembaga Pemasyarakatan Selat Panjang
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan narapidana Lembaga Pemasyarakatan Selat
Panjang mengenai sifilis, dan diharapkan setelah mengikuti penyuluhan, mereka dapat
memperoleh pengetahuan yang benar mengenai sifilis.
1.5 Sasaran
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Selat Panjang.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Sifilis yang juga dikenal sebagai lues adalah penyakit infeksi menular seksual

yang disebabkan oleh Treponema pallidum, bersifat sangat kronik dan sistemik. Pada
perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak
penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.(1) Treponema
pallidum merupakan spiroseta mikroaerofilik yang hanya menginfeksi manusia dan
beberapa primata lainnya. Penyakit ini biasanya didapatkan melalui kontak seksual
atau cairan tubuh, secara transplasenta dari ibu ke janin, transfusi darah, atau juga bisa
melalui jarum suntik yang terkontaminasi. Sebanyak 13% transmisi terjadi melalui
oral sex dan 1/5 diantaranya terjadi antara hubungan pria dengan pria.(2)
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada
yang mengganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak
buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494
terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke 18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan
gonore disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi
yang sama. Pada abad ke15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbiditas
sifilis di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio-ekonomi. Selama
perang dunia kedua insidensnya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun
1946, kemudian makin menurun. Sifilis merupakan masalah kesehatan global, dengan
beban perkiraan dari 25 juta orang yang terkena dampak di seluruh dunia dan
diperkirakan kejadian tahunan sekitar 12 juta kasus.(3)
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia berkisar antara 0,04% 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan.
Di Indonesia, insidensnya dilaporkan sekitar 0,61%.(1)

2.2

Etiologi
Penyebab sifilis ialah Treponema pallidum, yang dulunya dikenal dengan

spirochaeta pallidum. Treponema pallidum ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman


pada tahun 1905.(3) Sifatnya motil, berbentuk seperti pembuka botol, dan merupakan
bakteri prokariotik dengan dinding sel menggulung dan spiral yang lentur. Treponema
pallidum memiliki spiral berjumlah 4 sampai 14 dan panjangnya 5 sampai 20 m. Hal
3

ini dapat di demonstrasikan pada preparat lesi primer dan sekunder dengan
menggunakan mikroskop lapangan pandang gelap dan teknik fluorescent antibodi.
Bakteri ini memiliki tiga gerakan : proyeksi ke arah sumbu panjang, rotasi pada
sumbu panjang dan membungkuk atau memutar dari sisi satu ke sisi yang lain. Tes
fluoroscent antibodi digunakan sebagai tes konfirmasi. Mikroskop elektron
menunjukkan organisme ini memiliki filament aksial dengan beberapa fibril, silinder
protoplasmik, pembungkus membran yang disebut periplast.(2)
2.3 Patogenesis
Penyakit ini biasanya diperoleh melalui hubungan sexual, kecuali pada sifilis
kongenital dimana bayi memperoleh infeksi T. pallidum secara transplasental.
Penularan melalui hubungan seksual membutuhkan paparan pada mukosa atau pada
lesi kulit untuk sifilis primer atau sekunder. Pasien dengan penyakit yang tidak
diobati ternyata dapat pulih kemudian kambuh selama periode sampai 2 tahun. Oleh
karena itu, seseorang yang tidak diobati (untreated infection) masih dapat menularkan
sifilis selama 1 tahun atau 2 tahun pertama.(5)
Sifilis di gambarkan sebagai penyakit yang aktif-pasif dan aktif kembali.
Sifilis dini termasuk sifilis primer (chancre), sifilis sekunder (lesi mukokutaneus
dengan atau limfadenopati, dengan atau tanpa keterlibatan organ), dan sifilis yang
relaps. Sifilis laten terbagi lagi : dini (kurang dari 1 tahun) dan lanjut (1 tahun atau
lebih). Sifilis laten dini termasuk ke dalam sifilis dini sedangkan sifilis laten lanjut
dan sifilis tersier termasuk ke dalam sifilis lanjut. Sifilis tersier dapat muncul pada
kutaneus, kardiovaskuler, atau melibatkan saraf.(4)
Treponema pallidum menembus permukaan mukosa dan membuat kulit
menjadi abrasi. Chemotactic factor menarik neutrofil-neutrofil ke tempat terjadinya
abrasi. Hasilnya kulit menjadi rusak membentuk chancre, yang merupakan sifilis
primer. Setelah lebih dari 10 chancre yang matang, neutrofil-neutrofil digantikan oleh
limfosit-limfosit, dan limfosit-limfosit mengeluarkan limfokin-limfokin yang menarik
dan

mengaktifkan

makrofag.

Antibodi

eksogen,

makrofag

menelan

dan

menghancurkan organisme. Sistem imun, baik itu humoral maupun seluler berespon
untuk mengeliminasi spirocheta, yang merupakan akhir dari tahap primer.(4)
Setelah beberapa minggu, proliferasi spirocheta meningkat, dan penyakit
menjadi generalisata. Selama tahap sekunder, level antibodi meningkat dengan cepat
sebagai bentuk respon terhadap jumlah organisme yang banyak. Antibodi merespon
menyerupai lesi sifilis sekunder yang mirip dengan chancre primer. Pada saat yang
sama resistensi terhadap infeksi baru meningkat, meskipun hipersensitifitas tipe
4

lambat terhadap T. pallidum menjadi tidak terduga. Penekanan ini diperantarai


kekebalan sel yang memungkinkan proliferasi organisme meskipun kadar antibodi
meningkat. (4)
Sifilis sekunder diikuti oleh tahap asimptomatik yang disebut sifilis laten.
Selama periode ini hipersensitifitas tipe lambat muncul kembali. Pada sifilis tersier,
respon sistem imun membentuk granuloma-granuloma, treponema jarang didedeteksi,
sekalipun dengan immunofluoresensi.(4)
2.4
Diagnosis
Diagnosis sifilis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis kepada pasien, beberapa hal yang perlu untuk
ditanyakan yaitu apakah ada keluhan demam atau tidak, apakah ada luka pada alat
kemaluan, kalau ada sudah berapa lama, bagaimana gambaran lesi awal yang muncul
pertama kali dan apakah ada luka pada bagian tubuh yang lain. Yang paling penting
ditanyakan yaitu aktifitas seksual dari penderita. Apakah penderita sering melakukan
hubungan intim dengan orang yang berbeda-beda atau tidak. Ini dikarenakan penyakit
sifilis paling banyak ditularkan melalui hubungan seks. Pada sifilis sekunder biasanya
ditandai dengan gejala-gejala sistemik seperti sakit kepala, lemas, gangguan makan,
berat badan menurun.(6)

Gejala klinis
Infeksi sifilis ditandai dengan fase yang berbeda dan penyakit ini dapat dibagi

menjadi tahap dini dan lanjut. Sifilis dini dapat dibagi lagi menjadi sifilis primer,
sekunder, dan sifilis laten dini tergantung dari gejala klinis. Sifilis primer ditandai
dengan dengan chancre yang terjadi pada tempat inokulasi, nyeri tekan , ulkus yang
indurasi dan tidak bernanah.(7) Lesi awal sifilis adalah papul yang muncul di daerah
genital 10-90 hari (rata-rata 3 minggu) setelah terpapar.(5) Sifilis sekunder yang paling
sering ialah ruam makulopapular yang melibatkan telapak tangan dan telapak kaki,
namun tahap ini dapat mencakup laringitis, kondiloma lata , hepatitis , dan meningitis
diantara manifestasi lain.(7) Terjadi dalam beberapa minggu atau bulan (atau
bertepatan dengan lesi primer) penyakit sistemik dapat berkembang yang ditandai
dengan demam ringan, malaise, sakit tenggorokan, sakit kepala, adenopati, dan kulit
atau ruam mukosa.(5)
5

World Health Organization (WHO) dan British guidelines class menyebutkan


bahwa tahap sifilis laten dini dengan durasi infeksi kurang dari dua tahun,
sebagaimana ditentukan dari hasil anamnesis dan hasil serologi. Namun demikian,
the American centers of disease control (CDC) dan European guidelines (IUSTI)
mengklasifikasikan infeksi yang didapat kurang dari satu tahun dengan tanpa gejala
sebagai sifilis laten dini. Sifilis lanjut terdiri atas sifilis laten lanjut dan sifilis tersier.
Sekitar 30-40% kasus sifilis yang tidak diobati akan berkembang menjadi late
symptomatic disease. Semua mereka yang didiagnosis dengan sifilis laten akhir harus
memiliki pemeriksaan klinis penuh untuk bukti sifilis tersier. Sifilis tersier adalah
manifestasi sifilis jangka panjang dan terdiri dari keterlibatan kardiovaskuler,
neurologis, atau gummatous.(2) Kelainan yang khas ialah gumma, yakni infiltrat
sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif. Besar gumma bervariasi dari
lentikular sampai sebesar telur ayam.(1) Interval dapat 1 sampai lebih dari 20 tahun
dari infeksi akut onset klinis dari tahap akhir atau tersier penyakit, lama setelah lesi
sifilis awal.(5)

Stadium sifilis (7)


1.

Sifilis primer
Chancre merupakan lesi yang pertama kali muncul pada kulit. Lesi ini muncul

18-21 hari setelah terjadi infeksi awal. Treponema pallidum masuk ke dalam selaput
lendir atau kulit yang telah mengalami lesi atau mikrolesi secara langsung, biasanya
melalui senggama. Treponema tersebut akan berkembang biak, kemudian terjadi
6

penyebaran secara hematogen dan limfogen. Ciri khas chancre yang baru terbentuk
yaitu papul berwarna merah atau erosi pada permukaaan kulit. Beberapa hari sampai
beberapa minggu berubah bentuk menjadi bulat atau lonjong, indurated dan papul
sedikit meninggi dengan permukaan erosi tetapi tidak ulserasi, yang mengeluarkan
cairan serous. Pada palpasi konsistensinya seperti tulang rawan. Lesi biasanya nyeri
tapi tidak selalu. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius,
sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di
ekstragenital misalnya di lidah, tonsil dan anus. Kelenjar getah bening regional satu
atau kedua sisinya mengalami pembesaran, keras, tidak nyeri dan tidak bernanah.(8)

2. Sifilis sekunder
Erupsi
nondestruktif,

awal
dan

ialah

simetris,

eksantem,

kurang

sementara,

lebih

dan

generalisata,

makula,

superficial,

kemudian

menjadi

makulopapular atau erupsi papular, yang biasanya polimorfik, dan kurang bersisik,
pustular, atau pigmentasi. Manifestasi awal cenderung terdistribusi di seluruh wajah,
bahu, panggul, telapak tangan dan telapak kaki, dan daerah anal atau genital.(8) Gejala
yang penting untuk membedakannya dengan berbagai penyakit kulit lain ialah
kelainan kulit pada sifilis sekunder umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis
generalisata.(1)
3. Sifilis Tersier
Sifilis tersier biasanya terjadi 3- 5 tahun setelah infeksi. Sifilis tersier termasuk
gumma, kardiovaskuler dan melibatkan saraf. Gumma ialah infiltrate sirkumskrip,
kronis, biasanya melunak dan destruktif. Besar gumma bervariasi dari lentikular
sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tandatanda radang akut dan dapat digerakkan. Setelah beberapa bulan mulai melunak,
biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai nampak, kulit menjadi
eritematousa dan livid serta melekat pada gumma tersebut. Kemudian terjadilah
perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen, pada
beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.(1)

Pemeriksaan penunjang
7

1. Pemeriksaan Treponema pallidum


Cara pemeriksaan adalah dengan mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat
bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap (dark field microscope).
Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika hasil pada hari 1 dan 2 negatif.
Sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam fisiologis. Bila negatif bukan
selalu diagnosisnya berarti sifilis, mungkin kumannya terlalu sedikit. Treponema
tampak berwarna putih pada latar belakang gelap. Pergerakannya memutar terhadap
sumbunya, bergerak perlahan-lahan melintasi lapangan pandang.(1)
2. Tes Serologik Sifilis
Tes serologik sifilis (T.S.S.) atau serologic test for syphilis (S.T.S.) merupakan
pembantu diagnosis yang penting bagi sifilis. Sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes
serologi ialah tes sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas ialah kemampuan untuk
bereaksi pada penyakit sifilis. Sedangkan spesifisitas berarti kemampuan nonreaktif
pada penyakit bukan sifilis. Makin tinggi sensitivitas suatu tes, makin baik tes tersebut
dipakai untuk tes screening. Tes dengan spesifisitas yang tinggi sangat baik untuk
diagnosis. Makin spesifik suatu tes, makin sedikit memberi hasil semu positif. Sifilis
primer pada mulanya memberi hasil T.S.S. negatif (seronegatif), kemudian menjadi
positif (seropositif) dengan titer rendah, jadi positif lemah. Pada sifilis sekunder yang
masih dini reaksi menjadi positif agak kuat, yang akan menjadi sangat kuat pada
sifilis sekunder lanjut. Pada sifilis primer reaksi menurun lagi menjadi positif lemah
atau negatif.(1)
3. Pemeriksaan yang lain
Sinar roentgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat
terjadi pada sifilis sekunder dan tersier, dan sifilis kongenital. Juga pada sifilis
kardiovaskular untuk melihat aneurisma aorta. Pada neurosifilis, pemeriksaan jumlah
sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda
inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis.(1)

2.5 Diagnosis Banding


1. Sifilis primer
Chancroid
8

Chancroid adalah penyakit yang sangat umum ditemukan di negara-negara


berkembang, khususnya di Afrika dan Asia, dimana organism penyebabnya adalah
haemophilus ducreyi. Chancre awalnya muncul seperti papul yang halus yang
dikelilingi eritem.(2)

Herpes Simpleks
Infeksi Herpes Simpleks virus (HSV) sangat umum terjadi yang disebabkan

oleh dua tipe HSV. Manifestasi utama adalah infeksi pada kulit, HSV tipe 1 sering
dihubungkan dengan penyakit orofasial, sedangkan HSV tipe 2 selalu dihubungkan
dengan infeksi perigenital.(2)

Granuloma Inguinale
Bentuk transmisi granuloma inguinal (GI) masih kontroversi. Umumnya

dihubungkan dengan penularan seksual, tapi kontaminasi fekal dan autoinokulasi bisa
juga terjadi khususnya pada anak atau orang dewasa yang telah terinfeksi tanpa
melakukan hubungan seksual. Granuloma inguinale umumnya memberikan gambaran
kemerahan, pendarahan, ulkus berbau busuk dengan jaringan granulasi. Ulkus
biasanya memiliki batas yang hipertofi atau verrucous menyerupai kondiloma
akuminata.(2)
2. Sifilis sekunder
Erupsi obat alergik
Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat
disertai demam. Kelainan kulit beragam, diantaranya berbentuk eritema sehingga
mirip roseala. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal. (2)

Pitiriasis Rosea
Pitiriasis Rosea pada umumnya bersifat akut, terdiri dari erupsi kulit yang

berbatas akut yang biasanya muncul berbentuk oval tunggal dengan plak bersisik
yang tipis pada badan (herald patch) dan biasanya tidak bergejala. (2)

Psoriasis

Lesi klasik psoriasis adalah well demarcated , meningkat , plak merah dengan
sisik permukaan putih. Lesi dapat bervariasi dalam ukuran dari bentuk papul sampai
plak yang mencakup area yang besar tubuh. (2)
3. Sifilis tersier
Reaksi kulit bromida dan iodide sering menipu dokter pada masa lalu . Di
wajah , lupus vulgaris , penyakit epitelioma dan Bowen dapat menyebabkan
diagnostik sulit ditegakkan. Pada badan dan tungkai , dapat menyerupai psoriasis
sirsinat , infiltrasi leukemia dan mikosis jamur . Pada kaki, ulserasi gumma dapat
terlihat sangat mirip ulkus vena. (4)
2.6

Penatalaksanaan
Penisilin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan semua stadium

sifilis. Tes HIV direkomendasikan untuk semua pasien sifilis. Pasien dengan sifilis
primer, sekunder dan sifilis laten lanjut yang diketahui kurang dari 1 tahun dapat
diobati dengan suntikan intramuscular 2,4 juta unit benzatin penisilin G. Pada kasus
non-pregnansi, alergi penisilin, HIV negatif, diberikan tetrasiklin oral 500 mg empat
kali dalam sehari atau doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama dua minggu.
Ceftriakson 1 gram IM atau IV selama 8-10 hari atau azitromisin dapat menjadi
alternatif. Pengobatan yang direkomendasikan untuk sifilis laten lanjut atau lebih dari
1 tahun pada pasien HIV negatif yaitu benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM 1 kali
seminggu selama 3 minggu. Pada alergi penisilin, non-pregnansi, pasien HIV negatif,
diberikan tetrasiklin 500 mg oral 4 kali sehari atau doksisiklin 100 mg oral 2 kali
sehari selama 30 hari atau eritromisin 500 mg 4x sehari selama 14 hari.(8)
Pengobatan yang direkomendasikan untuk neurosifilis yaitu penisilin G
kristalin, 3 sampai 4 juta unit IV setiap 4 jam selama 10 sampai 14 hari atau penisilin
G prokain, 2,4 juta unit sehari IM ditambah probenecid 500 mg oral 4 kali dalam
sehari keduanya 10 sampai 14 hari.(8)
Pengobatan untuk sifilis kongenital pada neonatus kompleks sebaiknya
dikonsultasikan dengan spesialis penyakit infeksi pada anak. Anak usia remaja
sebaiknya dievaluasi cairan serebrospinal dan diterapi dengan penisilin G kristalin
200.000 sampai 300.000 UI kg/hari IV atau IM (500.000 U setiap 4-6 jam) selama 1014 hari.(8)
2.7

Komplikasi
Setelah pengobatan untuk sifilis primer dan sekunder, sekitar atau 2/3 pasien

mengalami reaksi yang disebut dengan reaksi Jarisch - Herxheimer. Reaksi ini
10

ditandai dengan demam, menggigil, sakit kepala, dan lesi meninggi untuk sementara.
Onsetnya 4 6 jam setelah pengobatan dan menghilang dalam 24 jam.(5)
2.8

Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik..

Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan
mendapat sifilis tersier, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria
9% dan pada wanita 5%, 23% akan meninggal.(1)

BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
Untuk meningkatkan pengetahuan tahanan di lembaga pemasyarakatan kota Selat
Panjang mengenai penyakit sifilis, maka diberikan penyuluhan mengenai penyakit sifilis
yang meliputi definisi, penyebab, cara penularan, gejala klinis, penatalaksanaan dan
pencegahan.
3. 2 Waktu dan tempat penyuluhan
Kegiatan penyuluhan dilakukan pada hari selasa tanggal 17 Maret 2015 di lembaga
pemasyarakatan kota Selat Panjang, diikuti oleh 50 orang tahanan. Penyuluhan berlangsung
selama lebih kurang 60 menit
3.3 Metode
11

Metode yang dilakukan adalah penyuluhan dalam bentuk ceramah dan diskusi 2 arah
(tanya jawab), sehingga peserta penyuluhan dapat bertanya bila ada yang tidak mengerti.
3.4 Media
Media yang digunakan berupa pengeras suara (microphone) dan lembar materi
penyuluhan.

BAB IV
HASIL

Profil Komunitas Umum


Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten di Provinsi Riau, Indonesia.

Kabupaten Meranti merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bengkalis yang


dibentuk pada tanggal 19 Desember 2008. Dasar hukum berdirinya Kabupaten Kepulauan
Meranti adalah Undang-undang nomor 12 tahun 2009, tanggal 16 Januari 2009.
Ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti adalah Selatpanjang. Secara administratif pada
tahun 2010, daerah ini terbagi menjadi tujuh kecamatan dan 78 desa. Pada tahun 2010,
jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) Bengkalis
jumlah penduduk meningkat sekitar 176,4 ribu jiwa yang terdiri dari 90.577 laki-laki dan
85.794 perempuan dengan luas Kabupaten Kepulauan Meranti adalah 3707,84 km.
Pusat

Kesehatan

Masyarakat

(Puskesmas)

merupakan

pusat

informasi,

pengembangan, pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus merupakan


pos terdepan dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat, untuk dimaksud tersebut
12

Puskesmas mempunyai fungsi tugas selain tekhnis juga administrasi. Enam upaya Program
Pokok Pembangunan Kesehatan yang meliputi :
1
2
3
4
5
6

Promosi Kesehatan
KIA-KB
Perbaikan Gizi
Kesehatan Lingkungan
Pemberantasan Penyakit Menular
Pengobatan
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan Indonesia

Sehat adalah menerapkan pembangunan berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya
program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terbentuknya lingkungan yang
sehat dan berperilaku sehat. Sebagai acuan Pembangunan Kesehatan mengacu pada konsep
Paradigma Sehat yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada
upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif)
dibandingkan

upaya

pelayanan

penyembulan/pengobatan

(kuratif)

dan

pemulihan

(rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan. Menurut data sasaran
UPTD Kesehatan Puskesmas Wilayah kerja Selat Panjang Kecamatan Tebing Tinggi pada
tahun 2011 jumlah penduduk sebanyak 33.599 jiwa. Puskesmas Selat Panjang membawahi
wilayah kerja sebanyak 8 desa yaitu:
1

Selat Panjang

Selat Panjang Timur

Sungai Tohor

Kepau Baru

Nipah Sendanu

Tanjung Sari

Tanjung Gadai

1
1

Secara geografis kabupaten Kepulauan Meranti berada pada koordinat antara sekitar
0 42' 30" - 1 28' 0" LU, dan 102 12' 0" - 103 10' 0" BT, dan terletak pada bagian pesisir
timur pulau Sumatera, dengan pesisir pantai yang berbatasan dengan sejumlah negara
13

tetangga dan masuk dalam daerah Segitiga Pertumbuhan Ekonomi (Growth Triagle)
Indonesia - Malaysia - Singapore (IMS-GT ) dan secara tidak langsung sudah menjadi daerah
Hinterland Kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam - Tj. Balai Karimun.

2
1

Data Demografi
Kependudukan
a Distribusi penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin
Penduduk diwilayah kerja Puskesmas Selat panjang pada tahun 2011 berjumlah 33.599

jiwa terdiri dari laki-laki 15.665 dan perempuan 17.934 jiwa.


b Angka Kelahiran Kasar
Angka kelahiran kasar wilayah Puskesmas Selat panjang adalah 873 kelahiran. Angka
kelahiran ini diperoleh dan laporan Bidan Desa, Puskesmas Pembantu dan sebagian dan
dukun terlatih setiap bulannya.
c

Kepadatan penduduk
Luas wilayah Puskesmas Selat panjang adalah 543 km persegi dengan jumlah

penduduk 33.599 jiwa, jumlah KK 7.427 jiwa dengan jumlah kepadatan penduduk 620
jiwa/km2, kepadatan penduduk pada masing-masing desa tidak merata.

Sosial Ekonomi
Tingkat sosial di wilayah Puskesmas Selat panjang umumnya homogen dan

pendapatannya sebagian besar pedagang, Pegawai Negeri, sopir becak, buruh industri pohon
sagu dan perikanan. Tingkat pendidikan untuk wilayah pedesaan umumnya tamat SD dan
SLTP dan masih sedikit sekali yang tamat perguruan tinggi dan untuk wilayah perkotaan
umumnya tamatan SLTA hingga perguruan tinggi, sedangkan yang melek huruf sebanyak
2389 orang atau 9,03% dari jumlah penduduk.

4.3 Rekapitulasi Pelaksanaan Penyuluhan Penyakit Sifilis


Penyuluhan mengenai penyakit sifilis di Lembaga Pemasyarakatan Kota Selat
panjang dilakukan sebanyak satu kali dengan dihadiri peserta sebanyak 50 orang dengan

14

melibatkan puskesmas kota Selat Panjang bekerjasama dengan dinas kesehatan kabupaten
Kepulauan Meranti.
4.4 Evaluasi Pelaksanaan Penyuluhan Penyakit Sifilis
1. Evaluasi persiapan
Kesiapan para peserta penyuluhan dalam mengikuti penyuluhan penyakit sifilis cukup
baik
Media, alat, dan sarana serta tempat cukup memadai
Tempat dan waktu yang tersedia sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
2. Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan dilakukan sesuai dengan tempat dan waktu yang sudah

direncanakan
Para peserta penyuluhan memperhatikan dan mendengar dengan seksama saat

penyuluhan dimulai
Para peserta penyuluhan aktif bertanya selama proses penyuluhan bila ada sesuatu

yang tidak mengerti


Para peserta penyuluhan kooperatif dan mau menyumbang pengalaman pribadi selama
penyuluhan

BAB V
DISKUSI

UPT Kesehatan Puskesmas Selat Panjang bekerjasama dengan dinas kesehatan


Kabupaten Kepulauan Meranti menyelenggarakan penyuluhan kepada narapidana di
Lembaga pemasyarakatan Selat Panjang.
Penyuluhan dilakukan hari selasa 17 Maret 2015 dengan dihadiri oleh 50 orang
peserta. Penyuluhan ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada para
narapidana di lembaga pemasyarakatan Selat Panjang mengenai penyakit sifilis. Dengan
diadakannya penyuluhan ini diharapkan sangat menunjang keberhasilan promosi kesehatan
dalam pencegahan penyakit menular seksual. Penyuluhan dibagi menjadi 2 sesi yaitu, sesi
pemaparan materi secara lisan dan tanya jawab. Pada sesi pemaparan materi menjelaskan
tentang

pengertian

sifilis,

Penyebab

Terjadinya

Sifilis,

Cara

Penularan

Sifilis,

penatalaksanaan sifilis, serta komplikasi sifilis. Setelah sesi pemaparan materi dilanjutkan
15

dengan sesi tanya jawab. Sesi tanya jawab dilakukan dengan menjawab pertanyaan peserta
penyuluhan secara bergantian.
Dengan diadakannya penyuluhan tentang penyakit sifiliss ini, diharapkan peserta
penyuluhan dapat mengaplikasikan informasi tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari
ataupun

bagi

masyarakat

disekitarnya

terkhusus

di

dalam

lingkungan

lembaga

permasyarakatan..

BAB VI
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil penyuluhan mengenai penyakit sifilis yang dilakukan di lembaga
pemasyarakatan Selat Panjang, selama kegiatan penyuluhan terlihat para peserta penyuluhan
antusias dalam mendengar dan bertanya. Diharapkan setelah dilakukannya penyuluhan ini
pengetahuan para peserta penyuluhan dapat meningkat dan bisa memperbaiki anggapan yang
salah tentang sifilis.
4.2 Saran
Mengingat ditemukannya tujuh orang narapidana yang positif mengidap sifilis dari
hasil pemeriksaan darah, maka diharapkan dapat dilakukan penyuluhan secara berkala.

16

DAFTAR PUSTAKA
1.

Natahusada ADEC. sifilis. In: Aisah ADMHS, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: FKUI; 2011. p. 392-412.

2.

R.Sanchez M. syphilis. In: Klaus Wolff LAG, Stephen I.Katz, Barbara A.Gilchrest,
Amy S.Paller, David J.Leffel, editor. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.
7th edition ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p. 1955-77, 83-86, 90-93, 873-885,
169-193, 362-365.

3.

Simpson BCSY. New Protein for a New Perspective on Syphilis Diagnosis. JCM.
2013;51:105-11. Epub January 2013.

4.

Kinghorn GR. Syphilis and Bacterial Sexually Transmitted Infection. In: Griffiths
TBSBNCC, editor. Rook's Textbook of Dermatology. 8th edition ed. Manchester:
Wiley-Blackwell; 2010. p. 34.1-.14.

5.

Swartz FSM. Clinical Manifestation of Syphilis. In: Stamm KHFSW, editor. Sexually
Transmited Disease. 4th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p. 661-84.

17

6.

Adler M, French P. Syphilis-clinical feature, diagnosis, and management. In: Michael


Adler FC, Patrick French, Helen Mitchell, John Richens, editor. ABC of Sexually
Transmitted Infections. 5th edition ed. London: BMJ books; 2004. p. 49-55.

7.

Emerson CR. Syphilis: A Review of the Diagnosis and Treatment. The Open Infectious
Disease Journal. 2009;3th:143-7. Epub 2009.

8.

Berger WDJTG, etc. Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. Andrew's Diseases of the Skin:
Clinical Dermatology. 10th edition ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006.

Lampiran

18

19

Вам также может понравиться