Вы находитесь на странице: 1из 22

MAKALAH

NILAI-NILAI DEMOKRASI LOKAL DI JAWA TIMUR,


SUMATERA BARAT, SULAWESI SELATAN DAN BALI

OLEH :
INGGITO IDHAR ADIMEARTO
NIM 155120607111026
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Nilai-Nilai Demokrasi Lokal di Jawa Timur,Sumatera barat,Sulawesi
Selatan dan Bali dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga

saya berterima kasih pada Bapak Andi Setiawan, S.IP.,M.Si selaku Dosen mata kuliah
Pengantar Ilmu Politik yang telah memberikan saya pengarahan untuk menyelesaikan
tugas ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai demokrasi lokal yang telah saya fokuskan
dibeberapa daerah di Indonesia.Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya juga mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Malang, Oktober 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata pengantar ..............................................................................................................i
Daftar isi .......................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................1
1.1 Latar belakang ........................................................................................................2
1.2 Rumusan masalah ...................................................................................................5
1.3 Tujuan penelitian ....................................................................................................5
Bab II Pembahasan...............................................................................6
2.1 Pengertian demokrasi ............................................................................................7
2.2 Bukti nilai-nilai demokrasi lokal di empat daerah.............................................7
2.3 Pengaruh reformasi terhadap demokrasi lokal.....................................................14
Bab III Penutup............................................................................................................16
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................17
3.2 Kritik dan saran .....................................................................................................18
Daftar pustaka .............................................................................................................19

ii

PE
ND
A
H
UL
UA
N

B
A
B
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki karakteristik budaya yang
plural dan kompleks.Pluralitas budaya itu tercermin dakam aneka ragam
etnik,bahasa,agama dan adat istiadat yang hidup dan berkembang di berbagai daerah
di Indonesia.
Pertanyaan tentang ada atau tidaknya budaya politik demokratis di Indonesia
telah menjadi perdebatan sejak lama.Berbagai pendapat yang diperoleh dari hasil
pengamatan maupun penelitian yang masih terbatas mungkin membuat kesimpulan
yang berbeda.Setidaknya, ada dua pandangan berbeda yang dapat digeneralisasi.
Pertama,budaya politik demokratis tidak memiliki akar dalam budaya lokal
masyarakat.Kedua, nilai-nilai demokrasi dengan berbagai variannya telah tumbuh
sejak lama di Indonesia seiring dengan dinamika budaya lokal masyarakat.Kedua
pandangan itu mencoba menawarkan hasil temuan maupun pengamatannya masingmasing.
Perdebatan mengenai apakah Indonesia memiliki akar budaya politik yang
kompatibel dengan demokrasi atau tidak, kembali mengemuka seiring dengan proses
konsolidasi demokrasi yang dirasakan makin sulit.Apalagi muncul penilaian bahwa
bangsa Indonesia sudah kebablasan dalam nelakukan demokrasi.Bahkan dikatakan
bahwa bangsa ini bisa jadi telah tercerabut dari akar budaya politiknya dengan
mengadopsi nilai-nilai budaya politik bangsa lain. Dengan demikian, berdasarkan dua
pandangan itu,tidaklah dapat disimpulkan secara ekstrim bahwa budaya politik
demokratis sama sekali tidak memiliki akar sosio- kultural dalam masyarakat
Indonesia dan atau sebaliknya nilai-nilai demokrasi telah hidup dan berkembang
dalam budaya lokal masyarakat sejak berabad-abad lamanya.1Kesimpulan yang
1 R.Siti Zuhro, Demokrasi Lokal (Yogyakarta: Ombak,2009)

paling mendekati adalah bahwa budaya politik demokratis dan budaya yang tidak
kondusif bagi demokrasi sama-sama dapat ditemukan di tengah-tengah budaya lokal
masyarakat Indonesia secara variatif.
Gerakan reformasi 1998 telah menciptakan perubahan social dan keterbukaan politik
yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam politik. Perubahan social yang
pesat sejak 1998 telah diiringi oleh perubahan fundamental sistem politik Indonesia,
yang memberikan peluang secara signifikan partisipasi politik bagi elemen-elemen
kekuatan dalam masyarakat.Perubahan-perubahan ini menciptakan partisipasi sosial
yang lebih bermakna dan relatif menciptakan akuntabilitas pemerintah.Adalah jelas
bahwa sejak 1998 demokrasi meluas keseluruh nusantara.
Memahami budaya politik lokal dalam konteks demokrasi menjadi sangat
penting dan relevan khusunya setelah Indonesia menjalani satu dekade era reformasi.
Mengetahui secara persis akar budaya politik lokal sangatlah penting bagi prospek
demokrasi Indonesia,agar bagnsa ini tidak merasa tercabut dari akar budayanya.
Munculnya argumen yang mengatakan bahwa Indonesia masih dalam taraf
melaksanakan demokrasi procedural, semestinya bisa dijawab dengan menjelaskan
keberadaan nilai-nilai yang eksis di daerahdan perkembangan demokrasi itu
sendiri.Meskipun Indonesia mengalami masa kepemimpinan yang lama dibawah
sistem otoritarian, realitanya negeri ini juga mengalami era dimana demokarasi cukup
dikedepankan,khususnya dibawah era parlementer dan era reformasi sekarang
ini.Hak ini membuktikan bahwa demokrasi adalah proses panjang yang senantiasa
harus diperjuangkan secara terus meneruss oleh bangsa Indonesia.
Era Soekarno memberikan nuansa tersendiri bagi menguatnya semangat
nasionalisme. Meskipun demokrasi tidak berkembang pesat, khususnya setelah
diterapkannya Demokrasi Terpimpin, nilai-nilai yang tertanam, naik di era sistem
multi partai maupun pelaksanaan pemilu 1955, relatif memberikan akar atau
pengalaman yang kuat bagi demokrasi di Indonesia.
Di bawah era Soeharto dimana sistem represif diberlakukan memberikan
dampak negative terhadap perkembangan demokrasi,baik di tingkat nasional maupun

lokal.Kooptasi2 yang dilakukan pemerintah terhadap partai politik dan organisasi


sosial dalam masyarakat nyaris melumpuhkan nilai-nilai budaya politik dan
demokrasi yang eksis di tingkat nasional dan lokal. Politik dan demokrasi yang eksis
di tingkat nasional dan lokal. Politik penyeragaman yang dimaksudkan untuk
memelihara stabilitas nasionali berpengaruh negatif terhadap kreativitas lokal dan
memasung nilai-nilai budaya politik lokal. Demi alas an stabilitas, kepengurusan
partai politik lokal sulit tumbuh dan berkembang karena mendapat tekanan yang
sangat signifikan dari penguasa. Meskipun sistem represif tersebut memunculkan
resistensi dan menguatnya elem-elemen civil society organization (CSO),tak urung
pula nilai-nilai budaya politik lokal tak bisa berkembang dan demokrasi lokal pun
tersandera olehnya.
Periode 1998 hingga 2008 adalah rentang waktu yang krusial untuk mengetahui apa
yang berubah dan apa yang tetap dalam nilai-nilai budaya politik lokal.Dalam periode
ini pergantian kepemimpinan nasional telah memberikan warna tersendiri terhadap
demokrasi lokal. Kebijakan politik yang dihasilkan sejak pemerintahan B J. Habibie
sampai dengan Susilo Bambang Yudhoyono, baik berupa paket UU Politik maupun
otonomi daerah telah memberikan dampak yang sangat krusial terhadap
perkembangan nilai-nilai budaya politik lokal.Tak jarang kebijakan tersebut ikut
menumbuh kembangkan dan memperkuat eksistensi budaya politik lokal yang ada,
namun seringkali juga justru menghambat perkembangannya.3
Studi tentang identifikasi perubahan dan kesinambungan nilai-nilai demokrasi lokal
di berbagai daerah di Indonesia tidak hanya menarik,tapi juga relavan dan penting
untuk diteliti. Sebagai langkah awal,pada makalah ini akan dilakukan pembahasan
tentang demokrasi lokal di empat provinsi,yakni Sumatera Barat, Sulawesi Selatan,
Jawa Timur dan Bali. Keempat daerah tersebut dinilai memiliki budaya politik lokal
yang khas dan memiliki modalitas budaya yang kompatibel dengan demokrasi.
2 Kooptasi adalah suatu pemilihan anggota baru yang terjadi pada badan
musyawarah oleh semua anggota musyawah yang telah ada.
3 R.Siti Zuhro, Demokrasi Lokal (Yogyakarta: Ombak,2009)

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut dan untuk mendapatkan jawaban


yang lebih pasti tentang penilaian-penilaian diatas, maka saya tertarik membahas
demokarasi lokal pada makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut
1. Apa yang dimaksud dengan demokrasi ?
2. Apakah Indonesia memiliki akar budaya politik yang kompatibel dengan
demokrasi atau tidak?
3. Apa saja bukti terdapat nilai-nilai demokrasi lokal dibeberapa daerah di
Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh era reformasi terhadap demokrasi lokal ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk lebih mengenal tentang demokrasi lokal
2. Untuk menunjukan bahwa Indonesia sudah memiliki demokrasi lokal sejak
dahulu
3. Untuk menjelaskan perkebangan demokrasi setelah era reformasi

B
A
B
2

PE
BAB II
M PEMBAHASAN
BA DEMOKRASI
2.1 PENGERTIAN
H
AS
AN

Demokrasi memiliki pengertian yang bermacam macam. Secara

Etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu demos dan kratos .
Demos Artinya rakyat dan Kratos artinya pemerintahan /kekuasaan. Dengan demikian
istilah demokrasi dapat diartikan sebagai kekuasaan/pemerintahan yang berasal dari
rakyat. Dalam pemerintahan yang berkuasa adalah Rakyat. Rakyat selalu
diikutsertakan dalam pemerintahan Negara. Sedangkan pemerintahan Negara harus
mempertanggung jawabkan kepada rakyat.4
Asal mula demokrasi sebagai suatu sistem politik dapat ditelusuri ke
belakang, yaitu sebelum abad ke-5 M ketika Yunani menciptakan the polis,dan
mencoba menjawab pertanyaan : bagaimana seharusnya sebuah sistem politik
diorganisasikan guna memenuhi kepentingan dan kemakmuran rakyat.
Sebelum abad ke-19,sejumlah gagasan dapat dikategorikan demokratis atau
prademokratis,tetapi jarang ada upaya untuk membangun sebuah teori
demokrasi.Bahkan kata demokrasi; jarang muncul dalam literatur.
Setelah perang Dunia II demokrasi muncul sebagai sebuah sistem politik
dkmana kebanyakan pemimpin menerimanya.Gagasan terutama, muncul setelah
kegagalan Fasisme dan Naziisme.

4Febrian , hakikat demokrasi <


http://www.febrian.web.id/2014/03/hakikat-demokrasi-pengertian-danprinsip.html>

2.2 BUKTI NILAI-NILAI DEMOKRASI LOKAL DI


EMPAT DAERAH
Pendapat yang menyatakan bahwa dalam budaya asli masyarakat Indonesia
demokrasi bukan merupakan sesuatu yang asing mengacu pada tradisi musyawarahmufakat. Tradisi ini,dengan segala macamnya mengandung nilai-nilai demokrasi.
Praktik musyawarah-mufakat disejumlah daerah di Indonesia telah berlangsung sejak
berabad-abad sejak masyarakat hidup dalam sistem perkauman dizaman purba,yang
terus berlanjut di zaman kerajaan-kerajaan hingga saat ini,seperti kehidupan
masyarakat pedesaan.Tradisi yang hidup dalam masyarakat agraris, yang disebut juga
dengan tradisi berembug itu, bahkan sudah terlembagakan dalam bentuk unik seperti
kerapatan nagari, rembug desa, musyawarah subak,dan forum-forum musyawarah
masyarakat desa lainnya.Praktik demokrasi lainnya adalah trdisi pepe atau
penyampaian pendapat (protes) yang dilakukan rakyat terhadap penguasa melalui aksi
diam-diam. Ini adalah artikulasi demokrasi rakyat terhadap kekuasaan. Tradisi ini
juga telah melembaga dalam kehidupan masyarakat tradisional di masa lalu.5
Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa budaya politik demokratis tidak
dikenal dalam masyarakat Indonesia biasannya mengacu pada sejumlah karakteristik
budaya di sejumlah daerah tertentu yang dianggap bertabrakan dengan nilai-nilai
demokrasi,seperti masih kuatnya budaya feodalisme dan primodialisme (suku, agama,
ras,dan pengelompokan social lainnya yang dianut secara emosional). Budaya yang
tidak kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai demokrasi itu telah
mengakar sejak dahulu dan masih bertahan hingga kini.Gejalanya dapat dilihat
terutama dalam interaksi antara rakyat dan penguasa atau antara bawahan dan atasan,
baik pada lembaga birokrasi tradisional, maupun modern di semua level. Budaya ini
dianggap sebagai warisan masa lalu yang telah berkembang sejak zaman kejayaan
kerajaan-kerajaan di Nusantara, yang kemudian dipupuk dan dilestarikan oleh
penguasa kolonial demi mempertahankan penjajahan. Bahkan, budaya ini masih

5 R.Siti Zuhro, Demokrasi Lokal (Yogyakarta: Ombak,2009)

berlanjut dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia sejak kemerdekaan hingga

sekarang.
Ada beberapa alasan mengapa keempat wilayah itu dipilih sebagai fokus
pembahasan dimakalah ini seperti karena keempat daerah tersebut memiliki nilai-nilai
demokrasi yang khas.

A.Sumatera Barat
Sumatera barat,misalnya,dengan budaya Minang-kabaunya,dipandang
memiliki sejumlah nila-nilai yang seiring dengan nilai-nilai demokrasi.Dalam
perspektif historis dan kultural,nilai-nilai budaya politik demokratis itu dapat
ditelusuri akarnya pada kearifan tradisional beberapa ungkapan dan pepatah dalam
budaya Minangkabau. Nilai-nilai keterbukaan dan kesamaan, misalnya,tercermin
dalam pepatah duduak samo randah tagak samo tinggi (duduk sama rendah berdiri
sama tinggi).Penghormatan pada hak sesama tercermin dalam ungkapan lamak dek
awak katuju dek urang, urang kampuang dipatenggangkan (enak bagi kita,enak pula
bagi orang, orang kampung dipertimbangkan).6
Di Provinsi Sumatera Barat, daerah yang menjadi pemfokusan demokrasi lokal
adalah Kota Padang.Ada beberapa alasasan mengapa lokasi itu dipilih.Sebagai ibu
kota provinsi, Padang merupakan pusat pemerintahan, pendidikan,bisnis dan jasa di
wilayah Sumatera Barat. Oleh karena itu, Padang merupakan daerah tujuan migrasi
masyarakat dari berbagai daerah diwilayah Sumatera Barat.Sebagai pusat migrasi
masyarakat Sumatera Barat,di Padang dimungkinkan terjadi alkulturasi budaya dari
berbagai daerah diranah Minang itu. Bagaimana respon budaya yang beragam di Kota
Padang terhadap demokrasi merupakan hal yang menarik untuk diteliti.Budaya lokal
Minang,seperti rumah gadang,masih eksis disana.Begitu juga dengan seni budaya
yang bernilai demokrasi.

6 Israr Iskandar,Pilkada dan Mitos Demokrasi Minang


<http://www.cimbuak.net/content/view/594>

B.Sulawesi Selatan

10

Selain Sumatera Barat, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah yang


sarat dengan warisan nilai-nilai budaya. Secara kultural,nilai budaya feodal masih
tetap eksis di Sulawesi Selatan, khususnya dikalangan suku Bugis, khususnya Bone.
Akan tetapi, di daerah itu juga berkembang tradisi tudasi pulung yang melibatkan
beberapa kelompok masyarakat dalam menyelesaikan suatu persoalan atau
memutuskan suatu perkara. Tradisi ini identik dengan musyawarah mufakat atau
rembug deso di Jawa, yang sering diklaim sebagai salah satu pilar demokrasi lokal.Di
Sulawesi Selatan pemfokusan demokrasi lokal berada didaerah Makassar.Tradisi
demokrasi di Sulawesi Selatan dapat ditelusuri dari pengalaman pemerintahan Wajo
(bekas kerajaan yang kini menjadi salah satu kabupaten).Dalam penelitiannya tentang
masyarakat Bugis,Christian Pelras mencatat bahwa raja Wajo mengutus 40
pemerintah di kerajaan yang berfungsi sebagai parlemen guna memberipertimbangan
kepada raja.Dalam menjalankan roda pemerintahannya bila keputusan raja bias
ditentang,keputusan dewan adat tidak bias digugat.Kalaupun keputusan dewan adat
bias ditentang, keputusan pemimpin rakyat tidak boleh digugat.Kalaupun keputusan
pemimpin rakyat masih bisa ditentang,keputusan rakyat tidak boleh digugat.7
Kesetaraan gender di Sulawesi Selatan juga diakui.Perempuan menjadi raja bukanlah
hal yang baru. Sebuah jabatan kerajaan, nahkan termasuk jabatan raja terbuka bagi
perempuan dan mereka benar-benar mengisi posisi penting dalam pemerintahan.
Bahkan,pernah disuatu masa, empat dari 6 pembesar utama Wajo adalah perempuan.
Mereka tampil dimuka umum layaknya kaum pria, menunggang kuda, memerintah,
dan juga mengunjungi orang asing tanpa sepengetahuan atau meminta izin suaminya.

C.Jawa Timur
7 Christian Pelras, Manusia Bugis (Jakarta: Forum Jakarta-Paris dan Nalar,
2005)

Di Jawa timur,khususnya di daerah Surabaya, Malang,Mojokerto, Jombang


dan sekitarnya,secara umum lekat dengan budaya arek-nya yang artikulatif dan

11

ekspresif, sebuah karakteristik masyarakat terbuka, egalitar dan relative mudah


menerima nila-nilai demokrasi. Di provinsi ujung timur pulau Jawa itu juga dikenal
istilah bloko suto (sikap apa adanya), sebuah sikap yang menggambarkan
keterbukaan, transparansi dan keberanian melakukan koreksi terhadap pihak lain
tanpa harus merasa dibayang bayangi perasaaan bersalah dan melanggar tatakrama
sopan santun.Nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari potensi demokrasi lokal yang
menarik dikaji lebih dalam.
Sementara penduduk di wilayah tapal kuda seperti Probolinggo, Lumajang,
Jember, Bondowoso, Situbondo sebagian adalah hasil perkawinan campuran antara
suku Jawa dan Madura atau penduduk Madura yang tinggal di luar Pulau Madura
tetapi masih berada diwilayah Jawa Timur. Meskipun tidak persis sama dengan
budaya arek, dalam beberapa hal menunjukan kemiripan dalam hal keterbukaan dan
mengekspresikan keinginannya.
Sedangkan di kawasan Matraman,daerah yang secara geografis berdekatan
dengan Jawa Tengah, seperti di Kediri, Blitar, Tulunggung, Trenggalek, Madiun dan
kawasan sekitarnya, budaya semacam itu mengalami proses akulturasi dengan budaya
Jawa Tengah-an yang cenderung feodal. Akan tetapi,identitas ke-Jawa Timur-an
teteap dominan sehingga nilai nilai egaliterianisme yang menjadi salah satu pilar
penting demokrasi mudah ditemukan di sebagian besar wilayah Jawa Timur.
Sebagai contoh, tak sedikit desa di Jawa Timur yang telah melaksanakan
pemilihan kepala desanya (Pilkades) dengan cara-cara yang cukup demokratis.
Bahkan, hal itu dilaksanakan jauh sebelum terjadi Gerakan Reformasi 1998.
Masyarakat desa relatif mengenal model pemilihan kepala desa secara langsung, jauh
sebelum dikenal pemilihan presiden langsung (2004)dan pemilihan kepala daerah
langsung (2005). Partisipasi masyarakat dalam Pilkades tersebut mencermikan
eksisnya nilai-nilai demokrasi di Jawa Timur.
Untuk Jawa Timur, pemfokusan demokrasi lokal berada di daerah Surabaya
dan Kabupaten Blitar. Dalam penelitian ini,wilayah Jawa Timur dipetakan dalam dua

kawasan budaya politik,yakni kawasan Arek dan Matraman. Kawasan budaya


suroboyonan dikenal dengan budaya arek yang egaliter,terbukan dan ekspresif.

12

Dikawasan itu nilai-nilai demokrasi dapat ditemukan dalam buday alokal masyarakat
setempat, seperti daya kritis masyarakat, keberanian bicara tanpa rasa tidak enak
dengan sesame sebagai symbol kesetaraan.

D.Bali
Modalitas demokrasi juga dapat ditemukan di Bali. Sebagai daerah penelitian
lainnya, Bali memberikan warna menarik. Meskipun stratitifikasi social berdasarkan
kasta masih tetap eksis, nilai-nilai kesetaraan yang menjadi pilar penting demokrasi
juga dapat ditemukan dalam akar budaya Bali. Misalnya,dalam sejarah berdirinya
Pura Dasar Bhuwana Gelgel,Klungkung,di satu halaman pura dijumpai 4 tempat
pemujaan para leluhur dari 4 golongan yang berlainan.Hal itu sebagai pertanda
adanya saling menghargai kesetaraan umat manusia tanpa melihat status warga dari
keempat golongan warga.
Embrio demokrasi juga dapat dijumpai di kalangan masyarakat Bali dalam
menyelesaikan persoalan public,yakni melalui musyawarah di Bale Banjar. Banjar
merupakan kesatuan masyarakat yang paling umum dan menjadi salah satu ciri khas
di Bali. Biasanya sebuah banjar terdiri atas puluhan hingga ratusan kepala keluarga
yang menaungi antara 750-1200 anggota. Wakil setiap keluarga dalam
Banjar,meskipun tunduk pada sebuah awig-awig atau aturan adat yang dibuat dan
diturunkan dari nenek moyang mereka,pertemuan Bale Banjar yang merupakan ajang
anggota Banjar bertemu merupakan cara utama sebuah Banjar dalamm
menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.8
Masyarakat desa dataran di Bali juga sudah lama mengenal sistem pemilihan prajuru
desa secara langsung dan demokrasi sesuai dengan awig-awig desa. Sedangkan
masyarakat desa pegunungan lebih mempercayakan jabatan prajuru pada sesepuh
(senior)untuk memangku secara bergiliran menurut masa bakti tertentu. Budaya ini
8 Wayan Gede Suacana,Belajar Budaya Demokrasi dari Masyarakat
Desa<http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/6/5/o2.htm>

membuat karma desa di Bali tidak canggung terhadap sistem pemilihan langsung
bupati dan gubernur yang demokratis.Krama desa juga terlibat dalam mengawasi
penggunaan keuangan desa, transparansi dan akuntabilitas dalam mengawasi

13

penggunaan keuangan desa, transparansi dan akuntabilitas lembaga desa pakraman


dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa dataran.
Tradisi berpikir posited dalam rangka demokratisasi kehiduoan berpolitik juga
dikembangkan di Bali sejak dahulu, baik di desa dataran maupun pegunungan,
misalnya terlihat dari budaya tatas (kehati-hatian dalam bertindak) ; tat twam asi
(toleransi tanpa menonjolkan perbedaan) ; paras paros (saling memberi dan
menerima pendapat orang lain) ; salunglung sabayantaka (bersatu teguh bercerai
runtuh) ; merakpak danyuh (perbedaan pendapat tidak menghilangkan persahabatan)
Pemfokusan demokrasi lokal di Bali dilakukan didaerah Denpasar dan
Kabupaten Bulegleg dengan ibu kotanya Singaraja.Kota Denspasar yang merupakan
ibu kota Provinsi Bali menggambarkan hal yang tak jauh berbeda dengan fenomena
Surabaya yang menjadi pusat pemerintaahan dan memiliki dinamika ekonomi, social
dan budaya. Kota Denpasar juga menggambarkan kemajemukan suku dan
etnisitas,dimana interaksi antar suku bangsa dan etnis cenderung sangat
tinggi.Banyaknya turis-turis asing mancanegara yang berlibur di Kota Denpasar
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap cara pandang
masyarakat lokal.Meskipun dalam banyak hal,masyarakat Bali kukuh dalam
mempertahankan budaya,agama dan lingkungannya, tidak berarti tidak terjadi
akulturasi budaya.Inilah yang menarik untuk dikaji tentang continuity and change
dalam demokrasi dan budaya di Bali. Dalam konteks ini, pemilihan Kabupaten
Singaraja sebagai salah satu kajian dalam penelitian ini dipandang akan memberikan
suatu temuan yang lebih berharga tentang fenomena heterogenitas atau pluralitas
lokal, akulturasi dan eksisnya nilai-nilai atau norma-norma yang ada
merupakancerminan budaya lokal. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Singaraja telah
dijadikan perwakilan pemerintahan (Residen) oleh pemerintah colonial Belanda.

Pengaruh pendidikan Barat terhadap Bali tidak hanya terjadi di kerajaan-kerajaan


Karangasem,Gianyar dan Klungkung, melainkan juga di Singaraja.9
Selain dikenal dengan simbol-simbol budaya Bali yang cukup kental, Singaraja

14

mendapat predikat sebagai kota intelektual dengan julukan kota pelajar. Yang menarik
juga pada Juni 2007 Singaraja telah melaksanakan pilkada langsung pertama. Momen
ini tentunya sangat bermanfaat untuk memahami demokrasi dan budaya politik lokal.
Penelitian tentang budaya politik yang mengungkapkan perbedaan ciri di
setiap daerah dan etnik tertentu di Indonesia telah banyak dilakukan oleh banyak
dilakukan oleh para ahli, baik dalam perspektid antropologi maupun politik. Beberapa
nama peneliti asing yang telah menghasilkan karya-karya besar dan terkenal dapat
disebut, antara lain Geertz, Emerson, Anderson dan Liddle. Akan tetapi, penelitian
mereka tidak berupaya mengungkap hubungan antara budaya politik lokal dan
demokrasi.
Studi tentang nilai-nilai budaya politik lokal yang berkorelasi positif maupun
negative terhadap demokratisasi amat penting dilakukan untuk mengetahui dan
memahami tantangan, peluang dan prospek demokratisasi yang sedang berjalan saat
ini. Di sinilah letak urgensi penelitian denokrasi dan budaya poltik lokal, yaitu untuk
mendapatkan gambaran yang komperhensif tentang perubahan dan kesinambungan
nilai-nilai demokrasi lokal

2.3 PENGARUH ERA REFORMASI TERHADAP


DEMOKRASI LOKAL
Secara umum dapat dikatakan bahwa Indonesia telah memulai pro
demokratisasi,meskipun proses ini masih belum sempurna adalah benar bahwa
selama periode 1998-2008 nilai nilai demokrasi relatif eksis dan berlangsung seperti
partisipasi publik, hak hak sipil dan politik, hak asasi manusia, kewargaan negara
9 Made Sulasa Jaya,Politik di Mata Orang Bali
<http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/10/9/op2.htm.>

yang setara, partai politik pemilu yang bebas dan adil, media yang independen dan
bebas,transparansi dan akuntabilitas pemerintahan dan desentralisasi.

15

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa di era konsolidasi demokrasi,


partisipasi kekuatan sosial dalam ikut merumuskan kebijakan publik cenderung
meningkat. Peningkatan ini menunjukan dengan jelas bahwa peran yang riil dan
signifikan partisipasi mereka di dalam ikut menentukan kebijakan perubahan bidang
politik relatif menguat.
Perubahan lainnya adalah realisasi kebijakan publik otonomi daerah sejak
2001. Kebijakan ini memberikan perubahan penting khususnya dalam sistem
administratif. Dari yang sangat sentralistis menjadi desentralistis.Dinamika politik
lokal eksis dan signifikan relatif terkait dengan pemberian sebagian dari hasil sumber
daya alam kepada daerah. Meskipun demikian, hal ini bukan tanpa tantangan.
Karena pemerintah daerah masih dikuasai oleh politisi, elite birokrat lokal dan
kepentingan bisnis. Jelas kiranya bahwa realisasi otonorni daerah men syaratkan
otoritas lokal untuk berperan lebih besar dalam menyediakan publik.
Tumbangnya pemerintahan Orde Baru memunculkan gagasan-gagasan
cemerlang. Di sinilah letak relevansi studi pembahasan ini, khususnya dalam
memahami penyebaran nilai-nilai demokrasi yang disampaikan ke seluruh
Nusantara,sampai ke pelosok-pelosok desa. Penyebaran nilai-nilai demokrasi ini
meskipun belum mengubah secara menyeluruh cara pandang masyarakat Indonesia,
secara empirik gagasan-gagasan tersebut cenderung tidak mendapatkan resistensi.
Masyarakat di pelosok desa-desa relatif memperoleh informasi mengenai demokrasi
disampaikan para aktivis. Ini bukan bermaksud untuk mengatakan proses informasi
ini sudah maksimal. Tapi untuk mengatakan bahwa rakyat tidak lagi semata-mata
bisa dimanfaatkan para politisi untuk menggalang kemenangan dalam pemilu. Secara
tampak bahwa rakyat relatif memiliki posisi tawar yang tidak lemah ketika
berhadapan dengan elite politik dan elite birokrat. Dengan kata lain, cara reformasi
relatif berpengaruh positif terhadap bangkitnya kembali nilai-nilai politik lokal dan
demokratisasi lokal, meskipun ini belum dalam bentuknya yang final. Ada daerah

yang mampu meresponnya dengan positif seperti Jawa Timur dan Sumatera Barat tapi
ada pula daerah yang kurang menanggapi seperti Sulawesi Selatan dan Bali.
16

B
A
B
3

PE BAB III
NUPENUTUP
3.1 KESIMPULAN
TU
P

17

Dari uraian ringkasan hasil di atas dapatlah di simpulkan bahwa


1. Demokrasi dan budaya politik lokal di empat daerah tersebut memberikan nuansa
keragaman dan kekhasannya masing-masing secara umum, hasil temuan tersebut
mengindikasikan bahwa masyarakat lokal dengan sejarah politik dan lokalitas
pluralitas budaya nya menghasilkan karakteristik yang cenderung tidak sama antara
satu daerah dengan daerah yang lain. Hal ini bukan saja mengindikasikan adanya
keragaman daerah, tapi juga menjadi indikator penting sejauh mana perkembangan
demokrasi yang dilalui oleh masing-masing daerah. Masyarakat di daerah-daerah
yang diteliti menunjukkan keragaman dalam hal tradisi politik Dari tradisi politik
yang hidup ini, sebagian aspek lagi kurang atau tidak kompatibel dengan nilai nilai
demokrasi (universal dan proses demokratisasi yang berlangsung selama era
reformasi).
2. Ada beberapa kesamaan utama nilai-nilai demokrasi di keempat daerah yang
dibahas dalam makalah ini, yaitu persamaan pemilihan umum, kebebasan
berpendapat dan musyawarah untuk mufakat. Selain persamaan tersebut, juga
teridentifikasi kekhususan budaya politik lokal.
3. Nilai-nilai demokrasi lokal bisa dipengaruhi globalisasi atau nilai-nilai demokrasi
universal. Sebaliknya, nilai-nilai budaya politik lokal juga bisa berpengaruh terhadap
nilai-nilai demokrasi universal yang hendak d terapkan di Indonesia, sehingga

menghasilkan praktik demokrasi yang derajatnya berbeda antara satu daerah dengan
daerah lainnya. Hal ini bisa dilihat, baik di tataran partisipasi dan suksesi maupun
peran gender dalam politik di masing masing daerah yang relatif berbeda.

18

4. Pengalaman di keempat daerah penelitian menunjukkan bahwa kesinambungan


nilai-nilai lama yang kurang kompatibel dengan demokrasi cenderung masih eksis
sebagai akibatnya, perubahan-perubahan yang signifikan berkaitan dengan nilai-nilai
budaya politik lokal dan demokratisasi lokal berkembang kurang pesat. Muncul
persaingan antara budaya politik lokal, kelompok pro-demokrasi dan kelompok nondemokrasi. Di era Orde Baru kelompok non-demokrasi mendapat demokrasi rezim
orba dengan sentralisasi kekuasaan. Sedangkan di era reformasi, kelompok prodemokrasi mendapat dukungan penuh untuk berkembang, meskipun tantangannya
tidak kecil.
5. Berjalan tidaknya demokratisasi lokal, sebagian tergantung pada sejauh mana
budaya politik lokal tersebut mampu mendorong realisasinya. Tarik-menarik antara
nilai-nilai yang mendorong dan menghambat demokrasi lokal antara lain tercermin
dari perilaku para aktor, baik di partai politik, dunia usaha, tokoh-tokoh lokal maupun
media massa pers, profesional dan intelektual akdemisi.

3.2 KRITIK DAN SARAN


Demokrasi lokal di Indonesia sangat luar biasa dengan berbagai coraknya.
Selain itu demokrasi lokal di Indonesia adalah suatu ciri khas dan identitas
bangsa,maka kita sebagai rakyat Indonesia harus mempertahankan sistem demokrasi
yang sudah mendarah daging dengan diri kita meski demokrasi lokal kita sempat
tersendat oleh era orde baru. Semoga dimasa depan tidak ada lagi yang menghambat
demokrasi lokal bangsa Indonesia.

19

DAFTAR PUSTAKA
Zuhro,R.Siti.2009.Demokrasi Lokal.Yogyakarta: Ombak
Pelras,Christiam.2005.Manusia Bugis.Jakarta: Forum Jakarta-Paris dan Nalar
http://www.febrian.web.id/2014/03/hakikat-demokrasi-pengertian-dan-prinsip.html
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/10/9/op2.html.
http://www.cimbuak.net/content/view/594

Вам также может понравиться