Вы находитесь на странице: 1из 7

FISIOLOGI KARDIOVASKULER JANIN undefined undefined

Sirkulasi janin berbeda dengan orang dewasa, karena adanya plasenta yang menjadi sumber
nutrisi dan oksigen yang disalurkan melalui tali pusat. Vena umbilikal yang tunggal masuk ke
abdomen kearah hati, bercabang ke v. porta dan cabang besar langsung ke vena kava inferior.
Darah yang masuk ke jantung merupakan darah arteri yang masuk melalui duktus venosus
namun bercampur dengan darah dari vena kava. Dengan demikian kadar oksigen pada vena kava
inferior akan lebih rendah dari kadar di tali pusat tetapi masih lebih tinggi dari kadar di vena
kava superior.
Sebagian besar darah yang dari vena kava inferior masuk ke jantung akan menuju foramen ovale
yang terbuka ke atrium kiri, hal ini dimungkinkan karena adanya crista dividens. Hampir tidak
ada darah dari vena kava superior yang melalui foramen ovale, melainkan akan menuju ventrikel
kanan. Dengan demikian darah yang masuk ke atrium kiri merupakan darah arteri yang akan
langsung ke ventrikel kiri dan kemudian ke sirkulasi besar, terutama memperdarahi organ
penting yaitu jantung dan otak. Sementara itu darah vena yang datang dari vena kava superior
masuk ke jantung kanan, dipompa ke sirkulasi pulmoner, sebagian akan di pirau (shunt) melalui
duktus arteriosus ke aorta desenden.
Penelitian pada domba dan manusia menunjukkan bahwa model tersebut hampir sama.
Pengukuran curah jantung pada janin domba bervariasi, berkisar pada : 225 ml/kg (Assali dkk,
1974). Curah jantung yang jauh lebih tinggi dari orang dewasa, dipengaruhi oleh denyut jantung
yang tinggi sementara tahanan perifer rendah.
Sebelum kelahiran resistensi vaskuler pulmoner yang tinggi menyebabkan tekanan arteri yang
tinggi sementara arus darah sangat sedikit. Dipihak lain resistensi pada duktus arteriosus dan
sirkulasi umbiliko-plasenta adalah rendah, hal ini mengakibatkan keseluruhan sirkulasi janin.
Dengan demikian dibuktikan pada domba separuh dari curah kedua ventrikel akan menuju
plasenta. Distribusi curah jantung tersebut ialah : 40% ke plasenta, 35% ke karkas, otak 5%,
gastrointestinal 5%, paru 4%, ginjal 2%, limpa 2%, dan hati 2% (Rodolph dan Heymann, 1968).
Darah balik ke plasenta akan melalui 2 arteri hipogastrika yang bersambung ke arteri umbilikal.
Setelah lahir pembuluh tali pusat, duktus arteriousus, foramen ovale, dan duktus venosus secara
alamiah akan menciut, dengan demikian hemodinamika sirkulasi janin mengalami perubahan
besar. Pemutusan tali pusat dan pengembangan paru, mengakibatkan perubahan sirkulasi pada
domba (Assali, dkk 1968 ; Assali 1974). Tekanan arteri sistemik mula-mula akan menurun akibat
perubahan arus darah pada duktus arteriosus, namun akan meningkat kembali bahkan lebih
tinggi dari awal. Kesimpulannya ialah beberapa faktor berpengaruh: arus pada duktus arteriosus,
perbedaan tekanan arteri pulmoner dan aorta, dan terutama tekanan oksigen yang melalui duktus
arteriosus. Hal ini dibuktikan dengan percobaan pada domba, tekanan oksigen akan merubah
arus darah pada duktus. Bila tekanan oksigen lebih dari 55 mmHg, arus akan berkurang;
sebaliknya ventilasi dengan nitrogen akan mengembalikan arus darah. Duktus akan menutup
secara fungsional pada 10-96 jam setelah lahir dan secara anatomik pada minggu ke 2-3
(Clymann dan Heymann, 1981). Perubahan arus darah pada duktus berkaitan dengan kadar
oksigen ternyata dipengaruhi oleh kerja prostaglandin E2. Zat ini membuat duktus berdilatasi
dan menjaga agar tetap demikian selama in utero. Bukti didapat yaitu bila diberi penghambat
(inhibitor) synthase maka mungkin terjadi penutupan yang prematur, dan hal ini dapat digunakan
sebagai terapi pada postnatal guna menutup patent ductus arteriosus, PDA (Brash dkk, 1981).

Distal dari arteri hipogastrika mulai kandung kemih sampai tali pusat, akan mengalami atrofi
pada 3-4 hari postnatal, dan menjadi ligamenetum umbilikal; sedangkan vena umbilikal menjadi
ligamentum teres. Demikian pula duktus venosus menjadi ligamentum venosus.
Darah Janin
Hematopoesis
Pada awal embrio hematopoesis terdapat di yolk sac, kemudian akan berkembang di hati dan
akhirnya di tulang sumsum (gambar 1). Bermula eritrosit janin berinti dan makrositik, namun
sejalan dengan perkembangan janin ia menjadi tak berinti. Volume darah berkembang demikian
juga kadar hemoglobin. Kadar Hb pada pertengahan kehamilan ialah 15 g/dl dan pada akhir
kehamilan menjadi lebih tinggi yaitu 18 g/dl. Sebaliknya kadar retikulosit menurun menjadi
hanya 5% pada aterm; usia eritrosit janin ternyata hanya 2/3 dari eritrosi t dewasa, sedangkan
pada janin yang lebih muda usianya jauh lebih pendek. (Person, 1966). Hal ini berkaitan dengan
jumlah eritrosit yang banyak sekali dan dianggap sebagai eritrosit stres. Secara struktural dan
metabolik memang eritrosit janin berbeda, mudah lentur agar menyesuaikan dengan viskositas
tinggi, dan mengandung beberapa enzim untuk tujuan yang beda.
Eritropoesis
Bila dalam keadaan anemik janin dapat membuat eritropoetin dalam jumlah banyak dan di
ekskresi kedalam cairan amnion (Finne, 1966 ; Sivny dkk, 1982). Peran eritropoetin dalam
eritropoesis dilaporkan oleh Zanjanin dkk, 1974. Dengan menyuntikkan eritropoetin, maka
retikulosit pada domba akan menurun dan berkurangnya radioiron pada eritrosit; sebaliknya
kondisi anemia akan meningkatkan kadar materi eritropoetin; agaknya sumber eritropoetin yang
banyak ialah hati dan bukan ginjal. Setelah kelahiran, umumnya kadar eritropoetin tak dapat
dilacak sampai 3 bulan.
Volume darah janin
Jumlah volume darah janin manusia sukar ditentukan. Usher dkk, 1963 mengukur volume bayi
baru lahir dan menemukan rata-rata ialah 78 ml/kg bila tali pusat dijepit segera. Sedangkan
Grunewald 1967 mendapatkan jumlah darah 45 ml/kg janin pada plasenta. Jadi total darah janin
plasenta aterm kira-kira 125 ml/kg janin.
Hemoglobin janin
Pada janin, hemoglobin berbeda dengan orang dewasa,. Ada 3 jenis Hb pada periode mudigah,
yaitu : yang paling awal ialah Gower 1 dan Gower 2 (Pearson, 1966) dan kemudian Hb
Portland. Struktur Gower 1 mengandung rantai 2 teta peptida dan 2 rantai Y, sedangkan pada
Gower 2 ada 2 rantai alfa dan 2 rantai E.
Hemoglobin F (=Fetus yang resiten pada alkali) mengandung sepasang rantai alfa dan sepasang
rantai Y per molekul Hb. Sebenarnya ada 2 jenis rantai Y yang rasionya tetap sesuai dengan
perkembangan janin. (Fadel dan Abraham, 1981 ; Huisman dkk, 1970).
Hemoglobin A yang dibentuk terakhir oleh janin, dan kemudian akan diproduksi setelah lahir
dapat ditemukan sejak l11 minggu kehamilan dan diproduksi secara progresif. Ternyata
pergeseran dari Hb F ke Hb a dimulai sejak usia 32-34 minggu, dan berkaitan dengan proses
metilasi gen Y rantai globin. Pada kehamilan dengan diabetes ternyata ada perlambatan atau
hipometilasi sehingga terdapat Hb-F persisten. Globin pada Hb A terdiri dari sepasang rantai alfa
dan sepasang rantai B. Hb-A2 yang mengandung sepasang rantai alfa dan sepasang rantai delta,

terdapat dalam jumlah sedikit pada bayi baru lahir dan akan bertambah kadarnya setelah lahir.
Jadi ada pergeseran dari produksi globin baik sebelum lahir maupun setelah kelahiran.
Pada hemoglobin F daya ikat/saturasi oksigen lebih kuat dibandingkan Hb A pada kondisi pH
dan tekanan oksigen yang sama (gambar 2). Hal ini disebabkan Hb A mengikat 2,3
diphosphoglycerate lebih kuat, dan akan mengurangi ikatan hb dengan oksigen ( de verdier dan
Garby, 1969). Ikatan oksigen yang lebih tinggi pada eritrosit janin karena rendahnya kadar 2-3
diphosphiglycerate dibandingkan eritrosit ibu yang juga meningkat dibandingkan bila tak
hamil. Pda temperatur yang lebih tinggi afinitas oksigen dengan eritrosit janin menurun, seperti
pada demam, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
Karena eritrosit yang mengandung Hb-F lebih sedikit sedangkan yang mengandung hb-A lebih
banyak, kadar Hb setelah kelahiran akan mengecil. Pada saat kelahiran 3 / 4 ialah hb-F dan pada
usia 6-12 bulan akan lebih banyak Hb-A (Schulman dan Smith, 1953).
Faktor koagulasi janin
Konsentrasi beberapa faktor koagulasi pada saat kelahiran ialah lebih rendah dibandingkan
beberapa minggu kemudian (sell dan Orrigan, 1973). Beberapa faktor tersebut ialah : II, VII, IX,
X, XI, XII, XIII dan fibrinogen. Tanpa vitamin K profilaksis, kadar faktor koagulasi akan
menurun dalam beberapa hari setelah kelahiran terutama pada bayi yang minum ASI, hal ini
berpotensi perdarahan.
Kadar trombosit bayi baru lahir adalah normal seperti dewasa, sedangkan kadar fibrinogen lebih
rendah. Waktu trombin agak memanjang dibandingkan dengan anak dan dewasa. Pengukuran
faktor VIII pada darah tali pusat menjadi penting dalam diagnosis hemofilia pada anak laki-laki.
(Kasper dkk, 1964). Fungsi faktor XIII (stabilisasi fibrin) menurun karena kadarnya rendah
dibandingkan dengan dewasa. (Henriksson dkk, 1974). Hal ini patut dicurigai bila ada
perdarahan merembes pada tunggal tali pusat.
Nielsen (1969) menemukan plasminorgen yang rendah, dan lebih tingginya aktifitas fibrinolitik
pada darah talipusat dibandingkan dengan darah ibu.
Protein Plasma Janin
Rata-rata kadar protein plasma total dan albumin plasma pada ibu nan darah tali pusat adalah
sama. Sebagai contoh Foley dkk, 1978 mendapatkan protein plasma total masing-masing 6,5 dan
5,9 g/dl sementara kadar albumin ialah ; 3,6 dan 3,7 g/dl.

Pola BAB pada Bayi


December 6, 2010 Balita 1 tahun

Bayi baru lahir hingga bulan-bulan awal kelahirannya, mempunyai pola BAB yang berbeda
dengan anak atau orang dewasa. Jika bayi BAB lebih dari sekali setiap hari atau bahkan tidak
bab seharian penuh, janganlah langsung khawatir. Pola buang air besar pada bayi memang masih
berubah-ubah. Lalu bagaimana mengetahui pola buang air besar pada bayi yang masih tergolong
normal?
Umumnya Pola Buang Air Besar pada bayi tergantung dari usianya. Untuk bayi yang baru lahir,
normalnya ia akan buang air besar hingga sebanyak 4 kali setiap hari. Ini akan berlangsung
sampai ia berusia 7 hari. Jika bayi masih dalam periode ASI eksklusif, artinya belum
memperoleh asupan selain ASI, maka masih tergolong normal jika ia tidak BAB hingga 1
minggu. Bahkan terkadang setelah 1 minggu pun fesesnya sama sekali tidak keras.
Hal ini disebabkan oleh ASI yang masih sangat mudah dicerna oleh tubuh bayi yang berarti
sebagian besar ASI diserap dengan baik oleh tubuhnya.
Bahkan untuk anak berusia 2 tahun masih termasuk normal jika ia dapat buang air besar (BAB)
1-2 kali tiap harinya. Apalagi jika memang asupan jumlah makanannya besar. Ingat, ukuran
lambung si kecil juga masih berkembang.
Sedangkan anak usia 4 tahun sudah sama pola BAB-nya dengan orang dewasa 1 kali setiap
hari.
Tidak perlu terlalu khawatir jika melihat bayi yang sepertinya berjuang keras, bahkan terkadang
sampai memerah ketika sedang BAB, padahal terkadang fesesnya encer dan tidak keras. Si kecil
masih belajar, bahkan melakukan BAB pun adalah hal yang baru baginya. Jadi, reaksi-reaksi
seperti ini masih tergolong normal.
Perlu diperhatikan bahwa tidak setiap anak memiliki pola yang persis sama. Namun perlu
diwaspadai jika bayi atau anak tidak BAB hingga 2 minggu atau lebih, karena mungkin
mengalami sembelit.
Kapan saatnya menghubungi dokter? Jika bayi mengalami kondisi seperti berikut ini, maka
segera konsultasi ke dokter:

1. Feses/kotoran yang keras


2. Demam
3. Terdapat darah pada kotorannya
4. Berat badannya sulit naik
5. Gagal BAB untuk pertama kalinya dalam 24 jam setelah kelahiran
Namun demikian, ada baiknya memperhatikan kebiasaan bayi setiap harinya, dan jika masih
kurang yakin tak ada salahnya berkonsultasi dengan dokter anak.
You might also like:
Tips Menerapkan Pola Makan Sehat Sejak Bayi
Pola Makan Gizi Seimbang
Mengatasi Demam Pada Anak
Pertolongan Pertama Pada Balita
Mengapa Bayi Menangis?
LinkWithin

Tags: pola BAB anak, pola BAB balita, Sembelit

Cetak Halaman Ini

ASI Dan Buang Air Besar Bayi


By Admin2 on August 28, 2008
Walaupun jumlah dan frekuensi popok basah dan buang air besar (BAB) bayi yang mendapat
ASI dapat menjadi petunjuk yang berharga tentang keadaan bayi, namun pola BAB bayi
memiliki kisaran yang luas.
Beberapa hari pertama kehidupan
Pada dua atau tiga hari pertama setelah lahir, membasahi hanya satu atau dua popok dalam sehari
merupakan hal yang tipikal pada bayi. Seiring dengan bertambahnya ASI, jumlah urinnya akan
meningkat secara bermakna. Bayi baru lahir pada beberapa hari pertama setelah lahir akan
mengeluarkan tinja berwarna gelap seperti ter yang disebut mekonium, suatu zat yang sudah
disimpannya sebelum lahir. Karena bayi mendapat susu, maka mekonium ini akan dikeluarkan

dari saluran cerna sehingga dalam waktu beberapa hari tinjanya akan berubah menjadi lebih
lembut dan lebih terang warnanya. Tinja normalnya berwarna kuning, kuning-hijau atau
kecoklatan. Bukan merupakan sesuatu yang abnormal bila tinja terkadang berwarna hijau.
Baunya sedang, tidak terlalu busuk. Konsistensinya dapat digambarkan mirip seperti telur orakarik, custard, sup kacang polong, atau mustard. Seringkali terdapat partikel-partikel padat seperti
biji kecil-kecil.
Enam minggu pertama
Kebanyakan bayi setelah beberapa hari pertama BAB sebanyak 2-5 kali dalam 24 jam sampai
berusia 6 minggu. Tinjanya berukuran sebesar uang receh. Beberapa bayi mengalami BAB yang
lebih sering dan bukan hal yang tidak mungkin bagi bayi sehat untuk mengalami frekuensi BAB
yang lebih jarang. Jika bayi berusia kurang dari 6 minggu BAB-nya kurang dari 2 kali, hal ini
masih merupakan suatu variasi normal dengan catatan bayi membasahi popoknya dalm jumlah
cukup, bayi tersebut bertambah berat badannya dengan kecepatan yang memadai, dan tinja yang
dihasilkan jumlahnya cukup besar.
Setelah beberapa hari pertama, bayi yang mendapat ASI harus membasahi popoknya paling
sedikit 6-8 popok kain, atau 5-6 popok sekali pakai dalam 24 jam. Untuk memperkirakan
basahnya, tuangkan 2-4 sendok makan (30-60 ml) air ke sebuah popok kering. Seperti ini
rasanya popok basah normalnya pada bayi muda. Lebih mudah menilai basahnya pada popok
kain. Jika Anda menggunakan popok sekali pakai, ketahuilah bahwa terdapat variasi yang luas
dalam merek dan jenis. Satu merek mungkin tidak terasa basah sementara lainnya dengan
jumlah cairan yang sama akan terasa direndam. Anda dapat pula menekan tisu wajah ke dalam
popok untuk membantu menilai basahnya.
Setelah enam minggu
Merupakan hal yang normal jika frekuensi BAB bayi yang mendapat ASI menurun saat
kolostrum yang bersifat pencahar, benar-benar tidak terdapat lagi dalam ASI setelah sekitar usia
6 minggu. Seorang bayi pada usia ini dapat terus mempunyai frekuensi BAB sebanyak 5 kali per
hari, kadang bahkan setiap habis disusui. Merupakan hal yang normal pula untuk bayi ASI
berusia lebih dari 6 minggu hanya BAB 1 kali tiap beberapa hari. Beberapa bayi yang sehat
hanya BAB seminggu sekali. Bila BAB menjadi lebih jarang, volumenya harus lebih banyak.
Selama bayi bertambah berat badannya dengan baik, BAK cukup, dan terlihat senang serta puas
maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari BAB yang jarang, dan tidak perlu memberikan
bayi pencahar, jus buah, atau bantuan lainnya. Sebenarnya, berusaha memaksa BAB dapat
berakibat bahaya pada bayi Anda.
Setelah bayi berusia 6 minggu, ia mungkin hanya membasahi 5-6 popok kain per hari, tetapi
popok ini akan lebih basah. Seirirng dengan bertumbuhnya bayi, ia dapat menghasilkan dan

menahan urin lebih banyak dalam satu waktu. Untuk menilai basahnya suatu popok untuk bayi
yang lebih tua, tuang 8 sendok makan (120 ml) ke popok kering.
Setelah pemberian makanan padat
Begitu makanan padat atau cairan lain diperkenalkan pada bayi Anda, maka akan terdapat
banyak perubahan pada pola BAB-nya. Tinjanya akan berbau lebih tajam dan konsistensi serta
warnanya akan berbeda. Normal bila Anda menemukan potongan-potongan sayuran pada popok
karena sayuran matang lebih sulit dicerna daripada makanan lain. Saat ini mungkin ia akan
mengalami konstipasi atau bahkan diare, yang merupakan petunjuk yang baik bahwa ia tidak
dapat menolerasi makanan tertentu.
Sumber : http://www.llli.org/FAQ/bm.html

Вам также может понравиться