Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Anamnesis
Untuk anak yang masuk ke dalam kriteria perawakan pendek, langkah awal adalah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan pada anak dan keluarganya. Komponen anamnesis
yang perlu diperhatikan sebagai berikut: 1
1. Riwayat keluarga
a. Tinggi badan kedua orang tua
b. Riwayat keluarga dengan perawakan pendek
c. Riwayat keluarga dengan kelambatan pertumbuhan dan pubertas
d. Riwayat keluarga dengan endokrinopati atau penyakit sistemik yang
mempengaruhi pertumbuhan
2. Riwayat anak
a. Kapan mulai terjadi kelambatan pertumbuhan
b. Pengaruh psikologik terhadap perawakan pendeknya
c. Riwayat perinatal
i. Komplikasi kehamilan dan kelahiran
ii. Berat badan lahir
iii. Petunjuk potensial ke arah etiologi
1. Hipopitituarisme: hipoglikemi, ikterus lama, penis kecil
2. Sindrom Turner: lympedema
3. Sindrom Prader Willi: hipotonia
d. Riwayat atau tanda gejala penyakit kronik
e. Pada anak yang besar, kapan mulai pubertas
f. Riwayat konsumsi obat-obatan, termasuk obat yang bukan dari dokter atau
suplemen makanan
g. Riwayat pertumbuhan gigi
h. Riwayat psikologik
Pola pertumbuhan anak perlu dicocokkan dengan pola pertumbuhan keluarga agar dapat
diinterpretasi secara tepat. Riwayat keluarga dapat memerikan informasi tentang keadaan
yang diturunkan bila perawakan pendek merupakan gejala awal atau satu-satunya pada anak.
Mengkaji seluruh sistem, termasuk sistem neurologi merupakan hal yang penting untuk
menskrining berbagai keadaan seperti yang telah disebutkan dalam diagnosis banding.
Riwayat pertumbuhan gigi dapat digunakan sebagai perkiraan umur tulang anak yang
menunjukkan maturasi tulang.Kesehatan psikososial dapat dikaji dengan menanyakan jumlah
1
Tinjauan pustaka
anggota keluarga dan bagaimana prestasi anak di sekolah. Untuk anak yang pertambahan
berat badannya sangat sedikit atau berat badannya turun sebelum terjadi penurunan
pertumbuhan linier maka perlu dilakukan anamnesis gizi yang lebih lengkap.1
Pemeriksaan fisik
Pengukuran antropometri (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, panjang lengan,
yang sesuai.
Pengukuran tinggi badan dan berat badan orang tua pasien.
Menghitung kecepatan tumbuh tinggi badan (growth velocity) pada pengukuran ulang
Pemeriksaan Penunjang
Jika riwayat keluarga atau medis lain tidak memberikan kemungkinan diagnosis, uji skrining
harus meliputi panel metabolik untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan hati, hitung darah
lengkap untuk menggambarkan status nutrisi dan celiac panel, serta kadar karoten dan folat
untuk menyingkirkan kemungkinan celiac disease dan malabsorpsi. Analisis urine akan
membantu mengevaluasi fungsi ginjal, dan pH urin serta bikarbonat serum dapat
menunjukkan ada tidaknya asidosis tubulus renalis.
Sesudah kemungkinan penyakit kronik atau perawakan pendek familial disingkirkan
dan uji laboratorium rutin dilengkapi dan normal, dua uji stimulasi GH dilakukan. Uji GH
harus ditawarkan pada pasien yang pendek (di bawah persentil ke-5 dan biasanya >3,5 SD di
bawah nilai rerata), dengan pertumbuhan yang kurang (di bawah persentil ke-5 laju
pertumbuhan dan usia), atau pasien yang berada di bawah tinggi badan sasaran bila dikoreksi
menurut tinggi keluarga.2
Data laboratorium
Tinjauan pustaka
Tinjauan pustaka
Hormon pertumbuhan disekresi secara diurnal dan memiliki waktu paruh hanya 19
menit, hal ini sering menyebabkan GH tidak terdeteksi dalam sampel darah tanpa tes
provokasi. Insulin tolerance test (ITT) dan arginin plus GHRH merupakan tes yang sangat
baik. Cut of point <5 g/L menunjukkan sensitifitas yang optimal dalam mendeteksi GHD
tanpa melihat spesifitasnya. ITT merupkan gold standar dalam menentukan defisiensi growth
hormon. Insulin yang menyebabkan terjadinya hipoglikemia merangsang pituitary untuk
mensekresi GH. Dengan ITT, kadar glukosa darah memberikan stimulus GH optimal, < 40
mg/dL, yang dapat menyebabkan munculnya tanda dan gejala hipoglikemia.3
Disamping menegakkan diagnosis defisiensi GH, perlu untuk memeriksa fungsi
kelenjar pituitaria yang lain. Kadar TSH, tiroksin, ACTH, kortisol, dehidropiandrosteron
sulfat, gonadotropin, dan steroid gonad dapat memberikan bukti adanya defisiensi hormon
kelenjar pituitaria yang lain. Defek dapat dilokalisasi pada hipotalamus jika ada respons
normal terhadap pemberian hormon pelepas hipotalamus untuk GH, TSH, ACTH, atau
gonadotropin. Bila ada defisiensi TSH, kadar tiroksin dan TSH serum rendah. Peningkatan
TSH dan PRL normal setelah stimulasi dengan hormon pelepas-tirotropin menunjukkan
defek pada hipotalamus, dan tidak adanya respons demikian melokalisasi defek pada kelenjar
pituitaria. Kadar plasma PRL yang meningkat yang diambil secara acak pada penderita
dengan hipopituitarisme juga merupakan bukti yang kuat bahwa bahwa defek berada dalam
hipotalamus, bukan pada kelenjar pituitaria.1,2
Pemeriksaan pencitraan
Rontgenogram tengkorak paling membantu bila terdapat lesi destruktif atau desak ruang
yang menyebabkan hipopituitarisme. Pada penderita dengan mual, muntah, kehilangan
penglihatan, nyeri kepala atau peningkatan lingkar kepala, dapat ditemukan bukti adanya
tekanan intrakranium yang meningkat. Pembesaran sella, terutama pembengkakan seperti
balon dengan erosi dan kalsifikasi di dalam atau di atas sella, mungkin terdeteksi. MRI
terindikasi pada semua penderita dengan hipopituitarisme. Selain memberikan rincian
mengenai desak ruang, pemeriksaan ini dapat menentukan ukuran kelenjar pituitaria
lobus anterior dan posterior dan tangkai kelenjar pituitaria. Pada banyak kasus defisiensi
hormon kelenjar pituitaria idiopatik multipel dengan mulainya prenatal dan perinatal,
titik terang kelenjar pituitaria posteriornya adalah ektopik. Titik ini muncul pada dasar
hipotalamus, bukan pada fossa pituitaria. Teknik diagnostik ini dapat memberikan
Tinjauan pustaka
konfirmasi dengan tepat adanya hipopituitarisme yang dicurigai pada bayi baru lahir
GHD
meningkatkan
seharusnya
sensitivitas
dalam
dilakukan
pemeriksaan
mendateksi
lesi
di
maka dalam
Bone mineral density (BMD), untuk melihat berkurangnya densitas mineral tulang.
Kematangan skeleton sangat terlambat pada penderita defisiensi GH yang berlangsung
lama. Usia tulang cenderung sekitar 75% usia kronologis. Mungkin bahkan lebih
lerlambat pada penderita defisiensi GH dan TSH. Fontanela mungkin tetap terbuka
setelah umur dua tahun, dan tulang tambahan intersutura mungkin ditemukan. Tulang
panjang tampak langsing dan osteopeik. Metode yang lebih baru dari penilaian
komposisi tubuh, seperti absorpsiometri foton sinar-x ganda, menujukkan mineralisasi
tulang yang kurang, defisiensi massa tubuh tanpa lemak, dan peningkatan adipositas
yang sesuai.
Diagnosis Kerja
Berdasarkan hasil anamnesis, yaitu pasien lahir cukup bulan, tidak ada riwayat
penyakit yang cukup berarti, dan pekembangannya sesuai dengan usia; dan hasil pemeriksaan
fisik didapatkan normal; serta rasio segmen badan atas dan bawah didapatkan proporsional,
maka anak dengan perawakan pendek tersebut didiagnosis mengalami defisiensi hormon
pertumbuhan atau growth hormon deficiency (GHD).
Etiologi
Defek kongenital
Hipoplasia kelenjar pituitari bisa terjadi sebagai fenomena tersendiri atau bersama
dengan kelainan perkembangan yang lebih luas, seperti an-ensefali, holoprosensefali (yaitu
siklopia, sebosefali, hipotelorisme orbita), dan displasia septo-optik (sindrom de Morsier).
Hipoplasia kelenjar pituitaria dengan an-ensefali telah lama diketahui, tetapi observasi baru
5
Tinjauan pustaka
menunjukkan residium besar fungsi kelenjar pituitaria normal dan menunjukkan bahwa
hipoplasia dapat merupakan akibat defek hipotalamus.
Defisiensi GH terjadi pada 4% penderita dengan celah bibir atau celah palatum dan
32% di antara mereka juga memiliki perawakan pendek. Anomali wajah tengah atau
penemuan insisivus maksila sentral soliter menunjukkan kemungkinan besar adanya
defisiensi GH.1,2
Kelainan endokrin sangat bervariasi. Defisiensi hormon paling sering melibatkan GH
saja, tetapi defisiensi multipel kelenjar pituitaria, termasuk diabetes insipidus bisa terjadi.
Defeknya terletak terutama pada hipotalamus. Kelambatan dalam pertumbuhan linier bisa
mulai seawal umur 3 bulan atau dapat tidak diketahui sebelum umur 3-4 tahun. Bayi baru
lahir yang terkena sering menderita apnea, hipotonia, dan kejang-kejang, ikterus yang lama,
hipoglikemia tanpa hiperinsulinisme, dan mikrosefalus (pada laki-laki).1,2
Lesi Destruktif
Setiap lesi yang merusak hipotalamus, tangkai kelenjar pituitaria, atau kelenjar
pituitaria anterior bisa menyebabkan defisiensi hormon kelenjar pituitaria. Karena lesi
tersebut tidak selektif, biasanya ditemukan defisiensi hormon multipel. Lesi yang paling
lazim
adalah
kraniofaringioma,
germinoma,
granuloma
eosinofilik,
tuberkulosis,
sarkoiddosis, toksoplasmosis, dan aneurisma sistem saraf sentral juga bisa menyebabkan
destruksi hipotalamus-hipofisis. Lesi ini sering disertai dengan perubahan rontgenografi pada
tengkorak. Disamping diabetes insipidus, defisiensi GH dan hormon kelenjar pituitaria yang
lain dapat terjadi pada anak dengan histiositosis, terutama jika ditangani dnegan iradiasi
kranium. Pembesaran sella atau deformasi prosesus klinoid biasanya menunjukkan adanya
tumor. Kalsifikasi intrasella atau suprasella biasanya menunjukkan adanya kraniofaringioma.
Trauma, termasuk penyiksaan anak, penarikan pada waktu persalinan, anoksia dan infark
hemoragik dapat juga merusakkan kelenjar pituitaria, tangkainya, atau hipotalamus.
Defisiensi GH merupakan defek yang paling lazim, tetapi defisiensi hormon
perangsang tiroid (TSH) dan ACTH bisa juga terjadi. Berbeda dengan hipopituitarisme
bentuk lain, pubertas tidak terhambat. Pertumbuhan pubertas cepat yang terjadi pada usia
normal atau lebih muda bisa mengurangi kecurigaan defisiensi GH.2
Bentuk genetik hipopituitarisme
Tinjauan pustaka
menunjukkan
cara
pewarisan.
Pada
klasifikasi
GH
murni
(isolated
GH
deficiency/IGHD) McKusick, tipe I bersifat autosom resesif, tipe II adalah autosom dominan,
dan tipe III adalah terkait-X. Demikian juga, defisiensi hormon kelenjar pituitaria multipel
autosom resesif adalah tipe I, dan bentuk terkait-X adalah tipe III. Pada keluarga dengan
IGHD autosom resesif, beberapa memiliki penghapusan total gena GHI dan dianggap
memiliki IGHD tipe IA. Laporan awal gangguan ini menekankan kecenderungan anak ini
membentuk antibodi terhadap GH manusia selama penanganan dan mengalami penurunan
respon pertumbuhan. Dengan semakin meluasnya penerapan teknik reaksi rantai polimerase
dan souther blotting, untuk deteksi penghapusan gena GHI dan dengan tersedianya GH
biosintetik antigenik, tampak bahwa sebagian kecil mengembangkan antibodi demikian.
Hipopituitarisme fungsional ditunjukkan dengan rendahnya kadar IGF-I, oleh respons GH
yang tidak cukup terhadap rangsangan provokatif, dan mungkin oleh pubertas yang
terlambat. Anamnesis yng tepat dan pengamatan yang teliti menunjukkan hubungan
gangguan ibu-anak atau keluarga dan memberikan pegangan untuk diagnosis.2
Defek reseptor hormon pertumbuhan
Anak dengan sindrom Laron memiliki semua tanda klinis penderita dengan
hipopituitarisme, namun anak ini mengalami peningkatan kadar GH dalam sirkulasi. Kadar
faktor-I pertumbuhan seperti insulin (insulin-like growth factor-I/IGF-1) adalah amat lamban
dan gagal berespons terhadap hGH eksogen. Tidak adanya aktivitas ikatan GH memperkuat
diagnosis dan menunjukkan suatu kelainan reseptor GH. Berbagai defek gena telah
ditemukan pada berbagai keluarga, berkisar dari penghapusan beberapa ekson gena, melalui
mutasi nonsense ke mutasi missense, dan sampai mutasi yang mengubah penyambungan premRNA. Kebanyakan mutasi penyebab sindrom Laron menghilangkan aktivitas ikatan GH
pada reseptor membran dan protein ikatan GH dalam sirkulasi menggambarkan domain
reseptor ekstraseluler.
Patofisiologi
Pasien dengan defisiensi GH klasik tidak menunjukkan peningkatan kadar GH serum
sesudah stimulasi dengan berbagai sekretagogue, tetapi beberapa pasien melepaskan GH
Tinjauan pustaka
sebagai respons terhadap uji sekretagogue, tetapi tidak secara spontan melepaskan GH selama
hari Faktor-faktor endokrin yang memengaruhi pertumbuhan
Hormon pertumbuhan atau growth hormon (GH), somatotropin, adalah protein asam
amino-191 yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis di bawah pengendalian GRF dan SRIF.
Sekresi GH diperkuat oleh stimulasi alfa-adrenergis, hipoglikemia, kelaparan, aktivitas fisik,
stadium awal tidur, dan stres. Sekresi GH dihambat oleh rangsangan beta-adrenergis,
hiperglikemia dan pengobatan dengan GH sendiri.3
Kebanyakan efek GH terhadap perawakan merupakan hasil produksi IGF yang
dirangsang oleh GH. Nilai IGF serum berhubungan dengan sekresi GH, yang meningkat pada
kelebihan GH dan menurun pada defisiensi GH. Karena malnutrisi menurunkan kadar IGF1
walaupun ia meningkatkan sekresi GH, IGF1 merupakan suatu cerminan sekresi GH yang
tidak sempurna. Kadar IGF2 menurun pada defisiensi GH, tetapi tidak meningkat di atas nilai
normal pada kelebihan GH. IGF2 tampaknya memiliki peran menonjol pada pertumbuhan
janin.2,3
Faktor-faktor yang bertanggung jawab pada pertumbuhan pascanatal tidak sama
seperti faktor-faktor yang memperantarai pertumbuhan janin. Hormon tiroid sangat penting
untuk pertumbuhan pascanatal normal walaupun janin dengan defisiensi hormon tiroid akan
mencapai panjang lahir normal, serupa halnya, janin yang kekurangan GH akan mempunyai
panjang lahir normal, walaupun dalam keadaan defisiensi IGF1, yang timbul akibat resistensi
hormon pertumbuhan (dwafirsme Laron), janin tersebut lebih pendek dari kontrol. Hormon
tiroid yang cukup diperlukan untuk memungkinkan sekresi GH. Dengan demikian, pasien
hipotiroid dapat tampak secara keliru sebagai penderita defisiensi GH; dengan penambahan
hormon tiroid, sekresi hormon pertumbuhan dapat dinormalkan. Steroid gonad penting dalam
percepatan pertumbuhan pubertas.2
Manifestasi klinis
Penderita yang tidak dapat memperagakan lesi pada kelenjar pituitaria
Anak dengan hipopituitaria biasanya ukuran dan beratnya normal pada saat lahir.
Studi retrospektif anak dengan defisiensi hormon kelenjar pituitaria multipel dan mereka
yang dengan efek genetik gena GH1 atau GHR menunjukkan bahwa panjang rata-rata pada
saat lahir adalah 1 SD di bawah mean. Anak dengan defek berat dalam produksi GH atau
kerja turun lebih dari 4 SD di bawah mean pada usia 1 tahun. Anak lain dengan defisiensi
8
Tinjauan pustaka
kurang berat mengalami pertambahan tinggi teratur tapi lambat, dengan penambahan selalu di
bawah persentil normal, atau periode kurang pertumbuhan dapat berselang-seling dengan
pertumbuhan cepat singkat. Penutupan epifisis yang terlambat memungkinkan pertumbuhan
di atas usia ketika orang normal berhenti tumbuh. Tanpa penanganan, tinggi dewasa adalah 412 SD di bawah mean.1,2
Kepala berbentuk bulat, dan wajah pendek serta lebar. Tulang frontal menonjol, dan
jembatan hidung depresi serta berbentuk sadel. Hidungnya kecil, dan lipatan nasolabialis
tumbuh dengan baik. Mata agak mencembung, mandibula dan dagu kurang berkembang dan
infantil, dan gigi yang tumbuh lambat, seringkali bertumpuk. Leher pendek dan laring kecil.
Suara berbada tinggi dan tetap tinggi setelah pubertas. Tungkai berproporsi baik, dengan
tangan dan kaki kecil. Genitalia biasanya tidak berkembang sesuai usia anak, dan pematangan
seksual mungkin terlambat atau tidak ada. Rambut wajah, ketiak, dan pubis biasanya kurang,
dan rambut kepala halus. Hipoglikemia bergejala biasanya setelah puasa, terjadi pada 10-15%
anak dengan panhipopituitarisme dna mereka yang dengan IGHD. Intelegensi biasanya
normal. Anak yang berperawakan pendek dapat menjadi malu dan menarik diri.1,2
Tinjauan pustaka
10
Tinjauan pustaka
genetik oleh tingkat kematangan skeleton, yang sesuai dengan usia kronologis pada
keadaan yang terakhir.1,2
2. Perawakan pendek genetik atau familial
Perawakan pendek genetik biasanya ditemukan pada anggota keluarga lain.
Namun, hasil penelitian hormon yang terkait dengan pertumbuhan adalah normal. Anak
yang dilahirkan dari keluarga dengan orang tua pendek mencapai tinggi badan yang lebih
rendah dibanding tinggi badan rata-rata. Jika orang tua kekurangan gizi seperti anak,
tumbuh dalam zona peperangan, menderita kelaparan, tinggi badan orang tua tidak lagi
prediktif. Kombinasi pertumbuhan konstitusional lambat dan perawakan perawakan
pendek genetik menyebabkan perawakan pendek lebih jelas dan membawa anak ke
pelayanan medis lebih awal dan lebih sering ketimbang anak yang hanya mengalami
salah satu kondisi tersebut. Walaupun terdapat perbedaan dalam tinggi yang dikaitkan
dengan perbedaan etnik, perbedaan yang paling bermakna pada perawakan
antarkelompok etnik timbul akibat nutrisi.1,2
3. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme didiagnosis dengan penurunan T4 bebas dalam serum. Hal ini dapat
diakibatkan oleh penyakit tiroid (hipotiroidisme primer) atau kelainan kelenjar hipofisis
(sekunder) atau akibat kelainan hipotalamus (tersier). Hipotiroidisme dibagi menjadi
kelainan kongenital atau didapat dan dapat disertai goiter.4
Hipotiroidisme primer biasanya dengan mudah didiagnosis atas dasar klinis. Respons
terhadap uji provokatif GH dapat subnormal, dan pembesaran sella mungkin ada.
Tiroksin rendah dan kadar TSH yang meningkat dengan jelas menegakkan diagnosis.
Hiperplasia kelenjar pituitaria menyusut selama pengobatan dengan hormon tiroid.
Karena hormon tiroid merupakan prasyarat yang diperlukan untuk sintesis GH normal,
kadarnya harus selalu diukur sebelum pemeriksaan GH.2,4
4. Prekositas seksual (pubertas prekoks)
Pubertas prekoks didefinisikan sebagai perkembangan seksual sekunder yang terjadi
sebelum usia 9 tahun pada anak laki-laki atau 8 tahun pada anak perempuan. Pada
pubertas prekoks sentral atau komplet setiap endokrin (seperti peningkatan sekresi
gonadotropin pulsatil dan peningkatan respon luteinisasi LH dan GnRH dan aspek fisik
pekembangan pubertas adalah normal, tetapi terjadi terlalu awal. Individu yang mulai
mengalami pubertas hanya beberapa bulan lebih awal dapat mengalami pubertas prekoks
11
Tinjauan pustaka
konstitusional ketika anggota dari beberapa keluarga memasuki pubertas sebelum batas
bawah usia normal; mereka yang memasuki pubertas jauh lebih awal mengalami bentuk
pubertas prekoks sentral lain.
Perjalanan klinis pubertas prekoks sentral dapat bergelombang. Bila penyebabnya
tidak dapat ditemukan, diagnosisnya adalah pubertas prekoks idiopatik; keadaan ini
terjadi sekitar sembilan kali lebih sering pada anak perempuan ketimbang anak laki-laki.
Sebaliknya, anak laki-laki menderita insidens gangguan SSP yang lebih tinggi, seperti
tumor dan hamartoma, yang mempercepat pubertas prekoks. Dengan demikian, anak
laki-laki yang terkena harus selalu dicurigai memiliki tumor.
12