Вы находитесь на странице: 1из 4

Kemajuan zaman diiringi pula kemajuan dalam hal teknologi.

Salah satu dampak


kemajuan zaman adalah meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Peningkatan
ini akan terus berlanjut seiring kemajuan suatu bangsa. Dampak dari
meningkatnya kendaraan adalah meningkat pula tingkat kerusakan jalan raya.
Kerusakan jalan raya menjadi salah satu permasalahan yang harus serius untuk
ditangani. Dalam rangka mengatasi permasalahan yang terus terjadi, berbagai
pihak terkaitberusaha untuk mencari solusi dengan menerapkan berbagai
teknologi yang efektif untuk mengatasi kerusakan jalan tersebut.

Konstruksi jalan saat ini di Indonesia umumnya dibangun pada kondisi tanah
lunak khususnya sekitar pantura yang merupakan akses jalan nasional. Kondisi
yang lebih buruk dengan adanya beban lalu lintas yang tinggi membuat
pemasalahan semakin kompleks. Karena konstruksi jalan berada pada tanah yang
lunak yang mengandung partikel-partikel yang cukup banyak, agregat-agregat
dasar (base dan subbase) berpotensi mengalami penurunan daya dukung. Pada
kondisi beban berlebih dan kondisi jalan dengan tanah lunak maka potensi terjadi
kegagalan konstruksi jalan pada subbase dan base cukup tinggi. Akibat tekanan
roda kendaraan dan vibrasi beban lalu lintas hingga kesubgrade, maka partikel
partikel halus akan naik mengisi rongga-rongga subbase dan lambat laun
mencapai ke lapisan base sehingga menyebabkan intermixing.
Metode penanganan intermixing yang selama ini dilakukan adalah dengan cara
di cold milling, leveling dan patching kemudian dilapisi binder dan AC atau WC.
Dan ternyata metode tersebut belum menampakkan hasil yang maksimal dan
cepat mengalami kerusakan dini. Karena, ikatan (shear

bonding) antara

perkerasan lama dan baru sangat rapuh (tidak menyatu). Selain itu, kekuatan

kekuatan perkerasan lama juga tidak seragam (ada yang lemah dan kuat),
sehingga menyebabkan yang lemah mengalami kerusakan. Untuk menangani
kerusakan jalan akibat intermixing ini salah satu metode penanganan yang cocok
adalah dengan merekonstuksi lapis pondasi base dansubbase yaitu dengan
teknologi recycling atau daur ulang campuran beraspal dingin dengan foam
bitumen (CM-RFB Base). Metode tersebut untuk meremajakan lapis pondasi
sehingga material lebih kedap dan memiliki kelenturan serta kekuatan yang lebih
baik.
Penerapan

teknologi recycling dinilai

cukup

tepat

bila

digunakan

untuk

penanganan kerusakan jalan di jalur pantura. Karena selain memiliki beberapa


kelebihan, jalur pantura juga memiliki karakteristik kerusakan yang cocok untuk
dilakukan perbaikan dengan menggunakan teknologi ini.
Pelaksanaan teknologi recycling ini dilakukan dengan metode in place(dilakukan
di lapangan). Teknik pelaksanaannya dilakukan dengan merekonstruksi lapisan
dasar (base

course) setebal

kira-kira

25

cm.

Sedangkan

untuk

lapisan

atasnya (subbase) kira-kira setebal 20 cm diremajakan dengan metode CMRFB


base, yakni mendaur ulang material reclaimed asphalt pavement (RAP) dengan
menambahkan bahan pengikat foam bitumen. Selanjutnya dilapisi dengan AC
atau BC setebal 6 cm dan sebagai lapis aus dengan AC atau WC setebal 4 cm.
Proses pelaksanaan CTRB diawali dengan melakukan penggalian (pengerukan)
perkerasan aspal dengan cold milling machine dengan ketebalan galian sekitar 20
cm. Selanjutnya material RAP hasil galian dikumpulkan di stock pile untuk
selanjutnya didaur ulang dengan teknologi CMRFB Base.

Selanjutnya

pada

lapis

pondasi base direkonstruksi

dengan

cara

menghampar (spreading) material semen secara merata (dengan kadar sekitar 4


persen) pada permukaan yang telah di cold milling.
Dalam

proses

pemadatan

dilaksanakan

dalam

tahap.

Pertama

tahapbreakdown menggunakan smooth drum vibratory roller dengan vibrator aktif


sebanyak 4 passing dan kembali dilakukan penambahan kadar air. Tahapan ketiga
adalah finishing dengan pemadatan menggunakan pneumatic tire roller 10-12 ton
sebanyak 3 passing. Setelah proses pemadatan selesai selanjutnya didiamkan
selama 2 x 24 jam untuk menunggu proses pelaksanaan CMRFB Base.
Untuk

tahapan

pekerjaan

CMRFB Base,

diawali

dengan

penggelaran(Spreading) RAP hasil milling yang dikumpulkan di stock pile tadi


diatas lapisan CTRB. Untuk penentuan elevasi jalan digunakan motor
grader hingga mencapai ketebalan 23 cm. Selanjutnya lapisan RAP tersebut
dilakukan pemadatan dengan smooth drum vibratory roller 20 ton sehingga
mencapai ketebalan lapisan sekitar 20 cm. Pada permukaan lapisan yang telah
dipadatkan tersebut kemudian dispreading dengan semen secara merata (dengan
kadar semen 1 %). Selanjutnya dilakukan dengan pencampuran mixing dan
penambahan aspal harus dijaga pada suhu maksimal 180C dengan kadar aspal 2,5
persen dan kadar air 3-4 persen.
Hasil dari proses mixing berupa campuran material RAP, semen dna foamed
bitumen tersebut, kemudian diambil sampelnya untuk dilakukan test laboratorium
sebelum dilakukan pemadatan. Untuk proses pemadatan dilaksanakan dalam 3
tahap. Tahap breakdown menggunakan pneumatic tire roller 10-12 ton, dengan
pertimbangan agar material foamed bitumen tidak lengket di drum vibratory

roller. Disini pemadatan dilakukan dalam 3 kali passing dan penambahan kadar
air.
Secara umum pelasanaan daur ulang campuran beraspal dingin lapis pondasi
dengan foam bitumen dapat memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang tetapkan
antara lain:

Indirect tensile strength ITS ditetapkan inimal 300 kPa

Tensile Streng Retained (TSR) diisyaratkan minimal 80 persen

Unconfined compresive strength (UCS) didsyaratkan minimal 700 kPa

Kondisi tersebut akan mudah dicapai jika aspal yang digunakan adalah pen
80/100 dan dibutuhkan pemadatan minimal 20 ton (statis), serta filler lebih dari 15
persen.

Melihat pelaksanaan teknologi recycling ini ternyata cukup menghemat baik dari
segi biaya maupun kebenaran teknis. Dalam aplikasinya teknologi ini dapat
menghemat penggunaan material, ramah lingkungan dan secara teknis hasilya
cukup baik sehingga dapat dikembangkan untuk mengatasi kerusakan ruas-ruas
jalan. Semoga kedepan kualitas jalan raya di Indonesia semakin membaik.

Вам также может понравиться