Вы находитесь на странице: 1из 6

Kerajaan Kandis adalah kerajaan tertua yang berdiri di Sumatera, yang terletak di Koto

Alang, masuk wilayah Lubuk Jambi, Kuantan, Riau.

Daftar isi

1 Sejarah
o 1.1 Ekonomi Kerajaan

2 Berdirinya Kerajaan Kancil Putih dan Kerajaan Koto Alang

3 Pranala Luar

Sejarah
Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada 1 Sebelum Masehi, mendahului berdirinya kerajaan
Moloyou atau Dharmasraya di Sumatera Tengah. Dua tokoh yang sering disebut sebagai raja
kerajaan ini adalah Patih dan Tumenggung.
Maharaja Diraja, pendiri kerajaan ini, sesampainya di Bukit Bakau membangun sebuah istana
yang megah yang dinamakan dengan Istana Dhamna. Putra Maharaja Diraja bernama
Darmaswara dengan gelar Mangkuto Maharaja Diraja (Putra Mahkota Maharaja Diraja) dan
gelar lainnya adalah Datuk Rajo Tunggal (lebih akrab dipanggil). Datuk Rajo Tunggal
memiliki senjata kebesaran yaitu keris berhulu kepala burung garuda yang sampai saat ini
masih dipegang oleh Danial gelar Datuk Mangkuto Maharajo Dirajo. Datuk Rajo Tunggal
menikah dengan putri yang cantik jelita yang bernama Bunda Pertiwi. Bunda Pertiwi
bersaudara dengan Bunda Darah Putih. Bunda Darah Putih yang tua dan Bunda Pertiwi yang
bungsu. Setelah Maharaja Diraja wafat, Datuk Rajo tunggal menjadi raja di kerajaan Kandis.
Bunda Darah Putih dipersunting oleh Datuk Bandaro Hitam. Lambang kerajaan Kandis
adalah sepasang bunga raya berwarna merah dan putih.

Ekonomi Kerajaan
Kehidupan ekonomi kerajaan Kandis ini adalah dari hasil hutan seperti damar, rotan, dan
sarang burung layang-layang, dan dari hasil bumi seperti emas dan perak. Daerah kerajaan
Kandis kaya akan emas, sehingga Rajo Tunggal memerintahkan untuk membuat tambang
emas di kaki Bukit Bakar yang dikenal dengan tambang titah, artinya tambang emas yang
dibuat berdasarkan titah raja. Sampai saat ini bekas peninggalan tambang ini masih
dinamakan dengan tambang titah.
Hasil hutan dan hasil bumi Kandis diperdagangkan ke Semenanjung Melayu oleh Mentri
Perdagangan Dt. Bandaro Hitam dengan memakai ojung atau kapal kayu. Dari Malaka ke
Kandis membawa barang-barang kebutuhan kerajaan dan masyarakat. Demikianlah
hubungan perdagangan antara Kandis dan Malaka sampai Kandis mencapai puncak
kejayaannya. Mentri perdagangan Kerajaan Kandis yang bolak-balik ke Semenanjung
Malaka membawa barang dagangan dan menikah dengan orang Malaka. Sebagai orang

pertama yang menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka dan meninggalkan cerita
Kerajaan Kandis dengan Istana Dhamna kepada anak istrinya di Semenanjung Melayu.
Dt. Rajo Tunggal memerintah dengan adil dan bijaksana. Pada puncak kejayaannya terjadilah
perebutan kekuasaan oleh bawahan Raja yang ingin berkuasa sehingga terjadi fitnah dan
hasutan. Orang-orang yang merasa mampu dan berpengaruh berangsur-angsur pindah dari
Bukit Bakar ke tempat lain di antaranya ke Bukit Selasih dan akhirnya berdirilah kerajaan
Kancil Putih di Bukit Selasih tersebut.

Berdirinya Kerajaan Kancil Putih dan Kerajaan Koto


Alang
Air laut semakin surut sehingga daerah Kuantan makin banyak yang timbul. Kemudian
berdiri pula kerajaan Koto Alang di Botung (Desa Sangau sekarang) dengan Raja Aur Kuning
sebagai Rajanya. Penyebaran penduduk Kandis ini ke berbagai tempat yang telah timbul dari
permukaan laut, sehingga berdiri juga Kerajaan Puti Pinang Masak/Pinang Merah di daerah
Pantai (Lubuk Ramo sekarang). Kemudian juga berdiri Kerajaan Dang Tuanku di Singingi
dan kerajaan Imbang Jayo di Koto Baru (Singingi Hilir sekarang).
Dengan berdirinya kerajaan-kerajaan baru, maka mulailah terjadi perebutan wilayah
kekuasaan yang akhirnya timbul peperangan antar kerajaan. Kerajaan Koto Alang memerangi
kerajaan Kancil Putih, setelah itu kerajaan Kandis memerangi kerajaan Koto Alang dan
dikalahkan oleh Kandis. Kerajaan Koto Alang tidak mau diperintah oleh Kandis, sehingga
Raja Aur Kuning pindah ke daerah Jambi, sedangkan Patih dan Temenggung pindah ke
Merapi.
Kepindahan Raja Aur Kuning ke daerah Jambi menyebabkan Sungai yang mengalir di
samping kerajaan Koto Alang diberi nama Sungai Salo, artinya Raja Bukak Selo (buka sila)
karena kalah dalam peperangan. Sedangkan Patih dan Temenggung lari ke Gunung Marapi
(Sumatera Barat) di mana keduanya mengukir sejarah Sumatra Barat, dengan berganti nama
Patih menjadi Dt. Perpatih nan Sabatang dan Temenggung berganti nama menjadi Dt.
Ketemenggungan.
Tidak lama kemudian, pembesar-pembesar kerajaan Kandis mati terbunuh diserang oleh Raja
Sintong dari Cina belakang, dengan ekspedisinya dikenal dengan ekspedisi Sintong. Tempat
berlabuhnya kapal Raja Sintong, dinamakan dengan Sintonga. Setelah mengalahkan Kandis,
Raja Sintong beserta prajuritnya melanjutkan perjalanan ke Jambi. Setelah kalah perang
pemuka kerajaan Kandis berkumpul di Bukit Bakar, kecemasan akan serangan musuh, maka
mereka sepakat untuk menyembunyikan Istana Dhamna dengan melakukan sumpah. Sejak
itulah Istana Dhamna hilang, dan mereka memindahkan pusat kerajaan Kandis ke Dusun Tuo
(Teluk Kuantan sekarang).
Ke 22222

- Situs Kerajaan Koto Alang ini telah sangat lama terlupakan. Hanya beberapa Tokoh adat
yang tetap menjaganya. Walau dijaga, tetap saja tak lepas dari tangan jahil yang suka
memperjual belikan Benda Cagar Budaya (BCB) yang terdapat di lokasi Situs Kerajaan Koto
Alang ini. Hati terasa perih ketika Situs Kerajaan Koto Alang terabaikan begitu saja. Maka

saya mencoba menelusurinya. Sobat netter mau tau cerita petualangan saya menelusuri Situs
Kerajaan Koto Alang ini? Silakan lanjutkan baca cerita selengkapnya.
Penelusuran di Dusun Botuang
Saya menelusurinya bersama seorang teman dari Koran Kampus Bahana Mahasiswa
Universitas Riau. Dari Pekanbaru menempuh perjalanan darat menuju Kota Taluk Kuantan
ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi (Kab. Kuansing), pada minggu ketiga dan hari ketiga
di bulan Oktober 2008, ujan rintik-rintik menemani perjalanan kami. Tujuannya adalah
Kecamatan Kuantan Mudik, disitulah terdapat Dusun Botuang di Desa Sangau.
Untuk mencapai Dusun Botuang ini dibutuhkan waktu sekitar setengah jam dari pusat Kota
Taluk Kuantan, Situs Kerajaan Koto Alang itu berada disini, dinamakan Padang Candi karena
diduga kuat disitu terdapat sebuah candi yang telah sangat lama tebenam. Untuk sampai
kelokasi Padang Candi ini kami melewati sebuah sungai kecil bernama Sungai Salo dan
dilintasi dengan jembatan gantung yang terbuat dari kayu, bagi orang yang tidak terbiasa
melewatinya akan merasa gamang karena sewaktu dilewati ia bergoyang-goyang.
Dusun Botuang ini banyak menyimpan Benda Cagar Budaya (BCB) yang sering ditemukan
penduduk setempat secara tak sengaja, sewaktu menggali tanah untuk berkebun dan atau
hanya sekedar menata halaman rumah, seperti perhiasan yang terbuat dari emas: cincin,
kalung, gelang, juga jarum penjahit dan mata kail. Menurut cerita penduduk setempat, Herlita
menceritakan awal temuan ini, ketika salah seorang penduduk bermimpi didatangi orang tak
dikenal untuk menggali sebuah guci yang berisikan perhiasan, setelah digali ditempat yang
ditunjukkan orang tak dikenal dalam mimpim itu. Namun sayang guci itu kembali
membenamkan diri, karena Sewaktu bermimpi guci itu minta didarahi dengan darah
Kambing Hitam, karena sulit didapat diganti dengan darah Anjing Hitam, makanya dia
kembali tenggelam kedalam tanah, terang Herlita.
Hal ini dibenarkan oleh Rabu Jailani Kepala Dusun Botuang, semenjak itu banyak
masyarakat yang mengambil tanah disekitar bekas penggalian guci itu untuk didulang di
Sungai Salo, dan menemukan emas, malahan ada yang telah berbentuk cincin, gelang, mata
kail dan jarum penjahit, kejadiannya sekitar tahun tujuh puluhan, kata Rabu Jailani. Karena
suatu hal penggalian dibekas ditemukannya guci itu dihentikan atas kesepakatan tokoh-tokoh
adat Kenegerian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal.
Selain perhiasan yang terbuat dari emas yang paling sering ditemukan penduduk setempat
adalah batu bata kuno, berukuran sekitar satu jengkal kali dua jengkal persegijengkal orang
dewasa. Kalau kita gali dengan kedalaman sekitar satu meter saja, kita bisa menemukan batu
bata kuno ini masih tersusun rapi didalam tanah, kata Rabu Jailani. Dari ditemukannya batu
bata k uno tersebut banyak dilakukan penelitian-penelitian dan penggalian-penggalian. Pada
tahun 1955 M pernah dilakukan penggalian dan menemukan Arca sebesar botol, dan Arca
tersebut sampai sekarang tidak diketahui lagi keberadaannya.

Dulu masyarakat setempat tidak mengenal nilai dari arca tersebut sebagai benda cagar
budaya yang tak ternilai harganya sebagai situs suatu peradaban kuno, akhirnya masyarakat
menjualnya, ungkap Yasir Kepala Desa Sangau. Sangat disayangkan, sesalnya. Pada
penggalian terakhir yang diketahui pada tahun 2007 dilakukan oleh Badan Purbakala Batu
Sangkar bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Propinsi Riau tanpa sepengatahuan Pemangku
Adat dan Pemerintah Daerah.
Pada penggalian sebelumnya mereka menemukan mantra berbahasa sangskerta yang ditulis
pada kepingan emas yang saat ini tidak diketahui keberadaannya. Kita kecolongan waktu
itu, terang Suhernita Kepala Seksi (Kasi) Pengkajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional,
Dinas Budaya Kesenian dan Pariwisata (Disbudsianipar) Kabupaten Kuantan Singingi ,
Suhernita menambahkan, adanya kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan saat ini
Disbudsianipar Kab. Kuansing fokus pada pembangunan fisik, Untuk tahun ini kita fokus
pada pembangunan fisik untuk objek parawisata Air Terjun Guruh Gemurai yang ada di Desa
Kasang, Kecamatan Kuantan Mudik, terangnya.
Hal ini dibenarkan oleh Drs. Syafrinal, M.Si kepala Disbudsianipar, yang baru menjabat
sekitar enam bulan yang lalu, Banyaknya kelemahan yang kita alami dalam perawatan objek
pariwisata dan situs-situs bersejarah sangatlah merugikan kita. Ungkap Syafrinal sewaktu
kami jumpai di ruang kerjanya Komplek Perkantoran Pemerintah Daerah (Pemda) Kab.
Kuansing, Kamis (23/10) lalu.
Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Syafrinal telah berusaha semaksimal mungkin, Kita
telah membentuk tim pengumpul data objek pariwisata dan situs sejarah disetiap kecamatan,
selain itu Syafrinal mengharapkan sumbangsi kita bersama, dan pihak swasta yang mau
menanamkan modalnya untuk pengembangan objek pariwisata dan situs bersejarah yang ada
di Kab. Kuantan Singingi. Saya bangga dengan yang dilakukan pemuda saat ini yang
merawat seni, budaya dan parawisata Kuansing melalui media internet, salah satunya
sungaikuantan.com yang saya lihat serius dalam hal ini, ungkap Syafrinal.
Kerajaan Koto Alang apakah di Dusun Botuang?
Banyaknya ditemukan Benda Cagar Budaya (BCB) di Dusun Botuang, diduga kuat di sini
berdiri kerajaan Hindu dengan nama Kerajaan Koto Alang, walau belum ada penelitian secara
ilmiah yang mengungkapkannya. Mahmud Sulaiman (68)Bergelar Datuk Tomo, seorang
tokoh adat Kenegerian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal, adalah keturunan Raja Kerajaan
Koto Alang. Padang Candi yang terdapat di Dusun Botuang ada dibawah pengawasannya
sebagai tokoh adat.
Kalau ada orang atau peneliti yang ingin tahu cerita detail tentang Padang Candi maka
masyarakat Dusun Botuang merekomendasikan Datuk Tomo kepada peneliti tersebut, Kami
disini tidak tahu banyak tentang sejarah Padang Candi, yang mengetahuinya ya yang
mengawasi Padang Candi, yaitu Datuk Tomo, terang Rabu Jailani Kepala Dusun Botuang.
Hal ini di benarkan pula oleh Yasir Kepala Desa Sangau, Kalau sejarah Padang Candi kami

serahkan kepada tokoh adat yang berwenang terhadap Padang Candi, dia Datuk Tomo, kata
Yasir, Semua perangkat desa tidak ada yang mengetahuinya secara detail, tambah pria
tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) ini, sewaktu kami temui di ruang kerjanya Kamis
(23/10) lalu.
Sehingga kami penasaran dan langsung menelusurinya, lalu tim kami berkunjung
kekediaman Datuk Tomo yang berada di Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal, dan ia
menceritaka tentang Padang Candi kepada tim BM dari petikan Tambo Kenegerian Koto
Lubuk Jambi Gajah Tunggal. Tambo tersebut telah hancur dimakan zaman, sekarang Datuk
Tomo kembali berusaha membukukannya dari hasil ingatannya, dan dari hasil penelitian tim
Penelusuran Kerajaan Kandis, di Kenegerian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal.
Tim ini di koordinatori oleh Pebri Mahmud Al-Hamidi, beranggotakan Drs. H. Syafri Yoes,
Triwan Hardi, SH., Agusrisal SR, Hardimansyah, Jhon Herizon Patra, Raja Bastian, SE., Drs.
H. Mukhlis MR., MSi., Ikatan Keluarga Kuantan Mudik (IKKM) Pekanbaru, dan Himpunan
Pelajar Mahasiswa Kuantan Mudik (HPMKM) Pekanbaru. Yang diarahkan oleh Penghulu
Pucuk Kenagorian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal (Mahmud Sulaiman Dt. Tomo dan
Syamsinar Dt. Rajo Suaro) beserta seluruh Pemangku Adat dalam Wilayah Kenagorian Koto
Lubuk Jambi Gajah Tunggal. Setelah bahan-bahan telah terkumpul semua dan dapat
dipertanggung jawabkan akan segera diterbitkan dalam bentuk buku, ucap Datuk Tomo.
Berdasarkan Tambo tersebut kerajaan Koto Alang adalah pengembangan dari Kerajaan
Kandis, Pada masa jayanya Kerajaan Kandis banyak terjadi perebutan kekuasaan dari orangorang yang merasa mampu, mereka ingin merebut kekuasaan dan akhirnya memisahkan diri
dari Kerajaan Kandis, kata Datuk Tomo. Maka berdirilah Kerajan Koto Alang pada tahun ke
2 M, Rajanya bergelar Aur Kuning, ia mempunyai Patih (Wakil Raja) dan Temenggung
(Penasehat Raja).
Berdirinya Kerajaan Koto Alang maka terjadilah perebutan kekuasaan antar kerajaan,
Maka pada tahun 6 M Kerajaan Kandis menyerang Kerajaan Koto Alang. Dimenangkan
Kerajaan Kandis. Raja Aur Kuning melarikan diri ke Jambi, Itulah asal usul nama Sungai
Salo yang berarti Raja bukak selobuka sila, di Dusun Botuang. Karena tidak mau tunduk
dibawah pemerintahan Kerajaan Kandis, Patih dan Temenggung melarikan diri ke arah Barat
menuju Gunung Merapi (Sumatra Barat) dan mereka berganti nama, Patih menjadi Datuk
Perpatih nan Sebatang dan Temenggung menjadi Datuk Ketemenggungan, Kedua tokoh
inilah yang menjadi tokoh adat legendaris Minangkabau. ungkap Datuk Tomo.
Peninggalan Raja Aur Kuning saat ini masi bisa ditemukan yaitu berupa Mustika Gajah
sebesar bola pingpong, yang ditemukan Raja Aur Kuning didalam kepala Gajah Tunggal
sewaktu Raja Aur Kuning mengalahkan Gajah Tunggalkarena mempunyai satu gading,
dibunuh dengan menggunakan Lembing Sogar Jantan. Tempat Raja Aur Kuning membunuh
Gajah Tunggal itu kini bernama Lopak Gajah Mati yang terdapat disebelah selatan Pasar
Lubuk Jambi, Mustika Gajah dan Gading Tunggal, masih saya simpan, kecuali Gading
Tunggal yang telah dijual salah seorang keluarga saya, ketika saya tidak berda dikampung

pada tahun 1976, sangat disayangkan, kata Datuk berjanggut ini. Sungai yang mengalir
disamping Lopak Gajah Mati tersebut dinamakan dengan Batang Simujur, yang berarti
mujur/beruntung membunuh gajah tersebut.
Prof. Suwardi. MS, seorang sejarawan Riau, pernah malakukan penelusuran dengan Datuk
Tomo tentang Kerajaan Kandis dan Kerajaan Koto Alang, dan terhenti karena sesuatu hal,
Kerajaan Kandis memang ada diceritakan sekilas didalam Kitab Negara Kertagama,
Kerajaan Kandis itu berada di Rantau Kuantan, penelusuran ini terhenti dengan kendala SDM
dan dana, terang Suwardi. Sampai tulisan ini terbit belum ada pembenahan terhadap situs
bersejarah yang terdapat di Dusun Botuang, Desa Sangau, Kec. Kuantan Mudik, Kab.
Kuantan Singingi, Propinsi Riau tersebut.

Вам также может понравиться