Вы находитесь на странице: 1из 18

3

BAB I
PENDAHULUAN

Pemantauan mewakili proses dimana seorang anestesiology mengenali dan


mengevaluasi masalah-masalah fisiologis yang potensial tepat pada waktunya.
Istilah ini diturunkan dari kata monere, yang dalam bahasa latin berarti untuk
mengingatkan, memperingatkan atau memberi peringatan. Dalam perawatan
perioperatif, pemantauan mengisyaratkan empat segi penting berikut: observasi
dan kewaspadaan, instrumentasi, interpretasi data, dan permulaan terapi koreksi
sesuai indikasi.
Pemantauan (monitoring) merupakan aspek penting dari perawatan
anesthesia. Keselamatan pasien terjaga apabila pemantauan yang tepat berjalan
lancar dan kesimpulan-kesimpulan klinis tepat. Pemantauan yang efektif
mengurangi kemungkinan hasil akhir buruk yang bisa terjadi setelah anesthesia
melalui identifikasi kelainan sebelum menimbulkan kelainan yang serius atau
tidak dapat dirubah. Monitor elektronik meningkatkan kecakapan dokter untuk
memberi respon karena dapat membuat pengukuran ulang dengan frekuensi lebih
tinggi daripada kemampuan manusia, dan tidak melelahkan dan menguras tenaga.
Alat-alat pemantauan menambah spesifisitas dan ketepatan keputusan-keputusan
klinis. Dalam sejarah anesthesia belum pernah ada praktisi yang memiliki
kapabillitas secara rutin untuk memonitor variable-variabel fisiologis yang begitu
banyak dalam waktu singkat, dan sering non invasive, sebagaimana yang
dilakukan kini. Pemahaman kita tentang efek-efek fisiologis anesthesia dan risiko

nya yang tidak dapat diantisipasi ditingkatkan dengan penggunaan pemantauan


fisiologis intra operatif yang tepat.
Makalah ini membahas metode bagaimana anestesiolog memonitor fungsi
organ selama anesthesia. Deskripsi prinsip teknologi dan ilmiah yang dipakai
dalam alat-alat pemantauan yang disederhanakan.
Standar untuk pemantauan anestesi dasar sudah ditetapkan oleh American
Society of Anesthesiologist (ASA). Sejak 1986, standar-standar ini sudah
menjelaskan evolusi teknologi dan praktik. Standar sekarang (terakhir
diamandemenkan pada 25 Oktober 1995) menegaskan pentingnya pengukuran
regular dan sering. Integrasi keputusan klinis dan pengalaman klinis, dan potensi
keadaan yang meringankan yang dapat mempengaruhi kemampuan dipakai atau
akurasi sistem pemantauan.

BAB II
PEMBAHASAN

Monitoring adalah segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan


memeriksa pasien dalam anestesi untuk mengetahui keadaan dan reaksi fisik
pasien terhadap tindakan anestesi dan pembedahan.
Perhimpunan Dokter spesialis Anestesiologi Amerika Serikat (ASA) pada
1986 menentukan monitoring standar untuk oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan
suhu badan perianestesia untuk semua kasus termasuk anesthesia umum,analgesia
regional dan pasien dalam keadaan diberikan sedative sebagai berikut:
Standar 1: Selama anesthesia pasien harus diawasi oleh personel anesthesia yang
berkualitas.
Standar 2: Selama anesthesia oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan pasien harus
dievaluasi baik secara berkala atau terus menerus.
Anestesia bertujuan menghasilkan blokade terhadap rangsang nyeri,
blockade terhadap memori atau kesadaran dan blockade terhadap otot lurik. Untuk
meniadakan atau mengurangi efek samping dari obat atau tindakan anesthesia
diperlukan monitoring untuk mengetahui apakah ketiga hal diatas cukup adekuat,
kelebihan dosis atau perlu ditambah. Hal ini dapat dilakukan dengan panca indra
yaitu dengan meraba, melihat, mendengar, atau dengan menggunakan alat agar
lebih teliti dan objektif. Selama memonitor reaksi pasien, alat-alat yang digunakan
seperti mesin anestesi dan respirator juga perlu dimonitor fungsinya. Alat monitor
sekarang disertai dengan sistem alarm untuk memberi pernyataan, misalnya
dengan bunyi-bunyian bahwa batas nilai yang normal telah dilampaui, sehingga
perbaikan dapat segera dilakukan.

Tujuan utama anetesi antara lain:


1. Diagnosa adanya permasalahan
2. Perkiraan kemungkinan terjadinya kegawatan
3. Evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk efektivitas dan adanya efek
tambahan.
Terdapat dua hal yang harus dipantau.
Monitoring Tanpa Alat:
1. Pemeriksaan fisik (inspeksi head to toe)
2. Tekanan darah
- Cara tidak langsung (non invasive)
- Cara langsung (invasive)
3. Nadi
4. Respirasi
5. Suhu
Monitoring Dengan Alat
1. Elektrokardiografi
2. Respirasi dengan alat : Repirometer, Pulse Oxymetri, Kapnometri, Analisa
gas darah monitor (Astrup)
3. Kateter
Monitoring selama anestesi dibagi menjadi tiga tahap yaitu sebelum operasi,
selama operasi, dan sesudah operasi
2.1

Monitoring sebelum operasi


Monitoring pasien bedah meliputi mengevaluasi faktor-faktor fisik dan

psikologis secara luas. Banyak parameter dipertimbangkan dalam memonitoring


pasien secara menyeluruh dan berbagai masalah pasien. Sebelum dilakukan
operasi, pasien terlebih dahulu di monitoring keadaan psikologisnya dan keadaan
fisiknya.
1. Persiapan mental dan fisik

1.1 Anamnesis
Beberapa hal yang diperhatikan pada anamnesis:
a. Identitas pasien
b. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang dialami yang dapat menjadi
penyulit dalam anestesi seperti alergi, asma, penyakit jantung, dll.
c. Riwayat obat obatan yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan

interaksi

dengan

obat-obatan

anestesi.

Misalnya

kortikosteroid, obat antihipertensi, obat jantung, bronkodilator, dll


d. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami di waktu yang lalu,
berapa kali dan selang waktunya. Apakan terdapat komplikasi seperti
kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah
e. Kebiasaan buruk sehari-hari seperti merokok dan alkohol
Untuk mengurangi rasa gelisah dan takut yang ada pada pasien perlu diberi
penerangan tentang tindakan apa yang akan dilakukan secara perawatan pasca
bedah. Bila perlu untuk mengurangi perasaan gelisah dan takut pasien dapat
diberikan sedasi pada malam hari sebelum dilakukan pembedahan.
1.2 Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pemeriksaan fisik meliputi berat badan, tinggi badan, tanda fital, keadaan
umum, kondisi psikis, gizi, penyakit kardiovaskular, respirasi dan lain lain. Untuk
pemeriksaan laboratorium pasien seperti Hemoglobin, hematokrit, cloting time,
bleeding time, ureum kreatinin dan lain-lain.

2.2

Monitoring selama operasi

2.2.1

Tingkat kedalaman anestesi


Tingkat kedalaman anestesi adalah sesuai dengan tingkat depresi terhadap

fungsi susunan saraf pusat. Perubahan tersebuat akan tampak jelas dengan obat
anesthesia eter, karena eter mempunyai efek kombinasi stimulasi dan depresi
terhadap SSP. Penilaian tingkat dalamnya suatu anesthesia, hanya terlihat dari:
1. Respon rangsang pembedahan
2. Perfusi jaringan
Cara lain yang dapatmembantu menentukan tingkat kedalaman anestesi
inhalasi adalah MAC (minimal alveolar concentration), yaitu konsentrasi zat
anestesi dalam alveoli dimana 50% binatang tidak memberikan rangsang sakit.
Pemeriksaan elektroensefalografi dapat pula menggambarkan tingkat
kedalaman anestesi. Setiap obat mempunyai pengaruh neuroelektrik tertentu yang
dipengaruhi kimia obat.

2.2.2

Nadi
Monitoring frekuensi dan ritme nadi dapat dilakukan dengan mudah

misalnya dengan meraba a. temporalis, a. radialis, a. femoralis, a. carotis. Bunyi


jantung pun dapat didengarkan melalui stetoskop prekordium atau esophagus.

Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur biasanya tanda normovolemia
Nadi yang cepat dan kesil merupakan tanda hipovolemia
Nadi yang tidak teratur merupakan tanda gangguan jantung
Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri pertanda diperlukannya resusitasi
segera.

Pemeriksaan dapat pula dilakukan dengan monitor nadi. Alat ini teridiri
dari sel fotoelektrik atau mikrokarbon dipasang pada salah satu jari tangan. Pada
saat systole terlihat tanda berupa sentakan jarum atau kelipan cahaya lampu
monitor tersebut. Alat ini dapat pula dihubungkan dengan spigmamonometer
untuk mengukur tekanan darah. Monitor nadi akan berfungsi baik jika pembuluh
darah dalam keadaan vasodilatasi, dan tidak efektif dalam keadaan vasokonstriksi.
Monitor akan bermanfaat sekali untuk kasus-kasus:
1. Anak-anak dan bayi dimana pulsasi nadi sedikit lemah
2. Selama pernafasan kontrol dimana monitoring nafas tidak dapat
dikerjakan
3. Observasi adanya ritme ektopik selama anestesi
4. Sebagai indeks penurunan tekanan darah selama anestesi halotan.
Bradikardi
Bradikardi selama proses anestesi dapat disebabkan oleh:

Obat-obatan anestesi
Stimulasi vagal
Aliran darah yang terhambat
Tindakan yang perlu dilakukan adalah pemberian Glycopironium (0,2-0,4
mg IV) atau atropine 0,6 mg IV harus cepat diberikan.

Takikardi
Penyebab takikardi adalah:

2.2.3
1.

Rasa sakit
Kegelisahan
Obat anestesi
Hiperkarbi
Demam
Neuromuscular reversal yang tidak adekuat
Tekanan Darah

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan tekanan darah:


Ventilasi: Ventilasi kendali sedikit menurunkan tekanan darah

10

2.
3.

Posisi: pada posisi berdiri tekanan darah di lengan lebih rendah dari kaki
Usia: Bayi memiliki tekanan darah sistolik 60 mmHg, kemudian makin
meningkat dengan bertambahnya umur.

Tekanan darah darah dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung.
1.

Cara tidak langsung (Non Invasif):

Perlengkapan yang digunakan pada teknik tidak langsung antara lain, manset
(cuff), manometer dan stetoskop. Manset tidak boleh terlalu lebar ataupun terlalu
kecil, karena akan mempengaruhi nilai pembacaan tekanan darah. Kalau manset
terlalu kecil maka nilai tekanna darah yan terbaca akan lebih besar, begitu pula
sebaliknya. Diajukan lebar manset 2/3 panjang lengan atau 20% lebih besar dari
diameter lengan. Manometer air raksa merupakan patokan standar, tetapi dapat
pula digunakan manometer anaeroid, yang harus lebih dulu dikalibrasi dengan
manometer air raksa.
Metode Palpasi
Kuff dipompakan sampai melampaui tekanan sistolik. Kemudian sambil meraba a.
radialis, kuff dikempeskan perlahan-lahan. Tekanan sistolik terbaca saat a. radialis
terasa berdenyut. Teknik ini dapat dikombinasikan dengan menggunakan monitor
nadi.
Metode flush
Biasanya dilakukan pada bayi dan anak-anak. Lengan atas ditinggikan agar darah
turun, kemudian manset dipompakan sampai nadi tidak teraba. Perlahan-lahan
nadi dikempeskan lagisamapai lengan berwarna merah. Saat perubahan ini
menunjukan angka tekanan sistolik.
Metode Korokrof (Auskulasi)
Teknik hampir sama dengan cara palpasi, tetapi ditambah penggunaan
stetoskopyang diletakan di sekitar a. brachialis. Pada saat bunyi pertama

11

terdengar, manometer air raksa menunjukan tekanan sistol dan tekanan diastole
terlihat pada saat bunyi tersebut menghilang
Osilotonometer
Pengukuran dengan osilometer lebih sensitive daripada pengukuran dengan
korokrof terutama untuk anak-anak. Alat ini mempergunakan manset yang berisi
dua balon karet yang sedikit bertindihan. Kedua balon karet tersebut
dihubungkan secara tersendiri dengan anaeroid yang memounyai tombol. Kedua
kuff dipompa sampai melewati tekanan systole. Salah satu kuff dibuka perlahanlahan sedangkan kuff distal teteap berhubungan dengan anaeroid. Pada saat
jarum anaeroid beroksilasi paling kuat, nilai yang tertera adalah tekanan sistolis.
Tekanan diastolis terbaca ada waktu jarum anaeroid mulai tidak beroksilasi.
Doppler Ultrasound
Prinsipnya adalah pulsasi dari dinding arteri atau pergerakan darah yang melalui
satu transduser memancarkan satu gelombang ultrasonic. Transduser dipasang di
bawah kuff. Mula-mula kuff dipompa sampai melewati titik sistolik, kemudian
perlahan-lahan dikempeskan setelah melalui level sistolik dinsing arteri berpulsasi
yang diteruskan melalui transduser.
2. Cara langsung atau invasif
Pada cara ini kanul dimasukan kedalam arteri, misalnya arteri radialis, a.
brachialis atau a. dorsalis pedis. Kemudian dihubungkan dengna monometer atau
unit pencatat lain (recording) melalui transduser. Dengan cara ini kita dapat
mengukur tekanan darah secaralangsung dan terus menerus. Selain itu setiap saat
kita dapat mengambil contoh dari darah arteri untuk pemeriksaan gas darah.
Monitoring tekanan darah invasive ini tidak rutin selama anestesi. Tetapi
dianjurkan dilakukan pada pembedahan jantung terbuka, tindakan anestesi dengan
hipotensi buatan.
Hipertensi

12

Bisa disebabkan karena overload cairan atau anestesi yang kurang dalam
Hipotensi
Bila terjadi perdarahan atau anestesi yang kurang dalam. Dapat diberikan
Ephedrin yang diencerkan dalam 5-10 ml persen salin dan diberikan dalam bolus
kecil (5-10 mg) hingga 30 mgIV, obat ini bisa diberikan untuk mengatasi efek
hipotensi terutama setelah anestesi spinal atau epidural.
2.2.4 Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG selama anestesi dilakukan untuk memonitor perubahan
frekuensi dan ritme jantung serta sistim konduksi jantung. Indikasi EKG selama
anestesi:
- Mendiagnosa adanya cardiac arrest
- Mencari arrtitmia
- Diagnosis iskemik miokard
- Memberikan gambaran perubahan elektrolit
- Observasi fungsi pacemaker
2.2.5 Respirasi
Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara yang
sederhana samapai dengan menggunakan alat-alat mutakhir. Pernafasan dinilai
dari jenis nafasnya abdominal atau thorakal, apakah ada napas paradoksal, apakah
ada retraksi interkostal atau subklavikula. Komplikasi seperti spasme laring harus
segera diketahui.
Monitoring tanpa alat dilakukan dengan inspeksi sehigga kita dapat
mengawasi pasien secara langsung gerakan dada perut baik saat bernafas spontan
atau dengan nafas kendali dan apakah gerakannya simetris atau tidak. Menilai
oksigenase warna mukosa bibir, kuku pada ujung jari dan darah pada luka
bedahapa pucat, kebiruan, atau merah muda.
Memonitoring respirasi dengan lata antara lain:
1. Respirometer: respirometer wright, dimana kita dapat memonitor volume
tidal, pernafasan, volume semenit, dan kapasitas vital
2. Pulse oxymetri: alat ini dapat diketahui konsentrasi oksigen yang ada dalam
sirkuit anestesi.

13

3. Kapnometri: dengan alat ini kita dapat mengetahuiprosentase gas CO2 di


dalam udara ekspirasi
4. Analisa gas daarah : untuk memonitor tekanan parsial oksigen, tekanan
parsial karbon dioksida, saturasi oksigen, pH darah.
Pasien dapat mengalami henti nafas yang timbul karena pemberian obat
induksi terlalu cepat, obstruksi jalan nafas total, obat pelumpuh otot ataupun
karena depresi pusat pernafasan (opiate) terapi sesuai etiologi.
2.2.6 Produksi Urin
Dalam anestesi, produksi urin dipengaruhi oleh obat anestesi, tekanan
arah, volume darah, hidrasi pasien dan faal ginjal. Jumlah urin normal kira-kira
0,5-1 ml/KgBB/jam. Bila urin ditampung dengan kateter perlu dijaga
strerilitasnya agar tidak terinfeksi, karena kateter sering dipasang selama beberapa
hari.
2.2.7

Perdarahan selama pembedahan


Selama anestesi dan pembedahan kita harus mengawasi warna perdarahan,

apakah merah tua atau merah muda. Selain itu jumlah perdarahan harus dihitung
baik botol penghisap maupun dari kasa operasi yang mengandung darah.
Perhitungan perdarahan dari kasa yang di timbang, diperkirakan 1 gr darah
dianggap sama dengan 1 ml darah, dengan kesalahan 25%. Selain itu dapat pula
dilakukan dengan metode kalorimeter :

Kadar hemoglobin harus diketahui


Kasa yang mengandung darah dilarutkan ke dalam jumlah pelarut

Jumlah perdarah (ml)= Kalorimeter terbaca X Volume pelarut ( ml ).


Perdarahn akut dapat diatasi dengan kristaloid, koloid, plasma ekspander, atau
darah. Selain jumlah perdarahan, perlu diawasi juga warna perdarahan merah tua
atau merah muda.

14

2.2.8

Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosa hipovolemi. Warna kulit yang

kemerahan pada wajah, ekstremitas jarang dalam keadaan hipovolemi. Warna


kulit yang pucat pada wajah maupun ekstremitas merupakan tanda hipovolemi.
2.2.9

Suhu
Tubuh tidak mampu mempertahankan suhu. Obat anestesi mendepresi pusat

pengatur suhu (susunan saraf pusat), sehingga mudah turun naik dengan suhu
lingkungan dan teknik anestesi yang diberikan. Monitoring suhu jarang dilakukan
selama pembedahanm kecuali pada bayi/anak-anak, pasien demam, dan tekhnik
anestesi dengan hipotermi buatan.
Pengukuran suhu dilakukan melalui :
1. Oesofagus denngan sensornya setinggi atrium.
2. Rektum lebih mudah tetapi tidak begitu tepat karena letak lebih jauh dari
jantung dan otak. Selain sisa kotoran dalam rektum akan mengganggu
nilai pengukuran.
3. Membran timpani. Suhu di tempat ini hampir sama dengan suhu otak, dan
tidak banyak berbeda dari suhu oesofagus.
4. Ketiak (aksila) lebih mudah. Tidak menggambarkan suhu yang tepat
karena terlalu banyak dipengaruhi oleh suhu sekitarnya.
Dalam keadaan anestesi, banyak hal yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh
antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.

Jenis sirkuit anestesi (sirkuit tertutup produksi panas meningkat)


Tebal dan lebarnya kain penutup operasi
Intensitas lampu operasi
Suhu kamar operasi
Luas permukaan tubuh yang terbuka selama operasi (rongga peritonium,
pleura)

15

6. Anestesi dan pembedahan yang memakan waktu lama.


Pemantauan suhu tubuh terutama suhu pusat, dan usaha untuk mengurangi
penurunan suhu dengan cara mengatur suhu ruang operasi, meletakkan bantal
pemanas, menghangatkan cairan yang akan diberikan menghangatkan, dan
melembabkan gas-gas anestestika.
2.2.10 Blokade Neuromuskular
Stimulasi saraf untuk mengetahui relaksasi otot sudah cukup baik atau
sebaliknya setelah selesai anestesi apakah tonus otot sudah kembali normal.
2.2.11 Sistem Saraf
Pada pasien sehat sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau orientasi
terhadap personal, waktu, dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak
sadar, monitoring, terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respon pupil
terhadap cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, respon terhadap otot
apakah relaksasi cukup atau tidak.

2.3

Monitoring setelah operasi


Pada saat penderita berada di ruang pemulihan perlu dicegah dan

ditanggulangi keadaan-keadaan yang ada sehubungan dengan tindakan anestesi,


antara lain:
1. Hipoksia
Hipoksia bisa deisebabkan oleh lidah pasien yang jatuh ke belakang, jalan
nafas terganggu sekret, darah, muntahan, gigi patah serta gigi palsu yang terlepas.

16

Jalan nafas harus dibersihkan. Caranya dengan memiringkan pasien kemudian


diberi O2 2-3L/menit.
2. Gaduh gelisah
Biasanya karena kesakitan atau setelah pembiusan dengan ketamin, pasien
telah sadar namun masih tetap terpasang ganjal lidah/airway. Tindakan
penanganan dapat dilakukan dengan O2, analgetik, ganjal dilepas, atau kadang
perlu bantal.
3. Menggigil
Pada akhir anestesi dengan tiopental atau babotankadang-kadang timbul
menggigil seluruh tubuh. Hal ini terjadi karena kedinginan (suhu kamar operasi
yang rendah), kesakitan atau alergi. Faktor lain yang jadi pertimbangan ialah
kemungkinan waktu anestesi aliran gas diberikan terlalu tinggi sehingga
pengeluaran panas tubuh melalui ventilasi meningkat. Untuk menanganinya dapat
diberikan O2, diselimuti, pethidin 12-25 mg i.v.
4. Muntah dan regurgitasi
Etiologi muntah dan regurgitasi antara lain:
a. Masih ada sisa makanan dalam lambung dan esofagus, karena:
- Puasa terlalu singkat
- Obstruksi pilorus
- Rangsangan peritoneum misalnya peritonitis
- Adanya bekuan darah dalam lambung
- Sisa makanan dari usus halus yang berbalik ke lambung, misalnya
ileus obstruktif
b. Pengosongan lambung terlambat, sering terjadi pada:
- Wanita hamil
- Trauma kepala
- Pasien ketakutan atau kesakitan
- Setelah makan obat tertentu, misalnya narkotika
Tindakan pengobatan yang dapat diberikan bila terjadi muntah dan
regurgitasi adalah:

17

Jika diketahui terjadi aspirasi, pengobatannya adalah sebagai berikut:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Posisi miring, kepala atau seluruh badan


Posisi trendelenberg
Intubasi segera dilakukan pengisapan melalui pipa endotrakeal
Berikan O2 100%
Suntikkan hidrokortison 500-1000mg i.v
Antibiotika
Jika perlu dilakukan bronchoskopi
Pencegahan muntah pasca bedah diantaranya dapat digunakan beberapa

obat yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya muntah pasca bedah, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Obat antikolinergik, seperti atropin 0,5-1mg


Antihistamin, seperti prometazine 50mg
Golongan fenotiazine, seperti klorpromazine 25mg
Golongan buterofenon, seperti dehidrobenzoperidol 5-10mg

BAB III
KESIMPULAN

a. Monitoring Sebelum Operasi


1. Persiapan fisik dan mental
1.1 Anamnesis
1.2 Pemeriksaan fisik
2. Perencanaan tehnik dan obat anestesi
3. Penentuan klasifikasi dan prognosis (sesuai ASA)
b. Monitoring Selama Operasi
Tingkat Kedalaman Anestesi

18

Pasien sesuai dengan tingkat depresi terhadap susunan saraf pusat yang
antara lain dapat dilihat pada perubahan tekanan darah, nadi, respirasi, pupil,
pergerakan bola mata, reflek-reflek, dan kesadaran.

Kardiovaskular
1. Nadi
Bradikardi selama proses anestesi dapat disebabkan oleh obat-obatan
anestesi, stimulasi vagal, aliran darah terhambat.
Takikardi akibat dari rasa sakit, gelisah, obat anestesi, hiperkarbi, dan
demam neuromuskular reversal yang tidak adekuat.
2. Elektrokardiogram
EKG selama anestesi dilakukan untuk memonitor perubahan frekuensi
ritme jantung, serta sistem konduksi jantung.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung.
a. Cara tidak langsung
Metode palpasi
Metode flush
Metode korotkof (auskultasi)
Osilotonometer
Doppler ultrasound
b. Cara langsung

Respirasi
Respirasi dimonitoring dengan alat, yaitu respirometer, pulse oxymetri,
kapnometri, dan analisis gas darah.

19

Henti nafas yang timbul karena pemberian obat insuksi terlalu cepat
(tiopental), obstruksi jalan nafas total, obat pelumpuh otot ataupun karena depresi
pusat pernafasan (opiat). Terapi sesuai dengan etiologi.

Produksi urine
Produksi urine dalam anestesi dipengaruhi oleh obat anestesi, tekanan
darah, volume darah, hidrasi pasien, dan faal ginjal.

Perdarahan selama pembedahan


Perdarahan akut dapat diatasi dengan pemberian kristaloid, koloid, plasma
ekspander, atau darah.

Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemik.

Suhu
Suhu dalam keadaan anestesi, banyak hal yang mempengaruhi
pengaturannya, yaitu jenis sirkuit anestesi (sirkuit tertutup produksi panas
meningkat), tebal dan lebarnya kain penutup operasi, intensitas lampu operasi,
suhu kamar operasi, luas permukaan tubuh yang terbuka selama operasi (rongga
peritoneum, pleura), anestesi dan pembedahan yang memakan waktu lama.

Blokade neuromuskular

20

Blokade neuromuskular untuk mengetahui apakah relasksasi otot cukup


baik atau sebaliknya.

Sistem saraf
Pada saat pasien dalam keadaan tidak sadar, monitoring, terhadap SSP
dikerjakan dengan memeriksa respon pupil terhadap cahaya, respon terhadap
trauma pembedahan, respon terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.

c. Monitoring Setelah Operasi


Hipoksia disebabkan tersumbatnya jalan nafas.
Gaduh gelisah biasanya karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan
ketamin, pasien telah sadar tapi masih terpasang ganjal lidah/airway.
Mengigil bisa disebabkan karena kedinginan (suhu kamar operasi yang
rendah), kesakitan atau alergi. Faktor lain yang menjadi pertimbangan ialah
kemungkinan waktu anestesi aliran gas diberikan terlalu tinggi.
Mutah dan regurgitasi disebabkan oleh masih adanya sisa makanan di
lambung dan esofagus, serta pengosongan lambung yang terlambat.

Вам также может понравиться