Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned
action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai:
suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti
yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai
suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan
medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat
dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan
bukan karena underlying disease atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
1

observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan


terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan
yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor
dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang
terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine,
Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan
bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO
mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara
untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak
semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah
sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit
untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap

kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab
permasalahan yang ada.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

SKENARIO
K-3 DAN SANITASI RS
Dokter irfan adalah dokter senior di sebuah rumah sakit Islam di kota TURIDA
dan saat ini menjabat sebagai direktur rumah sakit tersebut. Beliau menetapkan konsep
pelayanan patient safety melalui penerapan system manajemen resiko yang terintegrasi
yang merupakan salah satu bagian dari langkah-langkah keselamatan pasien.
Untuk mencapai tujuan tersebut, semua tenaga kesehatan dan tenaga lainnya
diwajibkan memiliki produktivitas keja tinggidengan meminimalisir risiko kerja melalui
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K-3) RS, yang pada akhirnya akan
meningkatkan pelayanan rumah sakit secara berkelanjutan.

2.2.

TERMINOLOGI
1. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
2. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja, biasa disingkat K3 RS adalah upaya
terpadu seluruh karyawan rumah sakit untuk meniciptakan lingkungan kerja,proses
kerja,tempat kerja rumah sakit yang sehat,aman dan nyaman termasuk pasien
,pengunjung/pengantar orang sakit dan masyarakat lingkungan rumah sakit.

2.3.

PERMASALAHAN
1. Tujuan dilakukannya pasien safety?
Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah sakit adalah untuk menciptakan
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit,
menurunkan KTD di rumah sakit, terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
2. Langkah-langkah pelaksanaan pasien safety?
4

Pelaksanaan Patient safety meliputi :


Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
b. Pastikan identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
3. Baku standard keselamatan pasien dan tim medis
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards
yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations,
Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
a. Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya KTD
b. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat


ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah:

koordinasi pelayanan secara menyeluruh


koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber

daya
koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg
ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
KP.
Kriterianya adalah

Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang


baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah

Sakit.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil

analisis.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah

Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan 7

Langkah Menuju KP RS .
Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko

KP & program mengurangi KTD.


Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &

individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP


Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,

mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.


Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.

Kriterianya adalah

Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.


Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden,


Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi


Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan

penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.


Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan

insiden,
Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan

antar pengelola pelayanan


Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah

sakit dan keselamatan pasien


f. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah

RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk

memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.


Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

Kriterianya adalah

disediakan

anggaran

untuk

merencanakan

dan

mendesain

proses

manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait

dengan keselamatan pasien.


Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada

4. Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien


UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
A. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.
b. Pasal 32n UU No.44/2009

Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama


dalam perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1)
Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian
2)

akibat

kesalahan

atau

kelalaian

dalam

Pelkes

yang

diterimanya.
..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam

keadaan darurat.
B. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
b. Pasal 46 UU No.44/2009
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
C. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
9

D. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Pasal 32e UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
c. Pasal 32j UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana
E. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
1)
2)

RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien


Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka

3)

menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.


RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang

4)

membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri


Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

10

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan


pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a.
Assessment risiko
b.
Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c.
Pelaporan dan analisis insiden
d.
Kemampuan belajar dari insiden
e.
Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
5. Upaya K-3 RS
Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja
dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan
pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.
Yang dimaksud dengan :
A. Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.
B. Beban Kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik
maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat
diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non
fisik.
C. Lingkungan Kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi factor
fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja
dalam melaksanakan pekerjaannya.
6. Sistem Manajemen K-3 RS
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak
dari kesalahan kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen
tesebut menjadi :

11

A. /Planning /(perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan
dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi
kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan
pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien perawat / dokter,
serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang
ditentukan meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Hal apa yang dikerjakan


Bagaiman cara mengerjakannya
Mengapa mengerjakan
Siapa yang mengerjakan
Kapan harus dikerjakan
Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak

lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di


bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin
banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi
dalam (rumah sakit / instansi kesehatan) makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha
pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara
serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
B. /Organizing/ (organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan
dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi
kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan
pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat
diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi
ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping
memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah)

12

dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit /
instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
a. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .
b. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
c. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan.
d. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin
rumah sakit / instansi kesehatan.
e. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah
sakit / instansi kesehatan.
f. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia
Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja
profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah
organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini.
Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah
sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah
(wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi
atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi
sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
C. /Actuating /(pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja,
mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi
aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja
yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat
dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua
13

hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah
sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang
cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja
tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam
menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan
fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan,
maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
D. /Controlling /(pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip
pokok, yaitu :
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi
tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja
bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus
menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan siasia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu
dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain :
a. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit /
instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
b. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami
cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
c. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan.
d. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan .
e. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut.
f. Dan lain-lain
14

7. Bahaya potensial di RS
Bahaya Potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan jamur); faktor kimia (antiseptik,
gas anestasi) ; faktor ergonomi (cara kerja yang salah); faktor fisika (suhu, cahaya,
bising, listrik, getaran dan radiasi); faktor psikososial (kerja bergilir, hubungan sesama
karyawan/atasan).

2.4.

LEARNING OBJECKTIF
1. Menjelaskan prinsip-prinsip K-3 sesuai UU No.44 tahun 2009
A. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a.
Pasal 53 (3) UU No.36/2009
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.
b.

Pasal 32n UU No.44/2009


Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.

c.
1)

Pasal 58 UU No.36/2009
Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat

2)

kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.


..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan

darurat.
B. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a.
Pasal 29b UU No.44/2009
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
b.

Pasal 46 UU No.44/2009
15

Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.
c.

Pasal 45 (2) UU No.44/2009


Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.

C. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit


Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
D. Hak Pasien
a.
Pasal 32d UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b.

Pasal 32e UU No.44/2009


Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

c.

Pasal 32j UU No.44/2009


Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan

d.

Pasal 32q UU No.44/2009


Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana
16

E. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


Pasal 43 UU No.44/2009
1)
2)

RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien


Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui

pelaporan

insiden,

menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan


3)

angka kejadian yang tidak diharapkan.


RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi

4)

keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri


Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien.


Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a.
Assessment risiko
b.
Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c.
Pelaporan dan analisis insiden
d.
Kemampuan belajar dari insiden
e.
Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
2. Menjelaskan tentang keselamatan pasien di RS
Standar

keselamatan

pasien

menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2)


meliputi:
A.
B.
C.
D.

Hak pasien;
Mendidik pasien dan keluarga;
Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program

peningkatan keselamatan pasien;


E. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
F. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
G. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

17

Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan


setiap Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien
yang meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Ketepatan identifikasi pasien;


Peningkatan komunikasi yang efektif;
Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
Pengurangan risiko pasien jatuh.
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9

Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh


Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;


Memimpin dan mendukung staf;
Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
Mengembangkan sistem pelaporan;
Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin

dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terpenuhi.
Hak tersebut antara lain untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedural operasional serta layanan yang efektif
dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.
Asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan menurut Pasal 10
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, wajib berperan
serta dalam persiapan penyelenggaraan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

3. Menjelaskan menejemen resiko tindakan medis


Filosofi dari risk management melalui intervensi organisasi dilakukan melalui 5
pendekatan, yaitu: 1) Recognition of Organizational Disease; 2) Commitment to
18

Produce Results; 3) Managing Risk by Objectives; 4) Organizational Acceptance; dan


5) Staff management. Untuk itu perlu dilakukan aktivitas sebagai berikut: 1)
Credentialing of medical staff ; 2) Incident monitoring and tracking; 3) Complaints
monitoring and tracking; 4) Infection control; dan 5) Documentation in the medical
record.
Dalam perjalanannya, dilakukan langkah-langkah yang bersifat: 1)
Preventif, al: patient relations the product is patient service, public relations image
building; 2) Korektif, al: identification of risks, monitoring and audit; 3) Dokumentasi,
al: patient and medical records, medical staff records; administrative records; 4)
Edukatif, al: pada staf dan pasien; 5) Administratif, al: administration as an active
process, action based on principles; 6) Penanganan problem potensial, al: identification
of problems, centralization of information.
Tentu saja masih banyak hal lain yang harus dipersiapkan dalam kaitannya
mengelola resiko melalui konsep intervensi organisasi melalui pendekatan pada sistem
(sarana) pelayanan kesehatan. Persiapan tersebut juga meliputi bagaimana persiapan
penanganan apabila terjadi insiden, baik yang bersifat pure error maupun pure
negligence.
Dari begitu banyak pendekatan, aktivitas dan langkah-langkah yang harus
diambil, hal terpenting yang harus dipikirkan agar upaya ini secara konsisten dapat
dijalankan dan sudah diantisipasi dari awal, bahwa risk management dalam pelayanan
kesehatan: 1) is not a revenue or income producer, but cost saving function; 2) Cost
savings and other benefits resulting from RM effort are normally reflected in other
departments function. The RM is supportive and advisory to other function within the
organization; 3) The costs of existing activities in other Departments (committee works,
report preparation, statistical accumulation & analysis, follow-up activities) are unmeasurable.
4. Menjelaskan sanitasi di Rumah Sakit
Sanitasi rumah sakit merupakan hal yang ada sehari-hari dan terus berlangsung secara
bersama-sama dengan kegiatan medis dan non-medis yang menyertainya.
19

Sanitasi rumah sakit dalam arti lain yaitu merupakan upaya pengawasan
berbagai faktor lingkugnan, fisik, kimiawi, dan biologis di rumah sakit yang
menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada kesehatan
jasmani, rohani maupun kesejahteraan sosial bagi petugas, penderita, pengunjung
maupun masyarakat sekitar rumah sakit.
Dalam lingkup Rumah Sakit (RS), sanitasi berarti upaya pengawasan berbagai
faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologik di RS yang menimbulkan atau mungkin
dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita,
pengunjung maupun bagi masyarakat di sekitar RS.
Dari pengertian di atas maka sanitasi RS merupakan upaya dan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan di RS dalam memberikan layanan
dan asuhan pasien yang sebaik-baiknya, karena tujuan dari sanitasi RS tersebut adalah
menciptakan kondisi lingkungan RS agar tetap bersih, nyaman, dan dapat mencegah
terjadinya infeksi silang serta tidak mencemari lingkungan.
Dalam pelaksanaannya sanitasi RS seringkali ditafsirkan secara sempit, yakni
hanya aspek kerumahtanggaan (housekeeping) seperti kebersihan gedung, kamar mandi
dan WC, pelayanan makanan minuman. Ada juga kalangan yang menganggap bahwa
sanitasi RS hanyalah merupakan upaya pemborosan dan tidak berkaitan langsung
dengan pelayanan kesehatan di RS. Sehingga seringkali dengan dalih kurangnya dana
pembangunan dan pemeliharaan, ada RS yang tidak memiliki sarana pemeliharaan
sanitasi,

bahkan

cenderung

mengabaikan

masalah

sanitasi.

Mereka

lebih

mengutamakan kelengkapan alat-alat kedokteran dan ketenagaan yang spesialistik.


Di lain pihak dengan masuknya modal asing dan swasta dalam bidang
perumahsakitan kini banyak RS berlomba-lomba untuk menampilkan citranya melalui
kementerengan gedung, kecanggihan peralatan kedokteran serta tenaga dokter spesialis
yang qualified, tetapi kurang memperhatikan aspek sanitasi. Sebagai contoh, banyak RS
besar yang tidak memiliki fasilitas pengolahan air limbah dan sarana pembakar sampah
(incinerator) serta fasilitas cuci tangannya tidak memadai atau sistim pembuangan
sampahnya tidak saniter.
20

Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan dapat membahayakan


masyarakat, baik berupa terjadinya infeksi silang di RS maupun pengaruh buruk
terhadap lingkungan dan masyarakat luas. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa
kejadian infeksi di RS ada hubungannya dengan kondisi RS yang tidak saniter.
Untuk itu apabila RS akan menjadi lembaga swadana, aspek sanitasi perlu
diperhatikan. Karena di samping dapat mencegah terjadinya pengaruh buruk terhadap
lingkungan, juga secara ekonomis dapat menguntungkan.Sungguh ironis bila RS
sebagai tempat penyembuhan, justru menjadi sumber penularan penyakit dan pencemar
lingkungan.
2.5.

PEMBAHASAN
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K-3 RS) adalah bagian dari
system menejemen secara keseluruhan yang meliputi struktur oganisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan,

penerapan,

pencapaian,

pengkajian

dan

pemeliharaan

kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif (Kepmenaker nomor
05 tahun 1996).
Pada scenario, dr. Irfan membuat program patient safety melalui penerapan sistem
manajemen risiko sebagai salah satu langkah untuk mencapai tujuan dari K-3 RS. Sehingga
dr. Irfan sebagai dokter senior pada scenario harus melaksanakan majemen kesehatan
dengan menggunakan pendekatan Plan Do Check Action (PDCA).
a. Struktur organisasi
Dokter Irfan selaku direktur rumah sakit harus membentuk struktur organisasi K-3 RS
yang terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota dan berdasarkan pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 432 tahun 2007 bahwa Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah
direktur, bukan kerja rangkap dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab
langsung kepada Direktur RS. Hal ini dikarenakan organisasi K3 RS berkaitan langsung
dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan SDM di rumah sakit. Nama
21

organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang
beranggotakan seluruh unit kerja di RS.
b. Perencanaan
Ada beberapa yang dibahas dalam perencananan yaitu :
a)
b)
c)
d)

Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.


Membuat peraturan
Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan

e)

sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.


Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.

1. Tujuan dari K-3 RS adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja, yang sehat,
aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.
2. Sasaran : Karyawan RS, Pasien dan pengunjung, Rumah sakit.
3. Program
dokter Irfan menerapkan konsep Patien safety dalam salah satu program K-3 RS.
c. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan patien safety dokter Irfan menerapkan sistem manajemen risiko.
Berikut salah satu bentuk alur pasien dalam rumah sakit dan langkah-langkah patien
safety

22

1.

Saat pasien tiba di rumah sakit diusahakan jalan menuju rumah sakit tidak berbatu
atau yang menyebabkan guncangan pada kendaraan pasien. Karena dikhawatirkan
jika menaiki kendaraan roda 2 pasien yang dibonceng bisa jatuh. Begitu pula

2.

dengan lantai rumah sakit diusahakan tidak licin agar pasien tidak terpeleset.
Pasien datang ke poli dan mendaftar. Dalam tahapan ini pasien akan menunggu,

3.

sehingga pihak rumah sakit harus menyediakan ruang tunggu dan kursi tunggu.
Pemeriksaan harus dilakukan oleh dokter yang kompeten dan ditunjang oleh alatalat yang sesuai standar. Sebaiknya dalam penulisan resep harus menggunakan

4.

tulisan yang dapat dibaca dengan jelas.


Untuk pasien rawat jalan yang akan mengambil obat, dipastikan agar obat yang
diberikan pasien sesuai dengan resep. Harus diperhatikan bahwa obat belum
melampaui tanggal kadaluarsa. Selain itu pasien harus dijelaskan bagaimana cara
pemakaiannya dan berapa kali dikonsumsi dalam sehari sampai pasien mengerti
sebelum pasien meninggalkan rumah sakit.

23

5.

Untuk pasien rawat inap, pasien harus di tempatkan di ruangan yang tidak padat,
dimana standar ruangan rawat inap yaitu kurang dari 80% pemakaian tempat tidur
dalam 1 ruangan. Ruangan harus mendapatkan pencahayaan yang cukup. Pasien

juga harus mendapatkan gizi yang sesuai.


d. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
1. Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan
pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat
dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis,
dan temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
rumah sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang
dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan
pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas
Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
2. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis
dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan
yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan
/diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis
terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan
kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan
K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan
melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan
pelaporan kegiatan K3.
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan
tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan
sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat
kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3.
24

BAB III
PENUTUP
3.1.

KESIMPULAN
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. K3 RS adalah upaya terpadu seluruh karyawan rumah sakit untuk meniciptakan
lingkungan kerja,proses kerja,tempat kerja rumah sakit yang sehat,aman dan nyaman
termasuk pasien ,pengunjung/pengantar orang sakit dan masyarakat lingkungan rumah sakit.

25

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2010. Modul K-3. http://rosyeda.files.wordpress.com/2010/10/modul-k3lh-versiindonesia.pdf. Diakses Tanggal 31 Januari 2014.
Anonymous. 2010. Patient Safetiy Di Rumah Sakit. http://ansharbonassilfa.wordpress.com/
2010/08/20/patient-safety-di-rumah-sakit/. Diakses Tanggal 31 Januari 2014.
Anonymous.

2011.

Patient

Safetiy

Keselamatan

Pasien

Rumah

Sakit.

http://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiy-keselamatan-pasienrumah-sakit/. Diakses Tanggal 31 Januari 2014.


Anonymous. 2011. Patient Safetiy. Http//Scribd_Pasien_safety.ac.org .Diakses pada tanggal 31
januari 2014.
Anonymous. 2013. Sanitasi Rumah Sakit. http://publichealth08.blogspot.com/2013/03/sanitasirumah-sakit.html. Diakses Tanggal 31 Januari 2014.
Idris. Fachmi. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Kesehatan: Konsep Dalam Sistem
Pelayanan Kesehatan. http://eprints.unsri.ac.id/313/1/15.__Manajemen_Resiko.pdf.
Diakses Tanggal 31 Januari 2014.
Ruwanto. 2012. Mendisain Program Alat Pelindung Diri. http://uk3sardjito.blogspot.com/2012/
05/mendisain-program-alat-pelindung-diri.html. Diakses Tanggal 31 Januari 2014.

26

Вам также может понравиться