Вы находитесь на странице: 1из 38

METODE MONITORING TERUMBU KARANG

Ditulis oleh Safran Yusri

Oleh : Edi Rudi & Safran Yusri


PENDAHULUAN
Metode pemantauan terumbu karang
Terumbu karang (coral reef) adalah ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang
batu (stony coral), mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan
hewan kecil yang disebut polip. Terumbu karang juga dikenal sebagai ekosistem yang
unik dan spesifik karena keberadaan terumbu karang modern secara biogeografi hanya
ditemukan di perairan tropis, antara 20 0 LU (selatan Jepang) sampai ke 200 LS (utara
Australia). Secara longitudinal penyebaran terumbu karang juga sangat terbatas
tergantung pada kondisi lingkungan regional serta ada atau tidaknya stepping stone
sebagai konektivitas antar terumbu, sedangkan secara vertikal terumbu karang secara
umum hanya mampu hidup dalam perairan dengan cahaya yang cukup sampai kedalaman
30 meter, salinitas tinggi (> 32) serta perairan bersifat oligotrofik (kandungan
nutrien sedikit). Menurut Veron (1995), yang menjadi faktor pembatas ( limiting factor)
utama distribusi karang dunia adalah faktor suhu dan cahaya.
Mengingat begitu pentingnya fungsi terumbu karang baik secara ekologis dan ekonomis,
maka kondisinya pada saat sekarang maupun perkembangannya dari waktu ke waktu perlu
selalu dimonitoring dan perlu dilakukan penilaian ( assessment). Pemantauan terhadap
terumbu karang harus senantiasa dilakukan secara benar dan tepat untuk dapat diambil
kesimpulan yang diperlukan dalam mengambil kebijakan dan langkah-langkah strategis
terutama bagi pengelola dan pihak terkait (stakeholder) lainnya.
Monitoring merupakan kegiatan pengambilan data dan informasi pada ekosistem terumbu
karang atau pada manusia yang memanfaatkan sumberdaya terumbu karang tersebut.
Idealnya, seorang pengelola terumbu karang harus menguasai dasar-dasar monitoring
yang terdiri dari berbagai macam parameter yang dapat atau tidak berubah sepanjang
waktu.
Ada dua macam tipe umum monitoring, yaitu monitoring ekologi dan monitoring sosialekonomi. Parameter-parameter yang digunakan dalam kedua macam monitoring tersebut
seringkali berhubungan sangat dekat, sehingga monitoring ekologi dan sosial-ekonomi
dapat dilakukan pada tempat dan waktu yang bersamaan.

Pada kesempatan ini hanya akan dijelaskan mengenai metode dalam monitoring ekologi
(biologi dan fisik), khususnya lingkungan biologi seperti hewan karang ( coral) dan
invertebrata. Parameter biologi yang diamati mencakup organisme yang hidup pada
ekosistem terumbu karang dan dapat digunakan untuk menilai kondisi terumbu karang
yang bersangkutan, misalnya kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh bencana
alam atau akibat kegiatan manusia. Parameter ekologi yang pada umumnya diukur pada
ekosistem terumbu karang adalah:
1. Persentase penutupan karang (karang hidup dan mati), spons, alga dan material
tidak hidup (non-living).
2. Komposisi genus dan spesies (struktur komunitas karang).
3. Kehadiran spesies karang baru (rekrut) yang baru menempel.
4. Keragaman dan kelimpahan serta biomassa ikan karang.
5. Juvenil ikan terutama ikan target, populasi dari organisme tertentu seperti kima
raksasa, bintang laut berduri pemakan karang (Acanthaster planci, COTS=Crown

of the Thorns Starfish), Drupella (Gastropoda), bulu babi (sea urchin) dan lainlain.
6. Pemutihan karang (coral bleaching) dan penyakit karang (coral desease).

Informasi tertentu yang ingin diperoleh untuk mengelola suatu terumbu karang akan
menentukan kelompok metode, protokol/metode monitoring dan ukuran metode yang
akan digunakan. Menurut Hill dan Wilkinson (2004), terdapat tiga tahapan dalam
memilih tipe metode monitoring tertentu yang akan digunakan yaitu:
1. Tetapkan kelompok metode yang digunakan, misalnya transek, kuadrat atau

timed swim. Penetapan ini akan tergantung pada skala area monitoring, tingkat
ketelitian monitoring dan tipe habitat yang dimonitor.
2. Tetapkan protokol metode yang digunakan, misalnya manta tow, LIT (line
intercept transect) atau foto kuadrat. Penetapan ini tergantung pada tingkat
keahlian tim monitoring, waktu dan biaya yang tersedia serta ketepatan data
yang ingin diperoleh.
3. Tetapkan ukuran metode yang akan digunakan, misalnya panjang transek untuk
LIT, ukuran kuadrat untuk metode kuadrat atau lamanya waktu pada timed swim.

Hal ini akan tergantung pada tipe habitat terumbu yang akan dimonitor, ukuran
area yang harus terwakili, ukuran organisme yang diamati, dan tingkat ketepatan
yang ingin diperoleh.

Sebagaimana dijelaskan sebelumya, skala monitoring sangat menentukan metode


monitoring yang digunakan serta resolusi data yang diperoleh. Berkenaan dengan hal
tersebut, Hill dan Wilkinson (2004) mengilustrasikan tiga skala monitoring dan metode
yang dapat digunakan, yaitu: skala luas (broad-scale) melingkupi area yang besar/luas
dengan resolusi yang rendah, contohnya adalah pemakaian metode manta tow; skala
sedang (medium-scale) pada area sedang dengan resolusi lebih tinggi, contohnya adalah
metode line transects, dan; skala kecil (fine-scale) pada area yang sempit/kecil untuk
mendapatkan resolusi lebih tinggi (Gambar 1).

Gambar 1. Ilustrasi tiga skala monitoring dan metode yang dapat digunakan dalam
menilai kondisi bio-ekologi terumbu karang (Hill dan Wilkinson, 2004).

Berikut ini akan dijelaskan beberapa metode yang umum digunakan dalam menilai kondisi
bio-ekologi terumbu karang di dunia, yaitu Metode Manta Tow dan Timed Swim (skala

luas), metode LIT dan transek Sabuk/Belt Transect (skala sedang) yang akan dijelaskan
dalam bab berikutnya secara ringkas.

METODE UMUM MONITORING TERUMBU KARANG

A. METODE MONITORING SKALA LUAS


Manta Tow

Kesulitan

Perlengkapan Biaya

Waktu

Data

(Survei Manta)

**

**

Manta Tow

Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan kondisi terumbu karang atau
parameter tertentu dengan cara menarik pengamat yang memakai peralatan dasar
menyelam di belakang perahu kecil bermesin melalui sebuah tali dengan kecepatan
konstan (Gambar 2) untuk mencatat data setiap waktu tertentu (misalnya setiap 2
menit). Pengamat akan melihat objek yang dilintasi, lalu menilai persentase penutupan
karang hidup (keras dan lunak), karang mati maupun objek lain yang diinginkan dan
dicatat pada waktu berhenti dalam bentuk persentase pada alat tulis yang dijepit pada
papan manta yang tersedia. Dugaan kategori persetase penutupan dari variabel benthik
tertentu dapat dilihat pada Gambar 3.
Manta Tow adalah metode yang tepat untuk mendapatkan deskripsi umum area terumbu
karang yang luas atau perubahan-perubahan dalam kelimpahan dan distribusi organisme
tertentu serta gangguan skala luas (badai, COTS dan bleaching). Metode ini juga baik
untuk tujuan pemilihan tempat (site) dengan tujuan penerapan metode monitoring
lainnya, misalnya akan memakai metode LIT.

Gambar 2. Teknik Manta Towing yang memperlihatkan pencatat data melakukan


pengamatan dari permukaan air di belakang sebuah boat kecil (English et al., 1998).

Gambar 3. Representasi skematik dari persentase penutupan, tingkat kategori yang


digunakan menduga pesentase variabel benthik, misalnya karang hidup dan karang mati,
karang lunak, serta pasir dan rubble (English et al., 1998)

Peralatan yang diperlukan untuk metode Manta Tow adalah:


1. Perahu motor, minimal 5 PK.
2. Tali penarik pengamat yang panjangnya 20 meter berdiameter 1-5 cm.
3. Papan manta dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tebal 2 cm. (Gambar
4).
4. Pelampung kecil.
5. Alat tulis (sabak dari bahan acrylic dan pensil).
6. Jam tahan air, lebih baik kalau bisa untuk hitung mundur ( countdown).
7. GPS dan Peta.
8. Alat dasar penyelaman (mask, snorkel dan fins).

Personel lapangan yang diperlukan untuk metode ini, tergantung pada tingkat keahlian
penelitinya. Untuk tahap pemula, paling sedikit diperlukan empat orang yang masingmasingnya mempunyai tugas berbeda, yaitu:

Satu orang bertugas mengemudikan perahu.

Satu orang sebagai pengamat yang ditarik dibelakang perahu.

Satu orang sebagai penunjuk arah yang berada di bagian depan (di atas perahu)
untuk mengontrol perahu agar selalu berada di antara rataan terumbu ( reef flat)
dengan tepi tubir (reef edge) (Gambar 5).

Satu orang bertugas sebagai penentu waktu dan memberitahu pada pengemudi
kapan saatnya berhenti dan bergerak, ia juga bertugas mencatat tanda-tanda di
darat (land marks) dan posisi GPS.

Gambar 4. Papan Manta secara detail dan alat-alat yang berasosiasi


dengannya (English et al., 1998)

Gambar 5. Diagram yang memperlihatkan bagaimana jalur pengamatan yang dilewati dan
kedalaman bervariasi tergantung pada sudut slope, posisi pengamat dan kehadiran biota
(English et al., 1998)

Untuk tahap mahir, pengamatan dapat dilakukan hanya dengan dua personel yang terdiri
dari seorang pengamat dan seorang pengemudi yang mengambil tugas dua orang lainnya.
Bila memungkinkan, jumlah pengamat yang ditarik dapat ditambah menjadi dua atau tiga
orang dengan memodifikasi tempat berpegang atau tempat duduk pada tali yang
tersedia.
Prosedur umum pelaksanaan metode manta Tow adalah sebagai berikut:

Pengamat ditarik di antara rataan terumbu dan tubir dengan kecepatan konstan
3-5 km/jam atau 1.5 knots.

Setelah 2 menit berhenti dan dilakukan pencatatan pada Tabel data (Tabel 1),
setelah beberapa saat dan mendapat tanda dari pengamat untuk go, lalu ditarik
lagi. Komunikasi antar pengamat dengan porsenel di atas kapal dilakukan dengan
menggunakan sinyal tangan (Gambar 6).

Data yang diisi sebaiknya dalam bentuk persentase (harus diperhatikan bahwa
nilai totalnya jangan lebih 100%).

Pengisian data-data ke dalam Tabel tergantung pada tujuan, apa yang


dipresentasikan di Tabel 1 hanyalah contoh saja sehingga bila pengamatan
ditujukan untuk informasi tertentu, dapat dilakukan modifikasi.

Gambar 6. Sinyal tangan yang digunakan antara pengamat dengan pengemudi kapal
(English et al., 1998).

Tabel 1. Contoh sheet data untuk pengamat dalam Metode Manta Tow
Location .. Sample ID

Reef name Reef zone .. Latitude


Date Time wind .. Cloud Longitude
Remarks Collector .
Tow

Coral Cover

No.

Live

Dead

Soft

Vis.

COTS
No.

Scars Size

Notes

1
2
3
4
5
6
7
8

Pengolahan dan Analisis Data


1. Hitunglah persentase tutupan karang hidup dengan menjumlahkan karang keras
dan karang lunak.
2. Hitunglah persentase tutupan rata-rata dari lokasi tersebut untuk mengetahui
gambaran umum lokasi pengamatan.
3. Data pengamatan dapat dikonversi sesuai dengan kategori berikut:
Kategori

Tutupan Karang Hidup

0 - 10%

11 - 30%

31 - 50%

51 -- 75%

76 -- 100%

4. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap tarikan yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.
Contoh peta hasil pengamatan

Evaluasi dan Interpretasi Data


Setelah memasukkan data ke dalam peta, akan diketahui kondisi terumbu karang di
daerah pengamatan. Kondisi terumbu karang dapat diketahui dari tutupan karang hidup.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi terumbu karang adalah sebagai
berikut:

Kategori

Tutupan Karang Hidup

Kriteria

0 - 10%

Sangat Rendah

11 - 30%

Rendah

31 - 50%

Sedang

51 -- 75%

Tinggi

76 -- 100%

Sangat Tinggi

Dari tutupan karang mati, kita dapat mengetahui faktor penyebab kematian karang.
Apabila banyak patahan karang atau karang terbalik, ada kemungkinan disebabkan oleh
jangkar kapal, badai, bom, atau jaring trawl. Jika ditemukan banyak karang mati yang
masih kuat, ada kemungkinan karena penggunaan racun sianida (potas), pemangsaan oleh
bulu seribu, atau akibat suhu air yang naik.

Dari data di peta, dapat juga dijadikan acuan untuk dilakukan survei lebih detil
berdasarkan kriteria yang kita pilih. Diharapkan dengan diketahuinya gambaran umum
lokasi, survei yang lebih detil dapat lebih mewakili kondisi ekosistem terumbu karang di
kawasan tersebut.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan Metode Manta Tow adalah:


1. Sebuah area yang luas dapat dimonitor dalam waktu singkat.
2. Gampang dilakukan setelah pelatihan sederhana dan singkat.
3. Membutuhkan peralatan yang murah.
4. Pengamat tidak akan kelelahan untuk memonitor wilayah yang luas.
5. Sangat sesuai untuk mencari tempat penelitian (site) dan menilai tipe terumbu
karang.

Sementara itu, kekurangan metode Manta Tow ini adalah:


1. Hewan-hewan yang biasa bersembunyi (cryptic) gampang terlewati.

2. Monitoring dapat dilakukan pada lokasi di luar terumbu secara tidak sengaja.
3. Peneliti sangat sulit mengingat bila terlalu banyak variabel yang diamati.
4. Dapat dilakukan pada terumbu karang dangkal saja, khususnya bila
visibilitas/kecerahan perairan rendah.
5. Hanya dapat mengukur penutupan kategori dalam kategori yang luas, misalnya 010%, 11-30% dst.
6. Ketelitian sangat terbatas akibat kesulitan secara visual menilai organisme
terumbu karang yang sangat dominan secara cepat.

Timed Swim

Kesulitan

Perlengkapan Biaya

Waktu

Data

(Survey Snorkel)

***

**

Timed Swim

Metode Timed Swim adalah metode yang dikembangkan untuk skala luas ataupun sedang,
misalnya dalam sistem peringatan dini cepat dalam melihat suatu perubahan penutupan
karang, perikanan dengan bom, bleaching atau COTS. Dengan metode ini, pengamat
berenang pada suatu kedalaman dan kecepatan yang konstan selama waktu tertentu.
Informasi yang diperoleh dapat berupa persentase penutupan kategori komunitas
benthik dasar seperti karang keras, karang lunak, makroalga, ikan dan makroinvertebrata. Pendugaan karakteristik tempat yang diamati dapat dijadikan dasar
pemilihan stasiun pengamatan lebih lanjut. Untuk survey bleaching digunakan kelompok
taksonomi berupa:

Acropora

Pocillopora

Pavia

Dengan metode ini, peralatan yang diperlukan juga tidak ada yang spesifik, sedangkan
personel lapangannya terdiri dari dua orang pengamat, yaitu penyelam SCUBA, dan satu
orang pengemudi perahu. Prosedur umum dengan metode ini adalah pengamat berenang
pada suatu kountur kedalaman selama waktu tertentu, misalnya 2 menit (untuk bleaching

program dan rapid assessment untuk tsunami), 4 menit (Komodo National Park), 5 menit
(COI), 30 menit sampai 1 jam (species diversity). Setelah berenang dalam waktu
tertentu, lalu disusun dan dibuat daftar seluruh kategori atau spesies yang diperoleh.
Untuk spesies dapat juga dilakukan dugaan kelimpahan dan untuk persentase penutupan
dapat dilakukan seperti pada Metode Manta Tow.

Metode Timed Swims memberikan beberapa keuntungan antara lain:


1. Memberikan keakuratan yang lebih besar dibanding Manta Tow karena waktu yang
lebih lama dan area yang disurvei lebih dekat untuk dilihat.
2. Tidak memerlukan training khusus.
3. Area yang luas dapat disurvei dalam waktu singkat, dan
4. Sangat berguna untuk memperoleh daftar spesies yang ada di suatu wilayah
5. Murah, tidak membutuhkan kapal

Namun, metode ini memiliki kekurangan antara lain:


1. Sangat melelahkan.
2. Sulit dilakukan jika kawasan pengamatan sangat luas.
3. Subyektifitas pengamat dapat menyebabkan data menjadi bias.
4. Pengukuran hanya berdasarkan perkiraan.
5. Tidak dapat mendeteksi perubahan yang kecil dalam ekosistem

B. METODE MONITORING SKALA SEDANG (MEDIUM SCALE)


Point Intercept
Transect
(Transek Poin)

Kesulitan

Perlengkapan Biaya

Waktu

Data

**

***

**

***

Point Intercept Transect

***

Pengantar
Metode ini adalah metode transek yang paling sederhana. Pengamat berenang sepanjang
transek garis dan mencatat kategori bentik yang terletak tepat dibawah transek pada
titik-titik tertentu (poin) di sepanjang transek.
Tujuan
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data persen tutupan komunitas bentik dengan
lebih akurat jika dibanding dengan survey manta dan survey snorkel.

Karena sifatnya tersebut, maka metode ini dapat digunakan untuk :

Menentukan persentase tutupan komunitas bentik untuk daerah kecil secara


lebih detil.

Mendeteksi perubahan kecil yang tidak dapat dideteksi oleh survei manta dan
survei snorkel.

Kelebihan

Daerah cakupan kecil

Waktu pengamatan tidak terlalu lama

Data kuantitatif, sehingga data lebih akurat.

Mudah dipelajari bagi pemula.

Kekurangan

Tidak dapat dilakukan untuk mengambil data di tubir dan kawasan bergua.

Jumlah titik (poin) yang dibutuhkan harus disesuaikan kondisi dilapangan.

Tidak cocok untuk jenis-jenis yang jarang ditemui.

Informasi tentang ukuran koloni karang tidak dapat diperoleh.

Personel

Setidaknya dibutuhkan tiga orang dengan fungsi sebagai berikut :

1 orang sebagai pencatat waktu dan kondisi alam.

1 orang sebagai pengamat.

1 orang untuk mengemudikan kapal.

Perlengkapan

Peta Lokasi

Alat selam (masker, snorkel, fins, & scuba set)

Roll meter (100m)

Sabak

Pensil

Perahu

Kompas/GPS

Cara Kerja
A. Persiapan
1. Salinlah peta pengamatan.
2. Tentukan batas-batas kawasan pengamatan berikut dengan tanda-tandanya.
3. Rencanakan dan tandailah alur survei pada peta.
4. Pilih juga variabel apa saja yang akan diamati.

B. Pengamatan
1. Pilihlah lokasi pengamatan pada kedalaman sekitar 2 6 m dan catat posisinya.
Posisi dapat ditentukan dengan GPS, kompas, atau dengan melihat tanda-tanda
alam.
2. Setelah lokasi pengamatan dipilih pengamat dan pencatat waktu menyelam untuk
menentukan titik 0.

3. Pencatat waktu menggelar roll meter dari titik 0 hingga 100 sejajar garis pantai.
4. Pencatat waktu kemudian mencatat waktu pengamatan dan kondisi alam di sekitar
lokasi pengamatan.
5. Pengamat mencatat kondisi substrat di tiap poin, dimulai dari titik 0 dengan
interval 50 cm.
6. Pencatat waktu memperhatikan keselamatan pengamat sekaligus menghitung
waktu pengamatan.
7. Setelah selesai mengambil data, pencatat waktu menggulung roll meter dan
bersama dengan pengamat kembali ke permukaan.

C. Pengolahan dan analisis data


1. Salinlah data ke dalam tabel pengamatan. Contoh tabel pengamatan dapat dilihat
pada tabel 1.
2. Hitunglah persentase tutupan menjumlahkan frekuensi ditemukannya biota
tertentu, selanjutnya dibagi dengan total titik (poin) pengamatan dan dikali
100%. Rumusnya adalah sebagai berikut:
% tutupan =

(jumlah ditemukan / jumlah titik) X 100%

3. Hitunglah persentase tutupan rata-rata dari lokasi tersebut untuk mengetahui


gambaran umum lokasi pengamatan.
4. Data pengamatan dapat dikonversi sesuai dengan kategori berikut:

Kategori

Tutupan Karang Hidup

0 - 10%

11 - 30%

31 - 50%

51 75%

76 -- 100%

Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.

Evaluasi dan Interptretasi Data


Data persentase tutupan dapat dianalisis seperti metode sebelumnya.
Lampiran
Contoh tabel pengamatan metode transek poin
Nama lokasi

waktu

kedalaman

pengamat

Tanggal

pimpinan tim
substrat

Titik
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6

6.5
7
7.5
8
8.5
9
9.5
10
10.5
11
11.5
12
12.5
13
13.5
14
14.5
15
15.5
16
16.5
17
17.5
18
18.5
19

19.5
20

Line Intercept Transect


(Transek Garis)

Kesulitan

Perlengkapan Biaya

Waktu

Data

****

****

****

****

***

Line Intercept Transect

Metode LIT digunakan untuk menentukan besarnya persentase penutupan masing-masing


kategori komunitas benthik (Tabel 2). Metode ini dapat digunakan secara tersendiri
maupun dengan mengkombinasikannya dengan metode lain seperti Metode Kuadrat atau
visual sensus ikan. Metode ini sangat direkomendasikan oleh GCRMN untuk menentukan
tujuan persentase penutupam dan ukuran koloni pada monitoring di tingkat managemen
(pengelola).
Informasi yang diperoleh berupa persentase penutupan dari komunitas benthik seperti
karang keras, karang lunak, alga, rock, karang mati dan spons. Informasi sedang sampai
detail dapat diperoleh dari bentuk-bentuk pertumbuhan ( life form) sampai ke tingkat
famili, genus dan spesies tergantung pada tujuan dan keahlian pengamat. Data bentuk
pertumbuhan dapat mendeskripsikan perubahan topografi terumbu karang
bersangkutan.
Peralatan yang diperlukan dalam Metode ini antara lain:

Meteran gulung panjang 50 m sebanyak 5 buah.

SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus ).

Alat tulis bawah air.

Penanda untuk transek permanen.

Personel lapangan yang diperlukan minimal adalah tiga orang terdiri dari dua orang
pengamat (penyelam SCUBA) dengan pengalaman dalam kategori bentuk pertumbuhan
benthik serta identifikasi dan seorang pengemudi perahu.
Prosedur umum dalam metode LIT adalah:

Dipilih site yang mewakili komunitas karang di suatu terumbu, misalnya


ditentukan dengan Metode Manta Tow atau Timed Swim.

Tandai transek sepanjang 20 m dengan jumlah ulangan 5 kali di dua kedalaman


(3-5 meter dan 9-10 meter) di tiap stasiun, jika transek akan digunakan secara
permanent, maka ditandai dengan besi penanda setiap jarak 5 meter.

Bentangkan transek garis secara kuat dan sedekat mungkin ke permukaan


substrat (0-15 cm).

Bergerak secara perlahan sepanjang transek sambil mencatat bentuk


pertumbuhan (jika mungkin genus dan spesies) yang ditemukan secara langsung di
bawah garis (tape).

Catat tempat transisi (perubahan) dalam sentimeter dimana bentuk


pertumbuhan, organisme, substrat mengalami perubahan (Gambar 7).

Untuk mendapatkan keakuratan maka pengamat harus mencatat semua perubahan


bila transek garis meng-intercept suatu lifeform atau koloni tunggal lebih dari
satu kali (Gambar 8).

Bila terdapat kesulitan dalam membaca tape (meteran), dapat juga dilakukan
pengukuran panjang kategori dengan menggunakan sabak/alat tulis bawah air
yang telah diberi ukuran tertentu (dalam sentimeter), dengan cara ini hanya
diperlukan untuk mengetahui titik awal (0 cm) dan titik akhir (2000 cm)
pengamatan, salah satu kategori lifeform tertentu (biasanya yang dominan) dapat
diabaikan sehingga panjangnya akan diperoleh dari pengurangan panjang total
transek dengan panjang seluruh kategori lifeform yang lain.

Gambar 7. Suatu potongan transek yang memperlihatkan tempat-tempat pergantian

lifeform, kode dari lifeform dan tempat transisi tersebut dicatat di data dalam sheet
(English et al., 1998)

Keuntungan dengan Metode LIT ini adalah:

Kategori lifeform memungkinkan didapatkannya informasi yang berguna oleh


pengamat dengan pengetahuan terbatas dalam identifikasi komunitas benthik
terumbu karang.

Data kuantitatif sehingga lebih akurat

Merupakan metode sampling data yang gampang dan efisien untuk memperoleh
persentase penutupan kuantitatif.

Dapat menyajikan informasi secara detail terhadap pola spasial.

Jika dapat diulang pada waktu yang diinginkan, maka akan menyediakan informasi
perubahan temporal.

Bisa mendapatkan ukuran koloni karang, yang merupakan indikator stabilitas


komunitas

Memerlukan peralatan minimal dan relatif sederhana.

Dapat mengukur kerapatan relatif

Dapat dikombinasikan dengan teknik serupa, misalnya belt dan video transect
maupun sensus ikan.

Informasi mengenai ukuran koloni dapat diperoleh.

Gambar 8. Diagram yang memperlihatkan suatu transek yang melewati suatu koloni
tunggal lebih dari satu kali (English et al., 1998).

Kekurangan metode LIT ini adalah:

Sangat sulit untuk standarisasi beberapa ketegori lifeform di antara sejumlah


pengamat.

Tujuannya hanya terbatas pada data persentase penutupan dan atau kelimpahan
relatif.

Pengamat haruslah penyelam yang baik.

Tidak dapat digunakan untuk masalah-masalah demografi seperti pertumbuhan,


rekrutmen dan mortalitas.

Tidak bagus digunakan untuk pendugaan kuatitatif persentase penutupan spesies


yang jarang atau kecil.

Memerlukan waktu yang lebih lama sehingga biaya juga meningkat.

Membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan tingkat presisi data dan informasi
yang diinginkan.

Tidak bisa digunakan untuk biota yang jarang ditemukan atau terlalu kecil.

Tabel 2. Kategori dan Kode Lifeform untuk metode LIT (English et al., 1998)

Kategori

Kode

Keterangan

Dead Coral

DC

Baru mati, putih sampai putih kotor

Dead Coral with Algae

DCA

Masih berdiri, struktur skeletak terlihat

Acropora

ACB

Acropora bercabang, sekurang-kurangnya

Hard Coral

Branching

ada percabangan kedua


Encrusting

ACE

Acropora mengerak, biasanya di bagian


lempengan dasar Acropora immature

Non-Acropora

Submassive

ACS

Robust with knob or wedge-like form

Digitate

ACD

Tidak ada percabangan kedua

Tabular

ACT

Berbentuk lempengan pipih mendatar

Branching

CB

Karang bercabang, sekurang-kurangnya ada


percabangan kedua

Encrusting

CE

Porsi utama tertanam ke substrat sebagai


suatu lempeng laminar

Foliose

CF

Karang menempel pada satu atau beberapa


tempat, bentuk seperti daun atau
lempengan

Massive

CM

Bongkahan solid atau gundukan

Sub-massive

CS

Cenderung untuk membentuk small columns,


knobs atau wedges

Mushroom

CMR

Soliter, hidup bebas, anggota Fungiidea

Heliopora

CHL

Karang biru Heliopora

Millepora

CME

Karang api Millepora

Tubipora

CTU

Organ-pipe coral, Tubipora musica

Other Fauna
Soft Coral

SC

Karang lunak

Sponges

SP

Spons

Zoanthids

ZO

Zoanthids

Others

OT

Kelompok hewan lain-lain yang hidup


menetap seperti ascidian, anemone,
gorgonian, kima

Algae

Algae

AA

Terdiri dari lebih dari satu spesies alga

Coraline Alga

CA

Alga mengerak

Halimeda

HA

Genus Halimeda

Macroalgae

MA

Alga merah, coklat dll.

Turf Algae

TA

Alga filamentous yang lebat

Sand

Pasir

Rubble

Fragmen karang yang tidak solid

Silt

SI

Silt

Waters

WA

Lebih dalam dari 50 cm

Rock

RCK

Batu/substrat

DDD

Missing data

Assemblage

Abiotic

Other

Catatan:
1. Hindari pemakaian kategori WA, usahakan lihat kategori benthik di bawahnya.
2. Bulu babi tidak termasuk benthik, jadi dilihat kategori benthik di bawahnya.

Pengolahan dan analisis data

1. Hitunglah persentase tutupan dengan menjumlahkan diameter koloni biota tertentu ,


selanjutnya dibagi dengan panjang transek dan dikali 100%. Rumusnya adalah sebagai
berikut:
% Tutupan = (Total Diameter / Panjang Transek) X 100%
2. Hitunglah persentase tutupan rata-rata dari lokasi tersebut untuk mengetahui
gambaran umum lokasi pengamata.
3. Data pengamatan dapat dikonversi sesuai dengan kategori berikut:

Kategori

Tutupan Karang Hidup

0 - 10%

11 - 30%

31 - 50%

51 75%

76 -- 100%

4. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.
5. Hitung pula rata-rata diameter koloni yang ditemukan.
6. Hitung juga kelimpahan relatif, yaitu jumlah biota tertentu dibagi dengan total
seluruh biota yang ditemukan kemudian dikali dengan 100%. Rumusnya adalah sebagai
berikut:

Kelimpahan Relatif = (Jumlah Biota/Jumlah Total Biota) X 100%

7. Hitung pula Indeks mortalitas dengan rumus sebagai berikut


IM = Persen penutupan (karang mati + pecahan karang) /

Persen penutupan (karang mati + pecahan karang + karang hidup)

Evaluasi dan Interpretasi Data


Data yang didapat dari metode ini lebih komprehensif, sehingga dapat digunakan untuk
beragam analisis. Data yang paling mendasar adalah data persentase tutupan komunitas
bentik, sama seperti metode-metode terdahulu. Dapat pula dikembangkan hingga tingkat
suku, marga, bahkan hingga jenis untuk mendapatkan analisis secara lebih dalam.
Apabila informasi tentang ukuran koloni karang didapat, kita bisa mengetahui stabilitas
komunitas karang. Apabila koloni karang yang ditemukan rata-rata berukuran besar,
maka kemungkinan tidak ada perubahan atau gangguan pada komunitas baru-baru ini.
Sedangkan apabila koloni karang yang ditemukan berukuran kecil kemungkinan pernah
terjadi perubahan atau gangguan pada komunitas baru-baru ini dan terjadi rekolonisasi.
Indeks mortalitas digunakan untuk mengetahui rasio kematian karang. Indeks ini
memperlihatkan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Nilai indeks
mortalitas jika mendekati 0,0 maka menunjukkan hampir tidak ada kematian karang,
sedangkan jika nilai mendekati 1,0 maka menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang
berarti dari karang hidup menjadi karang mati.

C. METODE PEMANTAUAN SKALA DETIL


Quadrat

Kesulitan

Perlengkapan Biaya

Waktu

Data

(Kuadrat)

*****

*****

*****

*****

****

Quadran

Pengantar
Metode ini termasuk metode yang cukup komprehensif dan dapat digunakan untuk
mengamati berbagai macam parameter. Dalam sebuah kuadrat, pengamat dapat
mengamati banyak hal dari yang umum hingga mendetil.
Tujuan
Metode ini bertujuan untuk mendapatkan data yang komprehensif dan mendeteksi
perubahan yang kecil dalam ekosistem.

Karena sifatnya tersebut, metode ini dapat digunakan untuk:


1. Mengamati persentase tutupan dengan dengan resolusi yang lebih tinggi
2. Mengamati coral recruitment.
3. Mengamati keanekaragaman jenis (H), kelimpahan, kelimpahan relatif, kepadatan
relatif, kepadatan, dan kelas ukuran.
Kelebihan
1. Dapat melihat perubahan kecil.
2. Cocok untuk jenis-jenis yang kecil, jarang, atau yang suka bersembunyi.
3. Informasi mendetil mulai dari persentase tutupan, kelimpahan, hingga frekuensi.
Kekurangan
1. Memakan banyak waktu
2. Penempatan kuadrat dapat merusak karang jika tidak hati-hati.
3. Tidak cocok untuk biota yang berukuran lebih dari 1 m.

Personel
Setidaknya dibutuhkan tiga orang dengan fungsi sebagai berikut :

1 orang sebagai pencatat waktu dan kondisi alam.

1 orang sebagai pengamat.

1 orang untuk mengemudikan kapal.

Perlengkapan

Peta Lokasi

Alat selam (masker, snorkel, fins, & scuba set)

Kuadrat (1 m2 dibagi menjadi 100 bagian)

Roll meter (100m)

Sabak

Pensil

Perahu

Kompas/GPS

Cara Kerja
A. Persiapan
1. Salinlah peta pengamatan.
2. Tentukan batas-batas kawasan pengamatan berikut dengan tanda-tandanya.
3. Rencanakan dan tandailah alur survei pada peta.
4. Pilih juga variabel apa saja yang akan diamati.

B. Pengamatan
1. Pilihlah lokasi pengamatan pada kedalaman sekitar 3 & 10 m dan catat posisinya.
Posisi dapat ditentukan dengan GPS, kompas, atau dengan melihat tanda-tanda
alam.
2. Setelah lokasi pengamatan dipilih pengamat dan pencatat waktu menyelam untuk
menentukan titik 0.
3. Pencatat waktu menggelar roll meter dari titik 0 hingga 100 sejajar garis pantai.
4. Pencatat waktu kemudian mencatat waktu pengamatan dan kondisi alam di sekitar
lokasi pengamatan.
5. Pengamat menempatkan kuadrat pada pita transek dengan interval yang acak.
6. Pengamat mencatat biota yang ada di dalam kuadrat (jumlah dan tutupan).
7. Tutupan dapat dilihat dari jumlah kuadrat kecil (10 x 10 cm) yang ditutupi oleh
biota tersebut.
8. Ulangi hingga delapan kali tiap transek.
9. Untuk pemantauan secara periodik, pengamat dapat juga memberi tanda dan
menggambar tutupan biota sesuai dengan posisinya dalam kuadrat. Jika
memungkinkan foto atau video bawah air lebih baik.

10. Pencatat waktu mencatat lokasi tiap kuadrat dan memperhatikan keselamatan
pengamat sekaligus menghitung waktu pengamatan.
11. Setelah selesai mengambil data, pencatat waktu menggulung roll meter dan
bersama dengan pengamat kembali ke permukaan.

C. Pengolahan dan analisis data


1.Salinlah data ke dalam tabel pengamatan. Contoh tabel pengamatan dapat dilihat pada
tabel 1.
2. Hitunglah persentase tutupan dengan menjumlahkan total tutupan dan dibagi dengan
luas total unit sampel dan dikalikan dengan 100%. Rumusnya adalah sebagai berikut:

% tutupan = (jumlah tutupan/luas total unit sampel) X 100%


3. Hitunglah kelimpahan atau kerapatan dengan menjumlahkan total biota yang ditemui
dan dibagi dengan luas total unit sampel. Kelimpahan atau kerapatan relatif dapat
dihitung dengan membagi kelimpahan jenis tertentu dengan kelimpahan total seluruh
jenis. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Kelimpahan = (jumlah total biota/luas total unit sampel)


Kelimpahan relatif jenis i = (kelimpahan jenis i/kelimpahan total) X 100%
4. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (H) = - (ni/N) Ln (ni/N)

dimana :
ni = jumlah total spesies i
N = jumlah total seluruh spesies
Rumus ini hanya dapat digunakan jika biota diidentifikasi hingga tingkat marga atau
jenis.

5. Hitung juga kemerataan dengan rumus sebagai berikut:

Indeks Kemerataan (E) = H/ln (jumlah total jenis biota yang ditemukan)
6. Hitunglah persentase tutupan rata-rata dari lokasi tersebut untuk mengetahui
gambaran umum lokasi pengamatan. Dapat juga membandingkan berbagai variabel lain
sesuai dengan kebutuhan.
7. Data pengamatan dapat dikonversi sesuai dengan kategori berikut:

Kategori

Tutupan Karang Hidup

0 - 10%

11 - 30%

31 - 50%

51 75%

76 -- 100%

8. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.

Evaluasi dan Interpretasi Data


Data persentase tutupan dapat dianalisis seperti dengan metode sebelumnya.
Kelimpahan atau kepadatan dapat digunakan untuk mengetahui populasi atau stok biota
tertentu di kawasan tersebut. Sedangkan kelimpahan atau kepadatan relatif digunakan
untuk melihat proporsi biota tertentu dalam komunitas.

Keanekaragaman dapat menggambarkan kondisi komunitas. Secara umum, semakin tinggi


nilai indeks keanekaragaman berarti komunitas tersebut semakin beragam. Keragaman
yang tinggi menyebabkan komunitas tersebut lebih stabil dibanding dengan komunitas
dengan keanekaragaman rendah. Menurunnya indeks keanekaragaman juga menunjukkan

adanya gangguan atau perubahan pada ekosistem tersebut. Kriteria bagi indeks
keanekaragaman adalah jika
H 2,0

: keanekaragaman rendah;

2,0 < H 3,0

: sedang; dan

H >3,0

: tinggi.

Indeks kemerataan (E) menggambarkan ukuran jumlah jenis dalam suatu komunitas.
Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan
semakin meningkat. Kisaran yang digunakan untuk indeks kemerataan adalah:
0,0 < E 0,5

: komunitas tertekan;

0,5 < E 0,75

: labil; dan

0,75 < E 1,0

: stabil

Nilai indeks kemerataan dan nilai indeks keanekaragaman yang kecil biasanya
menandakan adanya dominasi suatu jenis terhadap jenis lain. Dominasi spesies yang
cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau
tertekan, rumusnya adalah (Odum, 1971):

Kisaran indeks dominansi dinyatakan sebagai berikut:


0,0 < C 0,5

: dominansi rendah;

0,5 < C 0,75

: sedang;

0,75 < C 1,0

: tinggi.

Lampiran
1. Tabel pengamatan
Lokasi

Kedalaman

Waktu

Kecerahan

Tanggal
Kuadrat No.

Kolektor
Jenis / Life form

Tutupan

Keterangan

Belt Transect

Kesulitan

Perlengkapan Biaya

Waktu

Data

(Transek Sabuk)

*****

*****

*****

*****

****

Transek Sabuk

Secara umum metode ini digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu populasi makroinvertebrata tertentu di terumbu karang, biasanya adalah spesies yang mempunyai
pengaruh ekologi pada terumbu seperti COTS ( Acanthaster planci), Drupella
(Gastropoda) dan Diadema. Metode ini dapat juga digunakan untuk menghitung populasi
karang tertentu seperti Fungia spp. dan karang-karang hias ataupun visual sensus untuk
ikan.
Metode ini sudah sangat umum dan dikembangkan dengan baik oleh Reef Check. Dengan
metode ini sepasang penyelam yang berenang sepanjang sabuk ( belt) dan menghitung
kelimpahan kelompok invertebrate target, selain kesehatan terumbu atau kerusakan
secara fisik. Informasi yang diperoleh dapat berupa dugaan kelimpahan makroinvertebrata tertentu. Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat dalam mendeteksi
perubahan lokal, maka dapat dilakukan jumlah ulangan yang lebih banyak dan menambah
frekuensi monitoring (misalnya lebih dari empat kali dalam setahun).
Peralatan yang diperlukan adalah transek garis sepanjang 100 m dan pipa paralon PVC
diameter 1,5 inci sepanjang 2,5 meter untuk menduga lebar belt. Sementara itu,
personel yang diperlukan adalah dua orang pengamat (SCUBA atau snorkel) dan seorang
pengemudi perahu.

Pengamatan

1. Pilihlah lokasi pengamatan pada kedalaman sekitar 3 & 10 m dan catat posisinya.
Posisi dapat ditentukan dengan GPS, kompas, atau dengan melihat tanda-tanda
alam.
2. Setelah lokasi pengamatan dipilih pengamat dan pencatat waktu menyelam untuk
menentukan titik 0.
3. Pencatat waktu menggelar roll meter dari titik 0 hingga 100 sejajar garis pantai.
Untuk daerah yang dalam (15 22 m), cukup 50 m.
4. Pencatat waktu kemudian mencatat waktu pengamatan dan kondisi alam di sekitar
lokasi pengamatan.
5. Pengamatan dilakukan dari titik 0 hingga 20 m, dengan lebar 2 m, dilanjutkan
dengan jeda 5 m.
6. Pengamat mencatat biota yang ada di dalam transek (jumlah dan diameter).
7. Ulangi hingga transek selesai diamati.
8. Untuk pemantauan secara periodik, pengamat dapat juga memberi tanda. Jika
memungkinkan foto atau video bawah air lebih baik.
9. Pencatat waktu memperhatikan keselamatan pengamat sekaligus menghitung
waktu pengamatan.
10. Setelah selesai mengambil data, pencatat waktu menggulung roll meter dan
bersama dengan pengamat kembali ke permukaan.

Pengolahan dan analisis data


1. Salinlah data ke dalam tabel pengamatan. Contoh tabel pengamatan dapat dilihat pada
tabel 1.
2. Hitunglah tutupan setiap biota yang ditemui. Rumus tutupan adalah sebagai berikut:
Tutupan = ((1/2) (diameter/2)2

3. Hitunglah persentase tutupan dengan menjumlahkan total tutupan dan dibagi dengan
luas total unit sampel dan dikalikan dengan 100%. Rumusnya adalah sebagai berikut:
% tutupan = (jumlah tutupan/luas total unit sampel) X 100%

4. Hitunglah kelimpahan atau kerapatan dengan menjumlahkan total biota yang ditemui
dan dibagi dengan luas total unit sampel. Kelimpahan atau kerapatan relatif dapat
dihitung dengan membagi kelimpahan jenis tertentu dengan kelimpahan total seluruh
jenis. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Kelimpahan = (jumlah total biota/luas total unit sampel)


Kelimpahan relatif jenis i = (kelimpahan jenis i/kelimpahan total) X 100%

5. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (H) = - (ni/N) Ln (ni/N)

dimana :
ni = jumlah total spesies i
N = jumlah total seluruh spesies
Rumus ini hanya dapat digunakan jika biota diidentifikasi hingga tingkat marga atau
jenis.

6. Hitunglah persentase tutupan rata-rata dari lokasi tersebut untuk mengetahui


gambaran umum lokasi pengamatan. Dapat juga membandingkan berbagai variabel lain
sesuai dengan kebutuhan.
7. Hitung juga kemerataan dengan rumus sebagai berikut:

Indeks Kemerataan (E) = H/ln (jumlah total jenis biota yang ditemukan)

8. Data pengamatan dapat dikonversi sesuai dengan kategori berikut:


Kategori

Tutupan Karang Hidup

0 - 10%

11 - 30%

31 - 50%

51 75%

76 -- 100%

9. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.

Evaluasi dan Interpretasi Data


Data persentase tutupan dapat dianalisis seperti dengan metode sebelumnya.
Kelimpahan atau kepadatan dapat digunakan untuk mengetahui populasi atau stok biota
tertentu di kawasan tersebut. Sedangkan kelimpahan atau kepadatan relatif digunakan
untuk melihat proporsi biota tertentu dalam komunitas.

Keanekaragaman dapat menggambarkan kondisi komunitas. Secara umum, semakin tinggi


nilai indeks keanekaragaman berarti komunitas tersebut semakin beragam. Keragaman
yang tinggi menyebabkan komunitas tersebut lebih stabil dibanding dengan komunitas
dengan keanekaragaman rendah. Menurunnya indeks keanekaragaman juga menunjukkan
adanya gangguan atau perubahan pada ekosistem tersebut. Kriteria bagi indeks
keanekaragaman adalah jika
H 2,0

: keanekaragaman rendah;

2,0 < H 3,0

: sedang dan

H >3,0

: tinggi.

Indeks kemerataan (E) menggambarkan ukuran jumlah jenis dalam suatu komunitas.
Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan
semakin meningkat. Kisaran yang digunakan untuk indeks kemerataan adalah:

0,0 < E 0,5

: komunitas tertekan;

0,5 < E 0,75

: labil; dan

0,75 < E 1,0

: stabil

Nilai indeks kemerataan dan nilai indeks keanekaragaman yang kecil biasanya
menandakan adanya dominasi suatu jenis terhadap jenis lain. Dominasi spesies yang
cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau
tertekan, rumusnya adalah (Odum, 1971):

Kisaran indeks dominansi dinyatakan sebagai berikut:


0,0 < C 0,5

: dominansi rendah;

0,5 < C 0,75

: sedang;

0,75 < C 1,0

: tinggi.

Beberapa keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah: biaya yang murah,
khususnya dengan menggunakan tenaga sukarela; proses pembelajaran dan
membangkitkan kepedulian; memberikan gambaran global kesehatan terumbu karang,
dan; pengulangan survey dapat dilakukan sebagai suatu program monitoring lokal.
Sementara itu kekurangan metode ini adalah secara idealnya pengulangan dilakukan lebih
dari 4 kali per site dan lebih dari 4 kali survey dilakukan dalam setahun supaya data
dapat dibandingkan, dengan demikian hal ini akan menambah mahal biaya operasional.

DAFTAR PUSTAKA
English S, Wilkinson C, Baker V. 1998. Survey manual for tropical marine resources.
Townsville: Australian Institute of Marine Science.

Gomez ED, Yap HT. 1998. Monitoring coral reef condition. Di dalam Kenchington RA,
Hudson BET (Eds). Coral reef management hand book. Jakarta: UNESCO.

Hill J, Wilkinson C. 2004. Methods for ecological monitoring of coral reefs.


Townsville: Australian Institute of Marine Science.

Veron JEN. 1995. Coral in space and time. Townsville: Australian Institute of Marine
Science

Read more: METODE MONITORING TERUMBU KARANG | Yayasan Terumbu Karang


Indonesia (TERANGI) http://www.terangi.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=129%3Ametode-monitoring-terumbu-karang&catid=53%3Asains&Itemid=52&lang=id#ixzz3I7XMfA1x

Вам также может понравиться