Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pada kesempatan ini hanya akan dijelaskan mengenai metode dalam monitoring ekologi
(biologi dan fisik), khususnya lingkungan biologi seperti hewan karang ( coral) dan
invertebrata. Parameter biologi yang diamati mencakup organisme yang hidup pada
ekosistem terumbu karang dan dapat digunakan untuk menilai kondisi terumbu karang
yang bersangkutan, misalnya kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh bencana
alam atau akibat kegiatan manusia. Parameter ekologi yang pada umumnya diukur pada
ekosistem terumbu karang adalah:
1. Persentase penutupan karang (karang hidup dan mati), spons, alga dan material
tidak hidup (non-living).
2. Komposisi genus dan spesies (struktur komunitas karang).
3. Kehadiran spesies karang baru (rekrut) yang baru menempel.
4. Keragaman dan kelimpahan serta biomassa ikan karang.
5. Juvenil ikan terutama ikan target, populasi dari organisme tertentu seperti kima
raksasa, bintang laut berduri pemakan karang (Acanthaster planci, COTS=Crown
of the Thorns Starfish), Drupella (Gastropoda), bulu babi (sea urchin) dan lainlain.
6. Pemutihan karang (coral bleaching) dan penyakit karang (coral desease).
Informasi tertentu yang ingin diperoleh untuk mengelola suatu terumbu karang akan
menentukan kelompok metode, protokol/metode monitoring dan ukuran metode yang
akan digunakan. Menurut Hill dan Wilkinson (2004), terdapat tiga tahapan dalam
memilih tipe metode monitoring tertentu yang akan digunakan yaitu:
1. Tetapkan kelompok metode yang digunakan, misalnya transek, kuadrat atau
timed swim. Penetapan ini akan tergantung pada skala area monitoring, tingkat
ketelitian monitoring dan tipe habitat yang dimonitor.
2. Tetapkan protokol metode yang digunakan, misalnya manta tow, LIT (line
intercept transect) atau foto kuadrat. Penetapan ini tergantung pada tingkat
keahlian tim monitoring, waktu dan biaya yang tersedia serta ketepatan data
yang ingin diperoleh.
3. Tetapkan ukuran metode yang akan digunakan, misalnya panjang transek untuk
LIT, ukuran kuadrat untuk metode kuadrat atau lamanya waktu pada timed swim.
Hal ini akan tergantung pada tipe habitat terumbu yang akan dimonitor, ukuran
area yang harus terwakili, ukuran organisme yang diamati, dan tingkat ketepatan
yang ingin diperoleh.
Gambar 1. Ilustrasi tiga skala monitoring dan metode yang dapat digunakan dalam
menilai kondisi bio-ekologi terumbu karang (Hill dan Wilkinson, 2004).
Berikut ini akan dijelaskan beberapa metode yang umum digunakan dalam menilai kondisi
bio-ekologi terumbu karang di dunia, yaitu Metode Manta Tow dan Timed Swim (skala
luas), metode LIT dan transek Sabuk/Belt Transect (skala sedang) yang akan dijelaskan
dalam bab berikutnya secara ringkas.
Kesulitan
Perlengkapan Biaya
Waktu
Data
(Survei Manta)
**
**
Manta Tow
Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan kondisi terumbu karang atau
parameter tertentu dengan cara menarik pengamat yang memakai peralatan dasar
menyelam di belakang perahu kecil bermesin melalui sebuah tali dengan kecepatan
konstan (Gambar 2) untuk mencatat data setiap waktu tertentu (misalnya setiap 2
menit). Pengamat akan melihat objek yang dilintasi, lalu menilai persentase penutupan
karang hidup (keras dan lunak), karang mati maupun objek lain yang diinginkan dan
dicatat pada waktu berhenti dalam bentuk persentase pada alat tulis yang dijepit pada
papan manta yang tersedia. Dugaan kategori persetase penutupan dari variabel benthik
tertentu dapat dilihat pada Gambar 3.
Manta Tow adalah metode yang tepat untuk mendapatkan deskripsi umum area terumbu
karang yang luas atau perubahan-perubahan dalam kelimpahan dan distribusi organisme
tertentu serta gangguan skala luas (badai, COTS dan bleaching). Metode ini juga baik
untuk tujuan pemilihan tempat (site) dengan tujuan penerapan metode monitoring
lainnya, misalnya akan memakai metode LIT.
Personel lapangan yang diperlukan untuk metode ini, tergantung pada tingkat keahlian
penelitinya. Untuk tahap pemula, paling sedikit diperlukan empat orang yang masingmasingnya mempunyai tugas berbeda, yaitu:
Satu orang sebagai penunjuk arah yang berada di bagian depan (di atas perahu)
untuk mengontrol perahu agar selalu berada di antara rataan terumbu ( reef flat)
dengan tepi tubir (reef edge) (Gambar 5).
Satu orang bertugas sebagai penentu waktu dan memberitahu pada pengemudi
kapan saatnya berhenti dan bergerak, ia juga bertugas mencatat tanda-tanda di
darat (land marks) dan posisi GPS.
Gambar 5. Diagram yang memperlihatkan bagaimana jalur pengamatan yang dilewati dan
kedalaman bervariasi tergantung pada sudut slope, posisi pengamat dan kehadiran biota
(English et al., 1998)
Untuk tahap mahir, pengamatan dapat dilakukan hanya dengan dua personel yang terdiri
dari seorang pengamat dan seorang pengemudi yang mengambil tugas dua orang lainnya.
Bila memungkinkan, jumlah pengamat yang ditarik dapat ditambah menjadi dua atau tiga
orang dengan memodifikasi tempat berpegang atau tempat duduk pada tali yang
tersedia.
Prosedur umum pelaksanaan metode manta Tow adalah sebagai berikut:
Pengamat ditarik di antara rataan terumbu dan tubir dengan kecepatan konstan
3-5 km/jam atau 1.5 knots.
Setelah 2 menit berhenti dan dilakukan pencatatan pada Tabel data (Tabel 1),
setelah beberapa saat dan mendapat tanda dari pengamat untuk go, lalu ditarik
lagi. Komunikasi antar pengamat dengan porsenel di atas kapal dilakukan dengan
menggunakan sinyal tangan (Gambar 6).
Data yang diisi sebaiknya dalam bentuk persentase (harus diperhatikan bahwa
nilai totalnya jangan lebih 100%).
Gambar 6. Sinyal tangan yang digunakan antara pengamat dengan pengemudi kapal
(English et al., 1998).
Tabel 1. Contoh sheet data untuk pengamat dalam Metode Manta Tow
Location .. Sample ID
Coral Cover
No.
Live
Dead
Soft
Vis.
COTS
No.
Scars Size
Notes
1
2
3
4
5
6
7
8
0 - 10%
11 - 30%
31 - 50%
51 -- 75%
76 -- 100%
4. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap tarikan yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.
Contoh peta hasil pengamatan
Kategori
Kriteria
0 - 10%
Sangat Rendah
11 - 30%
Rendah
31 - 50%
Sedang
51 -- 75%
Tinggi
76 -- 100%
Sangat Tinggi
Dari tutupan karang mati, kita dapat mengetahui faktor penyebab kematian karang.
Apabila banyak patahan karang atau karang terbalik, ada kemungkinan disebabkan oleh
jangkar kapal, badai, bom, atau jaring trawl. Jika ditemukan banyak karang mati yang
masih kuat, ada kemungkinan karena penggunaan racun sianida (potas), pemangsaan oleh
bulu seribu, atau akibat suhu air yang naik.
Dari data di peta, dapat juga dijadikan acuan untuk dilakukan survei lebih detil
berdasarkan kriteria yang kita pilih. Diharapkan dengan diketahuinya gambaran umum
lokasi, survei yang lebih detil dapat lebih mewakili kondisi ekosistem terumbu karang di
kawasan tersebut.
2. Monitoring dapat dilakukan pada lokasi di luar terumbu secara tidak sengaja.
3. Peneliti sangat sulit mengingat bila terlalu banyak variabel yang diamati.
4. Dapat dilakukan pada terumbu karang dangkal saja, khususnya bila
visibilitas/kecerahan perairan rendah.
5. Hanya dapat mengukur penutupan kategori dalam kategori yang luas, misalnya 010%, 11-30% dst.
6. Ketelitian sangat terbatas akibat kesulitan secara visual menilai organisme
terumbu karang yang sangat dominan secara cepat.
Timed Swim
Kesulitan
Perlengkapan Biaya
Waktu
Data
(Survey Snorkel)
***
**
Timed Swim
Metode Timed Swim adalah metode yang dikembangkan untuk skala luas ataupun sedang,
misalnya dalam sistem peringatan dini cepat dalam melihat suatu perubahan penutupan
karang, perikanan dengan bom, bleaching atau COTS. Dengan metode ini, pengamat
berenang pada suatu kedalaman dan kecepatan yang konstan selama waktu tertentu.
Informasi yang diperoleh dapat berupa persentase penutupan kategori komunitas
benthik dasar seperti karang keras, karang lunak, makroalga, ikan dan makroinvertebrata. Pendugaan karakteristik tempat yang diamati dapat dijadikan dasar
pemilihan stasiun pengamatan lebih lanjut. Untuk survey bleaching digunakan kelompok
taksonomi berupa:
Acropora
Pocillopora
Pavia
Dengan metode ini, peralatan yang diperlukan juga tidak ada yang spesifik, sedangkan
personel lapangannya terdiri dari dua orang pengamat, yaitu penyelam SCUBA, dan satu
orang pengemudi perahu. Prosedur umum dengan metode ini adalah pengamat berenang
pada suatu kountur kedalaman selama waktu tertentu, misalnya 2 menit (untuk bleaching
program dan rapid assessment untuk tsunami), 4 menit (Komodo National Park), 5 menit
(COI), 30 menit sampai 1 jam (species diversity). Setelah berenang dalam waktu
tertentu, lalu disusun dan dibuat daftar seluruh kategori atau spesies yang diperoleh.
Untuk spesies dapat juga dilakukan dugaan kelimpahan dan untuk persentase penutupan
dapat dilakukan seperti pada Metode Manta Tow.
Kesulitan
Perlengkapan Biaya
Waktu
Data
**
***
**
***
***
Pengantar
Metode ini adalah metode transek yang paling sederhana. Pengamat berenang sepanjang
transek garis dan mencatat kategori bentik yang terletak tepat dibawah transek pada
titik-titik tertentu (poin) di sepanjang transek.
Tujuan
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data persen tutupan komunitas bentik dengan
lebih akurat jika dibanding dengan survey manta dan survey snorkel.
Mendeteksi perubahan kecil yang tidak dapat dideteksi oleh survei manta dan
survei snorkel.
Kelebihan
Kekurangan
Tidak dapat dilakukan untuk mengambil data di tubir dan kawasan bergua.
Personel
Perlengkapan
Peta Lokasi
Sabak
Pensil
Perahu
Kompas/GPS
Cara Kerja
A. Persiapan
1. Salinlah peta pengamatan.
2. Tentukan batas-batas kawasan pengamatan berikut dengan tanda-tandanya.
3. Rencanakan dan tandailah alur survei pada peta.
4. Pilih juga variabel apa saja yang akan diamati.
B. Pengamatan
1. Pilihlah lokasi pengamatan pada kedalaman sekitar 2 6 m dan catat posisinya.
Posisi dapat ditentukan dengan GPS, kompas, atau dengan melihat tanda-tanda
alam.
2. Setelah lokasi pengamatan dipilih pengamat dan pencatat waktu menyelam untuk
menentukan titik 0.
3. Pencatat waktu menggelar roll meter dari titik 0 hingga 100 sejajar garis pantai.
4. Pencatat waktu kemudian mencatat waktu pengamatan dan kondisi alam di sekitar
lokasi pengamatan.
5. Pengamat mencatat kondisi substrat di tiap poin, dimulai dari titik 0 dengan
interval 50 cm.
6. Pencatat waktu memperhatikan keselamatan pengamat sekaligus menghitung
waktu pengamatan.
7. Setelah selesai mengambil data, pencatat waktu menggulung roll meter dan
bersama dengan pengamat kembali ke permukaan.
Kategori
0 - 10%
11 - 30%
31 - 50%
51 75%
76 -- 100%
Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.
waktu
kedalaman
pengamat
Tanggal
pimpinan tim
substrat
Titik
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
9.5
10
10.5
11
11.5
12
12.5
13
13.5
14
14.5
15
15.5
16
16.5
17
17.5
18
18.5
19
19.5
20
Kesulitan
Perlengkapan Biaya
Waktu
Data
****
****
****
****
***
Personel lapangan yang diperlukan minimal adalah tiga orang terdiri dari dua orang
pengamat (penyelam SCUBA) dengan pengalaman dalam kategori bentuk pertumbuhan
benthik serta identifikasi dan seorang pengemudi perahu.
Prosedur umum dalam metode LIT adalah:
Bila terdapat kesulitan dalam membaca tape (meteran), dapat juga dilakukan
pengukuran panjang kategori dengan menggunakan sabak/alat tulis bawah air
yang telah diberi ukuran tertentu (dalam sentimeter), dengan cara ini hanya
diperlukan untuk mengetahui titik awal (0 cm) dan titik akhir (2000 cm)
pengamatan, salah satu kategori lifeform tertentu (biasanya yang dominan) dapat
diabaikan sehingga panjangnya akan diperoleh dari pengurangan panjang total
transek dengan panjang seluruh kategori lifeform yang lain.
lifeform, kode dari lifeform dan tempat transisi tersebut dicatat di data dalam sheet
(English et al., 1998)
Merupakan metode sampling data yang gampang dan efisien untuk memperoleh
persentase penutupan kuantitatif.
Jika dapat diulang pada waktu yang diinginkan, maka akan menyediakan informasi
perubahan temporal.
Dapat dikombinasikan dengan teknik serupa, misalnya belt dan video transect
maupun sensus ikan.
Gambar 8. Diagram yang memperlihatkan suatu transek yang melewati suatu koloni
tunggal lebih dari satu kali (English et al., 1998).
Tujuannya hanya terbatas pada data persentase penutupan dan atau kelimpahan
relatif.
Membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan tingkat presisi data dan informasi
yang diinginkan.
Tidak bisa digunakan untuk biota yang jarang ditemukan atau terlalu kecil.
Tabel 2. Kategori dan Kode Lifeform untuk metode LIT (English et al., 1998)
Kategori
Kode
Keterangan
Dead Coral
DC
DCA
Acropora
ACB
Hard Coral
Branching
ACE
Non-Acropora
Submassive
ACS
Digitate
ACD
Tabular
ACT
Branching
CB
Encrusting
CE
Foliose
CF
Massive
CM
Sub-massive
CS
Mushroom
CMR
Heliopora
CHL
Millepora
CME
Tubipora
CTU
Other Fauna
Soft Coral
SC
Karang lunak
Sponges
SP
Spons
Zoanthids
ZO
Zoanthids
Others
OT
Algae
Algae
AA
Coraline Alga
CA
Alga mengerak
Halimeda
HA
Genus Halimeda
Macroalgae
MA
Turf Algae
TA
Sand
Pasir
Rubble
Silt
SI
Silt
Waters
WA
Rock
RCK
Batu/substrat
DDD
Missing data
Assemblage
Abiotic
Other
Catatan:
1. Hindari pemakaian kategori WA, usahakan lihat kategori benthik di bawahnya.
2. Bulu babi tidak termasuk benthik, jadi dilihat kategori benthik di bawahnya.
Kategori
0 - 10%
11 - 30%
31 - 50%
51 75%
76 -- 100%
4. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.
5. Hitung pula rata-rata diameter koloni yang ditemukan.
6. Hitung juga kelimpahan relatif, yaitu jumlah biota tertentu dibagi dengan total
seluruh biota yang ditemukan kemudian dikali dengan 100%. Rumusnya adalah sebagai
berikut:
Kesulitan
Perlengkapan Biaya
Waktu
Data
(Kuadrat)
*****
*****
*****
*****
****
Quadran
Pengantar
Metode ini termasuk metode yang cukup komprehensif dan dapat digunakan untuk
mengamati berbagai macam parameter. Dalam sebuah kuadrat, pengamat dapat
mengamati banyak hal dari yang umum hingga mendetil.
Tujuan
Metode ini bertujuan untuk mendapatkan data yang komprehensif dan mendeteksi
perubahan yang kecil dalam ekosistem.
Personel
Setidaknya dibutuhkan tiga orang dengan fungsi sebagai berikut :
Perlengkapan
Peta Lokasi
Sabak
Pensil
Perahu
Kompas/GPS
Cara Kerja
A. Persiapan
1. Salinlah peta pengamatan.
2. Tentukan batas-batas kawasan pengamatan berikut dengan tanda-tandanya.
3. Rencanakan dan tandailah alur survei pada peta.
4. Pilih juga variabel apa saja yang akan diamati.
B. Pengamatan
1. Pilihlah lokasi pengamatan pada kedalaman sekitar 3 & 10 m dan catat posisinya.
Posisi dapat ditentukan dengan GPS, kompas, atau dengan melihat tanda-tanda
alam.
2. Setelah lokasi pengamatan dipilih pengamat dan pencatat waktu menyelam untuk
menentukan titik 0.
3. Pencatat waktu menggelar roll meter dari titik 0 hingga 100 sejajar garis pantai.
4. Pencatat waktu kemudian mencatat waktu pengamatan dan kondisi alam di sekitar
lokasi pengamatan.
5. Pengamat menempatkan kuadrat pada pita transek dengan interval yang acak.
6. Pengamat mencatat biota yang ada di dalam kuadrat (jumlah dan tutupan).
7. Tutupan dapat dilihat dari jumlah kuadrat kecil (10 x 10 cm) yang ditutupi oleh
biota tersebut.
8. Ulangi hingga delapan kali tiap transek.
9. Untuk pemantauan secara periodik, pengamat dapat juga memberi tanda dan
menggambar tutupan biota sesuai dengan posisinya dalam kuadrat. Jika
memungkinkan foto atau video bawah air lebih baik.
10. Pencatat waktu mencatat lokasi tiap kuadrat dan memperhatikan keselamatan
pengamat sekaligus menghitung waktu pengamatan.
11. Setelah selesai mengambil data, pencatat waktu menggulung roll meter dan
bersama dengan pengamat kembali ke permukaan.
dimana :
ni = jumlah total spesies i
N = jumlah total seluruh spesies
Rumus ini hanya dapat digunakan jika biota diidentifikasi hingga tingkat marga atau
jenis.
Indeks Kemerataan (E) = H/ln (jumlah total jenis biota yang ditemukan)
6. Hitunglah persentase tutupan rata-rata dari lokasi tersebut untuk mengetahui
gambaran umum lokasi pengamatan. Dapat juga membandingkan berbagai variabel lain
sesuai dengan kebutuhan.
7. Data pengamatan dapat dikonversi sesuai dengan kategori berikut:
Kategori
0 - 10%
11 - 30%
31 - 50%
51 75%
76 -- 100%
8. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.
adanya gangguan atau perubahan pada ekosistem tersebut. Kriteria bagi indeks
keanekaragaman adalah jika
H 2,0
: keanekaragaman rendah;
: sedang; dan
H >3,0
: tinggi.
Indeks kemerataan (E) menggambarkan ukuran jumlah jenis dalam suatu komunitas.
Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan
semakin meningkat. Kisaran yang digunakan untuk indeks kemerataan adalah:
0,0 < E 0,5
: komunitas tertekan;
: labil; dan
: stabil
Nilai indeks kemerataan dan nilai indeks keanekaragaman yang kecil biasanya
menandakan adanya dominasi suatu jenis terhadap jenis lain. Dominasi spesies yang
cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau
tertekan, rumusnya adalah (Odum, 1971):
: dominansi rendah;
: sedang;
: tinggi.
Lampiran
1. Tabel pengamatan
Lokasi
Kedalaman
Waktu
Kecerahan
Tanggal
Kuadrat No.
Kolektor
Jenis / Life form
Tutupan
Keterangan
Belt Transect
Kesulitan
Perlengkapan Biaya
Waktu
Data
(Transek Sabuk)
*****
*****
*****
*****
****
Transek Sabuk
Secara umum metode ini digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu populasi makroinvertebrata tertentu di terumbu karang, biasanya adalah spesies yang mempunyai
pengaruh ekologi pada terumbu seperti COTS ( Acanthaster planci), Drupella
(Gastropoda) dan Diadema. Metode ini dapat juga digunakan untuk menghitung populasi
karang tertentu seperti Fungia spp. dan karang-karang hias ataupun visual sensus untuk
ikan.
Metode ini sudah sangat umum dan dikembangkan dengan baik oleh Reef Check. Dengan
metode ini sepasang penyelam yang berenang sepanjang sabuk ( belt) dan menghitung
kelimpahan kelompok invertebrate target, selain kesehatan terumbu atau kerusakan
secara fisik. Informasi yang diperoleh dapat berupa dugaan kelimpahan makroinvertebrata tertentu. Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat dalam mendeteksi
perubahan lokal, maka dapat dilakukan jumlah ulangan yang lebih banyak dan menambah
frekuensi monitoring (misalnya lebih dari empat kali dalam setahun).
Peralatan yang diperlukan adalah transek garis sepanjang 100 m dan pipa paralon PVC
diameter 1,5 inci sepanjang 2,5 meter untuk menduga lebar belt. Sementara itu,
personel yang diperlukan adalah dua orang pengamat (SCUBA atau snorkel) dan seorang
pengemudi perahu.
Pengamatan
1. Pilihlah lokasi pengamatan pada kedalaman sekitar 3 & 10 m dan catat posisinya.
Posisi dapat ditentukan dengan GPS, kompas, atau dengan melihat tanda-tanda
alam.
2. Setelah lokasi pengamatan dipilih pengamat dan pencatat waktu menyelam untuk
menentukan titik 0.
3. Pencatat waktu menggelar roll meter dari titik 0 hingga 100 sejajar garis pantai.
Untuk daerah yang dalam (15 22 m), cukup 50 m.
4. Pencatat waktu kemudian mencatat waktu pengamatan dan kondisi alam di sekitar
lokasi pengamatan.
5. Pengamatan dilakukan dari titik 0 hingga 20 m, dengan lebar 2 m, dilanjutkan
dengan jeda 5 m.
6. Pengamat mencatat biota yang ada di dalam transek (jumlah dan diameter).
7. Ulangi hingga transek selesai diamati.
8. Untuk pemantauan secara periodik, pengamat dapat juga memberi tanda. Jika
memungkinkan foto atau video bawah air lebih baik.
9. Pencatat waktu memperhatikan keselamatan pengamat sekaligus menghitung
waktu pengamatan.
10. Setelah selesai mengambil data, pencatat waktu menggulung roll meter dan
bersama dengan pengamat kembali ke permukaan.
3. Hitunglah persentase tutupan dengan menjumlahkan total tutupan dan dibagi dengan
luas total unit sampel dan dikalikan dengan 100%. Rumusnya adalah sebagai berikut:
% tutupan = (jumlah tutupan/luas total unit sampel) X 100%
4. Hitunglah kelimpahan atau kerapatan dengan menjumlahkan total biota yang ditemui
dan dibagi dengan luas total unit sampel. Kelimpahan atau kerapatan relatif dapat
dihitung dengan membagi kelimpahan jenis tertentu dengan kelimpahan total seluruh
jenis. Rumusnya adalah sebagai berikut:
dimana :
ni = jumlah total spesies i
N = jumlah total seluruh spesies
Rumus ini hanya dapat digunakan jika biota diidentifikasi hingga tingkat marga atau
jenis.
Indeks Kemerataan (E) = H/ln (jumlah total jenis biota yang ditemukan)
0 - 10%
11 - 30%
31 - 50%
51 75%
76 -- 100%
9. Masukkan pula data hasil pengamatan tiap transek yang sudah disesuaikan dengan
kategorinya ke dalam peta.
: keanekaragaman rendah;
: sedang dan
H >3,0
: tinggi.
Indeks kemerataan (E) menggambarkan ukuran jumlah jenis dalam suatu komunitas.
Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan
semakin meningkat. Kisaran yang digunakan untuk indeks kemerataan adalah:
: komunitas tertekan;
: labil; dan
: stabil
Nilai indeks kemerataan dan nilai indeks keanekaragaman yang kecil biasanya
menandakan adanya dominasi suatu jenis terhadap jenis lain. Dominasi spesies yang
cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau
tertekan, rumusnya adalah (Odum, 1971):
: dominansi rendah;
: sedang;
: tinggi.
Beberapa keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah: biaya yang murah,
khususnya dengan menggunakan tenaga sukarela; proses pembelajaran dan
membangkitkan kepedulian; memberikan gambaran global kesehatan terumbu karang,
dan; pengulangan survey dapat dilakukan sebagai suatu program monitoring lokal.
Sementara itu kekurangan metode ini adalah secara idealnya pengulangan dilakukan lebih
dari 4 kali per site dan lebih dari 4 kali survey dilakukan dalam setahun supaya data
dapat dibandingkan, dengan demikian hal ini akan menambah mahal biaya operasional.
DAFTAR PUSTAKA
English S, Wilkinson C, Baker V. 1998. Survey manual for tropical marine resources.
Townsville: Australian Institute of Marine Science.
Gomez ED, Yap HT. 1998. Monitoring coral reef condition. Di dalam Kenchington RA,
Hudson BET (Eds). Coral reef management hand book. Jakarta: UNESCO.
Veron JEN. 1995. Coral in space and time. Townsville: Australian Institute of Marine
Science