Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada kasus gawat darurat pada system pendengaran, pada saat melihat korban
hendaknya memperhatikan : korban bernapas atau tidak, kesadaran dan
perdarahan. Keadaan ini dapat terjadi pada kondisi apapun. Tingginya tingkat
kecelakaan lalu lintas dan rendah perhatian orang tua terhadap kondisi anak
sehingga menyebabkan munculnya kegawat daruratan pada pendengaran
seperti trauma tumpul yang menyebabkan kehilangan pendengaran bahkan
keseimbangan.
Salah satu contohnya yaitu otitis media yang merupakan peradangan sebagian
atau seluruh mukuso telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan selsel mastoid.Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba
eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis
media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika
Serikat, diperkirakan sekitar 75% anak mengalamisetidaknya satu episode otitis
media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari setengah mereka mengalami
tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu
episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling
sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
Biasanya telinga tidak memerlukan banyak perawatan. Kotoran telinga yang
menumpuk pada telinga bagian luar mengandung zat yang dapat membunuh
bakteria dan mencegah infeksi. Ingat, jangan memasukkan benda tajam ke
dalam telinga karena dapat merusak gendang telinga dan menyebabkan
ketulian. Untuk membersihkan kotoran telinga yang menumpuk, gunakan
sediaan yang dapat dibeli di apotek. Jika telinga terasa tersumbat, periksakan ke
dokter untuk mendapatkan perawatan yang cukup. Jika kita sedang bepergian
dengan kapal terbang, telinga kadang-kadang merasa tidak enak. Hal ini
disebabkan karena bagian dalam tidak sama dengan tekanan pada telinga
bagian luar. Keadaan ini menyebabkan telinga terasa tidak enak dan sakit
sampai telinga mengeluarkan bunyi pop dan tekanan menjadi seimbang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi telinga ?
2. Apa etiologi daritelinga ?
3. Apa saja manifestasi klinik telinga ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui defenisi telinga
2. Untuk mengetahui etiologi dari telinga
3. Untuk mengetahui manifestasi telinga
4. Untuk mengetahui patofisiologi telinga
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan telinga
6. Untuk mengetahui bagian-bagian dari telinga
7. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada telinga
8. Untuk mengetahui pemeriksaan pada telinga
9. Untuk mengetahui uji pendengaran pada telinga
10. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada system pendengaran ( telinga )
11. Untuk mengetahui penanganan gawat darurat pada system pendengaran
( telinga )
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFENISI
Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks
pendengaran dan keseimbangan.
Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Gawat darurat telinga adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya
penurunan pendengaran bahkan kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh
beberapa factor diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu lintas,dll baik
dalam waktu akut maupun kronis.
B. ETIOLOGI
a.
Telinga kemasukan benda asing seperti air, biji bijian, manic manic,
bulir padi, lintah,
b.
Trauma telinga penyebabnya menyelam,trauma tumpul seperti benda
keras yang mengenai telinga dan trauma tajam seperti kecelakaan sehingga
menyebabkan telinga menjadi putus.
c.
Barotrauma (Perbedaan Tekanan)
d.
Racun
Aminoglycoside antibiotics
Ethacrynic acid oral
Aspirin
Chloroquine
Quinidine
C. MANIFESTASI KLINIK
a.
Telinga kemasukan air
1)
Memang benar kemasukan air
2)
Telinga kurang dengar
3)
Telinga kadang kadang terasa sakit dibagian dalam
4)
Telinga mendengar seperti suara berdengung
b.
Telinga kemasukan benda asing
1)
Adanya benda yang secara tidak sengaja masuk kedalam telinga
2)
Setelah daun telinga ditarik keatas dan kebelakang akan terlihat benda
asing
3)
Rasa sakit di telinga
4)
Kadang kadang keluar darah dan bengkak
5)
Trauma telinga
6)
Rasa sakit didalam telinga
7)
Rasa mendengung dalam telinga
8)
Rasa tebal atau tuli dalam telinga
9)
Keluar darah telinga
D. PATOFISIOLOGI
Gangguan pada telinga berawal ketika adanya invasi bakteri,kemudian bakteri
tersebut menyebabakan infeksi pada telinga tengah karena adanya bakteri,maka
terjadilah proses peradangan.peradangan inilah yang menyebabkan adanya rasa
nyeri pada telinga tengah. Infeksi telinga tengah juga dapat meningkatkan
produksi cairan serosa,karena adanya akumulasi cairan mucus dan
serosa,hantaran suara udara yang diterima menurun sehingga terjadi gangguan
persepsi sensori.
E. PENATALAKSANAAN
Berikan tampon yang mengandung antibiotic, pembersihan telinga secara
menyeluruh ( aural Toilet ),tetes dekongestan hidung, pemberian analgesic dan
miringiotomi bahkan pembedahan ( mastoidektomi ) dan meminimalkan
terjadinya komplikasi.
2. Telinga tengah
Telinga tengah meliputi gendang telinga, 3 tulang pendengaran (martil atau
malleus, landasan atau incus, dan sanggurdi atau stapes). Saluran Eustachius
juga berada di telinga tengah.
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang
pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran
ke tulang berikutnya. Tulang sanggurdi yang merupakan tulang terkecil di tubuh
meneruskan getaran ke koklea atau rumah siput.
Pada manusia dan hewan darat lainnya, telinga tengah dan saluran pendengaran
akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara
pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Saluran
Eustachius menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang faring.
3. Telinga dalam
Telinga bagian dalam terdiri dari tiga bagian utama yaitu ke arah belakang
terdapat tiga saluran semi sirkular,di tengah tengahnya ada bagian yang di
sebut vestibula,dan ke arah depan ada koklea yang juga dikenal nama rumah
siput telinga ( rumah siput ), Keseluruhan struktur ini berbentuk cekung dan
mengandungcairan yang disebut perilimfe.
Menggantung di dalam perilimfe oleh benang-benang lembut adalah labiri yang
berselaput.ini merupakan serangkaian kantong-kantong dan saluran nan rumit
yang mengandung jenis cairan yang berbeda yang disebut endolimfa.
Kecuali jika benda asing itu berada dekat dmulut liang dan bias dikeluarkan
dengan sesuatu alat sederhana tanpa menimbulkan rasa sakit, maka sebaiknya
benda itu di biarkan tidak disentuh.
Dokter maupun perawat yang terlatih dapat dengan mudah memgeluarkannya
dengan alat khusus.tapi untuk benda-benda yang terlalau masuk
kedalam,apalagi disertai infeksi itu memerlukan anestesia.
2. Telinga bagian tengah dan dalam
a. Otitis media serosa
Otitis media serosa (efusi telinga tengah)mengeluarkan cairan,tanpa bukti
adanya infeksi aktif dalam telinga tengah. Secara teori,cairan ini sebagai akibat
tekanannegatif dalam telinga tengah yang disebabkan obstruksi tuba eustachii.
Kondisi ini ditemikan terutama pada anak-anak,perlu dicatat bahwa bila terjadi
pada orang dewasa penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba
eustahcii harus dicari.
Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah menjalani radioterapi
dan barotraumas (misalnya penyelam)dan pada pasien disfungsi tuba eustahcii
akibat infeksi atau alergi saluran nafas atas yang terjadi. Barotraumas terjadi bila
terjadi perubahan tekanan mendadak dalam telinga tengah akibat perubahan
tekanan barometric seperti seperti pada penyelam atau saat pesawat udara
turun,dan cairan tertangkap didalam telinga tengah.
Karsinoma yang menyumbat tuba eustachii harus disingkirkan pada orang
dewasa yang menderita otitis media serosa unilateral menetap.
Gejalanya :
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran,rasa penuh dalam telinga
atau perasaan bendungan dan bahkan suara letup atau berderik yang terjadi
ketika tuba eustahcii berusaha membuka. Membrane timpani Nampak kusam
pada otoskopi dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
Perawatan :
Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara medis kecuali terjadi infeksi
(otitis media akut). Bila kehilangan pendengaran yang berhubungan dengan
efusi telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien,maka bias dilakukan
miringotomi dan dipasang tabung untuk menjaga telinga tengah tetap
terventilasi. Kortikosteroid,dosis rendah,kadang dapat mengurangi edema tuba
eustahcii pada kasus barotrauma.
b. Peradangan / pendarahan pada telinga ( barotitis )
Barotitis adalah peradangan pada telinga yang disebabkan oleh perubahan
tekanan atmosfer dan kondisi ini juga disebut aerotitis. Barotitis merupakan
masalah peradangan atau pendarahan pada telinga tengah disebabkan oleh
perbedaan antara tekanan udara di telinga tengah dan atmosfir seperti saat di
ketinggian,menyelam,dan hampa udara.
Gejala :
Sakit di telinga dan sakit gigi merupakan cirri khas penyakit ini
Perawatan :
Seseorang dengan infeksi akut pernafasan atas atau reaksi alergi dianjurkan
untuk tidak terbang atau menyelam,namun jika kegiatan tersebut terpaksa
dilakukan perti phenyleprine 0,25 % dioleskan 30 menit sebelum melakukan
aktifitas penerbangan atau penyelam dapat membantu mengatasi masalah ini.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA SISTEM PENDENGARAN
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan meliputi penggambaran lengkap masalah telinga,termasuk
infeksi,otalgia,otorea,kehilangan pendengaran. Data dikumpulkan mengenai
durasidan intensitas masalah,penyebab,dan penangan sebelumya.
2. Pengkajin fisik
Pengkajian fisik meliputi observasi adanya eritema,edema,otorea,lesi,dan bau
cairan yang keluar.
B. Diagnosa
1. Ansietas yang berhubungan dengan prosedur pembedahan,potensial
kehilangan pendengaran,potensial gangguan pengecap,dan potensialkehilangan
gerakan fasial.
C. Intervensi
1. Ansietas yang berhubungan dengan prosedur pembedahan,potensial
pendengaran,potensial gangguan pengecap,dan potensial kehilangan gerakan
fasial
Tujuan : ansietas (kecemasan) hilang atau berkurang
Intervensi :
Kaji tingkat ansietas klien
Dorong untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan mengenai
pembedahan
Berikan upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebabkan stress
Ajarkan klien teknik penatalakksanaan stress
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan mastoid
Tujuan : bebas dari rasa tak nyaman
Intervensi :
Kaji laporan nyeri dan catat lokasi
Beriakan pasien obat analgetik sesuai dengan kebutuhan
Ajarkan tentang cara penggunaan dan efek samping obat
Berikan tindakan kenyamanan
3. Perubahan persepsi sensori auditorius yang berhubungan dengan kelainan
telinga/pembedahan telinga/penyumpalan telinga
Tujuan : memperbaiki komunikasi
Intervensi :
Memandang pasien ketika berbicara
Kurangi kegaduhan lingkungan
BAB IV
PENANGANAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM PENDENGARAN
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks
pendengaran dan keseimbangan.
Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Gawat darurat telinga adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya
penurunan pendengaran bahkan kkehilangan pendengaran yang disebabkan
oleh beberapa factor diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu
lintas,dll baik dalam waktu akut maupun kronis.
B. SARAN
1. Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami tentang
system pendengaran ( telinga ).
2. Demi kepentingan bersama dan kesempurnaan makalah ini, kritik, saran dan
masukan yang bermanfaat dari teman teman sangat kami butuhkan. Mohon di
baca dengan teliti dan di mengerti.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun tujuan dari makalah ini kami bedakan menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus. Untuk tujuan umum dari penyusunan makalah ini yaitu untuk
memberikan pemahaman mengenai gangguan system pendengaran akibat otitis
media kronis, dan untuk mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan
terhadap klien dengan gangguan system pendengaran akibat otitis media kronis.
Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
Adapun manfaat penulisan dari makalah yang kami susun adalah sebagai
berikut:
1.
Manfaat pengetahuan
Manfaat pendidikan
Manfaat praktis
Bagi profesi
Bagi peneliti
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari
berbagai literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
BAB III
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Otitis media kronik (OMK) adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Sedangkan OMSK adalah stadium dari
penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah
dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret
(otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah
pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya
pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior
atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis
lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan patologis yang ireversibe.
Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis
media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media kronik atau mastoiditis kronik ini lebih seing ditemukan, dan
beberapa ahli infeksi kronik ini dapat mengakibatkan pembentukan
kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuasoma)
dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah, hal inilah yang
menyebabkan gangguan pada fungsi telinga akibat otitis media kronik.
2.2 Etiologi
Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri
atau virus yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase
telinga tengah dan menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus
masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi
telinga tengah. Agen-agen infeksi tersebut diantaranya agen infeksi dari
tenggorok yaitu streptococcus, stapilococcus, diplococcus pneumonie, hemofilus
influens, Gram (+), rongga mulut S. Pyogenes, S. Albus, Gram (-), dan hidung
meliputi Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi, diabetes
melitus, TBC paru.
Bakteri yang paling sering menyebabkan otitis media adalah S.Pneumoniae,
H.influenzae, dan M. catarrhalis. Bakteri pathogen yang lebih jarang
meliputiStreptococcus spp grup A, S. Aureus, dan spesies Gram-negatif. Pada
30% kasus tidak ada bakteri pathogen yang ditemukan, dan pada 44% kasus,
virus merupakan satu-satunya organism yang ditemukan.
2.3 Patofisiologi
Agen infeksi dari tenggorok, rongga mulut, hidung oleh bakteri diantaranya
stepcococcus, stafilococcus, diplococcus pneumonia, dll mengakibatkan disfungsi
tuba eutachius hingga influks bakteri ketelinga tengah akan
mengakibatkan infeksi telinga tengah. Dan apabila keadaan ini berlanjut atau
berulang, ruptur membran timpany serta adanya OMA ( pengobatan tidak tuntas
virulensi meningkat ) mengakibatkan OMK.
Dari influks membran timpany menyebabkan perforasi membran timpany dan
nekrosis membran timpany serta ruptur membran timpany yang akan
mengeluarkan nanah sehingga nanah menumpuk di belakang membran timpany
mengakibatkan penurunan hantaran suara, melanjut ke penurunan fungsi
pendengaran.
Jika daya tahan tubuh melemah nanah akan keluar terus dan menjadi kronis.
Pengobatan yang tidak tuntas, episode berulang mengakibatkan infeksi pada
telinga dalam alkan merusak tulang karena adanya kolesteatoma pada telinga
tengah bisa dilakukan tindakan operasi dengan mastoidektomi.
Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini
diantaranya meliputi :
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN OTITIS MEDIA KRONIS (OMK)
Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
1.
Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2.
Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tibatiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.
3.
4.
5.
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan
riwayat alergi pada keluarga.
6.
Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya. Pada kasus ini riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktifitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan
7.
Pemeriksaan Fisik
1.
Inspeksi :
Keadaan umum.
Adakah cairan yang keluar dari telinga.
Bagaimana warna, bau, jumlah.
Apakah ada tanda-tanda radang.
Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan
Tes garputala
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema
( pembengkakan )
Gangguan persepsi/sensori ( pendengaran ) b.d penurunan pendengaran
Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi
Intoleransi aktivitas b.d nyeri
No
.
Diagnosa
Perawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan rasa
nyaman nyeri
b.d proses
peradangan
ditandai dengan
edema
(pembengkakan
)
Rasa
nyaman
terpenuhi
dalam
waktu jam
dengan
kriteria hasil
:
Kaji ulang
keluhan nyeri,
perhatikan
lokasi/ karakter
dan intensitas
Memberik
an informasi
untuk
membantu
dalam
menentukan
pilihan/
keefektifan
intervensi
Memberi
kan rasa
nyaman
Mengura
ngi rasa
nyeri
Atur posisi
yang nyaman
pada pasien
Kompres
dingin disekitar
area telinga
Kolaborasi
dalam
pemberian
aspirin/
analgesik
sesuai instruki
2.
Gangguan
persepsi/sensori
(pendengaran )
b.d penurunan
pendengaran
Gangguan
persepsi/
sensori
berkurang
atau hilang
Kaji
ketajaman
pendengaran
pasien
Ingatkan
klien bahwa
vertigo dan
nausea dapat
terjadi setelah
radikal
mastoidectomi.
Berikan
tindakan
pengamanan.
Memberik
an kenyamana
dan relaksasi
pada pasien
Untuk
meningkatkan
relaksasi
Menguran
gi rasa nyeri
Untuk
mengetahui
tingkat
ketajaman
pendengaran
pasien
Karena
akibat dari
adanya
gangguan
telinga dalam.
Perhatika
n droping
wajah
unilateral atau
mati rasa
Anjurkan
kepada
keluarga/
orang terdekat
klien untuk
tinggal
bersama klien
dan memenuhi
program terapi
3.
Gangguan harga
diri rendah b.d
stigma
berkenaan
dengan kondisi
Intoleransi
aktivitas b.d
nyeri
Diharapkan
gangguan
harga diri
klien
teraba /
teratasi
Diharapkan
menunjukka
n teknik /
perilaku
yang
memampuk
Mengkaji
adanya
perlukan (injuri
) saraf wajah.
Untuk
menghindari
perasaan
terisolasi
pasien
Kaji
luasnya
gangguan
persepsi dan
hubungan
derajat
kemampuan
nya
Menentu
kan faktorfaktor secara
individu dalam
mengembangk
an intervensi
Dorong
klien un tuk
mengeksploras
i perasaan
tentang
kritikan orang
Kemungk
inan memiliki
perasaan tidak
realistik saat
dikritik dan
perlu
mempelajari
Tingkatkan Meningkatk
tirah baring,
an istirahat dan
berikan
ketenangan
lingkungan
tenang, batasi
pengunjung
an kembali
beraktivitas
sesuai
keperluan.
Lakukan
tugas dengan
cepat dan
sesuai
toleransi.
Memungki
nkan periode
tambahan
istirahat tanpa
gangguan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang
paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak
dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media kronik merupakan kondisi
yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan
karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi
menetap membrane timpani.
1.2
Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit otitis
media kronis menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila
menghadapi kasus yang kami bahas ini.
DAFTAR PUSTAKA
OLEH
KELOMPOK 2
EMA
ALBER
201101039
JUHERNI
20110104
JUMARNI
20110106
IRMAYANTI
201101041
3
4
ITA LESTARI
201101042
FIQHA PRATIWI
OMKAS
201101040
JUSTRIADI
20110104
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul trauma
telinga Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam
proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini Kami susun guna membantu rekan-rekan mahasiswa lainnya dalam
mempelajari salah satu mata kuliah yakni sistem sensori persepsi trauma
telinga walaupun pembahasannya masih dalam batasan yang umum saja.
Tak lupa Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah sistem
sensori persepsi yang telah memberikan motivasi kepada kelompok kami dalam
menyelesaikan tugas dan juga kepada rekan-rekan sekalian yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, Kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan dalam
penyusunan makalah selanjutnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.......................................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR.............................................................................................................
.........
ii
DAFTAR
ISI.............................................................................................................................
.....
iii
BAB 1 :
PENDAHULUAN.........................................................................................................
......
1
1.1 Latar
Belakang..................................................................................................................
.....
1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................................................
1
1.3 Tujuan
Penulisan.................................................................................................................
.
1
BAB 2 : TINJAUAN
TEORI............................................................................................................
3
2.1 Pengertian.........................................................................................................
...................
3
2.2 Etiologi...............................................................................................................
..................
3
2.3 Menifestasi
Klinis..................................................................................................................
3
2.4 Komplikasi..........................................................................................................
..................
4
2.5 Patofisiologi........................................................................................................
..................
4
2.6 Pemeriksaan
Penunjang.......................................................................................................
4
2.7 Penatalaksanaan dan
Pencegahan.........................................................................................
2.8 Pencegahan.......................................................................................................
...................
6
BAB 3 : ASUHAN
KEPERAWATAN................................................................................................
7
3.1 Pengkajian.........................................................................................................
...................
7
3.2 Diagnosa
Keperawatan.........................................................................................................
8
3.3 Rencana
Keperawatan..........................................................................................................
8
BAB 4 :
PENUTUP..................................................................................................................
.....
11
4.1 Kesimpulan........................................................................................................
...................
11
4.2 Saran.................................................................................................................
...................
11
BAB I
PENDAHULUAN
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
Trauma telinga.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus ''Asuhan Keperawatan Klien dengan Trauma telinga'', ini disusun
supaya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari
Trauma telinga
8.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
PENGERTIAN
2.2 ETIOLOGI
Faktor kesengajaan, biasanya terjadi pada anak-anak balita.
Faktor kecerobohan sering terjadi pada orang dewasa sewaktu menggunakan
alat-alat pembersih telinga misalnya kapas, tangkai korek api atau lidi yang
tertinggal di dalam telinga.
Faktor kebetulan terjadi tanpa sengaja dimana benda asing masuk kedalam
telinga contoh masuknya serangga, kecoa, lalat dan nyamuk.
Karena benda asing yang masuk pada telinga, tentu saja membuat
telinga merasa tidak enak, dan banyak orang yang malah membersihkan
telinganya, padahal membersihkan akan mendoraong benda asing yang masuk
kedalam menjadi masuk lagi.
Tersumbat
Karena terdapat benda asing yang masuk kedalam liang telinga, tentu saja
membuat telinga terasa tersumbat.
Pendengaran terganggu
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
2.4
KOMPLIKASI
Akibat Trauma telinga yaitu akan terjadi komplikasi, yaitu tulang rawan
hancur dan menciut serta keriput, sehingga terjadi telinga lisut (cauliflower ear).
(Helmi Sosialisman dkk,2004)
2.5
PATOFISIOLOGI
Mekanisme :
-Bersihkan serumen
-Lihat kanalis dan membran timpani
Interpretasi :
- Warna kemerahan, bau busuk dan bengkak menandakan adanya infeksi
- Warna kebiruan dan kerucut menandakan adanya tumpukan darah dibelakang
gendang.
- Kemungkinan gendang mengalami robekan.
II.
Pemeriksaan Ketajaman
Uji weber:
-Menguji hantaran tulang (tuli konduksi)
-Pegang tangkai garpu tala, pukulkan pada telapak tangan
-Letakan tangkai garpu tala pada puncak kepala pasien.
-Tanyakan pada pasien, letak suara dan sisi yang paling keras.
Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila
mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi
lesi.
Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.
2.8
PENCEGAHAN
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
3.1.2. Riwayat kesehatan
Keluhan Utama
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan segera yang diberikan setelah kejadian
3.2
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosis
keperawat
an
Nyeri
berhubung
an dengan
proses
inflamasi
Diagnosa
keperawat
an
Gangguan
sensori
persepsi
(auditori)
b.d.
perubahan
sensori
persepsi
Intervensi
Rasional
1.
1Observasi
keluhan nyeri,
perhatikan lokasi
atau karakter dan
intensitas skala
nyeri (0-5)
1)
Dapat
mengidentifikasi
terjadinya komplikasi
dan untuk intervensi
selanjutnya.
2.
Ajarkan
tehnik relaksasi
progresif, nafas
dalam guided
imagery.
3.
Kolaborasi:
Berikan obat
analgetik sesuai
indikasi
2)
Membantu klien
untuk mengurangi
persepsi nyeri atau
mangalihkan
perhatian klien dari
nyeri.
3)
Membantu
mengurangi nyeri
Intervensi
Rasional
Tujuan :
1.
Observasi
ketajaman
pendengaran,
catat apakah
kedua telinga
terlibat.
1)
Mengetahui
tingkat ketajaman
pendengaran pasien
dan untuk
menentukan
intervensi
selanjutnya.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan ketajaman
pendengaran
pasien meningkat
KriteriaHasil :
Pasien dapat mendengar
dengan baik tanpa alat
bantu pendengaran,
mampu menentukan
letak suara dan sisi
paling keras dari
garputala, membedakan
2.
Berikan
lingkungan yang
tenang dan tidak
kacau, jika
diperlukan seperti
musik lembut.
2)
Membantu
untuk menghindari
masukan sensori
pendengaran yang
berlebihan dengan
mengutamakan
kualitas tenang.
3.
Anjurkan
pasiendan
keluarganya untuk
mematuhi
program terapi
yang diberikan
3)
Mematuhi
program terapi akan
mempercepat
proses
penyembuhan.
Intervensi
Rasional
Tujuan :
1.
Kaji tingkat
pengetahuan
pasien.
1)
Mengetahui
tingkat pemahaman
dan pengetahuan
pasien tentang
penyakitnya serta
indikator dalam
melakukan
intervensi
Pasien tidak
meminta mengulang
setiap pertanyaan yang
diajukan kepadanya
Diagnosa
keperawata
n
Kurang
pengetahua
n
berhubunga
n dengan
kurang
terpaparny
a informasi
tentang
penyakit,
pengobatan
Setelah diberikan
tindakan keperawatan,
diharapkan terjadi
peningkatan
pengetahuan mengenai
kondisi dan penanganan
yang bersangkutan
2.
Berikan
informasi pada
pasien tentang
perjalanan
penyakitnya.
Kreteria hasil :
- Melaporkan
pemahaman mengenai
penyakit yang dialami
- -Menanyakan tentang
pilihan terapi yang
merupakan petunjuk
kesiapan belajar
3.
Berikan
penjelasan pada
pasien tentang
setiap tindaka
n keperawatan
yang diberikan
2)
Meningkatkan
pemahaman klien
tentang kondisi
kesehatan
3)
Mengurangi
tingkat kecemasan
dan membantu
meningkatkan
kerjasama dalam
mendukung
program terapi yang
diberikan
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
I.
PENGERTIAN
1.
Trauma telinga adalah trauma yang dapat terjadi berbagai cidera
traumatika yang nyeri pada aurikula, meatus akustikus eksterna dan membran
timpani. (Cody, Kern, Pearson. 1991: 104)
2.
Trauma telinga tengah adalah perforasi membran timpani yang dapat
disebabkan oleh perubahan tekanan mendadak-barotrauma, trauma ledakanatau karena benda asing dalam liang telinga (aplikator berujung kapas, ujung
pena, klip kertas, dll). (Adams. 1997: 95)
3.
Trauma telinga adalah tuli yang disertai gambaran atoskopik yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis trauma, meliputi kompresi udara mendadak,
udara di meatus akustikus eksternus, masuknya benda asing ke dalam telinga
mserta trauma kapitis yang menyebabkan fraktura os temporale. (Cody, Kern,
Pearson. 1991: 90)
4.
Trauma pada sistem pendengaran adalah trauma pada daun telinga yang
dapat terjadi pada waktu bertinju atau akibat kecelakaan.(Harold. 1992)
II.
ETIOLOGI
1.
Menurut Soepardi (2000: 30), penyebab utama dari trauma telinga antara
lain:
a.
b.
Perkelahian
c.
d.
Luka tembak
e.
2.
Menurut Cody, Kern, Pearson (1991: 90), penyebab utama trauma telinga
yaitu:
a.
b.
c.
3.
a.
Kebiasaan mengorek kuping dengan jari atau suatu alat seperti jepit
rambut/klip kertas.
b.
Perubahan tekanan mendadak-barotrauma, trauma ledakan- atau karena
benda asing dalam liang telinga (aplikator berujung kapas, ujung pena, klip
kertas, dll).
c.
Terpapar bising/suara industri yang berintensitas tinggi dan lamanya
paparan.
III.
KLASIFIKASI
Trauma daun telinga mungkin dapat terjadi pada waktu bertinju atau akibat
suatu kecelakaan, akibatnya timbul hematom di bawah kulit. Apabila hal ini
terjadi, maka diperlukan beberapa kali aspirasi untuk mencegah terjadinya
deformitas pada daun telinga (couliflower ear).
Sebagai akibat timbulnya proses organisasi bekuan darah di bawah kulit. Yang
sering ditemui adalah edem laserasi, hilangnya sebagian atau seluruh daun
telinga dan perdarahan. Pada pemeriksaan ditemukan rasa sakit, edema yang
hebat pada liang telinga sering menyebabkan gangguan pendengaran, laserasi,
luka robek dan hematom. Hematom terbentuk di antara perikondrium dan
kondrium.
2.
Trauma Os Temporal
Pada beberapa jenis trauma dapat menyebabkan depresi mendadak pada fungsi
vestibular, dengan akibat terjadi episode vertigo hebat yang berlarut-larut. Suatu
kecelakaan selama tindakan untuk memperbaiki tuli konduktif atau untuk
menghilangkan penyakit ini di celah telinga tengah dapat menyebabkan
kerusakan telinga dalam. Pada trauma tulang temporal terdapat hematom,
laserasi atau luka tembak. Pada permukaan radiologi terlihat garis fraktur. Garis
fraktur dapat longitudinal, transversal atau campuran. Fraktur longitudinal
ditemukan pada 8 % kasus akan merusak struktur telinga tengah sehingga
terjadi tuli konduktif akibat dislokasi tulang-tulang pendengaran. Terjadi
perdarahan pada meatus akustikus eksternus. Bila terdapat cairan serebrospinal
merupakan tanda adanya fraktur basil krani, pada kasus ini jarang terjadi
kontusio telinga dalam.
Fraktur transversal ditemukan pada 20 % kasus, mengenai os petrosum, telinga
dalam sehingga terjadi sensory-neural hearing loss, vertigo dan ditemukan
timpanum.
IV.
PATOFISIOLOGI
Tuli yang disertai gambaran otoskopik dapat disebabkan oleh berbagai jenis
trauma, meliputi kompresi mendadak udara di meatus akustikus eksternus,
masuknya benda asing ke dalam telinga serta trauma kapitis yang menyebabkan
fraktura os temporale. Penyebab yang pertama, kompresi mendadak udara di
liang telinga. Suatu kejadian yang tampaknya ringan, seperti tamparan pada
telinga mungkin cukup menyebabkan ruptura membran timpani. Pasien akan
mengalami nyeri telinga yang hebat dan terdapat perdarahan yang bervariasi
pada tepi perforasi. Dapat timbul tuli konduktif dengan derajat yang tergantung
atas ukuran dan lokasi perforasi.
Penyebab yang kedua yaitu masuknya benda-benda asing, seperti kapas lidai
atau ranting-ranting pohon, bila masuk ke dalam meatus akustikus eksternus
dapat menimbulkan cidera yang terasa nyeri, bervariasi dari laserasi kulit liang
telinga sampai destruksi total teinga dalam. Pada trauma hebat, dapat terjadi
perforasi membran timpani disertai perdarahan dan disrupsi tulang-tulang
pendengaran, serta pasien akan mengalami episode vertigo hebat berlarut-larut
disertai gejala penyertanya, yang menunjukkan terkenanya telinga dalam.
Trauma yang kurang berat yang menyebabkan tuli konduktif berupa perforasi
membran timpani dengan atau tanpa dislokasi tulang-tulang pendengaran.
(Cody, Kern, Pearson, 1991: 90)
V.
1.
MANIFESTASI KLINIK
Menurut Soepardi (2000: 30), manifestasi klinik trauma telinga antara lain:
a.
Edema
b.
Laserasi
c.
Luka robek
d.
e.
Perdarahan
f.
Hematom
g.
Nyeri kepala
h.
i.
2.
a.
Menurut Adams (1997: 95), manifestasi klinik trauma telinga antara lain:
Nyeri
b.
c.
Gangguan pendengaran
d.
e.
VI.
1.
Gangguan kesadaran
Hematoma subdural/epidural/kontusi
KOMPLIKASI
Tuli Konduktif
Terjadi karena adanya perforasi membran timpani dengan atau tanpa dislokasi
tulang-tulang pendengaran.
2.
Vertigo Hebat
Kehilangan Kesadaran
Nistagmus
VII.
1.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Rontgenogram Tengkorak Rutin
Tes Audiometri
Tes Kalori
Akan menunjukkan hilangnya fungsi vestibular. Tetapi tes kalori tidak boleh
dilakukan bila terdapat atorea.(Cody, Kern, Pearson. 1991: 24)
VIII.
PENATALAKSANAAN
1.
Pasien harus dirumahsakitkan dan diberikan cairan infus IV. Kasus cedera
multipel harus diterapi sesuai derajat keparahanya. Pasien harus diobservasi
dengan teliti bagi tanda-tanda. hematoma subdural dan tidak boleh memberikan
obat-obatan untuk menekan vertigo dan sedativa. Sampai keadaan pasien stabil.
Bila kerusakan hanya pada telinga dalam, maka terapi serupa seperti kasus
neuronitis vestibulari. Bila terjadi robekan pada membran timpani, maka tepi-tepi
perforasi harus disatukan kembali secepat keadaan pasien memungkinkan.
Adanya atore CSS menimbulkan resiko tinggi untuk meningitis. Pada keadaan ini,
telinga harus diperiksa dengan teknik steril, dan harus dihindarkan manipulasi
pada telinga tersebut. Berikan pembalut steril ke telinga, dan pasien harus
diterlentangkan dengan kepala ditinggikan bersama diinstruksi tidak boleh
berbaring. Pada sisi yang terkena harus diberikan antibiotika berspektrum luas.
Pada kebanyakan kasus, kebocoran CSS akan berhenti spontan dalam beberapa
hari. Bila tidak berhenti, mungkin diperlukan mastoidektomi dan perbaikan
kebocoran tersebut.
2.
Terapi pada trauma karena adanya benda asing yang masuk ke telinga
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. (1997). Boles: buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC.
Cody, D Thane, Kern, Eugene & Pearson, W Bruce. (1991). Penyakit telinga
hidung dan tenggorokan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., Moorhouse, Many Frances, & Geissler, Alice CC. (1999). Rencana
asuhan keperawatan:pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. edisi 3. Jakarta: EGC.
Haryani, Ani. (2004). Nursing diagnosis a guide to planning care. 4th ed.
Priharjo, Robert. (1996). Pengkajian kepala dan leher. Dalam 4 Asih, Ni Luh Gede.
Smeltzer, Suzzane C., Bare G. Brenda. (2000). Brunner and Suddarts: textbook
of medical-surgical nursing. Philadelphia: Lippincett
http://kamusaskep.blogspot.com/2013/01/trauma-telinga.html
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep tentang gangguan pada sistem
pendengaran yakni OMA, OMK dan mastoiditis serta asuhan keperawatan pada
ketiga gangguan tersebut.
1.4. Manfaat
Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat mengetahui macammacam gangguan pada telinga khususnya telinga tengah yakni OMA, OMk dan
mastoiditis dan asuhan keperawatan dari ketiga gangguan tersebut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2005). Radang telinga tengah (otitis media/ OM) ini sering terjadi pada anakanak dan menjadi masalah paling umum kedua pada praktek pediatrik
(Paparella et al, 1997).
OMA (Otitis media akuta) merupakan infeksi akut pada telinga tengah yang pada
umumnya disebabkan oleh bakteri. Didahului oleh infeksi pada hidung dan / atau
tenggorok. Infeksi jenis ini banyak dijumpai pada anak anak dibanding dewasa.
Otoscope
Timpanometri
Kultur dan Uji Sensitivitas
Pengujian Audiometrik
Pada anak anak yang belum dapat menyampaikan keluhan, maka anak akan
rewel kadang muntah, dan anoreksia. Gejala lain adalah demam, pada anak dapt
terjadi kejang. Pendenganran tertap kurang. Tanda klinis yang tampak adalah
membrane timpani bombans dan hipremi. Terapi sama dengan pada stadium I,
dan parasintesis pada membran timpani
Stadium III : perforasi
Bila stadium II terlewati tanpa terapi yang benar maka akan terjadi stadium
perforasi. Stadium perforasi merupakan pembentukan lubang pada telinga
akibat infeksi. Gejala pada stadium ini yang menonjol adalah otore yang tentu
saja didahului oleh otalgi, pendengaran tetap menurun. Tanda klinis pada
membrane timpani adalah perforasi pada pars tensa umumnya kecil dan toilet
telinga yang benar. Pada stadium ini diusahakan sudah tak terjadi otore setelah
paling lama 2 minggu. Maka lebih baik dari 2 minggu masih terjadi otore harus
dirujuk ke dokter THT.
Stadium IV : resolusi
Apabila stadium III terlewati sebelum 2 minggu maka akan terjadi stadium IV.
Pada stadium ini penderita mengeluh pendengarannya masih belum kembali
normal. Tanda klinis pada membrane timpani adalah perforasi masih tampak tapi
warna mulai kembali normal dan tidak tampak secret. Terapi pada stadium ini
tidak ada. Penderita diberikan edukasi untuk menjaga hygiene telinga dan
control 2-4 minggu kemudian untuk melihat apakah membrane timpani dapat
menutup menutup secara spontan. Apabila tetap ada perforasi dapat dirujuk ke
THT untuk dilakukan stimulasi dan epitelisasi atau miringoplasti.
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
keseterilan telinga tengah. Faktor penyebab utamanya adalah sumbatan tuba
eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah
infeksi saluran napas atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena ruba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Mansjoer et al,
2001).
2.1.9.
WOC OMA
Definisi OMK
hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak
diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga. (kalbefarma,
2002).
Otitis Media Kronik diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu :
Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi
ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap
infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder
dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet,
metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu :
1)
OMK aktif adalah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif
2)
OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2.2.2
Etiologi OMK
2.2.3
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media
nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena
kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis
akibat osteolitik kolesteatom.
2.2.4
a.
ringan : 27 dB sampai 40 dB
sedang : 41 dB sampai 55 dB
sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
berat : 71 dB sampai 90 dB
total : lebih dari 90 dB.
b.
1)
Pemeriksaaan Radiologi
Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen
2)
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang
telahmengenai struktur-struktur
3)
Proyeksi Stenver
c.
Bakteriologi
Bakteri spesifik
2.2.5
Penatalaksanaan OMK
Mastoidektomi sederhana
Operasi dilakukan pada OMK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang
mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya agar infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2)
Mastordektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologis dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
3)
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I, rekonstruksi hanya dilakukan pada membran
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
5)
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran. (Soepardi, Arsyad, 1997, 55-57)
2.2.6
Komplikasi OMK
Komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial melewati tiga macam lintasan
yaitu :
Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Menembus selaput otak
c.
2.2.7
a.
Prognosis OMK
OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat eongering. Tetapi sisa perforasi
sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri
dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan
membrane timpani disarankan.
b.
2.2.8
Patofisiologi OMK
Dibagi kedalam 2 jenis yaitu benigna atau tipe mukosa, dan menigna atau tipe
tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga
dikenal tipe aktif dan tipe tenang. Pada OMK benigna, pandangan terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang
menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. OMK tipe
maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau
di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal (Mansjoer et
al, 2001).
2.2.9
WOC OMK
Mastoidektomi, Miringoplasti,
Timpanoplasti
MK : Nyeri
MK : Gangguan
Komunikasi
MK : Kurang
Pengetahuan
MK : Hipertermi
MK : Resiko
Infeksi
kemerahan
Penurunan kemampuan
melihat kearah samping
Paralisis N VI
Paralisis N VII
Mulut mencong
MK : Resiko
Cidera
Penurunan
pendengaran
Kolersteatoma
Destruksi tulang
pendengaran
Maligna
Benigna
2.3
2.3.1
MASTOIDITIS
Definisi Mastoiditis
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak
pada tulang temporal. Mastoiditis terjadi karena Streptococcus hemoliticus /
pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti
masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang
dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan
menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus
respiratorius.
CT scan
2.3.8
Patofisiologi Mastoiditis
BAB 3
PROSES KEPERAWATAN
3.1.
3.1.1 Pengkajian
1.
Pengumpulan Data
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat
alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat,
kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit
telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid
yang dikaitkan sebagai faktor genetic
2. Pengkajian Persistem
Keadaan umum :Suhu meningkat, keluarnya otore
B1 (Breath)
:-
B2 ( Blood )
:Nadi meningkat
B3 (Brain)
kejut
B4 (Bladder)
:-
B5 (Bowel)
:Nausea vomiting
B6 (Bone)
:Malaise, alergi
3. Pengkajian Psikososial
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktivitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Pemeriksaan diagnostik
Tes audiometri : pendengaran menurun
Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan
Tes garputala
3.1.2
Keperawatan
Diagnosa
3.1.3
dan Rasional
1.
Intervensi
Tujuan :
Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :
Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang
Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana
Intervensi :
Intervensi
Rasional
2.
Tujuan :
Gangguan komunikasi berkurang / hilang
Kriteria hasil :
Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai)
Klien menerima pesan melalui metode pilihan (misal: komunikasi lisan, bahasa
lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik)
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Rasional
Rasional
Agar kerusakan
penedengaran tidak
meluas
Berhubungan dengan
kehilangan pendengaran
http://rifaaprillia-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-72727-Umum-ASUHAN
%20KEPERAWATAN%20PADA%20KLIEN%20DENGAN%20OMA,%20OMK,%20DAN
%20MASTOIDITIS.html
1.
Sumber : http://media.photobucket.com
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada Sisi
kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b.
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian
medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan
ini. Terdapat di KAE adalah sendi temporoman-dibular, yang dapat kita rasakan
dengan ujung jari pada KAE ketika membuka dan menutup mulut.
c.
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula
seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebutjuga serumen.
Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit.
Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2.
a.
Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang
pendengaran yang meliputi :
1)
2)
3)
c.
Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping
kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari
lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa
rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah
antrum di dalam tulang temporalis.
d.
telinga dalam terdapat jauh didalam bagian petrous tulang temporal, didalamnya
terdapat organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis
semisirkularis) dan saraf cranial VII (nervus fasialis) dan nervus VIII (nervus
kokleovestibularis).
2.
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan lurus membran timpani
dan tingkap lonjong.
Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap
lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan
menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan membrantektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses
depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.
pembentukan serumen atau kotoran telinga, yang sebagian besar terdiri dari
struktur kelenjar sebasea dan apokrin.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi telinga luar adalah :
1)
Malformasi congenital
Gambar Mikrotia
Sumber : www . microtia.bikinsitus.com & www.kbb.uludag.edu.tr
Pinna yang sangat besar (makrotia) atau sangat kecil (mikrotia). Secara
umum deformitas pinna berkorelasi dengan deformitas pada membran timpani
dan telinga tengah dalam derajat yang dapat diperkirakan. Intervensi yang dapat
dilakukan adalah perbaikan kosmetik dari pinna sendiri sebelum anak
berinteraksi di lingkungan sekolah.
c.
Fistula Preaurikular
2)
Trauma
Trauma pada telinga luar dapat merusak dan menghancurkan aurikula
dan
kanalis autikus eksternus, yang termasuk bagaian dari trauma ini
diantaranya :
a. Laserasi
Trauma akibat laserasi biasa terjadi karena klien tampak mengorek-ngorok
telinga dengan jari atau penjepit rambut atau klip kertas. Laserasi dinding
kanalis dapat menyebabkan
b. Frostbite
Frostbite pada aurikula dapat timbul dengan cepat pada lingkungan bersuhu
rendah dengan angin dingin yang kuat, pemanasan yang cepat dinjurkan seperti
dengan mengguyur telinga yang terkena dengan air hangat bersuhu 100 dan
108F sampai terlihat tanda-tanda pencairan.
c. Hematoma
Hematoma telinga luar sering dijumpai pada pengulat dan petinju akibat
penumpukan bekuan darah diantara perikondrium dan tulang rawan, yang dapat
berakibat terbentuknya telinga bunga kol jika tidak diobati, oleh karena itu
perlunya tindakan insisi dan drainage kumpulan darah dalam kondisi steril diikuti
dengan pemasangan balutan tekan khususnmya pada konka. Pada para pegulat
atau petinju perlunya memakai pelindung kepala saat latihan atau saat
bertanding.
3)
Infeksi dan Non Infeksi Pada Pinna, Aurikula dan Kananlis Autikus Eksternus
a.
Serumen
Adalah secret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagia
kartilaginosa liang telinga yang diketahui memiliki fungsi sebagai sarana
pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membrane
timpani. Serumen juga berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah
kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis.
Pada keadaan normal serumen tidak akan tertumpuk di liang telinga, tetapi
akan keluar sendiri pada waktu mengunyah dan setelah sampai diluar liang
telinga
akan menguap oleh panas. Penumpukan serumen yang berlebihan akan
menimbulkan gangguan pendengaran, juga bila liang telinga kemasukan air
maka serumen akan mengembang sehingga menyebabkan rasa tertekan yang
menggangu pendengaran. Interfensi kolaboratif yang dianjurkan adalah :
1.
Pemberian obat tetes telinga untuk waktu yang singkat, seperti
minyak mineral, H2O2 3%,
2.
Irigasi telinga dengan campuran air (sesuai suhu tubuh) dan H2O2
3%, dalam melakukan irigasi ini harus berhati-hati agar tidak merusak
membrane timpani dan jika tidak dapat memastikan keutuhan membrane
timpaniu sebaiknya irigasi tidak dilakukan.
3.
Jika klien mengeluh telinganya tersumbat maka perlunya dilakukan
penghisapan dengan menggunakan forceps alligator tipe Hartmann.
b.
Benda Asing
Benda asing yang sering ditemukan pada liang telinga dapat berupa :
1. Benda hidup seperti serangga (kecoa, semut atau nyamuk)
2. Benda mati seperti komponen tumbuh-tumbuhan atau mineral ?(kacang
kacangan, karet penghapusan, potongan korek api, dll)
Intervensi yang dapat dilakuakan adalah kerjasama yang baik antara
klien dengan dokter , karena usaha mengeluarkan benda asing oleh klien sendiri
seringkali akan mendorong benda asing lebih ke dalam. Tindakan yang harus
diperhatikan oleh perawat :
a.
Bila benda asing berupa serangga, maka harus dimatikan terlebih dahulu
sebelum serangga dikeluarkan, dengan memasukan tampon basah ke liang
telinga lalu meneteskan cairan misalkan larutan rivanol ke liang telinga selama
10 menit, lalu lakukan irigasi dengan air sesuai suhu tubuh untuk mengeluarkannya.
b.
Bila benda asing berupa kacang-kacangan, maka teteskan minyak mineral
yang berguna untuk melunakan kacang-kacangan tersebut dan lakukan irigasi
dengan air untuk mengeluarkannya.
c.
Bila benda asing yang besar dapat ditarik dengan pengait serumen dan
yang kecil dapat diambil dengan kunam atau pengait.
c.
Otitis Eksternus
Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan
oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa
tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan
kecenderungan untuk
kambuhan.
Adalah peradangan, infeksi atau respon alergi pada struktur Kanalis Autikus
Eksternal atau Aurikula. Infeksi dapat terjadi sebagai akibat factor-faktor
predisposisi
a.
b.
Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu tubuh dan
kelembaban.
c.
Suatu trauma ringan seringkali karena berenang atau membersihkan
telinga secara berlebihan.
B.
Etiologi
1.
Pseudomonas Aeruginosa
Streptococcus
Staphylococcus
Aspergillus
2.
Patoflow diagram
bengkak
Ggn Persepsi
Sensory Pendengaran
konductive hearing
D.
E.
Insiden
1.
Sering terjadi pada musim panas dimana banyak orang menikmati
olahraga air (berenang di danau, laut atau kolam renang)
2.
Klien yang mengalami trauma terbuka pada kanalis akustikus eksterna
akan lebih mudah mengalami infeksi.
F.
Penatalaksanaan
1.
Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hatihati.
2.
Penilaian terhadap secret, edema dinding kanalis dan membrane timpani
bila memungkinkan.
3.
4.
Terapi analgetik
2.
Proses Keperawatan
A.
Pengkajian
Perubahan pendengaran
Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang di laut, kolam renang
ataukah didanau?
Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga sehingga mengakibatkan
nyeri setelah dibersihkan?
Apakah klien pernah mengalami trauma terbuka pada liang telinga akibat
terkena benturan sebelumnya?
Apakah klien seorang petinju atau pegulat yang sering mengalami trauma
pada telinganya?
B.
Diagnosis Keperawatan
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga b.d reaksi inflamasi,
reaksi infeksi pada telinga.
2.
Perubahan persepsi sensory : pendengaran b.d obstruksi pada kanalis
akustikus eksternus akibat infeksi oleh agen bakteri dan allergen.
3.
4.
5.
6.
kurang pengetahuan mengenai penyakit penyebab, penatalaksanaan dan
prosedur pembedahan.
C.
Intervensi
Istirahat klien
3.
4.
Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telinga atau salep
telinga
5.
Jelaskan pada klien tentang penyakit yang dialaminya, penyebab terjadinya
penyakit tersebut dan kemungkianan rencana pembedahan yang akan dilakukan
pada klien.
6.
Berikan support (dukungan) pada klien tentang usaha-usaha atau
intervensi yang harus dilakukan bagi kesembuhannya.
7.
Jika edema mengakibatkan obstruksi kanal maka gunakanlah Earwick,
dengan teknik : kassa yang sudah diberi tetes telinga antibiotika dimasukkan ke
kanalis, dilakukan oleh dokter THT.
8.
9.
Kolaborasi terapi analgetik seperti Acetylsalisilat acidm (Aspirin Entrophen)
dan Acetaminophen (Tylenol,Abenol).
D.
Evaluasi
2.
3.
4.
5.
6.
Pemahaman klien mengenai penyakit, penyebab dan prosedur
pembedahan bertambah.
4)
Neoplasma
Berbagai lesi kulit termasuk neoplasma dapat ditemukan pada aurikula dan liang
telinga. Osteoma adalah suatu tumor jinak pada dinding liang telinga yang
tampak sebagai benjolan tunggal, kertas dan bundar yang menempel pada
sepertiga bagian dalam telinga.
Eksostosis adalah tumor berupa tonjolan bundar dari tulang kanalis yang
hipertropik (biasanya multiple dan bilateral). Etiologi belum diketahui dengan
pasti, tetapi dapat disebabkan oleh karena sering berenang dalam air dingin.
Karsinoma sel gepeng merupakan keganasan yang paling sering pada liang
telinga dapat segera disembuhkan dan ditangani dengan cepat jika didiagnosis
secara dini demikian juga dengan karsinoma sel basal. Pengobatan awal yang
lebih dipilih adalah eksisi bedah.
A.
B.
Perasat Valsava
Teknik yang dilakukan dengan cara meniupkan dengan kertas dari hidung dipijat
serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa udara masuk kedalam
telinga tengah yang menekan membrane timpani kearah lateral seperti
meletup. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila terjadi infeksi pada jalan
nafas.
Perasat Tyonbee
Teknik yang dilakukan dengan cara menelan ludah sambil hidung dipijat serta
mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membrane tympani tertarik
ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.
Barotrauma
Melakukan Perasat Valsava salama tidak ada infeksi pada jalan nafas atas.
Terapi dekongestan.
c.
Jika cairan masih menetap ditelinga tengah sampai beberapa minggu
maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu pemasangan pipa
ventilasi (Grommet).
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah
permen karet atau melakukan Perasat Valsava, terutama sewaktu dalam
pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.
C.
1.
Otosklerosis
Pengertian
Patofisiologi
Etiologi
Insiden
Terjadi lebih banyak pada Caucasian dan Perempuan yang dapat mem perberat
kehamilan.
5.
a.
b.
c.
Membrane tympani normal atau berwarna orange kemerahan karena
terjadi peningakatan vaskularisasi dari telinga tengah.
6.
Penatalaksanaan
a.
Pengangkatan stapes yang diganti dengan prosthesis metallic
(stapedektomy).
b.
Penggunaan fluorikal (suplemen fluoride) dapat memperlambat
pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
c.
7.
a.
Pengkajian :
Fungsi pendengaran :
- Vertigo
- Tinitus
b.
Intervensi :
a.
Otitits Media
Pengertian
Otitis media adalah pendengaran sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustakhius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
b.
1.
2.
Disini akan dijelaskan Proses Keperawatan pada klien dengan Otitis Media secara
komperhensip.
A.
1.
Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah. (Brunner and Sudath.
1997 :2050)
Otitis Media Akut (OMA) adalah penyakit yang disebabkan oleh serangan
mendadak dari infeksi bakteri dalam telinga bagian tengah.
(CharleneJ.Reevas.2001:16)
2.
Etiologi
Patofisiologi
4.
Otlagia
Demam
Tinnitu
s
5.
gangguanrasa nyeri
a.
Otlagia (nyeri telingah), akan hilang secara spontan jika terjadi perforasi
spontan membrane timpani.
b.
c.
Demam
d.
Kehilangan pendengaran
e.
6.
Tinitus
Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium yaitu :
a.
Stadium oklusi tuba eustakhius adalah adanya gambaran retraksi akibat
terjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah, karena adanya absorbs
udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan oleh
virus atau alergi.
b.
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
c.
Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada
keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang,
maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan timbulnya
trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa. Nekrosis
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur.
d.
Stadium perforasi
Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila
sudah perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya
tahanm tubuh baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi,
walaupun tanpa pengobatan.
7.
Insiden
Infeksi telinga bagian tengah, merupakan infeksi yang paling umum ditemukan
pada anak-anak berumur kurang dari 4 tahun.
8.
a.
Komplikasi
Sukar menyembuh
b.
c.
d.
Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis
akut, kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial (meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.
9.
Tes diagnostic
a.
b.
c.
Kultur organism
10. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya
a.
Stadium oklusi
Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani
terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan
golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
c.
Stadium supurasi
Stadium resolusi
Pengkajian
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya oedema jaringan, efusi telinga tengah,
proses infeksi/inflamasi pada telinga bagian tengah.
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman
Intervensi :
-
R : untuk menentukan sumber dari nyeri karena nyeri dari otitis medi tidak sama
dengan otitis eksternal.
Anjurkan untuk menggunakan obat analgeti seperti aspirin, atau
asetaminofen setiap 4 kali sehari sesuai kebutuhan untuk menghilangkan nyeri
dan panas.
R : aspirin mempunyai efek antiinflamatori yang dapat membantu
menghilangkan inflamasi dari telinga.
-
b.
c.
B.
1.
Pengertian
OMK adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan
biasanya disebabkan karena episode berulang OMA (Bruner and Suddath. 1997 :
2052).
OMK adalah perforasi membran timpani secara permanen, dengan atau tanpa
pengeluaran pus dan kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam mukosa dan
struktur tulang dari telinga tengah. (Pricilla Lemone. 2001 : 1496).
2.
Etiologi
Otitis media yang berulang akan menghancurkan pars tensa dan tulang dan
tulang pendengaran, luasnya kerusakan tergantung dari berat dan seringnya
penyakit tersebut kambuh. Prosesus longus inkus menderita paling dini karena
aliran darah ke bagian ini kurang. Klien tidak pernah mendapatkan suatu
komplikasi yang berat.
4.
a.
b.
c.
d.
Pada pemeriksaan audiogram menunjukan tuli konduktif dalam berbagai
derajat
5.
Test Diagnostik
a.
Otoskopik Membran Timpani tampak perforasi dan Kolesteatoma dapat
terihat sebagai massa putih dibelakang membrane timpani
b.
Audiometri memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran
6.
Penatalaksanaan
a.
Penanganan local : pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop
dan alat penghisap, pemberian antibiotika tetes
b.
Timpanoplasti, untuk mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup
lubang perforasi tengah, mencegah infeksi berulang dan memperbaiki
pendengaran
c.
lubang perforasi pada membrane timpani, tipe II sampai V untuk perbaikan yang
lebih intensif struktur telinga tengah
d.
Mastoidektomi, untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang
sakit, dan menciptakan telinga yang aman, kering dan sehat
7.
a.
Kopmplikasi
Kehilangan pendengaran sensorineural
b.
c.
d.
e.
C.
a.
Meningitis
Otitis Media Akut Perforasi adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel sel mastoid
yang diikuti dengan rupturnya membrane tympani dan biasanya terdapat secret
yang mengalir keluar dari telinga bagian tengah ke telinga bagian luar.
OMP adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul,
sekret mungkin encer, kental, bening atau berupa nanah. (Dr Efiaty dan Prof
Nurbaity Sp. THT)
b.
Patofisiologi
Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media
perforatif apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.Bila pross infeksi kurang
dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut.
Beberapa factor yang menyababkan OMA menjadi OMP adalah terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk. Otitis Media Akut
perforasi biasanya disebabkan karena adanya komplikasi dari infeksi saluran
pernafasan bagian atas. Sekresi dan inflamasi dari infeksi saluran pernafasan
bagian atas ini dapat menyebabkan terjadnya oklusi tuba Eustachii.
Normalnya, mukosa dari telinga bagian tengah mengabsorpsi udara di
liang telinga bagian tengah. Jika udara tersebut tidak terabsorpsi karena
adanyaobstruksi tuba Eustachii, maka akan timbul suatu tekanan negative
yangmenyebabkan terjadinya suatu produksi secret yang serous. Sekret di
telingabagian tengah ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri
danmikroba. Dan dengan adanya infeksi saluran pernafasan bagian
atas,memudahkan masuknya virus atau bakteri ke telinga tengah.
Jikapertumbuhannya cepat, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
infeksitelinga bagian tengah. Jika infeksi dan inflamasi ini terjadi secara
terus menerus, hal ini dapat menyebabkan perforasi pada membran thympani.
c.
Insiden
Sering dijumpai pada anak-anak, bila terjadi pada orang dewasa kemungkina
pada pasien yang menjalani radioterapi dan barotrauma seperti penyelam
d.
Suara letup atau berderik yang terjadi ketika tuba eusakhius berusaha
membuka.
e.
-
Test Diagnostik
Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif dalam berbagai derajat
Otoscope pada membrane timpani tampak sklerotik (tidak terisi sel udara
dan mungkin terdapat rongga dalam tulang akibat erosi oleh kolesteoma)
f.
Penatalaksanaan
MASTOIDITIS
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid
yang
terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau
orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga
tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada
telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi
pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga
(dapat juga pada sisi telinga yang lainnya).
a.
1.
Mastoiditis merupakan suatu infeksi dari otitis media akut yang
melanjutkan ke dalam sel udara mastoid (Lemone 2004 : 1496)
2.
Patofisiologi
Pada mastoiditis akut, tulang septal antara sel udara mastoid dihancurkan dan
sel bergabung untuk membentuk ruang yang besar. Bagian dari jalannya
mastoid terkikis. Dengan adanya infeksi kronis, dapat menyebabkan sebuah
abses dapat terbentuk, atau sklerosis tulang dari mastoid.
Mastoiditis akut meningkatkan resiko meningitis karena hanya sebuah tulang
yang sangat tips memisahkan sel udara mastoid dari otak. Beruntungnya,
komplikasi ini jarang terjadi sejak pemberian antibiotika yang efektif untuk
therapy otitis media.
3.
mastoid
pendengaran
Nyeri telinga, Kemerahan
Kehilangan pendengaran
4.
gangguan
persepsi
gangguan
Tanda dan gejala mastoiditis akut biasanya berkembang antara 2 atau 3 minggu
setelah episode dari otitis media akut dan termasuk :
a.
Sakit telinga
b.
Kehilangan pendengaran
c.
d.
Bengkak dapat menyebabkan aurikula dari telinga menonjol melebihi dari
normal (retroaurikula).
e.
f.
5.
Penatalaksanaan
a.
Pencegahan adalah focus primer dari kolaboratif dan tindakan
keperawatan yang berhubungan dengan mastoiditis.
b.
Pengobatan antibiotika yang efektif dari otitis media akut mencegah
mastoiditis pada tingkat awal.
c.
Mengikuti tindakan pembedahan, menetapkan secara hati-hati luka dan
pengeluaran untuk membuktikan infeksi atau komplikasi lainnya.
d.
Pendengaran klien mungkin sementara atau menetap terpengaruh,
tergantung pada luasnya operasi.
e.
Bicara pelan dan jelas, jangan berteriak atau bicara keras yang tidak
biasa.
f.
Yakinkan keluarganya dan staff mengetahui tentang kehilangan
pendengaran klien dan menggunakan tekhnik komunikasi yang sesuai.
g.
Membantu pasien dengan ambulasi awal, karena pusing dan vertigo
biasanya mengikuti pembedahan.
h.
Pemberian antibiotika untravena seperti penicillin, Cefriaxone selama 14
hari.
i.
Jika tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi
Mastoidektomi, bersama dennganTimpanoplasti.
j.
Penghembusan udara melalui hidung, bersin dan batuj harus dihindari
karena dapat meningkatkan tekanan pada telinga bagian tengah.
6.
Perawatan di rumah
a.
Pendidikan tentang mastoiditis akut, menekankan pentingnya pemberian
terapi antibiotika dan menganjurkan untuk follow up.
b.
Instruksikan klien dan keluarga untuk melaprkan reaksi yang merugigak
untuk perawatan primer.
c.
Pengkajian
a.
Riwayat kesehatan : penggambaran lengkap masalah telinga, otorea,
kehilangan pendengaran
b.
Pengkajian fisik observasi adanya eritema, oedema, otorea, lesi dan bau
cairan yang keluar
c.
2.
Diagnose Keperawatan
a.
DK : Ansietas b.d prosedur pembedahan, potensial kehilangan
pendengaran, potensial ganguan pengecap, dan potensial kehilangan gerakan
fasial.
Tujuan : Meredakan ansietas
Intervensi :
Berikan informasi yang kuat yang telah didiskusikan oleh ahli otology pada
pasien termasuk anastesi, lokasi insisi dan hasil pembedahan.
Dorong pasien untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan
mengenai pembedahan
b.
Evaluasi :
-
c.
DK : Resiko infeksi b.d post op Mastoidektomi, pemasangan graft/tandur,
trauma bedah terhadap jaringan dan struktur di sekitarnya
Tujuan : pencegahan infeksi
Intervensi :
Rendam tampon kanalis auditorius eksternus dalam larutan antibiotika
sebelum dipasang
Instruksikan kepada pasien untuk mencegah air masuk ke kanalis
auditorius eksternus selama 2 minggu
Pasang bola kapas yang diolesi bahan yang tak larut air (vaselin) dan
diletakkan di telinga
Beritahukan kepada pasien tanda-tanda infeksi (meningkatnya suhu,
cairan purulen)
Evaluasi ;
-
d.
DK : Perubahan persepsi sensori auditoris b.d kelainan telinga/pembedahan
telinga
Tujuan : Memperbaiki komunikasi
Intervensi :
Mengurangi kegaduhan lingkungan, memandang pasien ketika berbicara,
berbicara jelas dan tegas tanpa berteriak, memberikan pencahayaan yang baik
dan menggunakan tanda nonverbal.
-
e.
DK : Resiko trauma b.d kesulitan keseimbanganatau vertigo selama
periode pascaoperasi segera
-
Kerusakan integritas kulit b.d pembedahan telinga, insisi dan tempat graft
KOLESTEATOMA
a.
Pengertian
Patofisiologi
Sel epitel debris mengumpul dalam telinga bagian tengah, membentuk kista
yang merusak struktur telinga dan mengurangi pendengaran, seperti pada
mastoiditis. Deteksi dan pengobatan secara dini pada otitis media dengan
memberikan antibiotika akan menurunkan kolesteatoma. Kolesteatoma sangat
berbahaya dan merusak jaringan sekitarnya yang dapat mengakibatkan
hilangnya pendengaran.
c.
Etiologi
Penatalaksanaan
Komplikasi
1.
Glomus jugulare adalah tumor yang timbul dari bulbus jugularis (Brunner &
Suddath: 1999;2056)
2.
Neuroma nervus fasialis adalah tumor nervus VII, nervus fasialis (Brunner &
Suddath: 1999;2056)
3.
Granuloma kolesterin adalah reaksi system imun terhadap produk samping
darah (Kristal kolesterol) di dalam telinga tengah (Brunner & Suddath:
1999;2056)
4.
Timpanosklerosis adalah timbunan kolagen dan kalsium di dalam telinga
tengah yang dapat mengeras di seputar osikulus sebagai akibta infeksi berulang
b.
Penatalaksanaan
Kesimpulan
Telinga adalah salah satu organ pancaindra yang memiliki fungsi yang sangat
vital bagi kehidupan manusia. Telinga luar terdiri dari daun telinga
(pinna/aurikula), meatus autikus eksternus, kanalis auditorius eksternus dan
membran timpani. Sedangkan Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari
membrane timpani, bila dilihat dari arah liang telinga berbentuk bundar dan
lekung dan gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
puncaknya, umbo, mengarah ke medial.
DAFTAR PUSTAKA
Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor : Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
STIKes Santo Borromeus. Bandung.
Brunner & Sudath . 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Buku II Edisi 9, Alih
Bahasa : Agung Waluyo dkk. EGC. Jakarta.
http://tht-fkunram.blogspot.com/2009/02/otitis-eksternaoe_ 24.html
http://rismawati-maulani.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan.html