Вы находитесь на странице: 1из 114

MAKALAH GAWAT DARURAT PADA SYSTEM PENDENGARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada kasus gawat darurat pada system pendengaran, pada saat melihat korban
hendaknya memperhatikan : korban bernapas atau tidak, kesadaran dan
perdarahan. Keadaan ini dapat terjadi pada kondisi apapun. Tingginya tingkat
kecelakaan lalu lintas dan rendah perhatian orang tua terhadap kondisi anak
sehingga menyebabkan munculnya kegawat daruratan pada pendengaran
seperti trauma tumpul yang menyebabkan kehilangan pendengaran bahkan
keseimbangan.
Salah satu contohnya yaitu otitis media yang merupakan peradangan sebagian
atau seluruh mukuso telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan selsel mastoid.Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba
eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis
media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika
Serikat, diperkirakan sekitar 75% anak mengalamisetidaknya satu episode otitis
media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari setengah mereka mengalami
tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu
episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling
sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
Biasanya telinga tidak memerlukan banyak perawatan. Kotoran telinga yang
menumpuk pada telinga bagian luar mengandung zat yang dapat membunuh
bakteria dan mencegah infeksi. Ingat, jangan memasukkan benda tajam ke
dalam telinga karena dapat merusak gendang telinga dan menyebabkan
ketulian. Untuk membersihkan kotoran telinga yang menumpuk, gunakan
sediaan yang dapat dibeli di apotek. Jika telinga terasa tersumbat, periksakan ke
dokter untuk mendapatkan perawatan yang cukup. Jika kita sedang bepergian
dengan kapal terbang, telinga kadang-kadang merasa tidak enak. Hal ini
disebabkan karena bagian dalam tidak sama dengan tekanan pada telinga
bagian luar. Keadaan ini menyebabkan telinga terasa tidak enak dan sakit
sampai telinga mengeluarkan bunyi pop dan tekanan menjadi seimbang.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi telinga ?
2. Apa etiologi daritelinga ?
3. Apa saja manifestasi klinik telinga ?

4. Bagaimana patofisiologi telinga ?


5. Bagaimana penatalaksanaan telinga ?
6. Apa saja bagian-bagian dari telinga ?
7. Apa saja kelainan yang terjadi pada telinga ?
8. Bagaiman pemeriksaan pada telinga ?
9. Bagaimana uji pendengaran pada telinga ?
10. Bagaimana konsep keperawatan pada system pendengaran ( telinga ) ?
11. Bagaimana penanganan gawat darurat pada system pendengaran ( telinga )?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui defenisi telinga
2. Untuk mengetahui etiologi dari telinga
3. Untuk mengetahui manifestasi telinga
4. Untuk mengetahui patofisiologi telinga
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan telinga
6. Untuk mengetahui bagian-bagian dari telinga
7. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada telinga
8. Untuk mengetahui pemeriksaan pada telinga
9. Untuk mengetahui uji pendengaran pada telinga
10. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada system pendengaran ( telinga )
11. Untuk mengetahui penanganan gawat darurat pada system pendengaran
( telinga )

BAB II
LANDASAN TEORI

A. DEFENISI
Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks
pendengaran dan keseimbangan.
Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Gawat darurat telinga adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya
penurunan pendengaran bahkan kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh

beberapa factor diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu lintas,dll baik
dalam waktu akut maupun kronis.

B. ETIOLOGI
a.
Telinga kemasukan benda asing seperti air, biji bijian, manic manic,
bulir padi, lintah,
b.
Trauma telinga penyebabnya menyelam,trauma tumpul seperti benda
keras yang mengenai telinga dan trauma tajam seperti kecelakaan sehingga
menyebabkan telinga menjadi putus.
c.
Barotrauma (Perbedaan Tekanan)
d.
Racun
Aminoglycoside antibiotics
Ethacrynic acid oral
Aspirin
Chloroquine
Quinidine
C. MANIFESTASI KLINIK
a.
Telinga kemasukan air
1)
Memang benar kemasukan air
2)
Telinga kurang dengar
3)
Telinga kadang kadang terasa sakit dibagian dalam
4)
Telinga mendengar seperti suara berdengung
b.
Telinga kemasukan benda asing
1)
Adanya benda yang secara tidak sengaja masuk kedalam telinga
2)
Setelah daun telinga ditarik keatas dan kebelakang akan terlihat benda
asing
3)
Rasa sakit di telinga
4)
Kadang kadang keluar darah dan bengkak
5)
Trauma telinga
6)
Rasa sakit didalam telinga
7)
Rasa mendengung dalam telinga
8)
Rasa tebal atau tuli dalam telinga
9)
Keluar darah telinga
D. PATOFISIOLOGI
Gangguan pada telinga berawal ketika adanya invasi bakteri,kemudian bakteri
tersebut menyebabakan infeksi pada telinga tengah karena adanya bakteri,maka
terjadilah proses peradangan.peradangan inilah yang menyebabkan adanya rasa
nyeri pada telinga tengah. Infeksi telinga tengah juga dapat meningkatkan
produksi cairan serosa,karena adanya akumulasi cairan mucus dan
serosa,hantaran suara udara yang diterima menurun sehingga terjadi gangguan
persepsi sensori.

E. PENATALAKSANAAN
Berikan tampon yang mengandung antibiotic, pembersihan telinga secara
menyeluruh ( aural Toilet ),tetes dekongestan hidung, pemberian analgesic dan
miringiotomi bahkan pembedahan ( mastoidektomi ) dan meminimalkan
terjadinya komplikasi.

G. BAGIAN BAGIAN DARI TELINGA


Telinga terdiri dari tiga bagian diantaranya :
1. Telinga luar
Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar terdiri dari daun
telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar meliputi daun
telinga atau pinna, Liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang
telinga atau membran timpani. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu
mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang
telinga.
Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap
suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil
susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis.
Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin
yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang
memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran
terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga dalam

2. Telinga tengah
Telinga tengah meliputi gendang telinga, 3 tulang pendengaran (martil atau
malleus, landasan atau incus, dan sanggurdi atau stapes). Saluran Eustachius
juga berada di telinga tengah.
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang
pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran
ke tulang berikutnya. Tulang sanggurdi yang merupakan tulang terkecil di tubuh
meneruskan getaran ke koklea atau rumah siput.
Pada manusia dan hewan darat lainnya, telinga tengah dan saluran pendengaran
akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara
pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Saluran
Eustachius menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang faring.

3. Telinga dalam
Telinga bagian dalam terdiri dari tiga bagian utama yaitu ke arah belakang
terdapat tiga saluran semi sirkular,di tengah tengahnya ada bagian yang di
sebut vestibula,dan ke arah depan ada koklea yang juga dikenal nama rumah
siput telinga ( rumah siput ), Keseluruhan struktur ini berbentuk cekung dan
mengandungcairan yang disebut perilimfe.
Menggantung di dalam perilimfe oleh benang-benang lembut adalah labiri yang
berselaput.ini merupakan serangkaian kantong-kantong dan saluran nan rumit
yang mengandung jenis cairan yang berbeda yang disebut endolimfa.

H. KELAINAN - KELAINAN PADA TELINGA


1. Telinga bagian luar
a. Benda asing dalam telinga
Ini terjadi kebanyakan pada anak-anak yang paling suka memasukkan bendabenda apa saja ke dalan hampir setiap liang tubunya.lubang telinga mempunyai
penarikan khusus,seperti seperti halnya lubang hidung.
Berbagai benda kecil pernah dimasukkan ke dalam lubang-lubang itu,paling
umum adalah pecahan batu,mainan plastic, biji buah-buahan, kacang, dan
sebagainya.bahkan juga serangga kecil bias masuk ke lubang telinga atau
hidung tanpa dikehendaki.
Untuk mengeluarkan benda asing tersebut seperti serangga agak sulit karena
badan serangga tersebut sudah menjadi licin.tapi pada akhirnya serangga
tersebut bias dikeluarkan tanpa akibat yang berbahaya.
Gejalanya :
Bisa timbul rasa tidak enak, atau berkurangnya pendengaran jika benda asing
yang masuk berupa biji sayuran atau buah-buahan yang cenderung menyerap
cairan sehingga membesar dan menutup seluruh saluran.Akibatnya bias terjadi
infeksi.khususnya jika benda asing itu sudah berada di dalam telinga selama
beberapa hari tanpa diperiksa.
Penyebab yang menganggu dan lazim di sini adalah menyelinapnya benda asing
untuk sementara ke dalam saluran telinga.ada orang yang mempunyai
kebiasaan mengusap lubang telinga dengan sesuatu benda untuk mendapatkan
rasa geli yang menyenangkan.ini adalah salah satu cara terjadi infeksi,sehingga
harus dihentikan sama sekali.
Perawatan :

Kecuali jika benda asing itu berada dekat dmulut liang dan bias dikeluarkan
dengan sesuatu alat sederhana tanpa menimbulkan rasa sakit, maka sebaiknya
benda itu di biarkan tidak disentuh.
Dokter maupun perawat yang terlatih dapat dengan mudah memgeluarkannya
dengan alat khusus.tapi untuk benda-benda yang terlalau masuk
kedalam,apalagi disertai infeksi itu memerlukan anestesia.
2. Telinga bagian tengah dan dalam
a. Otitis media serosa
Otitis media serosa (efusi telinga tengah)mengeluarkan cairan,tanpa bukti
adanya infeksi aktif dalam telinga tengah. Secara teori,cairan ini sebagai akibat
tekanannegatif dalam telinga tengah yang disebabkan obstruksi tuba eustachii.
Kondisi ini ditemikan terutama pada anak-anak,perlu dicatat bahwa bila terjadi
pada orang dewasa penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba
eustahcii harus dicari.
Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah menjalani radioterapi
dan barotraumas (misalnya penyelam)dan pada pasien disfungsi tuba eustahcii
akibat infeksi atau alergi saluran nafas atas yang terjadi. Barotraumas terjadi bila
terjadi perubahan tekanan mendadak dalam telinga tengah akibat perubahan
tekanan barometric seperti seperti pada penyelam atau saat pesawat udara
turun,dan cairan tertangkap didalam telinga tengah.
Karsinoma yang menyumbat tuba eustachii harus disingkirkan pada orang
dewasa yang menderita otitis media serosa unilateral menetap.
Gejalanya :
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran,rasa penuh dalam telinga
atau perasaan bendungan dan bahkan suara letup atau berderik yang terjadi
ketika tuba eustahcii berusaha membuka. Membrane timpani Nampak kusam
pada otoskopi dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
Perawatan :
Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara medis kecuali terjadi infeksi
(otitis media akut). Bila kehilangan pendengaran yang berhubungan dengan
efusi telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien,maka bias dilakukan
miringotomi dan dipasang tabung untuk menjaga telinga tengah tetap
terventilasi. Kortikosteroid,dosis rendah,kadang dapat mengurangi edema tuba
eustahcii pada kasus barotrauma.
b. Peradangan / pendarahan pada telinga ( barotitis )
Barotitis adalah peradangan pada telinga yang disebabkan oleh perubahan
tekanan atmosfer dan kondisi ini juga disebut aerotitis. Barotitis merupakan
masalah peradangan atau pendarahan pada telinga tengah disebabkan oleh

perbedaan antara tekanan udara di telinga tengah dan atmosfir seperti saat di
ketinggian,menyelam,dan hampa udara.
Gejala :
Sakit di telinga dan sakit gigi merupakan cirri khas penyakit ini
Perawatan :
Seseorang dengan infeksi akut pernafasan atas atau reaksi alergi dianjurkan
untuk tidak terbang atau menyelam,namun jika kegiatan tersebut terpaksa
dilakukan perti phenyleprine 0,25 % dioleskan 30 menit sebelum melakukan
aktifitas penerbangan atau penyelam dapat membantu mengatasi masalah ini.

I. PEMERIKSAAN PADA TELINGA


Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung,sementara
membrane timpani diinspeksi seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi
tak langsung dengan menggunakan otoskop pnemautik. Tak mungkin melakukan
inspeksi telinga dalam,nmun ada berbagai medote pengkajian yang dapat
memberikan pengkajian kasar terhadap fungsinya.pengkajian ketajaman
auditorius harus dilakukan pada setiap pemeriksaan fisik.
a. Pengkajian fisik
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering
terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas,lesi,dan
cairan begitupula ukuran,simetri dan sudut penempelan ke kepala. Gerakan
aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila maneuver ini terasa nyeri,harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula
posterior.
b. Ketajaman auditorius
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan
mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam
tangan. Bisikan lembut oleh pemeriksa yang sebelumnya telah melakukan
ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian.

J. UJI PENDENGARAN KLINIS


Uji pendengaran klinis memerlukan garpu tala. Garputala tunggal yang terbaik
adalah garpu tala riverbank 512 Hz. Garpu tala yang berfrekuensi lebih tinggi

mungkin tak dapat mempertahankan terdengarnya nada cukup lama agar


memadai untuk uji pendengaran, sedangkan garpu tala dengan frekuensi
lebihrendah merangsang sensasi getar pada tulang yang adakalanya sulit
dibedakan dengan pendengaran nada rendah.
Uji garpu tala dasar adalah uji rinne dimana uji ini digunakan untuk
membandingkan lamanya hantaran tulang dengan hantaran udara pada telinga
yang diuji.penala 512 Hz digetarkan dan tangkainya ditempelkan pada tulang
mastoid. Pada telinga normal,penala terdengar hampir dua kali lebih lama pada
hantaran udara dibandingkan hantaran tulang.
Sedangkan uji weber dimana uji ini menentukan apakah kerusakan pendengaran
monoaural bersifat hantaran atau saraf dengan membandingkan hantaran tulang
pada kedua telinga. Penala 512 Hz dapat ditempelkan pada dahi merupakan
respon normal sedangkan pada gigi penala terdengar di sebelah kanan,jika
telinga kanan merupakan telinga yang sakit maka kehilangan pendengaran
merupakan tuli hantaran. Apabila telinga kiri merupakan telinga yang sakit mak
kehilangan pendengaran adalah tipe sensorineural (tuli saraf).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA SISTEM PENDENGARAN

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan meliputi penggambaran lengkap masalah telinga,termasuk
infeksi,otalgia,otorea,kehilangan pendengaran. Data dikumpulkan mengenai
durasidan intensitas masalah,penyebab,dan penangan sebelumya.
2. Pengkajin fisik
Pengkajian fisik meliputi observasi adanya eritema,edema,otorea,lesi,dan bau
cairan yang keluar.
B. Diagnosa
1. Ansietas yang berhubungan dengan prosedur pembedahan,potensial
kehilangan pendengaran,potensial gangguan pengecap,dan potensialkehilangan
gerakan fasial.

2. Nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan mastoid


3. Perubahan persepsi sensori auditorius yang berhubungan dengan kelainan
telinga/pembedahan telinga/penyumpalan telinga
4. Risiko terhadap trauma/cedera yang berhubungan dengan kesulitan
keseimbangan atau vertigo selama periode pascaoperatif segera

C. Intervensi
1. Ansietas yang berhubungan dengan prosedur pembedahan,potensial
pendengaran,potensial gangguan pengecap,dan potensial kehilangan gerakan
fasial
Tujuan : ansietas (kecemasan) hilang atau berkurang
Intervensi :
Kaji tingkat ansietas klien
Dorong untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan mengenai
pembedahan
Berikan upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebabkan stress
Ajarkan klien teknik penatalakksanaan stress
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan mastoid
Tujuan : bebas dari rasa tak nyaman
Intervensi :
Kaji laporan nyeri dan catat lokasi
Beriakan pasien obat analgetik sesuai dengan kebutuhan
Ajarkan tentang cara penggunaan dan efek samping obat
Berikan tindakan kenyamanan
3. Perubahan persepsi sensori auditorius yang berhubungan dengan kelainan
telinga/pembedahan telinga/penyumpalan telinga
Tujuan : memperbaiki komunikasi
Intervensi :
Memandang pasien ketika berbicara
Kurangi kegaduhan lingkungan

Berbicara tegas dan jelas tanpa berteriak


Menggunakan tanda non verbal
4. Risiko terhadap trauma/cedera yang berhubungan dengan kesulitan
keseimbangan atau vertigo selama periode pascaoperatif segera
Tujuan :menghilangkan rasa trauma
Intervensi :
Berikan tindakan kenyamanan
Ajarkan pasien mengenai efek yang diharapkan dan potensial efek samping
obat
Memantau pasien mengenai adanya efek obat

BAB IV
PENANGANAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM PENDENGARAN

1. Miringkan kepala korban ke sisi yang di kenai. jangan berusaha mengeluarkan


benda dengan beberapa peralatan
2. Jika serangga dalam telinga, baringkan korban miring dengan telinga yang
terkena lebih tinggi. Tuangkan dalam air suam-suam,sehingga serangga tersebut
akan terangkat keluar dengan sendirinya.
3. Jika tidak berhasil, lakukan rujukan pembedahan.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks
pendengaran dan keseimbangan.
Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Gawat darurat telinga adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya
penurunan pendengaran bahkan kkehilangan pendengaran yang disebabkan
oleh beberapa factor diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu
lintas,dll baik dalam waktu akut maupun kronis.

B. SARAN
1. Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami tentang
system pendengaran ( telinga ).
2. Demi kepentingan bersama dan kesempurnaan makalah ini, kritik, saran dan
masukan yang bermanfaat dari teman teman sangat kami butuhkan. Mohon di
baca dengan teliti dan di mengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Pracy. R , siegler. J, stell.P.M. 1993. Pelajaran Ringkas


Telinga,Hidung,danTenggorokan. Jakarta : PT Gramedia pustaka utama
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol.3 E/8.
Jakarta : EGC
Skeet ,Muriel.1995.Buku Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan
Pertolongan Pertama.Edisi 2. Jakatra:EGC
Rizki Kurniadi. Available from :
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatangawat-darurat-pada_26.html (diabdet tanggal 26 februari 2012)

Webmaster. Available from :


http://setengahbaya.info/arsip/penyakit-pendarahan-telinga.html (diabdet tahun
2010)

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pendengaran Akibat


Otitis Media Kronis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perforasi membran timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi.


Sumber trauma meliputi fraktur tulang tengkorak,cedera ledakan, atau
hantaman keras pada telinga. Infeksi kronik telinga tengah tidak hanya
mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi juga dapat menghancurkan
osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotika,
infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang,
penggunaan antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah
menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus
mastoid akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan
perawatan telinga yang tidak memadai dan mengalami infeksi telinga yang tidak
ditangani. Selain itu untuk kasus dengan penanganan yang terlambat dapat
menyebabkan berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis
nervus fasialis, kehilangan pendengaran sensorineural dan atau gangguan
keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam ) dan abses otak. ( Suzanne C.
Smeltze, 2001)
Fenomena inilah yang menarik kami untuk mengadakan penyusunan makalah
dengan judul Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pendengaran
Akibat Otitis Media Kronis dengan harapan karya ini dapat dipakai untuk
mengetahui tentang otitis media kronis lebih lanjut.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini kami bedakan menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus. Untuk tujuan umum dari penyusunan makalah ini yaitu untuk
memberikan pemahaman mengenai gangguan system pendengaran akibat otitis
media kronis, dan untuk mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan
terhadap klien dengan gangguan system pendengaran akibat otitis media kronis.
Sedangkan tujuan khususnya yaitu:

1. Mengetahui mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, Manifestasi klinis,


pemeriksaan diagnostic dan penatalaksanaan medis yang terjadi pada penyakit
otitis media kronis.
2. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem pendengaran
akibat otitis media kronis, mengetahui cara menegakkan diagnosa keperawatan
pada pasien dengan gangguan sitem pendengaran akibat otitis media kronis,
dapat mengetahui cara membuat rencana tindakan keperawatan yang akan
dilakukan pada pasien dengan otitis media kronis, dan dapat mengetahui
intervensi keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan gangguan sistem
pendengaran akibat otitis media kronis.

1.3 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan dari makalah yang kami susun adalah sebagai
berikut:
1.

Manfaat pengetahuan

Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan umumnya,


khususnya adalah keperawatan medical bedah.
2.

Manfaat pendidikan

Memberikan referensi mengenai pembahasan yang menyeluruh meliputi


berbagai hal yang berkaitan dengan gangguan pada system pendengaran yang
dibahas.
3.
a.

Manfaat praktis
Bagi profesi

Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi


keperawatan khususnya keperawatan medical bedah tentang penyakit otitis
media kronis.
b.

Bagi peneliti

Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pembahasan dan proses


keperawatan yang dilakukan pada klien dengan gangguan system pendengaran.

1.4 Metodologi Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari
berbagai literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari:


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Tujuan penulisan
1.3 Manfaat penulisan
1.4 Metodologi penulisan
1.5 Sistematika penulisan
BAB II

PEMBAHASAN

BAB III

KESIMPULAN
SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Otitis media kronik (OMK) adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Sedangkan OMSK adalah stadium dari
penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah
dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret
(otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah
pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya
pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior
atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis
lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan patologis yang ireversibe.
Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis
media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media kronik atau mastoiditis kronik ini lebih seing ditemukan, dan
beberapa ahli infeksi kronik ini dapat mengakibatkan pembentukan
kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuasoma)
dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah, hal inilah yang
menyebabkan gangguan pada fungsi telinga akibat otitis media kronik.

2.2 Etiologi

Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri
atau virus yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase
telinga tengah dan menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus
masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi
telinga tengah. Agen-agen infeksi tersebut diantaranya agen infeksi dari
tenggorok yaitu streptococcus, stapilococcus, diplococcus pneumonie, hemofilus
influens, Gram (+), rongga mulut S. Pyogenes, S. Albus, Gram (-), dan hidung
meliputi Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi, diabetes
melitus, TBC paru.
Bakteri yang paling sering menyebabkan otitis media adalah S.Pneumoniae,
H.influenzae, dan M. catarrhalis. Bakteri pathogen yang lebih jarang
meliputiStreptococcus spp grup A, S. Aureus, dan spesies Gram-negatif. Pada
30% kasus tidak ada bakteri pathogen yang ditemukan, dan pada 44% kasus,
virus merupakan satu-satunya organism yang ditemukan.

2.3 Patofisiologi

Agen infeksi dari tenggorok, rongga mulut, hidung oleh bakteri diantaranya
stepcococcus, stafilococcus, diplococcus pneumonia, dll mengakibatkan disfungsi
tuba eutachius hingga influks bakteri ketelinga tengah akan
mengakibatkan infeksi telinga tengah. Dan apabila keadaan ini berlanjut atau
berulang, ruptur membran timpany serta adanya OMA ( pengobatan tidak tuntas
virulensi meningkat ) mengakibatkan OMK.
Dari influks membran timpany menyebabkan perforasi membran timpany dan
nekrosis membran timpany serta ruptur membran timpany yang akan
mengeluarkan nanah sehingga nanah menumpuk di belakang membran timpany
mengakibatkan penurunan hantaran suara, melanjut ke penurunan fungsi
pendengaran.
Jika daya tahan tubuh melemah nanah akan keluar terus dan menjadi kronis.
Pengobatan yang tidak tuntas, episode berulang mengakibatkan infeksi pada
telinga dalam alkan merusak tulang karena adanya kolesteatoma pada telinga
tengah bisa dilakukan tindakan operasi dengan mastoidektomi.

2.4 Manifestasi Klinis

Terkadang gejala dapat dirasakan minimal, dengan berbagai derajat kehilangan


pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk.
Biasanya tidak ada nyeri kecuali paa kasus mastoisitis akut, dimana daerah postaurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.
Kolesteatoma yang dilanjutkan dengan pertumbuhan kulit dari membrane
timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak
dan mengadung bahan sebaseus, kantong tersebut dapat melekat struktur
telinga tengah dan mastoid, biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi pada
otoskopik pada membran timpani memperlihatkan adanya perforasi.
Kolesteatoma terkadang dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli
otoskopi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering mempelihatkan
kehilanga pendengaran konduktif atau campuran.

2.5 Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini
diantaranya meliputi :

Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar

Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran


timpany

Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis


(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpany).

2.6 Penatalaksanaan Medis

Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan


mikroskop dan alat penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk
antibiotika sering membantu bila terdapat cairan purulen.
Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat
tidk efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah
timpanoplasti-rekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari
timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang
perforasi, telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki

pendengaran. Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik


secara transkanal atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah diinspeksi
secara teliti, dan hubungan antara osikulus dievalusi. Terputusnya rantai osikulus
adalah yang paling sering terjadi pada otitis media, namun masalah rekonstruksi
juga akan muncul dengan adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi
osikuler akibat cidera kepala. Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi
stelah penutupan lubang perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan
biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum.
Selain tu dapat juga pembedahan mastoidektomi. Tujuan dari pembedahan ini
adalah untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang sakit, dan
menciptakan telinga yang aman, kering, dan sehat. Bila mungkin osikulus
direkontruksi selama prosedur pembedahan awal. Namun adang beratnya
penyakit mengharuskan hal ni dilakukan sebagai bagian operasikedua yang
terencana. Mastoidektomi biasanya dilakukan melalui insisi post-aurikuler, dan
infeksi dihilangkan dengan mengambil secara sempurna sel udara mastoid.
Nervus fasialis berjalan melalui telinga tengah dan mastoid dan dapat
mengalami bahaya selama pembedahan mastoid, meskipun jarang mengalami
cidera.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN OTITIS MEDIA KRONIS (OMK)

3.1 Pengumpulan data

Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.

1.

Identitas

Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

2.

Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tibatiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.

3.

Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa


meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala
dan time. Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

4.

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan


pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana

kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri,


daerah polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.

5.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan
riwayat alergi pada keluarga.

6.

Riwayat Psikososial

Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya. Pada kasus ini riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktifitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan

7.

Lingkungan dan tempat tinggal

Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan


tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.

Pemeriksaan Fisik
1.

Inspeksi :

Keadaan umum.
Adakah cairan yang keluar dari telinga.
Bagaimana warna, bau, jumlah.
Apakah ada tanda-tanda radang.
Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

Pemeriksaan Diagnostik

Tes Audiometri : AC menurun


X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan
Tes garputala

3.2 Diagnosa Keperawatan

Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema
( pembengkakan )
Gangguan persepsi/sensori ( pendengaran ) b.d penurunan pendengaran
Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi
Intoleransi aktivitas b.d nyeri

3.3 Perencanaan Keperawatan

No
.

Diagnosa
Perawatan

Tujuan

Intervensi

Rasional

1.

Gangguan rasa
nyaman nyeri
b.d proses
peradangan
ditandai dengan
edema
(pembengkakan
)

Rasa
nyaman
terpenuhi
dalam
waktu jam
dengan
kriteria hasil
:

Kaji ulang
keluhan nyeri,
perhatikan
lokasi/ karakter
dan intensitas

Memberik
an informasi
untuk
membantu
dalam
menentukan
pilihan/
keefektifan
intervensi

Memberi
kan rasa

nyaman
Mengura
ngi rasa
nyeri

Atur posisi
yang nyaman
pada pasien

Kompres
dingin disekitar
area telinga

Kolaborasi
dalam
pemberian
aspirin/
analgesik
sesuai instruki

2.

Gangguan
persepsi/sensori
(pendengaran )
b.d penurunan
pendengaran

Gangguan
persepsi/
sensori
berkurang
atau hilang

Kaji
ketajaman
pendengaran
pasien

Ingatkan
klien bahwa
vertigo dan
nausea dapat
terjadi setelah
radikal
mastoidectomi.
Berikan
tindakan
pengamanan.

Memberik
an kenyamana
dan relaksasi
pada pasien

Untuk
meningkatkan
relaksasi

Menguran
gi rasa nyeri

Untuk
mengetahui
tingkat
ketajaman
pendengaran
pasien

Karena
akibat dari
adanya
gangguan
telinga dalam.


Perhatika
n droping
wajah
unilateral atau
mati rasa

Anjurkan
kepada
keluarga/
orang terdekat
klien untuk
tinggal
bersama klien
dan memenuhi
program terapi

3.

Gangguan harga
diri rendah b.d
stigma
berkenaan
dengan kondisi

Intoleransi
aktivitas b.d
nyeri

Diharapkan
gangguan
harga diri
klien
teraba /
teratasi

Diharapkan
menunjukka
n teknik /
perilaku
yang
memampuk

Mengkaji
adanya
perlukan (injuri
) saraf wajah.

Untuk
menghindari
perasaan
terisolasi
pasien

Kaji
luasnya
gangguan
persepsi dan
hubungan
derajat
kemampuan
nya

Menentu
kan faktorfaktor secara
individu dalam
mengembangk
an intervensi

Dorong
klien un tuk
mengeksploras
i perasaan
tentang
kritikan orang

Kemungk
inan memiliki
perasaan tidak
realistik saat
dikritik dan
perlu
mempelajari

Tingkatkan Meningkatk
tirah baring,
an istirahat dan
berikan
ketenangan
lingkungan
tenang, batasi
pengunjung

an kembali
beraktivitas

sesuai
keperluan.

Lakukan
tugas dengan
cepat dan
sesuai
toleransi.

Memungki
nkan periode
tambahan
istirahat tanpa
gangguan

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang
paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak
dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media kronik merupakan kondisi
yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan
karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi
menetap membrane timpani.

Otitis media konik dapat disebabkan oleh Streptococcus, Stapilococcus,


Diplococcus pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus,
Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli. Penaganan yang terlambat
pada Otitis media kronis dapat menyebabkan berbagai masalah yang
membahayakan diantaranya paralis nervus fasialis, kehilangan pendengaran
sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam )
dan abses otak.

1.2

Saran

Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit otitis
media kronis menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila
menghadapi kasus yang kami bahas ini.

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Michael I. 2008. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 1. ECG.


Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Volume 3, ECG. Jakarta
http://kumpulanaskep.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan.html

ASKEP TRAUMA TELINGA

OLEH
KELOMPOK 2
EMA
ALBER

201101039

JUHERNI

20110104

JUMARNI

20110106

IRMAYANTI

201101041

3
4

ITA LESTARI

201101042
FIQHA PRATIWI

OMKAS

201101040
JUSTRIADI

20110104

STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP


TAHUN AJARAN 2012-2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul trauma
telinga Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam
proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini Kami susun guna membantu rekan-rekan mahasiswa lainnya dalam
mempelajari salah satu mata kuliah yakni sistem sensori persepsi trauma
telinga walaupun pembahasannya masih dalam batasan yang umum saja.
Tak lupa Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah sistem
sensori persepsi yang telah memberikan motivasi kepada kelompok kami dalam
menyelesaikan tugas dan juga kepada rekan-rekan sekalian yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, Kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan dalam
penyusunan makalah selanjutnya.

Pangkajene, 26 maret 2013


Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.......................................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR.............................................................................................................
.........
ii
DAFTAR
ISI.............................................................................................................................
.....
iii
BAB 1 :
PENDAHULUAN.........................................................................................................
......
1
1.1 Latar
Belakang..................................................................................................................
.....
1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................................................
1
1.3 Tujuan
Penulisan.................................................................................................................
.
1
BAB 2 : TINJAUAN
TEORI............................................................................................................
3
2.1 Pengertian.........................................................................................................
...................
3
2.2 Etiologi...............................................................................................................
..................
3

2.3 Menifestasi
Klinis..................................................................................................................
3
2.4 Komplikasi..........................................................................................................
..................
4
2.5 Patofisiologi........................................................................................................
..................
4
2.6 Pemeriksaan
Penunjang.......................................................................................................
4
2.7 Penatalaksanaan dan
Pencegahan.........................................................................................

2.8 Pencegahan.......................................................................................................
...................
6
BAB 3 : ASUHAN
KEPERAWATAN................................................................................................
7
3.1 Pengkajian.........................................................................................................
...................
7
3.2 Diagnosa
Keperawatan.........................................................................................................
8
3.3 Rencana
Keperawatan..........................................................................................................
8
BAB 4 :
PENUTUP..................................................................................................................
.....
11
4.1 Kesimpulan........................................................................................................
...................
11
4.2 Saran.................................................................................................................
...................
11

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan
untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap
getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke
telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang
bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah. Telinga
mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk
keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap
getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke
telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang
bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah.
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda
dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma
telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan
tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan /
atau telinga bagian dalam bisa terluka.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.

Apa pengertianTrauma telinga ?

2.

Apa etiologi Trauma telinga ?

3.

Apa saja menifestasi klinis dari Trauma telinga ?

4.

Apa komplikasi Trauma telinga ?

5.

Bagaimana patofisiologi Trauma telinga ?

6.

Apa saja pemeriksaan penunjang Trauma telinga ?

7.

Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan dari Trauma telinga ?

8.

Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma telinga ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
Trauma telinga.
1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus ''Asuhan Keperawatan Klien dengan Trauma telinga'', ini disusun
supaya :
1.

Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Trauma telinga

2.

Mahasiswa dapat mengetahui etiologi Trauma telinga

3.

Mahasiswa dapat mengetahui menifestasi klinis dari Trauma telinga

4.

Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi Trauma telinga

5.

Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Trauma telinga

6.

Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Trauma telinga

7.
Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari
Trauma telinga
8.

Mahasiswa dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan Trauma telinga

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1

PENGERTIAN

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks


(pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting
untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda
dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma
telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan
tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan /
atau telinga bagian dalam bisa terluka.

2.2 ETIOLOGI
Faktor kesengajaan, biasanya terjadi pada anak-anak balita.
Faktor kecerobohan sering terjadi pada orang dewasa sewaktu menggunakan
alat-alat pembersih telinga misalnya kapas, tangkai korek api atau lidi yang
tertinggal di dalam telinga.
Faktor kebetulan terjadi tanpa sengaja dimana benda asing masuk kedalam
telinga contoh masuknya serangga, kecoa, lalat dan nyamuk.

2.3 MENIFESTASI KLINIS


Efek dari trauma tersebut tersebut ke adalah dapat berkisar dari tanpa
gejala sampai dengan gejala nyeri berat dan adanya penurunan pendengaran.
Trauma liang telinga umumnya disebabkan oleh kesalahan sewaktu
membersihkan telinga dengan cotton bud atau alat pembersih telinga
lainnya. Akibatnya terjadi luka atau hematoma pada kulit liang telinga.

Merasa tidak enak ditelinga :

Karena benda asing yang masuk pada telinga, tentu saja membuat
telinga merasa tidak enak, dan banyak orang yang malah membersihkan
telinganya, padahal membersihkan akan mendoraong benda asing yang masuk
kedalam menjadi masuk lagi.

Tersumbat

Karena terdapat benda asing yang masuk kedalam liang telinga, tentu saja
membuat telinga terasa tersumbat.

Pendengaran terganggu

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.

Rasa nyeri telinga (otalgia)

Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran


sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak.

2.4

KOMPLIKASI

Akibat Trauma telinga yaitu akan terjadi komplikasi, yaitu tulang rawan
hancur dan menciut serta keriput, sehingga terjadi telinga lisut (cauliflower ear).
(Helmi Sosialisman dkk,2004)

2.5

PATOFISIOLOGI

1. Trauma liang telinga umumnya disebabkan oleh kesalahan sewaktu


membersihkan telinga dengan cotton bud atau alat pembersih telinga lainnya.
Akibatnya terjadi luka atau hematoma pada kulit liang telinga.
2. Benda asing yang masuk ke telinga biasanya disebabkan oleh beberapa
factor antara lain pada anak anak yaitu factor kesengajaan dari anak tersebut,
factor kecerobohan misalnya menggunakan alat-alat pembersih telinga pada
orang dewasa seperti kapas, korek api ataupun lidi.
3. Masuknya benda asing ke dalam telinga yaitu ke bagian kanalis audiotorius
eksternus akan menimbulkan perasaaan tersumbat pada telinga, sehingga klien
akan berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. Namun, tindakan yang klien
lakukan untuk mengeluarkan benda asing tersebut sering kali berakibat semakin
terdorongnya benda tersebut ke bagian tulang kanalis eksternus sehingga
menyebabkan laserasi kulit dan melukai membrane timpani. Akibat dari laserasi
kulit dan lukanya membrane timpanai, akan menyebabkan gangguan
pendengaran , rasa nyeri telinga atau otalgia dan kemungkinan adanya risiko
terjadinya infeksi.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


I.

Pemeriksaan dengan Otoskopik

Mekanisme :
-Bersihkan serumen
-Lihat kanalis dan membran timpani

Interpretasi :
- Warna kemerahan, bau busuk dan bengkak menandakan adanya infeksi
- Warna kebiruan dan kerucut menandakan adanya tumpukan darah dibelakang
gendang.
- Kemungkinan gendang mengalami robekan.
II.

Pemeriksaan Ketajaman

Test penyaringan sederhana:


-Lepaskan semua alat bantu dengar
-Uji satu telinga secara bergiliran dengan cara tutup salah satu telinga
-Berdirilah dengan jarak 30 cm
-Tarik nafas dan bisikan angka secara acak (tutup mulut)
-Untuk nada frekuensi tinggi: lakukan dgn suara jam
III.

Uji Ketajaman Dengan Garpu Tala

Uji weber:
-Menguji hantaran tulang (tuli konduksi)
-Pegang tangkai garpu tala, pukulkan pada telapak tangan
-Letakan tangkai garpu tala pada puncak kepala pasien.
-Tanyakan pada pasien, letak suara dan sisi yang paling keras.

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS

Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring

Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )

Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan


perdarahan

Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik.

Periksa tanda-tanda vital

Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila
mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi
lesi.

Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.

2.8

PENCEGAHAN

Higienisitas yang baik seperti mencuci tangan secara teratur, dapat


mencegah terjadinya infeksi aurikula, pasien dilarang menyentuh telinganya dan
kuku harus dipotong pendek. (Helmi Sosialisman dkk,2004)

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
3.1.2. Riwayat kesehatan

Keluhan Utama

Biasanya klien mengeluh adanya nyeri, apalagi jika daun telinga


disentuh. Didalam telinga terasa penuh karena adanya penumpukan serumen
atau disertai pembengkakan.Terjadi gangguan pendengaran dan kadang-kadang
disertai demam.Telinga juga terasa gatal.

Riwayat penyakit sekarang

Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan segera yang diberikan setelah kejadian

Riwayat penyakit dahulu

Pernah mengalami nyeri pada telinga sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada salah satu keluarga yang mengalami sakit telinga.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


Inspeksi
Inspeksi keadaan umum telinga, pembengkakan pada MAE
(meatusauditorius eksterna) perhatikan adanya cairan atau bau, warna kulit
telinga,penumpukan serumen, tonjolan yang nyeri dan berbentuk halus, serta
adanya peradangan.
Palpasi
Palpasi, Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon
nyeridari klien, maka dapat dipastikan klien menderita otitis
eksternasirkumskripta (furunkel).

3.2

Diagnosa Keperawatan

1.Nyeri b/d proses inflamasi.


2.Gangguan sensori persepsi (auditori) b/d perubahan sensori persepsi

3.Kurang pengetahuan b/d kurang terpaparnya informasi tentang penyakit,


pengobatan.
3.3

Rencana Keperawatan

Diagnosis
keperawat
an
Nyeri
berhubung
an dengan
proses
inflamasi

Tujuan dan Kriteria


Hasil
Tujuan :
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
rasa nyeri pasien
dapat berkurang,
Kriteria hasil:
- Melaporkan nyeri
berkurang/ terkontrol.
- Menunjukkan
ekspresi wajah/ postur
tubuh rileks.

Diagnosa
keperawat
an
Gangguan
sensori
persepsi
(auditori)
b.d.
perubahan
sensori
persepsi

Intervensi

Rasional

1.
1Observasi
keluhan nyeri,
perhatikan lokasi
atau karakter dan
intensitas skala
nyeri (0-5)

1)
Dapat
mengidentifikasi
terjadinya komplikasi
dan untuk intervensi
selanjutnya.

2.
Ajarkan
tehnik relaksasi
progresif, nafas
dalam guided
imagery.
3.
Kolaborasi:
Berikan obat
analgetik sesuai
indikasi

2)
Membantu klien
untuk mengurangi
persepsi nyeri atau
mangalihkan
perhatian klien dari
nyeri.
3)
Membantu
mengurangi nyeri

Tujuan dan Kreteria Hasil

Intervensi

Rasional

Tujuan :

1.
Observasi
ketajaman
pendengaran,
catat apakah
kedua telinga
terlibat.

1)
Mengetahui
tingkat ketajaman
pendengaran pasien
dan untuk
menentukan
intervensi
selanjutnya.

Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan ketajaman
pendengaran
pasien meningkat
KriteriaHasil :
Pasien dapat mendengar
dengan baik tanpa alat
bantu pendengaran,
mampu menentukan
letak suara dan sisi
paling keras dari
garputala, membedakan

2.
Berikan
lingkungan yang
tenang dan tidak
kacau, jika
diperlukan seperti
musik lembut.

2)
Membantu
untuk menghindari
masukan sensori
pendengaran yang
berlebihan dengan
mengutamakan
kualitas tenang.

suara jam dengan


gesekan tangan

3.
Anjurkan
pasiendan
keluarganya untuk
mematuhi
program terapi
yang diberikan

3)
Mematuhi
program terapi akan
mempercepat
proses
penyembuhan.

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Tujuan :

1.
Kaji tingkat
pengetahuan
pasien.

1)
Mengetahui
tingkat pemahaman
dan pengetahuan
pasien tentang
penyakitnya serta
indikator dalam
melakukan
intervensi

Pasien tidak
meminta mengulang
setiap pertanyaan yang
diajukan kepadanya

Diagnosa
keperawata
n
Kurang
pengetahua
n
berhubunga
n dengan
kurang
terpaparny
a informasi
tentang
penyakit,
pengobatan

Setelah diberikan
tindakan keperawatan,
diharapkan terjadi
peningkatan
pengetahuan mengenai
kondisi dan penanganan
yang bersangkutan

2.
Berikan
informasi pada
pasien tentang
perjalanan
penyakitnya.

Kreteria hasil :

- Melaporkan
pemahaman mengenai
penyakit yang dialami
- -Menanyakan tentang
pilihan terapi yang
merupakan petunjuk
kesiapan belajar

3.
Berikan
penjelasan pada
pasien tentang
setiap tindaka
n keperawatan
yang diberikan

2)
Meningkatkan
pemahaman klien
tentang kondisi
kesehatan
3)
Mengurangi
tingkat kecemasan
dan membantu
meningkatkan
kerjasama dalam
mendukung
program terapi yang
diberikan

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks


(pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting
untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda dapat
mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma telinga
termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan tekanan.
Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau telinga bagian
dalam bisa terluka.
4.2 Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab,
penatalaksanaan prikondritis, agar dalam menjalankan proses keperawatan
dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat
sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien
perikondritis. Selain itu Mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan
mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai sumber.
http://juhernierni.blogspot.com/2013/06/askep-trauma-telinga.html

I.

PENGERTIAN

1.
Trauma telinga adalah trauma yang dapat terjadi berbagai cidera
traumatika yang nyeri pada aurikula, meatus akustikus eksterna dan membran
timpani. (Cody, Kern, Pearson. 1991: 104)
2.
Trauma telinga tengah adalah perforasi membran timpani yang dapat
disebabkan oleh perubahan tekanan mendadak-barotrauma, trauma ledakanatau karena benda asing dalam liang telinga (aplikator berujung kapas, ujung
pena, klip kertas, dll). (Adams. 1997: 95)
3.
Trauma telinga adalah tuli yang disertai gambaran atoskopik yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis trauma, meliputi kompresi udara mendadak,
udara di meatus akustikus eksternus, masuknya benda asing ke dalam telinga
mserta trauma kapitis yang menyebabkan fraktura os temporale. (Cody, Kern,
Pearson. 1991: 90)
4.
Trauma pada sistem pendengaran adalah trauma pada daun telinga yang
dapat terjadi pada waktu bertinju atau akibat kecelakaan.(Harold. 1992)

II.

ETIOLOGI

1.
Menurut Soepardi (2000: 30), penyebab utama dari trauma telinga antara
lain:
a.

Kecelakaan lalu lintas

b.

Perkelahian

c.

Kecelakaan dalam bidang olahraga

d.

Luka tembak

e.

Kebiasaan mengorek kuping

2.
Menurut Cody, Kern, Pearson (1991: 90), penyebab utama trauma telinga
yaitu:
a.

Kompresi mendadak udara di liang telinga.

b.

Adanya benda-benda asing (misal: kapas lidi atau ranting-ranting pohon).

c.

Trauma kapatis yang menyebabkan fraktur os temporale.

3.

Menurut Adams (1997: 84, 95, 131), penyebabnya antara lain:

a.
Kebiasaan mengorek kuping dengan jari atau suatu alat seperti jepit
rambut/klip kertas.

b.
Perubahan tekanan mendadak-barotrauma, trauma ledakan- atau karena
benda asing dalam liang telinga (aplikator berujung kapas, ujung pena, klip
kertas, dll).
c.
Terpapar bising/suara industri yang berintensitas tinggi dan lamanya
paparan.

III.

KLASIFIKASI

Menurut Soepardi (2000: 30-31) dan Harold (1992):


1.

Trauma Daun Telinga (liang telinga luar)

Trauma daun telinga mungkin dapat terjadi pada waktu bertinju atau akibat
suatu kecelakaan, akibatnya timbul hematom di bawah kulit. Apabila hal ini
terjadi, maka diperlukan beberapa kali aspirasi untuk mencegah terjadinya
deformitas pada daun telinga (couliflower ear).
Sebagai akibat timbulnya proses organisasi bekuan darah di bawah kulit. Yang
sering ditemui adalah edem laserasi, hilangnya sebagian atau seluruh daun
telinga dan perdarahan. Pada pemeriksaan ditemukan rasa sakit, edema yang
hebat pada liang telinga sering menyebabkan gangguan pendengaran, laserasi,
luka robek dan hematom. Hematom terbentuk di antara perikondrium dan
kondrium.
2.

Trauma Os Temporal

Pada beberapa jenis trauma dapat menyebabkan depresi mendadak pada fungsi
vestibular, dengan akibat terjadi episode vertigo hebat yang berlarut-larut. Suatu
kecelakaan selama tindakan untuk memperbaiki tuli konduktif atau untuk
menghilangkan penyakit ini di celah telinga tengah dapat menyebabkan
kerusakan telinga dalam. Pada trauma tulang temporal terdapat hematom,
laserasi atau luka tembak. Pada permukaan radiologi terlihat garis fraktur. Garis
fraktur dapat longitudinal, transversal atau campuran. Fraktur longitudinal
ditemukan pada 8 % kasus akan merusak struktur telinga tengah sehingga
terjadi tuli konduktif akibat dislokasi tulang-tulang pendengaran. Terjadi
perdarahan pada meatus akustikus eksternus. Bila terdapat cairan serebrospinal
merupakan tanda adanya fraktur basil krani, pada kasus ini jarang terjadi
kontusio telinga dalam.
Fraktur transversal ditemukan pada 20 % kasus, mengenai os petrosum, telinga
dalam sehingga terjadi sensory-neural hearing loss, vertigo dan ditemukan
timpanum.

IV.

PATOFISIOLOGI

Tuli yang disertai gambaran otoskopik dapat disebabkan oleh berbagai jenis
trauma, meliputi kompresi mendadak udara di meatus akustikus eksternus,
masuknya benda asing ke dalam telinga serta trauma kapitis yang menyebabkan
fraktura os temporale. Penyebab yang pertama, kompresi mendadak udara di
liang telinga. Suatu kejadian yang tampaknya ringan, seperti tamparan pada
telinga mungkin cukup menyebabkan ruptura membran timpani. Pasien akan
mengalami nyeri telinga yang hebat dan terdapat perdarahan yang bervariasi
pada tepi perforasi. Dapat timbul tuli konduktif dengan derajat yang tergantung
atas ukuran dan lokasi perforasi.
Penyebab yang kedua yaitu masuknya benda-benda asing, seperti kapas lidai
atau ranting-ranting pohon, bila masuk ke dalam meatus akustikus eksternus
dapat menimbulkan cidera yang terasa nyeri, bervariasi dari laserasi kulit liang
telinga sampai destruksi total teinga dalam. Pada trauma hebat, dapat terjadi
perforasi membran timpani disertai perdarahan dan disrupsi tulang-tulang
pendengaran, serta pasien akan mengalami episode vertigo hebat berlarut-larut
disertai gejala penyertanya, yang menunjukkan terkenanya telinga dalam.
Trauma yang kurang berat yang menyebabkan tuli konduktif berupa perforasi
membran timpani dengan atau tanpa dislokasi tulang-tulang pendengaran.
(Cody, Kern, Pearson, 1991: 90)

V.
1.

MANIFESTASI KLINIK
Menurut Soepardi (2000: 30), manifestasi klinik trauma telinga antara lain:

a.

Edema

b.

Laserasi

c.

Luka robek

d.

Hilangnya sebagian/seluruh daun telinga

e.

Perdarahan

f.

Hematom

g.

Nyeri kepala

h.

Nyeri tekan pada kulit kepala

i.

Fraktur tulang temporal

2.
a.

Menurut Adams (1997: 95), manifestasi klinik trauma telinga antara lain:
Nyeri

b.

Sekret berdarah dari telinga

c.

Gangguan pendengaran

d.
e.

VI.
1.

Gangguan kesadaran
Hematoma subdural/epidural/kontusi

KOMPLIKASI
Tuli Konduktif

Terjadi karena adanya perforasi membran timpani dengan atau tanpa dislokasi
tulang-tulang pendengaran.
2.

Paralisis Wajah Unilateral

Terjadi karena trauma yang mengenai nervus fasialis di sepanjang perjalanannya


melalui os temporale sehingga dapat menyebabkan paralisis wajah unilateral.
3.

Vertigo Hebat

Disebabkan oleh berbagai jenis trauma yang dapat menyebabkan depresi


mendadak pada fungsi vestibular, sehingga terjadilah vertigo yang mendadak,
hebat dan berlarut-larut.
4.

Kehilangan Kesadaran

Terjadi karena kehilangan fungsi vestibular unilateral mendadak dan biasanya


cideranya cukup hebat sehingga pasien akan mengalami periode kehilangan
kesadaran.
5.

Nistagmus

Nistagmus merupakan sesuatu yang khas bagi kehilangan fungsi vestibular


unilateral mendadak.(Cody, Kern, Pearson. 1991: 23)

VII.
1.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Rontgenogram Tengkorak Rutin

Mungkin memperlihatkan fraktura os temporale, tetapi sering tidak ditemukan.


2.

Rontgenogram Stereo Atas Basis Tengkorak dan Tomogram

Diperlukan untuk mengidentifikasi fraktura.


3.

Tes Audiometri

Dapat menunjukkan tuli sensorineural lengkap di elinga yang terkena. Tes


audiometri harus dilakukan untuk mengetahui jumlah sisa pendengaran di
telinga yang terkena jika terdeteksi.
4.

Tes Kalori

Akan menunjukkan hilangnya fungsi vestibular. Tetapi tes kalori tidak boleh
dilakukan bila terdapat atorea.(Cody, Kern, Pearson. 1991: 24)

VIII.

PENATALAKSANAAN

Trauma Telinga Luar


Luka akibat trauma tajam baik di tulang rawan maupun di kulit dijahit
kembali, kemudian diberi pembalut. Pada luka daun telinga sedapat mungkin
tulang rawan ditutup dengan kulit untuk mencegah terjadinya kondritis yang
sangat nyeri dan dapat mengakibatkan nekrosis tulang rawan. Jika luka tidak
dapat langsung ditutup, daun telinga harus ditutup dengan flap kulit dari
retroaulikuler sehingga rawan telinga tertutup kulit untuk beberapa waktu.
Setelah luka sembuh, dapat direncanakan bedah rekonstruksi. Daun telinga yang
tercabik dapat dicangkokkan kembali dengan menjahit perikondrium segera dan
kedua sisi kulit bila bagian yang tercabik tidak hancur.
Trauma tumpul pada daun telinga dapat mengakibatkan timbulnya
othemortoma (hematoma pada telinga). Othematoma harus ditangani secara
agresif karena pungsi sering menimbulkan residif. Sebaiknya dilakukan insisi dan
evakuasi hematomnya, agar kulit dan perikondrium dapat melekat. Kemudian
ditekan selama sepuluh hari dengan pembalut dan kassa pada bagian depan dan
belakang telinga yang seanteronya ditekan dengan balutan sekeliling kepala
(Sjamsuhidajat, 1998: 470).
Menurut Supardi (2000: 30-32), penatalaksanaan pada trauma pada
sistem pendengaran adalah:
Tempat terjadinya laserasi dan luka dibersihkan secara sempurna dari
kotoran dan dilakukan debridemen, hentikan perdarahan. Perdarahan dari liang
telinga dibersihkan, sumber perdarahan dicari dan dihentikan. Dipasang tampon
steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik. Tampon dipertahankan 2-3
hari, bila waktu tampon dibuka masih terjadi perdarahan, tampon ulang
dipasang lagi.
Hematoma yang terjadi bila kecil diobservasi, bila besar perlu dilakukan
evaluasi dan pasang bidai penekan, hal ini membutuhkan waktu yang lebih lama.
Bila timbul rasa sakit berarti bidai penekan tersebut terlalu kencang dan
komplikasi yang dapat terjadi adalah perikondritis. Diberikan antibiotik ampisilin
atau amoksilin sesuai dosisnya.
Cegah masuknya infeksi melalui telinga dengan memasang tampon yang
dibasahi antibiotik. Bila ditemukan cairan serebrospinal, tampon telinga diberi
obat Sulfa. Bila cairan serebrospinal tampon telinga masih ditemukan sesudah 7l0 hari, hal ini biasanya disebabkan oleh fraktur fosa kranio medialis, untuk ini
harus dilakukan eksplorasi dengan bantuan bedah syaraf.
Menurut Cody, Kern, Pearson (1991: 24-25):

1.

Terapi pada trauma os temporal

Pasien harus dirumahsakitkan dan diberikan cairan infus IV. Kasus cedera
multipel harus diterapi sesuai derajat keparahanya. Pasien harus diobservasi
dengan teliti bagi tanda-tanda. hematoma subdural dan tidak boleh memberikan
obat-obatan untuk menekan vertigo dan sedativa. Sampai keadaan pasien stabil.
Bila kerusakan hanya pada telinga dalam, maka terapi serupa seperti kasus
neuronitis vestibulari. Bila terjadi robekan pada membran timpani, maka tepi-tepi
perforasi harus disatukan kembali secepat keadaan pasien memungkinkan.
Adanya atore CSS menimbulkan resiko tinggi untuk meningitis. Pada keadaan ini,
telinga harus diperiksa dengan teknik steril, dan harus dihindarkan manipulasi
pada telinga tersebut. Berikan pembalut steril ke telinga, dan pasien harus
diterlentangkan dengan kepala ditinggikan bersama diinstruksi tidak boleh
berbaring. Pada sisi yang terkena harus diberikan antibiotika berspektrum luas.
Pada kebanyakan kasus, kebocoran CSS akan berhenti spontan dalam beberapa
hari. Bila tidak berhenti, mungkin diperlukan mastoidektomi dan perbaikan
kebocoran tersebut.
2.

Terapi pada trauma karena adanya benda asing yang masuk ke telinga

Pasien harus dirumahsakitkan dan diterapi sebagai kegawatdaruratan bedah.


Setelah dimulai infus IV, harus diberikan antibiotika dan obat-obatan anti vertigo.
Antibiotika dapat berupa penisili parenteral, obat untuk mendepresi vertigo.
Secepat mungkin dilakukan eksplorasi bedah pada telinga yang biasanya
dilakukan dengan anestesi lokal, melalui meatus akustikus eksternus. Stapes
yang telah didislokasi ke dalam telinga dalam harus dikeluarkan, dan kadangkadang bila tidak fraktur, dapat dikembalikan ke posisi yang normal. Bila tidak
mungkin melakukan perbaikan, mungkin diperlukan penggantian dengan
prosetesa. Tetapi bila stapes telah rusak, maka mungkin inkus juga telah terkena
pula dan hubungan antara maleus dan foramen ovale mungkin harus terbentuk
kembali. Segera menutup foramen ovale dan memperbaiki cacat pada tulangtulang pendengaran akan menghindarkan kemungkinan labirinitis supurativa,
menawarkan kemungkinan penyelamatan pendengaran yang bermanfaat, dan
kemudian akan memperpendek episode vertigo. Jelas bila trauma telah merusak
seluruh telinga dalam, maka kedua tujuan akhir itu tidak dapat dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. (1997). Boles: buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC.

Cody, D Thane, Kern, Eugene & Pearson, W Bruce. (1991). Penyakit telinga
hidung dan tenggorokan. Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E., Moorhouse, Many Frances, & Geissler, Alice CC. (1999). Rencana
asuhan keperawatan:pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. edisi 3. Jakarta: EGC.

Haryani, Ani. (2004). Nursing diagnosis a guide to planning care. 4th ed.

Harold, Ludman. (1992). Petunjuk penting pada penyakit THT. Jakarta:


Hipokrates.

Ignativicius, Donna D., Bayne, Marilynn V. (1991). Medical surgical nursing: a


nursing process approach. Philadelphia: WB Saunders Company.

Nanda. (2001). Nursing diagnosis: definition and classification, 2001-2002.


Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.

Priharjo, Robert. (1996). Pengkajian kepala dan leher. Dalam 4 Asih, Ni Luh Gede.

Smeltzer, Suzzane C., Bare G. Brenda. (2000). Brunner and Suddarts: textbook
of medical-surgical nursing. Philadelphia: Lippincett
http://kamusaskep.blogspot.com/2013/01/trauma-telinga.html

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OMA, OMK, DAN MASTOIDITIS


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Telinga merupakan salah satu dari kelima alat indera manusia. Gangguan yang
terjadi pada organ ini dapat berakibat buruk bagi si penderita, yaitu ia tidak
dapat melakukan kegiatan mendengar secara optimal. Beberapa diantara
gangguan tersebut adalah otitis media baik itu otitis media akut(OMA) maupun
otitis media kronis(OMK) dan juga mastoiditis. Selain itu, terdapat satu
gangguan lagi pada telinga yaitu mastoiditis. Mastoiditis adalah inflamasi
mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati
dapat terjadi osteomyelitis (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh WHO,diperkirakan sekitar 90% manusia
pernah mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum umur 2 tahun
dan puncak insidens kedua adalah tahun pertama sekolah dasar (Healy, 1996;
Paparella et al,1997). Di Indonesia, berdasarkan survei Departemen Kesehatan
tahun 1996 7 propinsi di Indonesia, ditemukan insiden OM (atau yang dikenal
orang awam sebagai congek atau curikan) sebesar 3% dari penduduk
Indonesia. Penduduk Indonesia saat itu berjumlah 220 juta, dengan demikian
diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OM (Surheyanto, 2000). Insidens otitis
media pada anak-anak di Indonesia berbeda-beda, disimpulkan rata-rata 14-62
%.
Gangguan pada telinga bagian tengah bukan termasuk hal yang kecil.
Kurangnya kebersihan dan penanganan yang salah dapat menjadikan gangguan
tersebut bertambah parah dan telinga kehilangan fungsinya. Oleh karena itu,
perlu dilakukan usaha preventif dan penanganan yang tepat terhadap gangguangangguan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa itu OMA, OMK dan mastoiditis?
2) Bagaimana etiologi dan manifestasi klinis dari gangguan pada telinga
tersebut?
3) Bagaimana patofisiologi dari penyakit tersebut?
4) Bagaimana penatalaksanaan dari gangguan pada telinga tersebut?
5) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan OMA, OMK dan
mastoiditis?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep tentang gangguan pada sistem
pendengaran yakni OMA, OMK dan mastoiditis serta asuhan keperawatan pada
ketiga gangguan tersebut.

1.3.2. Tujuan Khusus.


a)

Mengetahui pengertian tentang OMA, OMK dan mastoiditis

b) Mengetahui manifestasi klinis dari OMA, OMK dan mastoiditis


c)

Mengetahui patofisiologi pada OMA, OMK dan mastoiditis

d) Mengetahui proses keperawatan pada pasien dengan OMA, OMK dan


mastoiditis

1.4. Manfaat
Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat mengetahui macammacam gangguan pada telinga khususnya telinga tengah yakni OMA, OMk dan
mastoiditis dan asuhan keperawatan dari ketiga gangguan tersebut.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

OTITIS MEDIA AKUT

2.1.1. Definisi OMA


Otitis media (OM) merupakan infeksi atau peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Inflamasi ini umumnya terjadi saat infeksi pada tenggorokan dan sistem
respiratori menyebar sampai ke telinga tengah. Infeksi dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, dan dapat dalam bentuk akut maupun kronik (Perlstein,

2005). Radang telinga tengah (otitis media/ OM) ini sering terjadi pada anakanak dan menjadi masalah paling umum kedua pada praktek pediatrik
(Paparella et al, 1997).
OMA (Otitis media akuta) merupakan infeksi akut pada telinga tengah yang pada
umumnya disebabkan oleh bakteri. Didahului oleh infeksi pada hidung dan / atau
tenggorok. Infeksi jenis ini banyak dijumpai pada anak anak dibanding dewasa.

2.1.2. Etiologi OMA


Penyebab utama otitis media akuta adalah masuknya bakteri patogenetik ke
dalam telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi
disfungsi tuba eusthacius seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran
pernapasan, inflamasi jaringan disekitarnya. Misalnya sinusitis, hipertrofi
adenoid, atau reaksi alergi misalnya rinit alergika. Bakteria yang umum
ditemukan sebagai organisme penyebab adalah streptococus pneumonia,
hemopilus influenza, dan moraxella catarralis. Cara masuk bakteri pada
kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat konsentrasi
sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada
perforasi membran timpani. Eksudat purulen biasanya ada pada telinga tengah
dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

2.1.3. Manifestasi Klinis OMA


Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa ringan
dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang
dewasa, dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila
terjadi perforasi spontan membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi
(insisi membran timpani). Gejala lain dapat berupa keluarnya cairan dari telinga,
demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada pemeriksaan otoskopis,
kanalis auditorius eksternus sering tampak normal, dan tidak terjadi nyeri bila
aurikula digerakan. Membrana timpani tampak merah dan sering
menggelembung.

2.1.4. Pemeriksaan Diagnostik OMA


a.

Otoscope

Pemeriksaan diagnostik melalui otoskop dilakukan dengan menekan balon berisi


udara yang dihubungkan ke otoskop. Bolus kecil udara dapat diinjeksikan ke

dalam telinga luar. Mobilitas membran timpani dapat diobservasi oleh


pemeriksa melalui otoskop, tampak adanya penonjolan membran timpani dan
mobilitas membran timpani berkurang (Corwin, 2009). Pada pemeriksaan
otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering tampak normal, dan tak terjadi
nyeri bila aurikula digerakkan.
b.
c.

Timpanometri
Kultur dan Uji Sensitivitas

Timpanometri adalah pemeriksaan atau pengukuran fungsi telinga tengah,


antara lain yaitu mobilitas gendang telinga, fungsi tuba eustachius, kondisi
kavum timpani. Manfaat dari timpanometri untuk screening/menilai kondisi liang
telinga. Timpanometri memunculkan timpanogram yaitu sebuah grafik yang
mengaitkan tekanan telinga tengah dan complience. Pada timpanogram tidak
didapatkan puncak/ flat, biasanya disebabkan karena adanya cairan di telinga
tengah. Selain itu bisa timpanogram menunjukkan adanya puncak namun
bergeser ke kiri yang menunjukkan adanya tekanan negatif disebabkan karena
disfungsi tuba.
Kultur dan uji sensitifitas dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada
sekret telinga.
d.

Pengujian Audiometrik

Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap


kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

2.1.5. Penatalaksanaan OMA


Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi (dosis
antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status
fisik klien. Terapi yang dapat diberikan untuk klien otitis media akut diantaranya
yaitu :
Antibiotik
Antibiotik spektrum luas dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala sisa
yang serius. Bila terjadi pengeluaran cairan, biasanya perlu diresepkan preparat
otik antibiotika. Kondisi bisa berkembang dengan subakut dengan pengeluaran
cairan purulen menetap dari telinga. Jarang sekali terjadi kehilangan
pendengaran permanen. Antibiotik yang efektif digunakan adalah amoksilin.
Amoksilin menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam
pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan.
Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau
pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini
dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua, misalnya amoksisilin dengan
klavulanat. Amoksisilin dengan klavulanat diberikan kepada pasien dengan

gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae


dan Moraxella catarrhalis.
Analgesik / pereda nyeri
Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri
(analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana
seperti paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada
penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa klien tidak mengalami gangguan
pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah
iritasi saluran cerna.
Antipiretik / pereda demam
Miringotomi (Timpanotomi)
Insisi pada membran timpani dikenal sebagai miringotomi. Membran timpani
dianestesi menggunakan anestesi lokal seperti fenol atau menggunakan
iontoforesis. Anestesi ini membuat liang telinga dan membran timpani kebas.
Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri dan berlangsung tidak sampai lima belas
menit. Di bawah mikroskop kemudian dibuat insisi melalui membran timpani
untuk mengurangi tekanan dan mengalirkan cairan serosa atau purulen dari
telinga tengah. Insisi akan menyembuh dalam 24 atau 72 jam. Bila otitis media
akut terjadi berulang dan tidak ada kontraindikasi, dapat dipasang tabung
ventilasi atau penyeimbang tekanan. Tabung ventilasi secara temporer
mengambil alih tugas tuba eustachii dalam menyeimbangan tekanan dan
dipertahankan selama 16-18 bulan. Tabung ventilasi lama kelamaan akan
diekstrusi oleh migrasi kulit normal membran timpani, dan lubang dapat sembuh
dalam setiap kasus.

2.1.6. Komplikasi OMA


Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien OMA adalah :
Perforasi membran timpani
Lubang pada membran timpani yang disebabkan oleh tekanan telinga tengah
negatif dan kronis, inflamasi, atau trauma.
Mastoiditis
Gangguan pendengaran selama beberapa bulan
Keterlambatan bicara
Tromboflebitis serebral
Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis ataupetrositis)
Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)

Kelumpuhan pada wajah


Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis)
Abses otak

Tanda-tanda terjadinya komplikasi adalah:


Sakit kepala
Tuli yang terjadi secara mendadak
Vertigo (perasaan berputar)
Demam dan menggigil.

2.1.7. Prognosis OMA


Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat
berupa antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup.

2.1.8. Patofisiologi OMA


Patogenesis terjadinya OMA sangat berkaitan erat dengan kondisi tuba
eustacius, baik secara anatomis maupun fisiologis. Pada umumnya OMA terjadi
karena nasofaringitis akibat rinitis akuta dan mengakibatkan kegagalan ventilasi
pada kavum timpani. Selanjutnnya terjadi kavum dan transudasi serta eksudasi
pada kavum timpani. Perjalanan penyakit pada OMA ini terjadi dalam 4 stadium:
Stadium I : inflamasi
Stadium inflamasi merupakan peradangan pada telinga tengah, yang ditandai
oleh Rubor (redness), Kalor (panas ), Tumor (benjol), Dolor (bengkak),
Fungsiolaesa (Penurunan fungsi tubuh) atau sering disebut dengan (RKTDF).
Stadium inflamasi atau disebut juga stadium kataral akan terjadi keluhan telinga
terasa penuh dan pendengaran menurun yang diawali oleh terjadinya rhinitis
akuta. Tanda klinis pada membran timpani adalah warna mulai hiperemi, posisi
retraksi atau kadang kadang tampakair fluid level. Bila penderita datang pada
stadium ini maka terapi yang diberikan adalah antibiotika Amoksilin /
kotrimoksasol dan obat simtomatik.
Stadium II : supurasi
Stadium supurasi merupakan pembentukan push yang akan terjadi bila penyakit
terus berjalan akan terjadi stadium supurasi. Keluhan utama adalah otalgi hebat.

Pada anak anak yang belum dapat menyampaikan keluhan, maka anak akan
rewel kadang muntah, dan anoreksia. Gejala lain adalah demam, pada anak dapt
terjadi kejang. Pendenganran tertap kurang. Tanda klinis yang tampak adalah
membrane timpani bombans dan hipremi. Terapi sama dengan pada stadium I,
dan parasintesis pada membran timpani
Stadium III : perforasi
Bila stadium II terlewati tanpa terapi yang benar maka akan terjadi stadium
perforasi. Stadium perforasi merupakan pembentukan lubang pada telinga
akibat infeksi. Gejala pada stadium ini yang menonjol adalah otore yang tentu
saja didahului oleh otalgi, pendengaran tetap menurun. Tanda klinis pada
membrane timpani adalah perforasi pada pars tensa umumnya kecil dan toilet
telinga yang benar. Pada stadium ini diusahakan sudah tak terjadi otore setelah
paling lama 2 minggu. Maka lebih baik dari 2 minggu masih terjadi otore harus
dirujuk ke dokter THT.

Stadium IV : resolusi
Apabila stadium III terlewati sebelum 2 minggu maka akan terjadi stadium IV.
Pada stadium ini penderita mengeluh pendengarannya masih belum kembali
normal. Tanda klinis pada membrane timpani adalah perforasi masih tampak tapi
warna mulai kembali normal dan tidak tampak secret. Terapi pada stadium ini
tidak ada. Penderita diberikan edukasi untuk menjaga hygiene telinga dan
control 2-4 minggu kemudian untuk melihat apakah membrane timpani dapat
menutup menutup secara spontan. Apabila tetap ada perforasi dapat dirujuk ke
THT untuk dilakukan stimulasi dan epitelisasi atau miringoplasti.
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
keseterilan telinga tengah. Faktor penyebab utamanya adalah sumbatan tuba
eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah
infeksi saluran napas atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena ruba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Mansjoer et al,
2001).

2.1.9.

WOC OMA

2.2.OTITIS MEDIA KRONIS


2.2.1

Definisi OMK

Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan patologi


jaringan irreversible. OMK (Otitis Media Kronis) ialah perforasi yang permanen
dari membran timpani, dengan atau tidak dengan perubahan permanen pada
telinga tengah (merck, 2004). Sebagian besar OMK merupakan kelanjutan dari
Otitis Media Akut (OMA) dan sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran
timpani akibat trauma telinga. Kuman penyebab biasanya kuman gram positif
aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat kuman
gram negatif dan kuman anaerob (Djaafar, 2002).
Kuman penyebab OMK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%),
Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram
positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien
mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya
influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara

hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak
diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga. (kalbefarma,
2002).
Otitis Media Kronik diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu :
Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi
ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap
infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder
dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet,
metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu :
1)
OMK aktif adalah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif
2)

OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.

Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)


Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul
pada OMK tipe ini.

2.2.2

Etiologi OMK

Biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering


berhubungan dengan perforasi menetap membran timpani. Infeksi kronik telinga
tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi juga dapat
menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid.
Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada
anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous,
menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMK yang
tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia)

dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat


manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab lain OMK diantaranya adalah:
Lingkungan
Genetik
Otitis media sebelumnya.
Infeksi
Infeksi saluran nafas atas
Autoimun
Alergi
Gangguan fungsi tuba eustachius.

2.2.3

Manifestasi Klinis OMK

Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan


terdapat otorea interminet atau persisten yang berbau busuk. Kolesteatoma
biasanya menyebabkna nyeri. Evaluasi otoskopik membrana timpani
memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai
masa putih dibelakang membrana timpani atau keluar ke kanalis eksternus
melalui lubang perforasi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering
memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah
besar. Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom
diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori
implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman
(infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu
proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif,
destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan
dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang
diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses
nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis,
meningitis dan abses otak.
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis adalah:
1)

OMK tipe benigna

Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk,ketika


pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat
ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea
selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu
meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah
timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk
garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau
merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal
dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan
telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari
rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid dan setelah satu atau
dua kali pengobatan local bau busuk berkurang.
2)

OMK tipe maligna dengan kolesteatoma

Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media
nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena
kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis
akibat osteolitik kolesteatom.

2.2.4
a.

Pemeriksaan Diagnostik OMK


Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli


konduktif.Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar danletak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran :
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli
Tuli
Tuli
Tuli
Tuli

ringan : 27 dB sampai 40 dB
sedang : 41 dB sampai 55 dB
sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
berat : 71 dB sampai 90 dB
total : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi yang bisa dilakukan :


1)
Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 1520 dB
2)
Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
3)
Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4)
Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

b.
1)

Pemeriksaaan Radiologi
Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen
2)

Proyeksi Mayer atau Owen,

Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang
telahmengenai struktur-struktur
3)

Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih


jelasmemperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksiini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanyapembesaran akibat
4)

Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan


kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.

c.

Bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMK adalah :


1)

Bakteri spesifik

Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari


1%menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi
paru yanglanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media
tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum
susu yang tidak dipateurisasi
2)

Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.

Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa,


stafilokokusaureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas
aeruginosa adalahceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin,
sefalosporin dan makrolid.Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik
kecuali makrolid. Stafilokokusaureus resisten terhadap sulfonamid dan
trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin.

2.2.5

Penatalaksanaan OMK

Prinsip dasar penatalaksanaan medis OMK adalah (Mills,1997) :


Pembersihan telinga secara adekuat (aural toilet)
Pemberian anti mikroba topikal yang dapat mencapai lokasi dalam jumlah
adekuat.
Bedah
Ada beberapa jenis pembedahan yang dilakukan pada OMK :
1)

Mastoidektomi sederhana

Operasi dilakukan pada OMK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang
mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya agar infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2)

Mastordektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologis dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
3)

Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi bondy)


Operasi ini dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Tujuan operasi untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih
ada.
4)

Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I, rekonstruksi hanya dilakukan pada membran

timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
5)

Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran. (Soepardi, Arsyad, 1997, 55-57)

2.2.6

Komplikasi OMK

Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan


patologikyang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten
dan kurangefektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkanpada pasien OMK tipe maligna, tetapi suatu otitis media
akut atau suatu eksaserbasi akutoleh kuman yang virulen pada OMK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut
dari OMK berhubungan dengan kolesteatom.
Komplikasi ditelinga tengah:
Perforasi persisten membrane timpani
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus fasial
Komplikasi telinga dalam
Fistel labirin
Labirinitis supuratif
Tuli saraf ( sensorineural)
Komplikasi ekstradural
Abses ekstradural
Trombosis sinus lateralis
Petrositis
Komplikasi ke susunan saraf pusat
Meningitis
Abses otak
Hindrosefalus otitis

Komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial melewati tiga macam lintasan
yaitu :
Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Menembus selaput otak
c.

Masuk kejaringan otak

2.2.7
a.

Prognosis OMK
OMK tipe benigna

Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat eongering. Tetapi sisa perforasi
sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri
dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan
membrane timpani disarankan.
b.

OMK tipe maligna

Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis,


abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga
OMSK type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang
berhenti.

2.2.8

Patofisiologi OMK

Dibagi kedalam 2 jenis yaitu benigna atau tipe mukosa, dan menigna atau tipe
tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga
dikenal tipe aktif dan tipe tenang. Pada OMK benigna, pandangan terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang
menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. OMK tipe
maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau
di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal (Mansjoer et
al, 2001).
2.2.9

WOC OMK

Mastoidektomi, Miringoplasti,
Timpanoplasti

MK : Nyeri

MK : Gangguan
Komunikasi

MK : Kurang
Pengetahuan

MK : Hipertermi

MK : Resiko
Infeksi

kemerahan

Penurunan kemampuan
melihat kearah samping

Paralisis N VI

Paralisis N VII

Mulut mencong

MK : Resiko
Cidera

Penurunan
pendengaran

Gangguan konduksi suara

Kolersteatoma

Destruksi tulang
pendengaran

Penghancuran sel epitel skuamosa

Maligna

Benigna

Otitis Media Kronis

OMA berlanjut sampai


lebih dari 3 bulan

OMA yang tidak


diatasi dengan
tepat

2.3
2.3.1

MASTOIDITIS
Definisi Mastoiditis

Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak
pada tulang temporal. Mastoiditis terjadi karena Streptococcus hemoliticus /
pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti
masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang
dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan
menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus
respiratorius.

2.3.2 Etiologi Mastoiditis


Mastoiditis terjadi karena Streptococcus hemoliticus / pneumococcus. Selain itu
kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam
telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan
infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa
terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius. Mastoiditis
merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang
didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada
infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan streptococcus aureus adalah
beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah
disebutkan diatas, bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari
system imunologi dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi

mastoiditis. Pada beberapa penelitian terakhir, hampir sebagian dari anak-anak


yang menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah
sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anak-anak ini adalah S.
Pnemonieae.
Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa ahli mengatakan infeksi kronik ini
dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan
pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran
timpani ke telinga tengah. Kulit dari membran timpani lateral membentuk
kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus.
Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid.

2.3.3 Manifestasi Klinis Mastoiditis


Pada mastoiditis akut biasanya menyebabkan nyeri, dimana daerah post
aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Dan pembentukan
kolestaetoma pada mastoiditis akut bila tidak segera ditangani, kolestaetoma
dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus fasialis, kehilngan
pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erosi
telinga dalam), dan abses otak.

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik Mastoiditis


a.

CT scan

Mendiagnosis kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam. Biasanya


memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah di samping
dalam rongga mastoid.
b. Pemeriksaan radiologis
Mengetahui adanya apasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya
trabekulasi normal dan sel-sel tersebut.

2.3.5 Penatalaksanaan Mastoiditis


Pengobatan radang mastoid dengan antibiotic intravena
sepertipennisilin, cefriaxone (rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama 14
hari.
Jika pasien tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan
operasimastoidektomy. Tindakan ini untuk menghilangkan sel sel tulang
mastoid yang terinfeksi dan untuk mengalirkan nanah. Beberapa struktur telinga
bagian tengah (inkus dan maleus) mungkin perlu dipotong.

Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekonstruksi telinga bagian


tengah untuk memelihara pendengaran.

2.3.6 Komplikasi Mastoiditis


Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial
wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk
melihat ke arah sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut
mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain
meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis dan
luka infeksi (Thane, 1993).

2.3.7 Prognosis Mastoiditas


Pengobatan yang adekuat akan memberikan penyembuhan yang optimal.
Prognosis pasien baik selama belum terjadi komplikasi ke intrakranial. Pada
kasus dengan komplikasi intrakranial dibutukan penatalaksanaan yang lebih
komprehensif.

2.3.8

Patofisiologi Mastoiditis

Mastoiditis disebabkan menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah. Infeksi


dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid. Umumnya ini jarang terjadi
karena otitis media didiagnosis dan diobati pada tahap awal. Tetapi dengan
berulangnya infeksi telinga bagian tengah, infeksi dapat menyebar ke mastoid.
Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut (Reeves, 1999).

2.3.9 WOC Mastoiditis

BAB 3
PROSES KEPERAWATAN

3.1.

PROSES KEPERAWATAN OTITIS MEDIA

3.1.1 Pengkajian
1.

Pengumpulan Data

Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,


pekerjaan, alamat
Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga,
penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat
alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat,
kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit
telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid
yang dikaitkan sebagai faktor genetic

2. Pengkajian Persistem
Keadaan umum :Suhu meningkat, keluarnya otore
B1 (Breath)

:-

B2 ( Blood )

:Nadi meningkat

B3 (Brain)
kejut

:Nyeri telinga, pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks

B4 (Bladder)

:-

B5 (Bowel)

:Nausea vomiting

B6 (Bone)

:Malaise, alergi

3. Pengkajian Psikososial
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktivitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan

4. Pemeriksaan diagnostik
Tes audiometri : pendengaran menurun
Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid

5. Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan
Tes garputala

3.1.2
Keperawatan

Diagnosa

Nyeri berhubungan dengan proses peradangan


Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan obstruksi, infeksi
di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
Resiko cidera berhubungan dengan penurunan pendengaran, penurunan tajam
penglihatan.
Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar
setelah operasi.
Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk
Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan, proses penyakit dan
pencegahan kekambuhan

3.1.3
dan Rasional
1.

Intervensi

Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan :
Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :
Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang
Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana
Intervensi :
Intervensi

Rasional

Ajarkan klien untuk mengalihkan


suasana dengan melakukan metode
relaksasi saat nyeri yang teramat
sangat muncul, relaksasi seperti
menarik napas panjang

Metode pengalihan suasana dengan


melakukan relaksasi bisa mengurangi
nyeri yang diderita klien

Kompres dingin di sekitar area telinga

Kompres dingin bertujuan mengurangi


nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh

rasa dingin di sekitar area telinga


Atur posisi klien

Posisi yang sesuai akan membuat klien


merasa nyaman

Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik Analgesik merupakan pereda nyeri


sesuai instruksi, beri sedatif sesuai
yang efektif pada pasien untuk
indikasi
mengurangi sensasi nyeri dari dalam

2.

Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran

Tujuan :
Gangguan komunikasi berkurang / hilang
Kriteria hasil :
Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai)
Klien menerima pesan melalui metode pilihan (misal: komunikasi lisan, bahasa
lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik)
Intervensi :
Intervensi

Rasional

Identifikasi metode komunikasi yang


diinginkan klien dan catat pada
rencana perawatan metode, seperti :
tulisan, berbicara, bahasa isyarat.

Dengan mengetahui metode


komunikasi yang diinginkan oleh klien
maka metode yang akan digunakan
dapat disesuaikan dengan kemampuan
dan keterbatasan klien

Pantau kemampuan klien untuk


menerima pesan secara verbal.

Pesan yang ingin disampaikan oleh


perawat kepada klien dapat diterima
dengan baik oleh klien.

Jika ia dapat mendengar pada satu


telinga, berbicara dengan perlahan dan
jelas langsung ke telinga yang baik
Tempatkan klien dengan telinga
yang baik berhadapan dengan pintu
Dekati klien dari sisi telinga yang
baik
Jika klien dapat membaca ucapan:
Lihat langsung pada klien dan
bicaralah lambat dan jelas

Hindari berdiri di depan cahaya


karena dapat menyebabkan klien tidak
dapat membaca bibir anda
Perkecil distraksi yang dapat
menghambat konsentrasi klien
Minimalkan percakapan jika klien
kelelahan atau gunakan komunikasi
tertulis
Tegaskan komunikasi penting
dengan menuliskannya
Jika klien hanya mampu berbahasa
isyarat, sediakan penerjemah.
Alamatkan semua komunikasi pada
klien, tidak kepada penerjemah. Jadi
seolah-olah perawat sendiri yang
langsung berbicara pada klien dengan
mengabaikan keberadaan penerjemah
Gunakan faktor-faktor yang
meningkatkan pendengaran dan
pemahaman
Bicara dengan jelas menghadap
individu

Memungkinkan komunikasi dua arah


antara perawat dengan klien dapat
berjalan dengan baik dan klien dapat
menerima pesan perawat secara tepat.

Ulangi jika kilen tidak memahami


seluruh isi pembicaraan
Gunakan rabaan dan isyarat untuk
meningkatkan komunikasi
Validasi pemahaman individu dengan
mengajukan pertanyaan yang
memerlukan jawaban lebih dair ya dan
tidak

Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan obstruksi, infeksi


di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
Tujuan :
Persepsi / sensori baik
Kriteria hasil :

Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai


pada tingkat fungsional
Intervensi:
Intervensi

Rasional

Ajarkan klien menggunakan dan


merawat alat pendengaran secara
tepat

Keefektifan alat pendengaran


tergantung pada tipe gangguan /
ketulian, pemakaian serta
perawatannya yang tepat.

Instruksikan klien untuk menggunakan


teknik-teknik yang aman sehingga
dapat mencegah terjadinya ketulian
lebih jauh

Apabila penyebab pokok ketulian tidak


progresif, maka pendengaran yang
tersisa sensitif terhadap trauma dan
infeksi sehingga harus dilindungi

Observasi tanda-tanda awal kehilangan Diagnosa dini terhadap keadaan


pendengaran yang lanjut
telinga atau terhadap masalahmasalah pendengaran rusak secara
permanen
Instruksikan klien untuk menghabiskan Penghentian terapi antibiotika sebelum
seluruh dosis antibiotik ( baik itu
waktunya dapat menyebabkan
antibiotik sistemik maupun lokal )
organisme sisa berkembang biak
sehingga infeksi akan berlanjut

Resiko cidera b.d. penurunan pendengaran, penurunan tajam penglihatan.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi cidera
Kriteria Hasil :
Pasien tidak mengalami cidera fisik
Intervensi :
Intervensi

Rasional

Cegah infeksi telinga berlebih

Agar kerusakan
penedengaran tidak
meluas

Meminimalkan tingkat kebisingan di


unit perawatan intensif

Berhubungan dengan
kehilangan pendengaran

Lakukan upaya keamanan seperti


ambulasi terbimbing

Untuk mencegah pasien


jatuh akibat gangguan
keseimbangan

Kolaborasi dengan pemberian obat


antiemetika

Mengurangi nyeri kepala


sehingga terhindar dari
jatuh

http://rifaaprillia-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-72727-Umum-ASUHAN
%20KEPERAWATAN%20PADA%20KLIEN%20DENGAN%20OMA,%20OMK,%20DAN
%20MASTOIDITIS.html

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


SENSORINEURAL (GANGGUAN PENDENGARAN)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
SENSORINEURAL (GANGGUAN PENDENGARAN)

1.

Anatomi Fisiologi Telinga

Sumber : http://media.photobucket.com

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :


1.
a.

Telinga Luar, terdiri dari :


Pinna/Aurikel/Daun Telinga

Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada Sisi
kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b.

Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)

Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian
medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan
ini. Terdapat di KAE adalah sendi temporoman-dibular, yang dapat kita rasakan
dengan ujung jari pada KAE ketika membuka dan menutup mulut.
c.

Kanalis Auditorius Exsternus

Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula
seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebutjuga serumen.
Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit.
Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2.
a.

Telinga Tengah, terdiri dari :


Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.

Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo


mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis,
lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di
bagian dalamnya.
b.

Kavum Timpani

Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang
pendengaran yang meliputi :
1)

Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.

2)

Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.

3)

Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.

c.

Antrum Timpani

Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping
kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari
lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa
rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah
antrum di dalam tulang temporalis.

d.

Tuba Auditiva Eustakhius

Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya 3,7 cm berjalan


miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius
adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3.

Telinga Dalam, terdiri dari :

telinga dalam terdapat jauh didalam bagian petrous tulang temporal, didalamnya
terdapat organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis
semisirkularis) dan saraf cranial VII (nervus fasialis) dan nervus VIII (nervus
kokleovestibularis).

2.

Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan lurus membran timpani
dan tingkap lonjong.
Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap
lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan
menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan membrantektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses
depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN TELINGA LUAR


Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna/aurikula), meatus autikus eksternus,
kanalis auditorius eksternus dan membran timpani. Pinna merupakan gabungan
dari rawan yang diliputi kulit. Kanalis auditorius eksternus memiliki tulang rawan
pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial.
Telinga luar berfungsi menggumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi ke
struktur-struktur telinga tengah, karena keunikan anatomi aurikula serta
konfigurasi liang telinga yang melengkung atau seperti spiral, maka telinga luar
mampu melindungi membrane timpani dari trauma, benda asing dan efek
termal. Salah satu perlindungan yang diberikan telinga luar adalah dengan

pembentukan serumen atau kotoran telinga, yang sebagian besar terdiri dari
struktur kelenjar sebasea dan apokrin.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi telinga luar adalah :
1)

Malformasi congenital

Malformasi congenital pada telinga luar adalah sebagai akibat gangguan


perkembangan arkus brakial 1 dan 2 diantaranya adalah :
a.

Atresia Liang Telinga

Kelainan ini jarang ditemukan, penyebabnya belum diketahui dengan jelas,


diduga oleh factor genetic seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada
kehamilan muda misalnya talidomida. Manifestasi klinis yang tampak adalah
daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atressia sehingga
tindakan yang dapat dilakukan untuk kelainan ini adalah rekonstruksi yang
bertujuan memperbaiki fungsi pendengaran juga untuk kosmetik.
b.

Mikrotia atau Makrotia

Gambar Mikrotia
Sumber : www . microtia.bikinsitus.com & www.kbb.uludag.edu.tr

Pinna yang sangat besar (makrotia) atau sangat kecil (mikrotia). Secara
umum deformitas pinna berkorelasi dengan deformitas pada membran timpani
dan telinga tengah dalam derajat yang dapat diperkirakan. Intervensi yang dapat
dilakukan adalah perbaikan kosmetik dari pinna sendiri sebelum anak
berinteraksi di lingkungan sekolah.
c.

Fistula Preaurikular

Sumber : www . cechin.com.ar


Fistula dapat ditemukan di depan tragus dan sering terinfeksi. Pada
keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran
seujung pensil, dan dari muara tersebut sering keluar secret yang berasal dari
kelenjar sebasea.
d.

Lop Ear (Bats Ear)

Lopp Ear, Sumber : www.nzma.org.nz


Merupakan bentuk abnormal dari daun telinga, dimana daun telinga tampak
lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologis tidak terdapat gangguan body
image karena berpengaruh pada estetika.

2)

Trauma
Trauma pada telinga luar dapat merusak dan menghancurkan aurikula

dan
kanalis autikus eksternus, yang termasuk bagaian dari trauma ini
diantaranya :
a. Laserasi
Trauma akibat laserasi biasa terjadi karena klien tampak mengorek-ngorok
telinga dengan jari atau penjepit rambut atau klip kertas. Laserasi dinding
kanalis dapat menyebabkan
b. Frostbite
Frostbite pada aurikula dapat timbul dengan cepat pada lingkungan bersuhu
rendah dengan angin dingin yang kuat, pemanasan yang cepat dinjurkan seperti
dengan mengguyur telinga yang terkena dengan air hangat bersuhu 100 dan
108F sampai terlihat tanda-tanda pencairan.
c. Hematoma
Hematoma telinga luar sering dijumpai pada pengulat dan petinju akibat
penumpukan bekuan darah diantara perikondrium dan tulang rawan, yang dapat
berakibat terbentuknya telinga bunga kol jika tidak diobati, oleh karena itu
perlunya tindakan insisi dan drainage kumpulan darah dalam kondisi steril diikuti
dengan pemasangan balutan tekan khususnmya pada konka. Pada para pegulat
atau petinju perlunya memakai pelindung kepala saat latihan atau saat
bertanding.

3)

Infeksi dan Non Infeksi Pada Pinna, Aurikula dan Kananlis Autikus Eksternus

a.

Serumen

Adalah secret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagia
kartilaginosa liang telinga yang diketahui memiliki fungsi sebagai sarana
pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membrane
timpani. Serumen juga berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah
kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis.
Pada keadaan normal serumen tidak akan tertumpuk di liang telinga, tetapi
akan keluar sendiri pada waktu mengunyah dan setelah sampai diluar liang
telinga
akan menguap oleh panas. Penumpukan serumen yang berlebihan akan
menimbulkan gangguan pendengaran, juga bila liang telinga kemasukan air
maka serumen akan mengembang sehingga menyebabkan rasa tertekan yang
menggangu pendengaran. Interfensi kolaboratif yang dianjurkan adalah :
1.
Pemberian obat tetes telinga untuk waktu yang singkat, seperti
minyak mineral, H2O2 3%,
2.
Irigasi telinga dengan campuran air (sesuai suhu tubuh) dan H2O2
3%, dalam melakukan irigasi ini harus berhati-hati agar tidak merusak
membrane timpani dan jika tidak dapat memastikan keutuhan membrane
timpaniu sebaiknya irigasi tidak dilakukan.
3.
Jika klien mengeluh telinganya tersumbat maka perlunya dilakukan
penghisapan dengan menggunakan forceps alligator tipe Hartmann.

b.

Benda Asing

Benda asing yang sering ditemukan pada liang telinga dapat berupa :
1. Benda hidup seperti serangga (kecoa, semut atau nyamuk)
2. Benda mati seperti komponen tumbuh-tumbuhan atau mineral ?(kacang
kacangan, karet penghapusan, potongan korek api, dll)
Intervensi yang dapat dilakuakan adalah kerjasama yang baik antara
klien dengan dokter , karena usaha mengeluarkan benda asing oleh klien sendiri
seringkali akan mendorong benda asing lebih ke dalam. Tindakan yang harus
diperhatikan oleh perawat :
a.
Bila benda asing berupa serangga, maka harus dimatikan terlebih dahulu
sebelum serangga dikeluarkan, dengan memasukan tampon basah ke liang
telinga lalu meneteskan cairan misalkan larutan rivanol ke liang telinga selama

10 menit, lalu lakukan irigasi dengan air sesuai suhu tubuh untuk mengeluarkannya.
b.
Bila benda asing berupa kacang-kacangan, maka teteskan minyak mineral
yang berguna untuk melunakan kacang-kacangan tersebut dan lakukan irigasi
dengan air untuk mengeluarkannya.
c.
Bila benda asing yang besar dapat ditarik dengan pengait serumen dan
yang kecil dapat diambil dengan kunam atau pengait.

c.

Otitis Eksternus

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis


disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini
penyebab timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga,
trauma local dan alergi.
Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang
menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma
local yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan
eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %),
strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).
Terbagi atas Konsep Otitis Eksternus dan Proses Keperawatannya
1.
A.

Konsep Otitis Eksternus


Pengertian

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis


disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit.

Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan
oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa
tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan
kecenderungan untuk
kambuhan.
Adalah peradangan, infeksi atau respon alergi pada struktur Kanalis Autikus
Eksternal atau Aurikula. Infeksi dapat terjadi sebagai akibat factor-faktor
predisposisi
a.

Perubahan pH kulit kanalis yang biasanya asam menjadi basa.

b.
Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu tubuh dan
kelembaban.
c.
Suatu trauma ringan seringkali karena berenang atau membersihkan
telinga secara berlebihan.

B.

Etiologi

1.

Agen infeksi berupa bakteri atau jamur :

Pseudomonas Aeruginosa
Streptococcus
Staphylococcus
Aspergillus
2.

Allergen eksternal berupa:

Kontak dengan kosmetik


Hair spray
Earphone
Anting-anting
Hearing aid (Alat Bantu Mendengar)
C.

Patoflow diagram

Agen iritan (allergen)


Agen infeksus
Masuk dan kontak dengan lapisan epitel telinga luar
Respon alergi dan respon peradangan dengan/tanpa infeksi
kulit kemerahan

Ggn Rasa Nyaman Nyeri

bengkak

nyeri bila disentuh


obstruksi pada kanal auditorius eksternus
loss

Ggn Persepsi

Sensory Pendengaran

konductive hearing

D.

Klasifikasi Otitis Eksterna

Otitis Eksternus terbagi atas:


Otitis Eksterna Akut meliputi Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel) dan
Otitis Eksterna Difusi
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel)/Bisul adalah infeksi bakteri
(Staphylococcus) pada folikel rambut, biasanya lokasi pada bagian luar dari
kanal eksternal. Keluhan klien yang dapat muncul adalah nyeri, area bengkak
dan kemerahan, kemungkinan ditemukan cairan purulen bila didapatkan
furunkelpecah dan lambat laun terjadi gangguan pendengaran bila lesi
menyumbat kanal. Intervensi yang diberikan adalah terapi sistemik dengan
pengobatan topical dengan tampon yang diberi tetes telinga yang mengandung
antibiotika.
Otitis Eksterna Difusi adalah infeksi bakteri (Pseudomonas) yang biasanya terjadi
pada cuaca yang panas dan lembab, disebut juga Swimmers ear. Keluhan klien
yang muncul adalah nyeri tekan tragus, kulit liang telinga hipermi, kadangkadang terdapat secret yang berbau, edema dengan tidak jelas batasnya serta
tidak terdapat furunkel. Intervensi yang diberikan adalah dengan memasukan
tampon yang mengandung antibiotica ke liang telinga supaya terdapat kontak
yang baik antara obat dengan kulit yang meradang, juga dapat pula diberikan
obat antibiotika sistemik.
Otitis Eksterna Kronik
Otitis Eksterna Kronis adalah infeksi bakteri yang tidak diobati dengan baik,
trauma berulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan telinga pada Alat
Bantu Mendengar yang menyebabkan infeksi kronis.
Akibatnya terjadi penyempitan liang telinga oleh pembentukan jaringan parut
(sikatrik). Intervensi kolaboratif adalah dengan cara operasi rekonstruksi liang
telinga.

E.

Insiden

1.
Sering terjadi pada musim panas dimana banyak orang menikmati
olahraga air (berenang di danau, laut atau kolam renang)
2.
Klien yang mengalami trauma terbuka pada kanalis akustikus eksterna
akan lebih mudah mengalami infeksi.

F.

Penatalaksanaan

1.
Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hatihati.

2.
Penilaian terhadap secret, edema dinding kanalis dan membrane timpani
bila memungkinkan.
3.

Terapi antibiotika local, topical dan sistemik

4.

Terapi analgetik

2.

Proses Keperawatan

A.

Pengkajian

Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :


-

Nyeri saat pinna dan tragus bergerak

Nyeri pada liang telinga

Telinga terasa tersumbat

Perubahan pendengaran

Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan

Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranya


adalah:
-

Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien?

Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang di laut, kolam renang
ataukah didanau?
Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga sehingga mengakibatkan
nyeri setelah dibersihkan?
Apakah klien pernah mengalami trauma terbuka pada liang telinga akibat
terkena benturan sebelumnya?
Apakah klien seorang petinju atau pegulat yang sering mengalami trauma
pada telinganya?

B.

Diagnosis Keperawatan

1.
Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga b.d reaksi inflamasi,
reaksi infeksi pada telinga.
2.
Perubahan persepsi sensory : pendengaran b.d obstruksi pada kanalis
akustikus eksternus akibat infeksi oleh agen bakteri dan allergen.
3.

Resiko tinggi terjadi infeksi b.d perkembangan penyakitnya.

4.

Resiko tinggi injury b.d penurunan proses pendengaran.

5.

Harga diri rendah b.d gangguan pada pendengaran, telinga sakit.

6.
kurang pengetahuan mengenai penyakit penyebab, penatalaksanaan dan
prosedur pembedahan.

C.

Intervensi

Prinsip intervensi untuk Otitis Eksterna adalah mengurangi peradangan (infeksi)


dan mengurangi edema serta nyeri yang dirasakan oleh klien, dengan cara :
1.
Kompres hangat local 20 menit selama 3 kali sehari dengan menggunakan
handuk dan air hangat.
2.

Istirahat klien

3.

Membatasi gerakan kepala

4.
Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telinga atau salep
telinga
5.
Jelaskan pada klien tentang penyakit yang dialaminya, penyebab terjadinya
penyakit tersebut dan kemungkianan rencana pembedahan yang akan dilakukan
pada klien.
6.
Berikan support (dukungan) pada klien tentang usaha-usaha atau
intervensi yang harus dilakukan bagi kesembuhannya.
7.
Jika edema mengakibatkan obstruksi kanal maka gunakanlah Earwick,
dengan teknik : kassa yang sudah diberi tetes telinga antibiotika dimasukkan ke
kanalis, dilakukan oleh dokter THT.
8.

Kolaborasi terapi antibiotika topical dan steroid

9.
Kolaborasi terapi analgetik seperti Acetylsalisilat acidm (Aspirin Entrophen)
dan Acetaminophen (Tylenol,Abenol).

D.

Evaluasi

Tujuan yang diharapkan adalah :


1.

Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berangsur-angsur hilang.

2.

Persepsi sensory pendengaran dalam batas normal.

3.

Tidak terjadi infeksi.

4.

Tidak terjadi resiko injury.

5.

Harga diri klien tidak terganggu.

6.
Pemahaman klien mengenai penyakit, penyebab dan prosedur
pembedahan bertambah.

4)

Neoplasma

Berbagai lesi kulit termasuk neoplasma dapat ditemukan pada aurikula dan liang
telinga. Osteoma adalah suatu tumor jinak pada dinding liang telinga yang
tampak sebagai benjolan tunggal, kertas dan bundar yang menempel pada
sepertiga bagian dalam telinga.
Eksostosis adalah tumor berupa tonjolan bundar dari tulang kanalis yang
hipertropik (biasanya multiple dan bilateral). Etiologi belum diketahui dengan
pasti, tetapi dapat disebabkan oleh karena sering berenang dalam air dingin.
Karsinoma sel gepeng merupakan keganasan yang paling sering pada liang
telinga dapat segera disembuhkan dan ditangani dengan cepat jika didiagnosis
secara dini demikian juga dengan karsinoma sel basal. Pengobatan awal yang
lebih dipilih adalah eksisi bedah.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN TELINGA TENGAH


Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrane timpani, bila dilihat
dari arah liang telinga berbentuk bundar dan lekung dan gendang telinga adalah
suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke
medial.
Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa tempat
melekatnya tangkai maleus dan lapisan mukosa dibagian dalamnya. Tulang
pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan, prosesus longus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik, ditempat ini
terdapat aditus adantrum yaitu lubang yang menghubungkan daerah
nasopharing dengan telinga tengah.
Penyakit pada telinga tengah banyak ditemukan diseluruh dunia, seperti
beberapa penelitian menunjukan bahwa otitis media merupakan masalah paling
umum terutama pada anak-anak. Yang termasuk Gangguan pada Telinga Tengah
diantaranya:

A.

Penyakit Membran Timpani

Membran Timpani normalnya memberikan refleks cahaya (cone of ligh) positif


yang berarti cahaya dari luar dapat dipantulkan oleh membrane timpani.
Penyakit Membran timpani terjadi secara primer yaitu berasal dari membran
timpani dan dapat pula terjadi akibat adanya penyakit yang mendahuluinya
seperti Otitis Media dan Mastoiditis.
Jika terjadi peradangan pada membran timpani dapat terlihat bercak-bercak
putih tebal akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada lapisan tenaghnya
sebagai akibat peradangan terdahulu (timpanosklerosis). Retraksi membran
timpani dapat pula terjadi bila vakum dalam telinga tengah atau dapat menonjol
bila terdapat cairan, infeksi atau massa jaringan dalam telinga tengah. Otitis
media kronis dengan keluarnya secret selalu disertai perforasi membrane
timpani yang serius.
Intervensi kolaboratif pada Penyakit Membran Timpani adalah pemberian tetes
telinga antibiotika seperti eritromisin, yang merupakan obat pilihan untuk
menghilangkan nyeri, adanya bulging atau vesikel dapat dipecahkan dengan
jarum halus atau miringotomi.

B.

Gangguan Tuba Eustakhius

Tuba Eustakhius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasopharing


dan sepertiga bagian lateral tuba berhubungan dengan telinga berupa tulang
sedangkan dua pertiga medial adalah fibrokartilaginosa. Fungsi Tuba Eustakhius
adalah untuk ventilasi, drainage secret dan menghalangi masuknya secret dari
nasopharing ke telinga tengah.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah
selalu sama dengan tekanan udara luar, ini dapat dibuktikan :

Perasat Valsava

Teknik yang dilakukan dengan cara meniupkan dengan kertas dari hidung dipijat
serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa udara masuk kedalam
telinga tengah yang menekan membrane timpani kearah lateral seperti
meletup. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila terjadi infeksi pada jalan
nafas.

Perasat Tyonbee

Teknik yang dilakukan dengan cara menelan ludah sambil hidung dipijat serta
mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membrane tympani tertarik
ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.

Drainage secret akan dialirkan ke nasopharing melalui tuba eustakhius yang


berfungsi normal. Jika tuba tersumbat, maka akan tercipta keadaan vakum
dalam telinga tengah, sumbatan yang lama dapat mengarah pada peningkatan
produksi cairan yang akan memperberat masalah klien. Bila tidak dapat diatasi
dengan pengobatan, maka keadaan vakum harus dihentikan dengan miringotomi
sehingga cairan dapat didrainage melalui kanalis akustikus eksternus.
Tuba Eustakhius biasanya dalam keadaan tertutup dan baru akan terbuka
apabila oksigen diperlukan masuk ketelinga tengah atau pada saat mengunyah,
menelan dan menguap.
Karena selalu tertutup inilah maka tuba eustakhius dapat melindungi telinga
tengah dari kontaminasi sekrei telinga tengah dan organism patologik.
Gangguan pada Tuba Eustakhius antara lain berupa Tuba Terbuka Abnormal,
Myoklonus Palatal, Palatoskisis dan Obstruksi Tuba.

Barotrauma

Adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar


telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan
tuba gagal membuka.
Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmHg, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan
negative sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan
kadangkadang disertai dengan rupture pembuluh darah, yang dapat
menyebabkan cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.
Manifestasi klinis berupa nyeri pada telinga, klien mengeluh kurang jelas
pendengarannya, autofonia, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang
tinnitus dan vertigo.
Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
a.
b.

Melakukan Perasat Valsava salama tidak ada infeksi pada jalan nafas atas.
Terapi dekongestan.

c.
Jika cairan masih menetap ditelinga tengah sampai beberapa minggu
maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu pemasangan pipa
ventilasi (Grommet).
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah
permen karet atau melakukan Perasat Valsava, terutama sewaktu dalam
pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.

C.

Gangguan pada Rantai Osikula

Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran (rantai osikula) yang


terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang mentransmisikan suara dari

membrane tympani ke fenestra yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma


ataupun proses congenital dapat menghambat transmisi suara ke tempat
lainnya.
Kelainan Kongenital
Osikula dapat mengalami kelainan bentuk, terputus ataupun terfiksasi secara
congenital, bentuk yang paling umum adalah hilangnya sebagian inkus dam
fiksasi stapes. Liang telinga dapat sama sekali tidak berkembang atau berujung
buntu atau tumbuh dengan penyempitan konsentris. Hal ini secara fungsional
dapat menyebabkan ketulian congenital yang seharusnya mendapatkan terapi
secara dini.
Koreksi kosmetik dari mikrosa perlu segera dilakukan sebelum anak masuk
sekolah serta perunya alat Bantu mendengar yang menempel pada tulang
pendengaran agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

1.

Otosklerosis
Pengertian

Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami


spongiosis si daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat
menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik.
Pengertian lain Otosklerosis adalah pengeseran telinga dimana dalam
kondisi ini kelebihan tulang stapes mengakibatkan hilangnya gerakan stapes.
2.

Patofisiologi

Kondisi otosklerosis mengenai stapes dan diperkirakan disebabkan oleh


pembentukan tulang spongius yang abnormal, khususnya sekitar jendela ovalis
yang mengakibatkan fiksasi stapes yang menyebabkan kehilangan pendengaran
konduktif.
3.

Etiologi

Otosklerosis merupakan gangguan herediter yang dimulai sejak remaja dengan


bentuk dominant autosomal yang diwariskan.
4.

Insiden

Terjadi lebih banyak pada Caucasian dan Perempuan yang dapat mem perberat
kehamilan.
5.
a.
b.

Tanda dan Gejala


Tes Rinne abnormal.
Hilangnya pendengaran secara progesive lambat.

c.
Membrane tympani normal atau berwarna orange kemerahan karena
terjadi peningakatan vaskularisasi dari telinga tengah.
6.

Penatalaksanaan

a.
Pengangkatan stapes yang diganti dengan prosthesis metallic
(stapedektomy).
b.
Penggunaan fluorikal (suplemen fluoride) dapat memperlambat
pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
c.

Pemakaian Alat Bantu Dengar.

7.

Proses Keperawatan klien dengan Post Operasi pada Otosklerosis

a.

Pengkajian :

Fungsi pendengaran :
- Vertigo
- Tinitus
b.

Diagnosa keperawatan dan Intervensi :

DK : Resiko tinggi intoleransi aktivitas b.d bedrest, vertigo setelah operasi


stapedektomy.
c.

Intervensi :

Kaji pasien : nyeri, mual atau pusing

Dorong pasien untuk latihan aktivitas fisik secara bertahap.

Instruksikan pasien untuk istirahat baringa dengan memutarkan


kepalanya ke samping dengan telinga yang dioperasi menghadap ke atas untuk
menjaga posisi protese.
Mengatur pemberian analgetik, suppressant vestibular, obat mual jika
diperlukan.

a.

Otitits Media
Pengertian

Otitis media adalah pendengaran sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustakhius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
b.

Pembagian Otitis Media

Otitis media terbagi atas :

1.

Otitis media supuratif, terdiri dari :

Otitis Media Supuratif akut = otitis media akut (OMA)

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK/OMP)

2.

Otitis media non supuratif, terdiri dari :

Otits Media Serosa Akut (barotraumas)

Otitis Media Serosa Kronis

Disini akan dijelaskan Proses Keperawatan pada klien dengan Otitis Media secara
komperhensip.
A.
1.

Otitis Media Akut (OMA)


Pengertian

Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah. (Brunner and Sudath.
1997 :2050)
Otitis Media Akut (OMA) adalah penyakit yang disebabkan oleh serangan
mendadak dari infeksi bakteri dalam telinga bagian tengah.
(CharleneJ.Reevas.2001:16)
2.

Etiologi

Penyebab utama Otitis Media Akut (OMA) :


a.
Masuknya bakteri patogenik (Streptococcus Pnemoniae, Hemophillus
Influenza, Moraxella Catarrhalis) ke dalam telinga tengah.
b.
Disfungsi tuba eustakhius, seperti obstruksi yang diakibatkan infeksi
saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitar (sinusitis,hipertropi
adenoid), atau reaksi alergi (rhinitis Alergika)
3.

Patofisiologi

Masuknya mikroorganisme (Streptococcus Pnemoniae, Hemophillus Influenza,


Moraxella Catarrhalis) ke telinga tengah dai nasopharing atau telinga luar melalui
tuba eustakhius yang mengalami infeksi.
Mukosa yang melapisi tuba Eustakhius, telinga tengah, dan sel-sel mastoid
mengalami peradangan akut. Mukopus terkumpul di dalam telinga dan sel-sel
udara. Tekanan dalam telinga tengah makin meningkat, gendang telinga
meradang, disebabkan oleh nekrosis iskhemik. Mukopus kemudian keluar ke
telinga luar.
Gendang telinga menyembuhkan dan tuba eustakhius terbuka lagi. Peradangan
biasanya sembuh dengan pengobataan yang efektif dan telinga tengah kembali
pada bentuk dan fungsi normal. Tetapi kadang-kadang peradangan terus
berlangsung dan diikuti dengan komplikasi.

4.

Patoflow Otitis Media Akut (OMA)

E/ Mikroorganisme (S.Pnemoniae, H. Influenza, M. Cattharlis)


Yang berasal dari nasopharing dan infeksi telinga
luar masuk ke telinga tengah
telinga tengah radang

Tekanan telinga tengah

Gendang telinga radang, pecah o/k nekrosis ischemia


Mukopus keluar ke telinga tengah

Otlagia

Demam

peningkatan suhu tubuh

Tinnitu

s
5.

gangguanrasa nyeri

gangguan persepsi pendengaran


Kurang pendengaran
Tanda dan Gejala : tergantung berat ringannya infeksi

a.
Otlagia (nyeri telingah), akan hilang secara spontan jika terjadi perforasi
spontan membrane timpani.
b.

Keluarnya cairan dari telinga

c.

Demam

d.

Kehilangan pendengaran

e.
6.

Tinitus
Stadium Otitis Media Akut

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium yaitu :
a.
Stadium oklusi tuba eustakhius adalah adanya gambaran retraksi akibat
terjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah, karena adanya absorbs
udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan oleh
virus atau alergi.

b.

Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)

Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
c.

Stadium supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada
keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang,
maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan timbulnya
trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa. Nekrosis
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur.
d.

Stadium perforasi

Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi,


maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari
telinga tengah ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah
menjadi tenang, suhu badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut
Otitis Media Akut Stadium Perforasi.
e.

Stadium resolusi

Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila
sudah perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya
tahanm tubuh baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi,
walaupun tanpa pengobatan.
7.

Insiden

Infeksi telinga bagian tengah, merupakan infeksi yang paling umum ditemukan
pada anak-anak berumur kurang dari 4 tahun.
8.
a.

Komplikasi
Sukar menyembuh

b.

Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang

c.

Ketulian sementara atau menetap

d.
Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis
akut, kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial (meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.
9.

Tes diagnostic

a.

Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit

b.

Audiometric impedans, Audiometri Nada Murni

c.

Kultur organism

10. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya
a.

Stadium oklusi

Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga


tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus
diobati, antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus
atau alergi
b.

Stadium presupurasi

Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani
terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan
golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
c.

Stadium supurasi

Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih


utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
d.

Stadium resolusi

Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.

Proses Keperawatan Pada Pasien dengan Otitis Media Akut


1.

Pengkajian

Pengumpulan pengkajian data melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik


seperti di bawah ini :
a.
Riwayat kesehatan : adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atas ataukah
sebelumnya klien mengalami ISPA, ada nyeri daerah telinga, perasaan penuh
atau tertekan di dalam telinga, perubahan pendengaran.
b.

Pemeriksaan fisik : tes pendengaran, memeriksa membran timpani.

2.

Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan

Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya oedema jaringan, efusi telinga tengah,
proses infeksi/inflamasi pada telinga bagian tengah.
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman

Intervensi :
-

Kaji tingkat nyeri, kualitas dan lokasi nyeri.

R : untuk menentukan sumber dari nyeri karena nyeri dari otitis medi tidak sama
dengan otitis eksternal.
Anjurkan untuk menggunakan obat analgeti seperti aspirin, atau
asetaminofen setiap 4 kali sehari sesuai kebutuhan untuk menghilangkan nyeri
dan panas.
R : aspirin mempunyai efek antiinflamatori yang dapat membantu
menghilangkan inflamasi dari telinga.
-

Anjurkan untuk menghangatkan telinga untuk mengurangi kontraindikasi.

R : menghangatkan dapat melebarkan pembuluh darah, meningkatkan


reabsorbsi dari cairan dan mengurangi bengkak.
Ajarkan untuk melaporkan segera nyeri yang tiba-tiba untuk perawatan
primer.
R : nyeri yang tiba-tiba mengindikasikan adanya perforasi spontan dari membran
timpani dengan tekanan tiba-tiba dari telinga tengah.
3.

Discharge planning (perencanaan pulang)

Klien dengan otitis media memerlukan pendidikan tentang gangguan, penyebab


dan pencegahan dan pengobatan spesifik yang direkomendasikan atau
diperintahkan. Diskusikan masalah dibawah ini dengan klien dan keluarga :
a.

Terapi antibiotika dan kemungkinan efek samping

b.

Follow up kesehatan dalam 2-4 minggu.

c.

Hindari berenang, menyelam, mengorek telinga.

B.

Otitis Media Kronis (OMK)

1.

Pengertian

OMK adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan
biasanya disebabkan karena episode berulang OMA (Bruner and Suddath. 1997 :
2052).
OMK adalah perforasi membran timpani secara permanen, dengan atau tanpa
pengeluaran pus dan kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam mukosa dan
struktur tulang dari telinga tengah. (Pricilla Lemone. 2001 : 1496).

2.

Etiologi

Otitis media kronis biasanya disebabkan karena pengulangan dari


penyakit otitis media akut dan disfungsi tuba akustikus.
3.

Trauma atau penyakit lain.


Patofisiologi

Otitis media yang berulang akan menghancurkan pars tensa dan tulang dan
tulang pendengaran, luasnya kerusakan tergantung dari berat dan seringnya
penyakit tersebut kambuh. Prosesus longus inkus menderita paling dini karena
aliran darah ke bagian ini kurang. Klien tidak pernah mendapatkan suatu
komplikasi yang berat.
4.
a.

Tanda dan Gejala


Kehilangan Pendengaran

b.

Otorea intermitten atau persisten yang bau busuk

c.

Tidak ada nyeri

d.
Pada pemeriksaan audiogram menunjukan tuli konduktif dalam berbagai
derajat
5.

Test Diagnostik

a.
Otoskopik Membran Timpani tampak perforasi dan Kolesteatoma dapat
terihat sebagai massa putih dibelakang membrane timpani
b.
Audiometri memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran
6.

Penatalaksanaan

a.
Penanganan local : pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop
dan alat penghisap, pemberian antibiotika tetes
b.
Timpanoplasti, untuk mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup
lubang perforasi tengah, mencegah infeksi berulang dan memperbaiki
pendengaran
c.

Prodesur bedah paling sederhana tipe I ( miringoplasti ) untuk menutup

lubang perforasi pada membrane timpani, tipe II sampai V untuk perbaikan yang
lebih intensif struktur telinga tengah
d.
Mastoidektomi, untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang
sakit, dan menciptakan telinga yang aman, kering dan sehat
7.
a.

Kopmplikasi
Kehilangan pendengaran sensorineural

b.

Disfungsi syaraf fasial

c.

Lateral sinus thrombosis

d.

Abses otak atau subdural

e.

C.
a.

Meningitis

Otitis Media Perforasi (OMP)


Pengertian

Otitis Media Akut Perforasi adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel sel mastoid
yang diikuti dengan rupturnya membrane tympani dan biasanya terdapat secret
yang mengalir keluar dari telinga bagian tengah ke telinga bagian luar.
OMP adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul,
sekret mungkin encer, kental, bening atau berupa nanah. (Dr Efiaty dan Prof
Nurbaity Sp. THT)
b.

Patofisiologi

Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media
perforatif apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.Bila pross infeksi kurang
dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut.
Beberapa factor yang menyababkan OMA menjadi OMP adalah terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk. Otitis Media Akut
perforasi biasanya disebabkan karena adanya komplikasi dari infeksi saluran
pernafasan bagian atas. Sekresi dan inflamasi dari infeksi saluran pernafasan
bagian atas ini dapat menyebabkan terjadnya oklusi tuba Eustachii.
Normalnya, mukosa dari telinga bagian tengah mengabsorpsi udara di
liang telinga bagian tengah. Jika udara tersebut tidak terabsorpsi karena
adanyaobstruksi tuba Eustachii, maka akan timbul suatu tekanan negative
yangmenyebabkan terjadinya suatu produksi secret yang serous. Sekret di
telingabagian tengah ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri
danmikroba. Dan dengan adanya infeksi saluran pernafasan bagian
atas,memudahkan masuknya virus atau bakteri ke telinga tengah.
Jikapertumbuhannya cepat, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
infeksitelinga bagian tengah. Jika infeksi dan inflamasi ini terjadi secara
terus menerus, hal ini dapat menyebabkan perforasi pada membran thympani.
c.

Insiden

Sering dijumpai pada anak-anak, bila terjadi pada orang dewasa kemungkina
pada pasien yang menjalani radioterapi dan barotrauma seperti penyelam

d.

Tanda dan Gejala

Pasien mengeluh kehilangan pendengaran

Rasa penuh dalam telinga

Suara letup atau berderik yang terjadi ketika tuba eusakhius berusaha
membuka.
e.
-

Test Diagnostik
Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif dalam berbagai derajat

Otoscope pada membrane timpani tampak sklerotik (tidak terisi sel udara
dan mungkin terdapat rongga dalam tulang akibat erosi oleh kolesteoma)
f.

Penatalaksanaan

Miringoplasti, bila kehlangan pendengaran yang berhubungan dengan


efusi telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien
Mastoidektomie yang bertujuan menghilangkan jaringan patologis serta
eradikasi kuman
Kortikosteroid dosis rendah, untuk mengurangi oedema tuba eustakhius
pada kasus barotraumas

MASTOIDITIS
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid
yang
terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau
orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga
tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada
telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi
pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga
(dapat juga pada sisi telinga yang lainnya).

Sumber : www . idmgarut.wordpress.com


Terbagi atas konsep penyakit Mastoditis dan Proses Keperawatan

a.

Konsep Penyakit Mastoiditis

1.
Mastoiditis merupakan suatu infeksi dari otitis media akut yang
melanjutkan ke dalam sel udara mastoid (Lemone 2004 : 1496)
2.

Patofisiologi

Pada mastoiditis akut, tulang septal antara sel udara mastoid dihancurkan dan
sel bergabung untuk membentuk ruang yang besar. Bagian dari jalannya
mastoid terkikis. Dengan adanya infeksi kronis, dapat menyebabkan sebuah
abses dapat terbentuk, atau sklerosis tulang dari mastoid.
Mastoiditis akut meningkatkan resiko meningitis karena hanya sebuah tulang
yang sangat tips memisahkan sel udara mastoid dari otak. Beruntungnya,
komplikasi ini jarang terjadi sejak pemberian antibiotika yang efektif untuk
therapy otitis media.
3.

Patoflow Penyakit Mastoiditis


Tulang septal hancur
Membentuk ruang yang besar
Infeksi kronik
Abses, sklerosis tulang

mastoid

pendengaran
Nyeri telinga, Kemerahan

rasa nyaman nyeri


Inflamasi, bengkak, panas, sakit kepala
Pengeluaran cairan dari telinga

Kehilangan pendengaran

4.

Tanda dan Gejala

gangguan

persepsi

gangguan

Tanda dan gejala mastoiditis akut biasanya berkembang antara 2 atau 3 minggu
setelah episode dari otitis media akut dan termasuk :
a.

Sakit telinga

b.

Kehilangan pendengaran

c.

Tampak kemerahan dan inflamasi

d.
Bengkak dapat menyebabkan aurikula dari telinga menonjol melebihi dari
normal (retroaurikula).
e.

Panas dapat disertai dengan tinnitus dan sakit kepala.

f.

Pengeluaran cairan dari telinga yang berlebihan perlu dicatat.

5.

Penatalaksanaan

a.
Pencegahan adalah focus primer dari kolaboratif dan tindakan
keperawatan yang berhubungan dengan mastoiditis.
b.
Pengobatan antibiotika yang efektif dari otitis media akut mencegah
mastoiditis pada tingkat awal.
c.
Mengikuti tindakan pembedahan, menetapkan secara hati-hati luka dan
pengeluaran untuk membuktikan infeksi atau komplikasi lainnya.
d.
Pendengaran klien mungkin sementara atau menetap terpengaruh,
tergantung pada luasnya operasi.
e.
Bicara pelan dan jelas, jangan berteriak atau bicara keras yang tidak
biasa.
f.
Yakinkan keluarganya dan staff mengetahui tentang kehilangan
pendengaran klien dan menggunakan tekhnik komunikasi yang sesuai.
g.
Membantu pasien dengan ambulasi awal, karena pusing dan vertigo
biasanya mengikuti pembedahan.
h.
Pemberian antibiotika untravena seperti penicillin, Cefriaxone selama 14
hari.
i.
Jika tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi
Mastoidektomi, bersama dennganTimpanoplasti.
j.
Penghembusan udara melalui hidung, bersin dan batuj harus dihindari
karena dapat meningkatkan tekanan pada telinga bagian tengah.
6.

Perawatan di rumah

a.
Pendidikan tentang mastoiditis akut, menekankan pentingnya pemberian
terapi antibiotika dan menganjurkan untuk follow up.

b.
Instruksikan klien dan keluarga untuk melaprkan reaksi yang merugigak
untuk perawatan primer.
c.

Ajarkan klien dan keluarga bagaimana teknik aseptic.

Proses Keperawatan Untuk Pasien Yang Menjalani Pembedahan Mastoid


1.

Pengkajian

a.
Riwayat kesehatan : penggambaran lengkap masalah telinga, otorea,
kehilangan pendengaran
b.
Pengkajian fisik observasi adanya eritema, oedema, otorea, lesi dan bau
cairan yang keluar
c.

Hasil audiogram harus dikaji

2.

Diagnose Keperawatan

a.
DK : Ansietas b.d prosedur pembedahan, potensial kehilangan
pendengaran, potensial ganguan pengecap, dan potensial kehilangan gerakan
fasial.
Tujuan : Meredakan ansietas
Intervensi :
Berikan informasi yang kuat yang telah didiskusikan oleh ahli otology pada
pasien termasuk anastesi, lokasi insisi dan hasil pembedahan.
Dorong pasien untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan
mengenai pembedahan
b.

DK : Nyeri akut b.d Pembedahan Mastoid

Tujuan : Bebas dari rasa tak nyaman


Intervensi :
-

Berikan pasien obat analgetik sesuai dengan kebutuhan

Ajarkan pasien tentang penggunaan dan efek samping obat

Evaluasi :
-

Bebas dari rasa tak nyaman atau nyeri

Tidak memperlihatkan tanda mengernyitkan wajah, mengeluh atau


menangis
-

Meminum analgetik bila perlu

c.
DK : Resiko infeksi b.d post op Mastoidektomi, pemasangan graft/tandur,
trauma bedah terhadap jaringan dan struktur di sekitarnya
Tujuan : pencegahan infeksi
Intervensi :
Rendam tampon kanalis auditorius eksternus dalam larutan antibiotika
sebelum dipasang
Instruksikan kepada pasien untuk mencegah air masuk ke kanalis
auditorius eksternus selama 2 minggu
Pasang bola kapas yang diolesi bahan yang tak larut air (vaselin) dan
diletakkan di telinga
Beritahukan kepada pasien tanda-tanda infeksi (meningkatnya suhu,
cairan purulen)
Evaluasi ;
-

Tidak ada tanda atau gejala infeksi

Tanda vital normal termasuk suhu

Tak mengeluarkan cairan purulen dari kanalis auditorius externus

d.
DK : Perubahan persepsi sensori auditoris b.d kelainan telinga/pembedahan
telinga
Tujuan : Memperbaiki komunikasi
Intervensi :
Mengurangi kegaduhan lingkungan, memandang pasien ketika berbicara,
berbicara jelas dan tegas tanpa berteriak, memberikan pencahayaan yang baik
dan menggunakan tanda nonverbal.
-

Instruksikan anggota keluarga mengenai praktik yang efektif.

Gunakan alat bantu dengar pada telinga yang tidak dioperasi.

e.
DK : Resiko trauma b.d kesulitan keseimbanganatau vertigo selama
periode pascaoperasi segera
-

Perubahan persepsi sensori b.d potensial kerusakan nervus fasialis

Kerusakan integritas kulit b.d pembedahan telinga, insisi dan tempat graft

Kurang pengetahuan mengenai penyakit mastoid, prosedur bedah, dan


asuhan pascaoperatif dan harapan

KOLESTEATOMA
a.

Pengertian

Kolesteatoma adalah suatu kista epithelial yang berisi deskuamasi epitel/keratin.


b.

Patofisiologi

Sel epitel debris mengumpul dalam telinga bagian tengah, membentuk kista
yang merusak struktur telinga dan mengurangi pendengaran, seperti pada
mastoiditis. Deteksi dan pengobatan secara dini pada otitis media dengan
memberikan antibiotika akan menurunkan kolesteatoma. Kolesteatoma sangat
berbahaya dan merusak jaringan sekitarnya yang dapat mengakibatkan
hilangnya pendengaran.
c.

Etiologi

Komplikasi dari Otitis Media Kronis


d.

Penatalaksanaan

Mastoidektomy dapat menghilangkan kolesteatoma


e.

Komplikasi

Komplikasi terjadi apabila sudah terjadi proses nekrosis tulang yakni :


- Labirinitis
- Meningitis
- Abses otak

(Gambar Kolesteatoma, sumber : www . medicastore.com )

MASSA TELINGA TENGAH


a.

jenis-jenis Massa Telinga Tengah

1.
Glomus jugulare adalah tumor yang timbul dari bulbus jugularis (Brunner &
Suddath: 1999;2056)
2.
Neuroma nervus fasialis adalah tumor nervus VII, nervus fasialis (Brunner &
Suddath: 1999;2056)
3.
Granuloma kolesterin adalah reaksi system imun terhadap produk samping
darah (Kristal kolesterol) di dalam telinga tengah (Brunner & Suddath:
1999;2056)
4.
Timpanosklerosis adalah timbunan kolagen dan kalsium di dalam telinga
tengah yang dapat mengeras di seputar osikulus sebagai akibta infeksi berulang
b.

Penatalaksanaan

Pada dasarnya semua jenis massa dilakukan pengangkatan massa melalui


pembedahan, dan jika tidak memungkinkan pembedahan digunakan erapi
radiasi.

Kesimpulan
Telinga adalah salah satu organ pancaindra yang memiliki fungsi yang sangat
vital bagi kehidupan manusia. Telinga luar terdiri dari daun telinga
(pinna/aurikula), meatus autikus eksternus, kanalis auditorius eksternus dan
membran timpani. Sedangkan Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari
membrane timpani, bila dilihat dari arah liang telinga berbentuk bundar dan
lekung dan gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
puncaknya, umbo, mengarah ke medial.

DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor : Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
STIKes Santo Borromeus. Bandung.

Brunner & Sudath . 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Buku II Edisi 9, Alih
Bahasa : Agung Waluyo dkk. EGC. Jakarta.

http://tht-fkunram.blogspot.com/2009/02/otitis-eksternaoe_ 24.html
http://rismawati-maulani.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan.html

Вам также может понравиться