Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTIFIKASI
Nama
: Tn Ak
Umur
: 75 tahun
Jenis Kelamin
: Laki laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiun PNS
Pendidikan
: SPK
Status
: Duda
Alamat
: Kampung laut
Keluhan Utama
Os mengeluh penglihatan mata kanan mulai kabur sejak 3 bulan yang lalu
dan mata kiri mulai kabur sejak 3 tahun yang lalu
2.2
Keluhan tambahan :
-
2.3
2.5
Riwayat Gizi
: Baik
2.6
: Menengah
3.2
Status Generalis
Keadaan umum
: tampak baik
Kesadaran
: kompos mentis
TB / BB
: 165 cm / 57 kg
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Respiratory rate
: 20 x/menit
Suhu
: afebris
Penyakit Sistemik
Trac. Respiratorius
Trac. Digestivus
Kardiovaskuler
Endokrin
Neurologi
THT
Kulit
3.3
Status Oftalmologikus
Pemeriksaan eksternal
OD
OS
Visus Dasar
1/60
2/60
TIO : Digital
TIDAK DILAKUKAN
TIDAK DILAKUKAN
Ortoforia
Ortoforia
Duksi : baik
Duksi : baik
Versi : baik
Versi : baik
Keruh sebagian
keruh sebagian
Silia
Trichiasis (-)
Trichiasis (-)
Palpebra Superior
Palpebra Inferior
Konjungtiva tarsus
lytiasis (-).
lythiasis (-)
Konjungtiva Bulbi
Kornea
Sedang,hipema(-)
Sedang,hipema(-)
hipopion (-)
hipopion (-)
Iris
Pupil
Bulat, Isokor
Bulat, Isokor
Diameter
3 mm
Reflek cahaya
Lensa
mm
+
+
Keruh sebagian
Keruh sebagian
Trikiasis (-)
Trikiasis (-)
Conjungtiva tarsus
Conjungtiva bulbi
Kornea
Sedang,hipema(-)
Sedang,hipema(-)
hipopion (-)
hipopion (-)
Iris
Lensa
Keruh
sebagian,
iris Keruh
sebagian,
iris
DIGITAL
TONOMETRI
TIDAK DILAKUKAN
SCHIOTZ
VISUAL FIELD
TIDAK DILAKUKAN
FUNDUSKOPI
TIDAK DILAKUKAN
IV. RESUME
Seorang laki laki 75 tahun, datang dengan keluhan penglihatan mata kanan
mulai kabur sejak 3 bulan yang lalu dan mata kiri mulai kabur sejak 3 tahun
yang lalu. kabur yang dirasakan saat melihat jauh dan dekat, silau saat melihat
cahaya pada siang hari (+), melihat asap atau berkabut (+). Mata merah (-),
gatal pada mata (-), kotoran mata (-), melihat pelangi (-). Pasien juga datang
dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri
hilang timbul. 3 bulan yang lalu os mengaku berobat kedokter dan didiagnosa
herpes zoster. Tapi os tidak rutin minum obat dan tidak kontrol ulang. Riwayat
DM dan HT tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik, secara umum tampak baik, dan status optalmologikus
ditemui mata kanan : Visus 1/60, dengan lensa keruh sebagian, iris shadow (+),
dan mata kiri : Visus 2/60, lensa keruh sebagian dan iris shadow (+). Pada kulit
wajah, tampak daerah bekas penyembuhan herpes zoster yang masih
menimbulkan nyeri
V.
DIAGNOSIS KERJA
Katarak sinilis imatur ODS+ post herpes zoster oftalmika
VI. PENATALAKSANAAN
Anjuran Operasi Katarak SICS dan pemasangan IOL
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Ketebalan lensa bervariasi tergantung pada proses akomodasi. Berat lensa
bervariasi dari 135 mg (0-9 tahun) sampai 255 mg (usia 40-60 tahun). Lensa
memiliki dua permukaan yaitu permukaan anterior dan permukaan posterior.
Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung dibandingkan anterior.
Kedua pemukaan ini bertemu pada tepi lensa yang disebut ekuator.Posisi lensa
tepat di sebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal
dari korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat akuous humor, di sebelah
posteriornya terdapat vitreus.1-5
elektrolit, karbohidrat, dan asam amino disediakan oleh epitelium lensa. Energi
kimia ini dibutuhkan untuk memelihara pertumbuhan sel dan transparansi lensa.
Karena lensa bersifat avaskular, akuous humor berfungsi sebagai sumber nutrisi
dan mengeluarkan produksisa metabolik. Namun, hanya bagian anterior lensa
saja yang dibasahi oleh akuous humor.8
Lensa memiliki pH 6,9, suhu relatif rendah dan relatif hipoksia.Korteks
lensa lebihterhidrasi daripada nukleus lensa. Kadar natrium di dalam lensa sekitar
20 mM, dan kadar kalium sekitar 120 mM. Kadar natrium dan kalium di sekitar
akuoushumor dan vitreous humor sedikit berbeda: natrium lebih tinggi, sekitar
150 mM, sedangkan kalium sekitar 5 mM.8
Faktor-faktor yang berperan penting dalam menjaga kejernihan dan
tranparasi lensa adalah avaskularisasi, susunan protein lensa, karakter
semipermeabel kapsul lensa dan mekanisme pompa membran serat lensa yang
mengatur keseimbangan air dan elektrolit pada lensa.4
Walaupun terjadi fosfolirasi oksidatif di epiltel lensa, kebanyakan
produksi energi dengan proses anaerob (melalui glikolisis, jalur pentose-fosfat
dan HMP (hexose monophosphate) shunt. Glukosa dikonversi menjadi glukosa6-fosfat dan sedikit sorbitol.1
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan proteinnya lebih tinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan jumlah
ini sedikit berubah dengan bertambahnya usia. Selain itu, terdapat sedikit mineral
seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi
avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapat melalui difusi
dari akuous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat
rendahnya kadar oksigen teralut di dalam akuous humor.2,8
11
2.2.1
Definisi katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan
latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa keruh. Katarak adalah
setiap kekeruhan atau berkurangnya tranparasi pada lensa. Normalnya lensa
akan mengkonvergensikan cahaya yang masuk. Kekeruhan pada lensa akan
menyebarkan ataupun menghambat cahaya. Jika kekeruhan sedikit dan letaknya
di perifer, ini hanya sedikit ataupun tidak akan mempengaruhi penglihatan.2-4,6
katarak
belum sepenuhnya
dimengerti. Walaupun
12
2.2.3
13
a.
b.
c.
d.
katarak aksialis
e.
katarak zonularis
f.
katarak stelata
g.
katarak totalis
h.
lensa sudah demikian berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat
pada funduskopi maka untuk mencegah ambliopia dilakukan pembedahan
secepatnya. Katarak kongenital sudah dapat dilakukan pembedahan pada usia
2 bulan pada satu mata.6,9
2. Katarak Degeneratif3
Katarak degeneratif dibedakan menjadi katarak primer dan katarak
komplikata
1. Katarak Primer
a. Katarak juvenile : katarak yang terjadi kurang dari 20 tahun
Katarak Juvenille merupakan katarak yang terjadi pada anak- anak
sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih
perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek
seperti bubur dan disebut sebagai soft katarak.
Katarak juvenille biasanya merupakan
lanjutan
dari
katarak
14
15
16
Insipient
Ringan
Normal
Imatur
Sebagian
Bertambah
(air masuk)
Matur
Seluruh
Normal
Iris
Bilik mata depan
Sudut bilik mata
Shadow test
Penyulit
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaucoma
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Hipermatur
Massif
Berkurang (air
+ masa lensa
keluar)
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopos
Uveitis
+
glaucoma
2.2.6 Penatalaksanaan11
19
1. Pengobatan Preoperatif
-
Antibiotik topical
Informed consent
Lokal
Pada Operasi katarak teknik anestesi yang umumnya digunakan adalah
20
21
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.
22
astigmatisme
postoperative
lebih
kecil
pada
ECCE
23
Phakoemulsifikasi
Prosedur ekstrakapsular dengan mengemulsifikasi nukleus lensa menggunakan
gelombang ultrasonic (40.000 MHz) kemudian diaspirasi. Pada tehnik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic
akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra
Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang
kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas seharihari.10 Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan
katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
24
SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil. Di negara yang berkembang, teknik ini lebih dipilih karena
biaya yang lebih murah, teknik yang lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk
dilakukan dan mempunyai aplikasi yang lebih luas. Sesudah ekstraksi katarak
mata tak mempunyai lensa lagi yang disebut afakia. Tanda-tandanya adalah bilik
mata depan dalam, iris tremulans dan pupil hitam. Pada (pseudofakia)
Menggunakan kacamata afakia, kacamata ini tebal, berat, dan tidak nyaman.
Kacamata untuk penglihatan jauh dan dekat sebaiknya diberikan dalam dua
kacamata untuk menghindarkan aberasi sferis dan aberasi khromatis.
25
Prolaps iris, bilik mata depan menjadi dangkal, kebocoran jahitan dapat terjadi
Prolaps vitreous, operative hard eye, dan expulsive choroidal hemorrage dapat
terjadi
Dapat dilakukan pada semua jenis katarak, termasuk hard cataract grade IV
dan V
Keuntungan yang paling signifikan dari SICS adalah tidak bergantung pada
mesin dan dapat dilakukan di mana saja
Astigmatisma post operasi lebih mungkin terjadi karena insisi SICS (6mm)
lebih besar dibandingkan dengan phakoemulsifikasi.
27
Merupakan pilihan utama untuk kasus aphakia. Bahan dasar IOL yang dipakai sampai
saat ini yaitu polymethylmethacrylate (PMMA). Ada beberapa tipe dari IOL
berdasarkan metode fiksasinya di mata:
1. Anterior Chamber IOL
Lensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber. ACIOL ini
dapat ditanam setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang dipakai karena
mempunyai resiko tinggi terjadinya bullous Keratopathy.
2. Iris-Supported lenses
Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga telah jarang
dipakai karena mempunya insidens yang tinggi terjadinya komplikasi post operatif
28
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam overkoreksi. Pasien yang demikian
membutuhkan kacamata untuk menangani myopia dan juga membutuhkan
kacamata plus untuk penglihatan dekatnya
Consecutive Hypermetropia
Keadaan
dimana
kekuatan
lensa
yang
ditanam
underkoreksi
sehingga
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan jauhnya dan tambahan +2D dan
+3D untuk penglihatan dekatnya.
Tanda-tanda pseudophakia:
o Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus
o Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan mata
normal
o Iridodonesis ringan
o Purkinje image test menunjukkan empat gambaran.
o Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil maka
akan terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat dikonfirmasi dengan
mendilatasi pupil.
o Status visus dan refraksi dapat bermacam-macam, sesuai dengan IOL yang
ditanam.
Perawatan Pasca Bedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda
beratselama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan.
Matanyadapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman,
balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi
pakaikacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat digunakan
beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat dengan baik
30
Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka
diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam
setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan
Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu
diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak
sempurna.
Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi tindakan pembedahan
31
2.2.8 Prognosis12
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak pada anak anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk katarak senilis. Adanya ambliopia adan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau reina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan setelah operasi buruk pada katarak kongenital in komplit yang progresif
lambat
32
2.3.1 Definisi
Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf
trigeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit.1
33
maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior
ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus.6
Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan
kepala serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus
trigeminus muncul dari pons, dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik
kecil yang terletak di depan dan radiks sensorik besar yang terletak di medial.
Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami)
utama yang menyatu pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah:
1. Nervus oftalmikus, yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus paranasalis
dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga tengkorak
melalui fissura orbitalis superior. Nervus opthalmicus merupakan divisi pertama dari
trigeminus
menginervasi kornea, badan ciliaris dan iris, glandula lacrimalis, conjunctiva, bagian
membran mukosa cavum nasal, kulit palpebra, alis, dahi dan hidung.
34
Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus. Nervus
opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang pendek
dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus cavernous, di
bawah nervus occulomotor (N III) dan nervus trochlear (N IV). Ketika memasuki
cavum orbita melewati fissura orbitalis superior, nervus opthalmicus bercabang
menjadi tiga cabang: lacrimalis, frontalis dan nasociliaris.6
2. Nervus maksilaris, yang mensarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas, bibir atas,
pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan selaput lendir hidung.Saraf ini memasuki
rongga tengkorak melalui foramen rotundum.
Nervus maxillaris merupakan divisi dua dan merupakan nervus sensorik. Ukuran dan
posisinya berada di tengah-tengah nervus opthalmicus dan mandibularis. N.
maxillaris bermula dari pertengahan ganglion semilunar sebagai berkas berbentuk
pleksus dan datar dan berjalan horizontal ke depan keluar dari cranium menuju
foramen rotundum yang kemudian bentuknya menjadi lebih silindris dan teksturnya
menjadi lebih keras. N. maxillaris lalu melewati fossa pterygopalatina, menuruni
dinding
lateral
maxilla
dan
memasuki
cavum
orbital
lewat
fissure
35
3. Nervus mandibularis, yang mensarafi rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, lidah,
sebagian dari meatus accusticus externus, meatus accusticus internus dan selaput
otak. Saraf
ini
memasuki
rongga
tengkorak
melalui
foramen
ovale.
Ketiga nervi (rami) ini bertemu di ganglion semilunare Gasseri. Dalam ganglion
semilunar Gasseri terdapat sel-sel ganglion unipolar.6
Nervus mandibularis disebut juga nervus maxillaris inferior, mengincervasi gigi dan
gingiva rahang bawah, kulit pada regio temporal, auricular, bibir bagian bawah,
bagian bawah wajah, musculus mastikasi, dan membran mukosa lidah 2/3 anterior.
Nervus mandibularis adalah nervus terbesar dari ketiga divisi dan terdiri atas dua
radiks: mayor, radiks sensorik keluar dari sudut inferior ganglion semilunar dan
radiks motorik minor (bagian motorik dari trigeminus) yang melewati di bawah
ganglion dan bersatu dengan radiks sensorik, langsung setelah keluar dari foramen
ovale. Selanjutnya, di bawah basis cranium, nervus tersebut mengeluarkan dari sisi
medial cabang recurrent (nervus spinosus) dan nervus yang mempersarafi
pterygoideus internus dan kemudian terbagi menjadi dua cabang : anterior dan
posterior.6
2.3.3. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di
dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus
36
sensory ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten.
Varicella zoster, yaitu suatu virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang
tergolong virus neuropatik atau neuroder-matotropik. Reaktivasi virus varicella zoster
dipicu oleh berbagai macam rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita
lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang
dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik.
Apabila terdapat rangsangan tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi
ganglionitis. Virus tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung
saraf pada kulit atau mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan
membentuk sekumpulan vesikel.3,5,6
2.3.4 Morfologi
Menurut Morfology Herpes Zoster, dapat berbiak dalam bahan jaringan
embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit.
Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam vesikel
penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap
virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau
imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh
virus.3,4
2.3.5 Epidemiologi
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan
dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat
varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang
menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang
menderita varisela atau herpes zoster.3,4
2.3.6 Insidensi
37
4,10
1. Kulit
Herpes zoster dikarakteristik oleh sakit dan sensasi lokal kulit lain (seperti terbakar,
geli, dan gatal), sakit kepala, tidak enak badan dan (paling sering) demam, biasanya
muncul ruam zoster (23 hari). Ruam menyebar ke seluruh kulit yang terkena,
berkembang menjadi papula, vesikel (3-5 hari) dan tahap krusta (7-10 hari),
memerlukan 2-4 minggu untuk sembuh. Lesi baru berlanjut muncul untuk beberapa
hari. Kelainan kulit hanya setempat dan hanya mengenai sebelah bagian tubuh saja,
38
yaitu terbatas hanya pada daerah kulit yang dipersyarafi oleh satu syaraf sensorik.
Syaraf yang paling sering terkena adalah C3, T5, L1, dan L2, dan syaraf trigeminal.
2. Rongga Mulut
Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri yang
hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga sering salah
diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian dengan cepat pecah
membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak teratur.4 Pada mukosa
rongga mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari divisi nervus trigeminus. Vesikel
unilateral tersebut dikelompokkan dengan area sekitar eritema, akhiran yang kasar
pada midline. Vesikel bernanah dan bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari.15,17
Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan muncul lesilesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua (nervus maksilaris) terlibat
maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir dan mukosa bibir atas. Jika cabang
ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi yang dikenai adalah lidah, mukosa pipi,
bibir dan mukosa bibir bawah.4 Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif
dengan tepi meradang dan merah sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan
mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler
dari saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas akan
mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi tidak keluar
dari raphe palatum.1,4,8
Secara subyektif biasanya penderita datang dengan rasa nyeri serta edema kulit yang
tampak kemerahan pada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai dengan
vesikel. Secara obyektif tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang
39
oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median.
Rima palpebra tampak menyempit bila kelopak atas mata mengalami pembengkakan.
Bila cabang nasosiliar nervus trigeminus yang terkena , maka erupsi kulit terjadi pada
daerah hidung dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan
yang lebih dalam terkena maka timbul lakrimasi, mata silau dan sakit dan penderita
tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik
putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan
stroma. Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapt menimbulkan
iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder. Komplikasi
lain adalah paresis otot penggerak mata serta neurirtis optic. 2,4,5
40
2.3.11 Penatalaksanaan
Strategi pengobatan pada infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus,
kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan analgesic yang adekuat. Jika tidak diobati
dengan adekuat dapat terjadi kerusakan permanen pada mata termasuk inflamasi yang
kronik, nyeri yang mengganggu (neuralgia pasca herpes) dan hilangnya tajam
pengelihatan.7,8
1. Obat antivirus diindikasikan dalam pengobatan herpes zoster yang
akut.2,9 Yang termasuk antivirus adalah famsiklovir, acyclovir. Obat ini
signifikan untuk menurunkan nyeri akut, menghentikan progresi virus dan
pembentukan vesikel, mengurangi insiden episkleritis rekuren, keratitis, iritis
dan mengurangi neuralgia pasca herpetic jika dimulai dalam 72 jam onset
ruam. Yang sering digunakan adalah asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari
diikuti 2-3 minggu kemudian.9,10,11 Jika kondisi pasien berat dianjurkan
dirawat dan diberikan terapi asiklovir 5-10 mg/kgBB IV 8 jam selama 8-10
hari.
2. Lesi kulit dapat diobati dengan kompres hangat dan salep antibiotic. Terapi
local untuk lesi pada mata seperti keratitis, iridosiklitis, dan skleritis dapat
digunakan steroid topical dan siklopegik. Untuk mencegah infeksi sekunder
dapat digunakan antibiotic tetes atau salep.
3. Pemberian
kortikosteroid
diberikan
sebagai
pencegahan
komplikasi-
yang sering digunakan adalah prednisone dengan dosis 20-60 mg per hari
dalam dosis tebagi 2-4 selama 2-3 minggu dan dilakukan tapering off bila
gejala berkurang terutama pada pasien dengan umur lebih dari 60 tahun.2,5
4. Analgesik seperti asetaminopen, asam menefenamat, aspirin dan NSAID
untuk mengontrol rasa nyeri. Artifial tears untuk lubrikasi kornea dan
konjungtiva terutama pada neurotrodik keratopati dan defek epithelial
persisten. Pada pasien dengan sikatrik kornea yang luas mungkin diperlukan
tindakan keratoplasti.2,5
2.3.12
Komplikasi
1. Myelitis. Merupakan komplikasi di luar mata yang pernah dilaporkan oleh Gordon
dan Tucker, demikian juga encephalitis dan hemiplegi walaupun jarang ditemukan
tetapi pernah dilaporkan. Hal ini diperkirakan karena penjalaran virus ke otak.
2. Konjungtiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah kemosis yang ada
hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Pada saat ini biasanya disertai dengan
penurunan sensibilitas kornea dan kadang-kadang oedema kornea yang ringan. Dapat
juga timbul vesikel-vesikel di conjunctiva tetapi jarang terjadi ulserasi. Pernah
dilaporkan adanya kanaliculitis yang ada hubungannya dengan zoster.
3. Kornea. Bila comea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak khas
dengan batas yang tidak tegas , tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat menyerupai
herpes simplex. Proses yang terjadi pada dasamya berupa keratitis profunda yang
bersifat khronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah kelainan kulit sembuh.
Akibat kekeruhan comea yang terjadi maka visus akan menurun.
4. Iris. Adanya laesi diujung hidung sangat penting untuk diperhatikan karena
kemungkinan besar iris akan ikut terkena mengingat n. nasociliaris merupakan
cabang dari n.ophthalmicus yang juga menginervasi daerah iris, corpus ciliaze dan
cornea. Iritis/iridocyclitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis ataupun berdiri
42
sendiri. Iritis biasanya ringan,jarang menimbulkan eksudat, pada yang berat kadangkadang disertai dengan hypopion atau secundair glaucoma.
Akibat dari iritis ini sering timbul sequele berupa iris atropi yang biasanya sektoral.
Pada beberapa kasus dapat disertai massive iris atropi dengan kerusakan sphincter
pupillae.
5. Sklera. Skleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya merupakan
lanjutan dari iridocyclitis. Pada sclera akan terlihat nodulus dengan injeksi lokal yang
dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya laesi di kulit. Nodulusnya bersifat
khronis, dapat bertahan beberapa bulan, bila sembuh akan meninggalkan sikatrik
dengan hyperpigmentasi. Skleritis ini dapat kambuh lagi.
6. Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1, N III dan N IV dapat
sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya ophthalmoplegi totalis dua bulan
setelah menderita herpes zoster ophthalmicus. Paralyse dari otot-otot extra-oculer ini
mungkin karena perluasan peradangan dari N Trigeminus di daerah sinus cavemosus.
Timbulnya paralyse biasanya dua sampai tiga minggu setelah gejala permulaan dari
zoster dirasakan, walaupun ada juga yang timbul sebelumnya. Prognosa otot-otot
yang pazalyse pada umumnya baik dan akan kembali normal kira-kira dua bulan
kemudian.
7. Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang ditemukan.
Kelainan tersebut berupa choroiditis dan perdazahan retina, yang umumnya
disebabkan adanya retinal vasculitis.
8. Neuritis optik. Neuritis optik juga jarang ditemukan; tetapi bila ada dapat
menyebabkan kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa
skotoma sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus sampai
menjadi buta. 3,8,10
2.3.13 Prognosis
43
Prognosis pada umumnya baik bila ditatalaksana secara cepat dan adekuat juga
bergantung pada tindakan perawatan secara dini.
BAB III
PEMBAHASAN
Datang seorang pasien laki laki umur 75 tahun. Pasien datang ke Poliklinik
RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan kedua mata kabur untuk melihat.
Pasien merasakan tidak jelas sejak 3 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
diadapatkan TD : 110/70 mmHg, HR: 82 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: afebris.
Selain itu berdasarkan anamnesis dengan pasien bahwa mata kiri dan kanan
pasien juga mengalami penurunan penglihatan sejak 3 tahun yang lalu, pasien juga
merasa matanya ditutupi kabut. Dari pemeriksaan visus didapati pada mata kanan
tajam penglihatannya 1/60, sedangkan mata kirinya 2/60, versi dan duksi baik. Pada
pemeriksaan mata eksternal didapatkan pupil mata pasien terlihat isokor, irisnya
normal dan lensa sebelah kanan keruh sebagian serta shadow test (+) dan lensa
sebelah kiri keruh sebagian serta iris shadow test (+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien di diagnosa
katarak sinilis imatur okuli dekstra dan sinistra. Katarak pada pasien ini termasuk ke
kategori katarak sinilis, dimana menurut tinjauan pustaka
katarak yang terjadi pada umur lebih dari 50 tahun. Pada pasien ini termasuk katarak
imatur karena kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa dan shadow test (+).
Pasien juga mengeluh nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu.
Nyeri hilang timbul. 3 bulan yang lalu os mengaku berobat kedokter dan didiagnosa
44
herpes zoster. Tapi os tidak rutin minum obat dan tidak kontrol ulang. Pada daerah
yang nyeri, terdapat bekas penyembuhan herpes zoster oftalmika. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan, kemungkinan os mengalami nyeri yang mengganggu
(neuralgia pasca herpes) yang terjadi akibat pengobatan yang tidak adekuat.
Pada penatalaksanaan katarak, sebaiknya dilakukan prosedur operasi. Secara
umum terdapat beberapa prosedur operasi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, SICS, phacoemulsion
. Terapi bedah pada katarak pasien ini bisa dengan small incision cataract
surgery (SICS) , dimana Tehnik ini merupakan bagian dari ECCE dengan penanaman lensa
intra okular. Teknik ini lebih menjanjikan dengan incisi konvesional karena penyembuhan
luka yang lebih cepat, astigmatisma yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang
lebih baik.
Penyembuhan pasca operasi tergantung tehnik insisi, jika insisi kecil maka
penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan
pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari
peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat
jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari
pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama
pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung
seharian. Selain itu juga akan diberikan obat untuk mengurangi rasa sakit, antibiotik
mencegah infeksi, obat tetes mata steroid.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Tsai James C. Oxford American Handbook of Ophthalmology. New York: Oxford
University Press; 2011. p 228 230, 625
2. K. Gerhard Lang, E. Gabriele Lang. Ophthalmology A Text Book Atlas. New
York: Thieme Stuttgart; 2006. p 169-174
3. Crick RP, Khaw PT. A Textbook Of Clinical Ophthalmology. 3 rdEdision.
Singapore. World Scientific; 2003. p 35,94
4. KhuranaA K.Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age International;
2007. p 167-170
5. Wijaya Nana. Ilmu penyakit mata. Cetakan ke 5. 1989. Hal 190-200
6. Riordan Paul, Eva. AnatomidanEmbriologi Mata.Dalam: Vaughan & Asbury
OftalmologiUmum.Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2010. hal 11-12
7. IlyasSidarta,
dkk.
IlmuPenyakit
Mata
untuk
Dokter
Umum
dan
Ilmupenyakitmata.
Edisi
ke-3.
Jakarta:
46
13. Vaughan. Katarak dalam Ofthalmologi Umum. Jakarta. 2007. Hal: 169-171
47