Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, status sebagai Rasulullah tidak
dapat digantikan oleh siapapun (khatami al-anbiya wa al-mursalin), tetapi
kedudukan beliau yang kedua yaitu sebagai pimpinan kaum Muslim dalam
tugas kenegaraan harus segera ada gantinya. Orang-orang inilah yang
nantinya disebut sebagai khalifah, yaitu orang yang menggantikan Nabi
menjadi kepala kaum Muslim dalam memberikan petunjuk ke jalan yang
benar dan melestarikan hukum-hukum agama Islam, serta yang selalu
menegakkan keadilan, berdiri di atas kebenaran.
Sebelum Rasulullah wafat, beliau tidak menunjuk penggantinya dan
menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat. Hal ini merupakan
produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan
negara dan pemerintahan secara bijaksana dan demokratis.1 Namun di
sisi lain, timbul kerisauan para sahabat untuk menentukan siapa yang
pantas menjadi khalifah. Hingga sempat terjadi perdebatan antara kaum
Muhajirin dan kaum Anshar, keduanya saling mengklaim bahwa yang
pantas menjadi pengganti Nabi Muhammad saw. adalah dari golongan
mereka. Namun, akhirnya konflik kecil ini berhasil diselesaikan
berdasarkan musyawarah para sahabat, yaitu dengan menunjuk Abu
Bakar sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah.
Selain Sahabat Abu Bakar, terdapat tiga sahabat Nabi Muhammad
yang juga menjabat sebagai khalifah setelahnya. Berikut adalah nama keempat khalifah tersebut beserta masa jabatannya :
1. Abu Bakar (11 - 13 H / 632 - 634 M)
2. Umar ibn Khattab (13 - 23 H / 634 644 M)
3. Usman ibn Affan (23 - 35 H / 644 - 655 M)
4. Ali bin Abi Thalib (35 - 41 H / 655 - 661 M)
Keempat khalifah tersebut disebut Khulafa ar-Rasyidin. Menurut
bahasa, kata khulafa merupakan bentuk jamak dari kata khalifah ( ) .
Dalam Kamus al-Munjid kata ini biasa diterjemahkan sebagai

1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997), hlm. 35.
1

pengganti.2 Sedangkan kata ar-rasyidin atau ar-rasyidun juga


merupakan bentuk jamak dari kata ar-rasyid ( ) , kata ini memiliki
arti yang mendapat petunjuk, dan juga cerdas serta bijaksana. Jadi,
pengertian khulafa ar-rasyidin menurut bahasa adalah para pengganti
yang mendapatkan petunjuk, sedangkan menurut istilah adalah pengganti
Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam yang mendapatkan
petunjuk dari Allah untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad.
Khalifah merupakan sebuah kedudukan yang sangat agung dan
sebuah tanggung jawab yang begitu besar. Dengan jabatan tersebut,
seorang khalifah berkewajiban untuk mengurusi dan mengatur berbagai
urusan kaum muslimin. Mereka yang memegang kendali pemerintahan
Islam selama 30 tahun (1140 H/632661 M). Dalam kurung waktu
tersebut, Islam dan peradabannya semakin berkembang pesat. Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan sejarah
Islam dan aspek-aspek peradaban pada masa khulafa ar-rasyidin.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah Islam pada masa khulafa ar-rasyidin?
2. Apa aspek-aspek peradaban pada masa khulafa ar-rasyidin?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Menjelaskan sejarah Islam pada masa khulafa ar-rasyidin
2. Menjelaskan aspek-aspek peradaban pada masa khulafa arrasyidin
D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Bagi penulis, agar mampu memahami sejarah Islam dan aspekaspek peradaban pada masa khulafa ar-rasyidin
2. Bagi mahasiswa atau pelajar, dapat dijadikan rujukan terkait
dengan sejarah Islam dan aspek-aspek peradaban pada masa
khulafa ar-rasyidin

2 Luis Ma'luf Yasu'i, Kamus al-Munjid (Bairut: T. P., 1937), hlm. 190.
2

3. Bagi masyarakat Islam, dapat menambah wawasan mengenai


sejarah Islam dan aspek-aspek peradaban pada masa khulafa
ar-rasyidin

BAB II
PEMBAHASAN
Meninggalnya Nabi Muhammad telah menggiring Islam menuju babak
baru. Umat Islam tidak lagi dipimpin oleh seorang Nabi, melainkan
dipimpin oleh khulafa arrasyidin, yaitu orang-orang yang terpilih sebagai
pengganti Nabi untuk menjalankan pemerintahan Islam serta mengatur
berbagai urusan kaum Muslim. Pada masa khulafa arrasyidin inilah
peradaban Islam perlahan-lahan mulai memperlihatkan eksistensinya
melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para khalifah demi
kemaslahatan, baik untuk sesama Muslim itu sendiri, maupun
kemaslahatan yang berhubungan dengan kaum non Muslim yang
bertempat tinggal di wilayah pemerintahan Islam.
A. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Abu
Bakar ra.
Abu Bakar ash-Shiddiq lahir pada tahun 573 M di Mekkah. Nama
aslinya sebelum masuk Islam adalah Abdul Kabah ibn Utsman,
sedangkan setelah masuk Islam oleh Rasulullah ia dipanggil Abdullah.3
Setelah masuk Islam, Abu Bakar selalu senantiasa menemani Rasullullah
sejak masuk Islam hingga wafat Rasullullah. Dia behijrah bersama
Rasulullah ke Madinah dan bersama-sama pula bersembunyi di gua Tsur
pada malam permulaan hijrah sebelum melanjutkan perjalanan.4 Abu
Bakar selalu terlibat dalam berbagai peristiwa yang dialami Rasulullah.
Dia dikenal sebagai salah seorang pemberani yang selalu gagah di dalam
segala medan perang, dia juga dikenal sebagai sosok yang dermawan dan
menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah.
Ketika Nabi Muhammad wafat, tidak ada pesan siapa yang akan
menggantikan beliau. Tidak adanya petunjuk yang jelas setelah beliau
3 Muhammad Husain Haekal, Abu Bakar As-Shiddiq (Jakarta: PT. Pustaka Litera
Antarnusa, cet. 9, 2009), hlm. 1.

4 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982), hlm. 226.
4

wafat, membuat kaum Muhajirin sempat berdebat dengan Kaum Anshar


perihal siapa yang lebih pantas untuk menjadi pengganti Nabi
Muhammad. Anshar menginginkan pengganti Rasulullah berasal dari
kaum mereka, begitu pula kaum Muhajirin. Perdebatan ini terjadi di
Tsaqifah Banu Saidah. Namun ketegangan ini berakhir ketika Umar ibn
Khattab mempelopori pambaiatan Abu Bakar sebagai pengganti
Rasulullah.
Terdapat berbagai macam kesulitan yang dihadapi oleh Khalifah Abu
Bakar perihal akidah yang mulai goyah oleh sebagian kaum Muslim
setelah meninggalnya Nabi Muhammad. Di waktu Nabi wafat, agama
Islam belum mendalam meresapi sanubari penduduk Jazirah Arab. Di
antara mereka ada yang telah menyatakan masuk Islam, tetapi belum
mempelajari agama Islam. Jadi, mereka menyatakan Islamnya tanpa
keimanan. Ada pula yang masuk agama Islam untuk menghindari
peperangan melawan kaum Muslim, karena mereka tidak mengetahui
bahwa kaum Muslim berperang adalah semata-mata untuk membela diri
bukan untuk menyerang. Ada pula di antara mereka yang masuk Islam
karena ingin mendapat barang rampasan atau ingin mendapat nama dan
kedudukan.5 Setelah Nabi wafat, sejumlah golongan juga berterus terang
mengenai apa yang selama ini tersembunyi dalam hati mereka, yaitu
menolak keimanannya kepada Allah, sehingga banyak sekali orang yang
terang-terangan menyatakan kemurtadan mereka dari agama Islam.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar juga muncul suku-suku,
sehingga Khalifah Abu Bakar bertindak untuk memberantas suku-suku
tersebut. Agama Islam sudah memberantas sukuisme, karena dalam Islam
kaum Muslim hidup dalam satu keluarga besar, yaitu keluarga Islam.
Sukuisme ini pun sudah diberantas oleh Rasulullah, namun dimana ada
kesempatan untuk muncul, maka sukuisme itupun muncul kembali.6 Ada
pula golongan yang perlu diluruskan, golongan ini adalah golongan orangorang yang salah menafsirkan sejumlah ayat-ayat al-Quran atau salah
5 Syalabi, Sejarah, hlm. 228.
6 Ibid., hlm. 228-229.
5

memahaminya. Mereka menempuh jalan sesat yaitu jalan yang tidak


ditempuh oleh kaum Muslim terbanyak. Ada pula orang-orang yang tidak
mau lagi membayar zakat, yang oleh mereka dinamakan upeti atau pajak,
dan ada pula orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi. Di antara
orang-orang yang mengaku dirinya menjadi nabi yang paling berbahaya
adalah Musailimatul Kazzab dari Bani Hanifah di al-Yamamah, karena ia
sudah mengaku menjadi Nabi semenjak Rasulullah masih hidup. Selain
itu, ada pula nabi-nabi palsu lain seperti Al-Aswad al Ansi di Yaman, dan
Thulaihah ibnu Khuwailid dari Bani Asad.
Melihat fakta-fakta tersebut dapat dikatakan bahwa jalan sejarah
Tanah Arab sudah berbalik surut ke belakang, sesudah Nabi berpulang ke
rahmatullah. Golongan orang-orang yang telah disebutkan muncul pada
bagian terbesar di Tanah Air. Hanya yang masih tetap patuh kepada
agama Islam adalah penduduk Mekkah, Madinah dan Thaif. Penduduk
ketiga kota ini tetap memenuhi kewajibannya untuk tetap patuh terhadap
ajaran-ajaran Islam.7
Di dalam kesulitan yang memuncak inilah terlihat kebesaran jiwa
dan ketabahan hati Abu Bakar. Beliau bersumpah akan memerangi semua
golongan yang telah menyeleweng dari kebenaran, sehingga semuanya
kembali kepada kebenaran, atau beliau gugur sebagai syahid dalam
memperjuangkan kemuliaan agama Allah. Khalifah Abu Bakar membuat
strategi jitu untuk melemahkan mereka yang menyimpang dari ajaran
Islam, yaitu dengan membentuk beberapa pasukan perang, yang masingmasing dipimpin oleh seorang pahlawan-pahlawan Arab yang terkenal,
seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abi Jahl, Syurahbil bin
Hasanah. Pasukan-pasukan yang dibentuk Abu Bakar inilah yang
menggegerkan tanah Arab dengan keberhasilannya menumpas kaumkaum yang telah dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu
Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus,
Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha
7 Ibid., hlm. 229.
6

tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin
Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah
di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai pertempuran
berantai. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak
korban.
Selain mengadakan perluasan ke wilayah Syiria dan Persia, Khalifah Abu Bakar juga
meneruskan rencana Rasulullah ketika beliau masih hidup, yaitu memerangi kaum Romawi.
Sebenarnya di kalangan sahabat termasuk Umar bin Khattab banyak yang tidak setuju dengan
kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat

itu

timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan


Islam dari dalam. Akan tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu
Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi Muhammad. Pengiriman
pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang
sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun
negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi di pihak lawan, bahwa
kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, di samping itu
juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.8
Kebijakan lain yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar adalah
mengumpulkan ayat-ayat al-Quran. Sebab dilakukannya kebijakan ini
berawal dari terjadinya perang Yamamah (11 H) yang banyak merenggut nyawa para
Qari. Umar bin Khattab ketika itu sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap
Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan alQuran karena dikhawatirkan akan musnah. Akhirnya Abu Bakar menerima pandangan Umar
dan setuju untuk membetuk tim penyusunan al-Quran dan memilih Zaid bin Tsabit sebagai
kepala tim yang dibantu oleh Ali bin Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah
Hafsah yang selanjutnya pada masa Khalifah Usman membukukan al-Quran berdasarkan
mashaf itu, kemudian terkenal dengan Mashaf Usmani yang sampai sekarang masih murni
menjadi pegangan kaum Muslim tanpa ada perubahan atau pemalsuan.9
8 Ibid., hlm. 230.
9 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, cet. 5, 2014), hlm. 84.
7

Pada tanggal 7 Jumadil Akhir 13 H, Abu Bakar jatuh sakit. Ketika penyakitnya
menjadi semakin gawat, beliau memanggil tokoh pemuka Muslim dan meminta saran mereka
untuk penggantinya yang tepat. Pilihan semuanya jatuh ke tangan Umar, sehingga Abu Bakar
menominasikan Umar sebagai penerusnya, dan wafat pada hari Selasa, 22 Jumadil Akhir 13
H (23 Agustus 634 M). Masa kekhalifahannya sekitar dua tahun lebih sedikit, tetapi
pekerjaan yang luar biasa berat telah dilaksanakan dalam waktu yang demikian singkat.
Dengan demikian, tidak salah pemberian gelar istimewa kepada Abu Bakar oleh para
sejarawan: Abu Bakar is the savior of Islam after the Prophet Muhammad (Abu Bakar adalah
penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat).10
1. Kondisi Sosial Masyarakat
Masa kepemimpinan Abu Bakar terhitung sangat singkat, hanya dua
tahun. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa arab yang tidak
mau tunduk lagi kepada pemerintah di kota Madinah. Mereka
menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad
dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Oleh karena itu, mereka
menentang pemerintahan Abu Bakar. Dikarenakan sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang
disebut perang Riddah (perang melawan kemurtadan).11
2. Pola Pendidikan
Dilihat dari sosial masyarakat yang pada saat itu tidak semua
berpihak pada pemerintahan, dengan alasan diatas, Abu Bakar fokus
untuk menangani pemberontakan orang-orang murtad, pengaku nabi dan
pembangkan zakat. Hal ini menyebabkan pendidikan di masa ini tidak
banyak mengalami perubahan sejak masa Rasulullah, yaitu berkisar pada
materi pendidikan seputar tauhid, akhlak, ibadah, dan kesehatan.12

10 Ibid.
11 Yatim, Sejarah, hlm. 36.
8

1. Pendidikan keimanan (Tauhid) yaitu menanamkan bahwa satusatunya yang wajib disembah adalah Allah
2. Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan
santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya
3. Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji
4. Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan
didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.13
Mengenai bentuk lembaga pendidikan pada masa ini, Ahmad Syalabi
menegaskan lembaga untuk belajar membaca dan menulis pada saat itu
disebut dengan Kuttab.14 Disamping itu masjid juga berfungsi sebagai
tempat belajar, ibadah, dan musyawarah. Khusus kuttab, merupakan
pendidikan yang dibentuk setelah masjid.

Selanjutnya Asama Hasan

Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada


masa Abu Bakar. Sedangkan pusat pembelajaran pada masa ini adalah
kota Madinah, dan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para
sahabat Rasulullah yang terdekat.
3. Manajemen Pemerintahan Abu Bakar
Di masa pemerintahan Khalifah pertama, masih terdapat pertentangan dan
perselisihan antara Negara Islam dan sisa-sisa kabilah Arab yang masih berpegang teguh pada
warisan jahiliyah tentang memahami agama Islam. Namun demikian, kegiatan (proses)
pengaturan manajemen pemerintah Khalifah Abu Bakar telah dimulai. Wilayah Jazirah Arab
dibagi menjadi beberapa provinsi, wilayah Hijah terdiri dari 3 provinsi, yakni Makkah,
Madinah dan Thaif. Wilayah Yaman terbagi menjadi 8 provinsi yang terdiri dari Shana,
12 Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2008), hlm.
45.
13 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakkarta: Hidayakarya Agung, 1989), hlm.
18.
14 Kuttab berarti menurut bahasa adalah bentuk jama dari kata katib yang berarti orang
yang menulis. Namun kata ini direduksi menjadi sebuah istilah bagi lembaga pendidikan
yang sebenarnya sudah ada sejak sebelum Islam, namun masih terbilang minim. Pada
masa awal Islam, Kuttab sebenarnya terbagi menjadi dua, 1)kuttab khusus, yaitu
lembaga pendidikan membaca dan menulis, yang berada dirumah para pengajar. 2)
kuttab umum, yaitu lembaga pendidikan al-Quran yang berada di masjid-masjid:
Abdullah Abdu al-Daim, al-Tarbiyah Abra al-Tarikh Min al-Ushur al-Qadimah Ila Awail alQarn al-Isyrin, (Bairut: Darul al-Ilm Li al-Malayin, cet. 5, 1973), hlm. 146.

Hadramaut, Haulan, Zabid, Rama, al-Jund, Najran, Jarsy, kemudian Bahrain dan wilayah
sekitar menjadi satu provinsi. Adapun para gubernur yang menjadi pemimpin di provinsi
tersebut adalah Itab bin Usaid, Amr bin Ash, Utsman bin Abi al-Ash, Muhajir bin Abi
Umayah, Ziyad bin Ubaidillah al-Anshari, Abu Musa al Asyari, Muadz bin Jabal, Ala bin alHadrami, syarhabi bin Hasanah, Yazid bin Abi Sufyan, Khalid bin walid dan lainnya.
Diantara tugas para gubernur adalah mendirikan shalat, menegakkan peradilan, menarik,
mengelola dan membagikan zakat, melaksanakan had, dan mereka memiliki kekuasaan
pelaksanaan dan peradilan secara simultan.15
B. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Umar
ibn Khattab ra.
Umar ibn Khattab nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan
Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi, salah satu suku terpandang mulia. Umar dilahirkan di
Mekkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi
luhur, fasih dan adil serta pemberani.16 Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar yaitu
membuat kedudukannya semakin dihormati di kalangan masyarakat Arab, sehingga kaum
Quraisy memberi gelar singa padang pasir, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam
berfikirnya, ia dijuluki Abu Faiz.
Peristiwa diangkatnya Umar sebagai khalifah merupakan fenomena yang baru, tetapi
haruslah dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah,
yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan
umat Islam. Setelah mendapat persetujuan dari para sahabat dan baiat dari semua anggota
masyarakat Islam, Umar menjadi Khalifah. Ia juga mendapat gelar Amir Al-Mukminin
(komandan orang-orang beriman).
Di zaman Umar ibn Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah
kekuasaan dan dawah) pertama terjadi yaitu ibu kota Syria Damaskus
jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium
kalah di pertempuran Yarmuk, maka seluruh daerah Syria jatuh di bawah
kekuasaan dan dawah Islam. Syria dijadikan sebagai basis, maka
15 Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), hlm. 37-38.
16 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.
98.
10

ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr ibn Ash dan ke Irak
di bawah pimpinan Saad ibn Abi al-Waqqas. Iskandaria, ibu kota Mesir
ditaklukkan dan jatuh di bawah kekuasaan Islam pada tahun 641 M.
Kemudian al-Qadisiyah sebuah kota dekat Hirah di Iraq jatuh tahun 637 M
dan dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain jatuh
pada tahun itu juga dan pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan
demikian, pada masa khalifah Umar ibn Khattab, wilayah kekuasaan dan
dawah Islam telah meliputi Jazirah Arabiah, Palestina, Syria, Irak, Persia
dan Mesir.17
Pada zaman Umar ibn Khattab, perluasan daerah dawah terjadi
dengan cepat, sehingga Khalifah Umar ibn Khattab segera mengatur
administrasi

negara

dengan

berkembang

terutama

di

mencontoh

Persia.

administrasi

Administrasi

yang

sudah

pemerintahan

diatur

menjadi delapan wilayah propinsi, yaitu : Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah,


Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan
dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.
Demikian pula

jawatan pekerjaan umum.18 Selain itu, Umar juga

mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun


hijriyah.19

Pada

sekitar

tahun

ke

17

Hijriah,

tahun

ke-empat

kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan


Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Periode Umar ibn Khattab yang terkenal dengan pembangunan Islam
dan perubahan-perubahan, berlangsung selama sepuluh tahun [13-23
H/634-644 M] dan masa jabatannya berakhir dengan kematian, karena
17 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 58.
18 Syibli Numan, Umar Yang Agung, (Bandung: Pustaka Bandung, 1981), hlm. 264-276
dan 324-418.

19 Syibli Numan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, (Jakarta: Pustaka


Alhusna, cet. 5, 1987), hlm.263.
11

dibunuh

oleh

Abu

Luluah

seorang

budak

dari

Persia.

Hal

ini

dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada Mughirah ibn Syuba sebagai


gubernur Kufah, karena Mughirah telah melakukan pembocoran rahasia
negara dan pengkhianatan.20 Untuk menentukan penggantinya, Umar ibn
Khattab tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Umar ibn
Khattab, menunjuk enam orang sahabat, yaitu Usman ibn Affan, Ali ibn
Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn
Auf, kemudian meminta mereka untuk memilih salah seorang diantaranya
untuk menjadi khalifah. Setelah Umar ibn Khattab wafat, tim ini
bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman ibn Affan sebagai khalifah
ketiga, tentu saja melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi
Thalib.21
1. Kondisi Sosial Masyarakat
Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab, terdapat kebijakan yang ditujukan oleh ahli
al-dzimmah, yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam di wilayah
kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka
mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Pada masa Umar sangat
memperhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu.
Masa pemerintahan Umar bin Khatthab sekitar 10 tahun ini,
mengalami perluasan wilayah kekuasaan, yang mana Madinah sebagai
pusat pemerintahan. Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan
meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan
ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga
dalam hal ini pendidikan sangat diperlukan.
2. Pola Pendidikan
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pola pendidikan di masa ini
mengalami

perkembangan.

Khalifah

saat

itu

sering

mengadakan

penyuluhan (pendidikan) di kota Madinah. Beliau juga menerapkan


20 Karim, Sejarah, hlm. 88.
21 Yatim, Sejarah, hlm. 38.
12

pendidikan di masjid-masjid dan mengangkat guru dari sahabat-sahabat


untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan. Mereka bukan hanya bertugas
mengajarkan al-Quran, akan tetapi juga di bidang fiqih. Adapun tenaga
pengajar sebagian besar adalah para sahabat yang senior, antara lain
Abdurrahman

bin

Maqal

dan

Imran

bin

al-Hasyim

(di

Bashrah),

Abdurrahman bin Ghanam (di Syiria), Hasan bin Abi Jabalah (di Mesir).22
Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan
menulis al-Quran dan menghafalkannya serta belajar pokok-pokok agama
Islam. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai
nampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukan harus
belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini
sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan pendidikan di masa khalifah
Umar bin Khattab juga lebih maju, sebab selama Umar memerintah
negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Umar menerapkan masjid
sebagai pusat pendidikan, juga membentuk pusat-pusat pendidikan Islam
di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari ilmu
bahasa, menulis, dan pokok ilmuilmu lainnya. Pendidikan dikelola di
bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi
kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal,
dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu
diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari bait al-mal.

3. Manajemen Pemerintahan Umar ibn Khattab


Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab ra. sudah dipraktikkan konsep dasar
hubungan antara negara dan rakyat, pentingnya tugas pegawai pelayanan politik dan menjaga
kepentingan rakyat dari otoritas pemimpin. Umar melakukan pemisahan antara kekuasaan
peradilan dengan kekuasaan eksekutif, beliau memilih hakim dalam sistem peradilan yang
independen guna memutuskan persoalan masyarakat. Sistem peradilan ini terpisah dari
kekusaan eksekutif, dan ia bertanggung jawab terhadap khalifah secara langsung.23
22 Nizar, Sejarah Pendidikan, hlm. 47.
23 Abu Sinn, Manajemen, hlm. 38-39.
13

Untuk kelancaran dalam hal pemerintahan, Umar membentuk departemen dan


membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh
wali (selanjutnya pada masa Muawiyah, Dinasti Umayyah kepala daerah tersebut disebut
amir). Setiap provinsi didirikan kantor gubernur. Umar juga membentuk kepala distrik yang
disebut amil. Pada masanya, setiap pejabat pemerintahan sebelum diambil sumpah terlebih
dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang telah dibentuk oleh Umar.24
4. Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab
Kontribusi

Khalifah

Umar

bin

Khattab

yang

paling

besar

dalam

menjalankan roda pemerintahan adalah dibuatnya kebijakan-kebijakan


ekonomi yang membuat rakyatnya hidup sejahtera. Kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diterapkan oleh Khalifah Umar antara lain membentuk baitul maal untuk
mengelola keuangan Negara,25 membuat mata uang, mengeluarkan dekrit bahwa orang Arab
termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah di luar Arab, 26 dan menerapkan pajak
perdagangan (bea cukai) yang bernama al-Ushur, dengan ketentuan bagi dzimmi yang
berada dalam negeri dikenakan 5%, sedangkan bagi orang Islam dikenakan 2,5% dari harga
barang dagangan. Selain itu, Khalifah Umar juga menetapkan jizyah27 dan kharaj (pajak
tanah). Kharaj berlaku bagi siapapun yang mengolah lahan milik negara,
sebagai bentuk pembayaran sewa atas tanah yang diolah. Umar juga
24 Karim, Sejarah, hlm. 86.
25 Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasiik hingga
Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 48.
26 Kebijakan yang paling fenomenal adalah kebijakan ekonomi Umar di Sawad
(daerah subur). Umar melarang orang Arab termasuk tentara untuk transaksi jual
beli tanah di luar Arab. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya mutu tentara
Arab menurun, produksi menurun, Negara rugi, serta rakyat yang kehilangan
mata pencaharian (sawah), yang akan menyebabkan mereka akan mudah
berontak terhadap Negara. Solusi yang diberikan oleh Umar adalah dengan
memberi gaji tetap kepada tentara dan pension kepada seluruh sahabat Nabi:
Karim, Sejarah, hlm. 86-87.
27 Jizyah yaitu pajak bagi dzimmi, karena mereka menikmati perlindungan dari
negara Islam, pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, sosial dan layanan
kesejahteraan yang mereka terima dari pemerintahan Islam juga sebagai
jaminan dan keamanan hidup dan harta mereka.
14

membuat kebijakan yang terkait dengan al-Maal al-Ghanimah (harta rampasan perang), yaitu
harta rampasan perang yang selama ini dibagikan kepada kepala Negara (20%) dan tentara
(80%), dimasukkannya ke kas negara dan tentara diberi gaji bulanan. 28
C. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan
Utsman ibn Affan ra.
Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 576 M pada sebuah keluarga
dari suku Quraisy Bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab
Nabi Muhammad pada generasi ke-5. Sebelum masuk Islam ia dipanggil
dengan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua
putri Nabi Muhammad, yaitu Ruqayyah dan Ummi Kalsum. 29 Sejak
sebelum Islam, ia adalah seorang pedagang yang kaya raya. Ia bukan saja
salah seorang sahabat terdekat Nabi, melainkan juga salah seorang
penulis wahyu dan sekretarisnya.30 Sebagai seorang hartawan, Usman
menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan agama Islam,
serta kaum Muslim. Ia selalu berjuang bersama Rasulullah dan berperang
pada setiap peperangan, kecuali Perang Badar, yang itupun atas perintah
Nabi untuk menunggui istrinya, Ruqayyah yang sedang sakit keras.
Setelah peristiwa penikaman Umar ibn Khattab, Umar mempertimbangkan untuk tidak
memilih pengganti sebagaimana dilakukan Abu Bakar. Sebelum khalifah Umar wafat, beliau
sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari enam orang sahabat terkemuka,
sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga, sebagai calon ganti kekhalifaannya. Keenam orang
tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Saad bin Abi Waqash. Awalnya hasil musyawarah yang
diketuai oleh Abdurrahman bin Auf menunjukkan bahwa suara pada posisi seimbang, antara
Ali dan Usman. Namun keduanya saling mempersilakan untuk menentukan khalifah secara
musyawarah. Hal ini yang membuktikan bahwa Usman dan Ali tidak ambisius menjadi
khalifah.31 Karena Usman lebih tua, Abdurrahman menetapkan Usman bin Affan sebagai
28 Karim, Sejarah, hlm. 88.
29 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 86.
30 Haekal, Abu Bakar, hlm. 100-102.
31 Karim, Sejarah, hlm. 88.
15

khalifah. Ketetapan itu disetujui oleh anggota tim dengan berbagai pertimbangan yang
matang. Akhirnya, Utsman bin Affan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 23 H/644 M.
Pemerintahan Usman ibn Affan berlangsung selama 121 tahun dan
selama pemerintahan Usman dibagi dalam dua periode, yaitu Periode
Kemajuan dan Periode Kemunduran sampai ia terbunuh. Periode I,
pemerintahan Usman membawa kemajuan luar biasa, berkat jasa para
panglima yng ahli dan berkualitas, di mana peta Islam sangat luas dan
bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair di al-Maghrib, di utara
sampai ke Aleppo dan sebagian Asia Kecil, di Timur Laut sampai ke
Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia, bahkan sampai di perbatasan
Balucistan (wilayah Pakistan sekarang), serta Kabul, dan Ghazni. Selain
itu, ia berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan
menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh
tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah
Islam. Namun periode II kekuasaannya identik dengan kemunduran, huruhara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat.32
Pada masa pemerintahan Usman ibn Affan, di kalangan umat Islam
mulai terjadi perpecahan karena soal pemerintahan. Muncul perasaan
tidak puas dan kecewa terhadap sistem pemerintahannya. Kepemimpinan
Usman ibn Affan memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar
ibn Khattab, hal ini mungkin disebabkan umurnya yang lanjut (diangkat
dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut.33 Selain itu, salah
satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap
kepemimpinan Usman adalah kebijakannya mengangkat keluarga dalam
kedudukan tinggi, dan yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn
Hakam dan dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan,
sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.34

32 Karim, Sejarah, hlm. 91.


33 Yatim, Sejarah, hlm. 38.
34 Ahmad Amin, 1987, Islam dari Masa ke Masa (Bandung: CV Rusyda, cet. 1,
1987), hlm. 87.
16

Sebagian ahli sejarah menilai bahwa Usman melakukan nepotisme. Ia


mengangkat sanak saudaranya, dalam jabatan-jabatan strategis yang
paling besar dan paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabilahkabilah lainnya merasakan pahitnya tindakan Usman itu. Selain itu,
tuduhan nepotisme dan menggelapkan uang negara juga diindikasikan
pada saat Usman memberikan al-Khums yang diperoleh atas kemenangan
di Laut Tengah secara cuma-cuma kepada Abdullah, yang masih
mempunyai ikatan keluarga dengan Khalifah Usman. Namun tuduhan
bahwa Khalifah Usman telah melakukan KKN ditepis oleh Karim. Khums
merupakan hak khalifah. Demi untuk membakar semangat, maka Khalifah
Usman memberikan bagiannya -al-Khums- kepada Abdullah, karena ia
telah memenangkan perang di laut pertama kali dalam sejarah Islam. 35
Dalam bukunya, Karim juga menyatakan bahwa pengangkatan saudarasaudara Usman itu berangkat dari profesionalisme kinerja mereka di
lapangan, tetapi memang pada masa akhir kepemimpinan Usman, para
gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama
dalam bidang ekonomi.36
Faktor lanjut usia Usman (wafat dalam usia 82 tahun) dimanfaatkan
oleh para kepala daerah, mereka di luar kontrol Khalifah, sehingga rakyat
menganggap hal tersebut sebagai kegagalan Usman, sampai pada
akhirnya Usman mati terbunuh oleh kaum pemberontak37 yang termakan
oleh fitnah politik yang dibuat oleh para oportunis, seperti Yahudi Ibn
Saba.38 Kelemahan lain dari Khalifah Usman mudah tunduk pada tuntutan
35 Karim, Sejarah, hlm. 97.
36 Ibid.,
37 Kaum ini merupakan rakyat di luar Arab yang kehilangan mata pencaharian,
karena tanah-tanah produktif mereka dikuasai oleh orang Arab. Hal ini karena
para amir mengizinkan orang Arab mempunyai tanah di luar Arab: Karim,
Sejarah, hlm. 103.
38 Sebelum masuk Islam, ia memusuhi Nabi dan Islam. Setelah masuk Islam, ia
selalu berusaha mengambil kesempatan untuk memancing ikan di air keruh. Ia
muncul sebagai seorang pengikut Ali yang sangat setia dan mengaguminya:
Ibid.
17

para pembangkang. Jika saja ia memanfaatkan tentara Islam yang masih


banyak setia kepadanya, tentu propaganda itu dapat diatasi. Selain itu,
terdapat perbedaan antara Abu Bakar dan Umar ibn Khattab dengan
Usman. Abu Bakar dan Umar adalah dari Bani Hasyim, dan Usman dari
Bani Umayyah, suku besar dan populis. Konflik antar suku mulai
semasanya dimanfaatkan orang Umayyah yang oportunis.39
1. Kondisi Sosial Masyarakat
Masa pemerintahan Utsman yang berlangung kurang lebih 11
tahun. Masa Khalifah Usman dapat dibagi menjadi dua periode. Periode I
pemerintahan Usman mengalami kemajuan, sedangkan pada periode II,
stabilitas politik dalam pemerintahan Usman mulai memanas, hal ini
disebabkan terjadinya fitnah di kalangan masyarakat. Salah satunya
terdapat

beberapa

wilayah

yang

hendak

melepaskan

diri

dari

pemerintahan Usman bin Affan, yang disebabkan dendam lama sebelum


ditaklukkan Islam. Daerah tersebut adalah

Khurasan dan Iskandariah. 40

Selain itu ada dua hal yang menyebabkan rasa kebencian kepada khalifah
yang menyebabkan terjadinya pemberontakan, yaitu kelemahan Utsman
dan tuduhan nepotisme.
Saif bin Umar mengatakan, bahwa sebab terjadinya pemberontakan
beberapa kelompok menentang pemerintah adalah disebabkan seorang
yahudi bernama Abdullah bin Saba yang berpura-pura masuk Islam dan
pergi ke daerah Mesir untuk menyebarkan idenya tersebut di beberapa
kalangan

masyarakat.

Maka

mulailah

masyarakat

mengingkari

kepemimpinan Utsman ibn Affan serta mencelanya.41

2. Pola Pendidikan

39 Ibid., hlm. 105.


40 Syalabi, Sejarah, hlm. 231.
41 Al-Hafidz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung,
Penj. Abu Ishan al-Atsari, (Jakarta: Darul Haq, 2002), hlm. 349.
18

Pola pendidikan tidak jauh berbeda dengan pola pendidikan yang


diterapkan pada masa Umar. Hanya saja pada periode ini, para sahabat
yang

asalnya

dilarang

untuk

keluar

dari

kota

Madinah

kecuali

mendapatkan izin dari Khalifah, mereka diperkenankan untuk keluar dan


menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini,
maka orang yang menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa
kesulitan untuk belajar ke Madinah.42
Terdapat satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini
yang disumbangkan untuk umat Islam, dan sangat berpengaruh luar biasa
bagi pendidikan Islam, yaitu mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Quran. 43
Penyalinan ini terjadi karena perselisihan dalam bacaan al-Quran. Banyak
umat Islam membaca al-Quran dengan menggunakan dialek atau lahjah
mereka masing-masing. Untuk menghindari kesalahan dalam membaca
al-Quran, maka perlu dibuat standar bacaan al-Quran, sehingga Khalifah
Usman melakukan standarisasi bacaan al-Quran dengan membuat
mushaf yang disebut Mushaf Usmani. Kemudian salinan lainnya dibuat
dan dikirim ke beberapa daerah agar semua bacaan memiliki standar
yang baku.
Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada
dialek suku Quraisy, sebab al-Quran ini diturunkan dengan lisan Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Utsman bin Affan
diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat
guru-guru,

dengan

demikian

para

pendidik

sendiri

melaksanakan

tugasnya hanya dengan mengharap keridhaan Allah.


3. Manajemen Pemerintahan Utsman ibn Affan
Khalifah Utsman berusaha menjaga dan melestarikan sistem pemerintahaan yang
telah ditetapkan oleh Khalifah Umar. Surat yang dituliskan khalifah Utsman mencerminkan
pelestarian tersebut: Khalifah Umar telah menentukan beberapa sistem yang tidak hilang
dari kita, bahkan melingkupi kehidupan kita, dan tidak ditemukan seorangpun di antara kalian

42 Nizar, Sejarah Pendidikan, hlm. 49.


43 Amin, Sejarah Peradaban, hlm. 105.
19

yang melakukan perubahaan dan penggantian. Allah yang berhak mengubah dan
menggantinya.44
Di awal kekhalifahannya, umur Utsman r.a. relatif tua. Akan tetapi,
di saat umur Khalifah melebihi 70 tahun, beliau masih sanggup
memberangkatkan pasukan perang. Pada masanya, Utsman banyak
melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan, membangun
bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Usman juga membangun jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.45
D. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan
Utsman ibn Affan ra.
Dalam kondisi genting pasca terbunuhnya Utsman ibn Affan,
beberapa orang yang teridentifikasi sebagai pembunuh Khalifah Usman
baik secara langsung atau tidak menunjuk Ali ibn Abi Thalib untuk
menjabat sebagai khalifah, pengganti Usman. Semula ia menolak dan
mengusulkan agar mereka memilih dari senior yang lain seperti Thalhah
atau Zubair. Namun akhirnya, dengan permintaan serius dari sahabatsahabat yang lain, pada hari keenam pasca terbunuhnya Usman, Ali
terpilih menjadi khalifah. Ali ibn Abi Thalib memerintah hanya enam tahun
dan nasibnya sama dengan Khalifah Umar ibn Khattab dan Usman ibn
Affan yaitu mati terbunuh. Selama masa pemerintahannya, Ali
menghadapi berbagai tantangan dan pergolakan, sehingga pada masa
pemerintahannya tidak ada masa sedikit pun yang dapat dikatakan
stabil.46
Setelah menduduki jabatan sebagai khalifah, Ali ibn Abi Tahlib, mulai
memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman. Ali yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi karena keteledoran mereka.
44 Yatim, Sejarah, hlm. 39.
45 Ibid.
46 Ibid.
20

Selain itu, dia juga menarik kembali tanah yang dihadiakan Usman kepada
penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara dan
memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang
Islam sebagaimana pernah diterapkan pada masa Khalifah Umar ibn
Khattab.47
Ali ibn Abi Thalib, mendapatkan tantangan dari pihak pendukung
Usman Ibn Affan, terutama Muawiyah, Gubernur Damaskus, dari golongan
Thalhah dan Zubair di Mekkah dan dari kaum Khawarij. Ali ibn Abi Thalib
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka
adalah karena Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman ibn Affan
dan meraka menuntut bela terhadap darah Usman yang telah
ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin menghindari perang,
sehingga Ali mengirimkan surat kepada Thalhah dan Zubair agar
keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai.
Namun ajakan tersebut ditolak dan pertempuran kedua belah pihak tidak
dapat dihindari. Terjadilah pertempuran yang dahsyat yang disebut
dengan Perang Jamal (Perang Berunta) dan Aisyah (istri Nabi) terlibat
dalam perang melawan Ali ibn Abi Thalib dengan menunggang unta. Ali
ibn Abi Thalib berhasil mengalahkan lawannya, Zubair dan Thalhah
terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan
dikirim dengan hormat kembali ke Madinah.48 Karena kondisi yang
semakin tidak kondusif dan para pengikut Ali paling banyak berada di
Kufah, maka pada Januari 657 M, Ali memindahkan ibu kota dari Madinah
ke Kufah.49
Kebijakan Ali ibn Abi Thalib, juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubernur Damaskus Muawiyah yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan
47 Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang,
1989), hlm. 62.

48 Ibid., hlm. 40.


49 Karim, Sejarah, hlm. 107.
21

kejayaan mereka. Jadi, setelah Ali ibn Abi Thalib, berhasil memadamkan
pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, kemudian Ali bergerak dari
Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentaranya. Pasukan Ali
bertemu dengan pasukan Muawiyah di Shiffin dan pertempuran tidak
dapat dihindari. Pertempuran yang terjadi di sini antara Ali dengan
Muawiyah dikenal dengan nama Perang Shiffin yang terjadi pada
tanggal 26 Juli 657 M. Pada saat drama Perang Shiffin, terjadi adu taktik
dan kelicikan. Atas usulan Amr ibn Ash, Muawiyah menawarkan
perdamaian dengan mengangkat al-Quran, akhirnya perang berhenti.
Peristiwa ini disebut sebagai tahkim (arbitrase). Akan tetapi, tahkim
tersebut ternyata tidak menyelesaikan persoalan, bahkan menyebabkan
timbulnya golongan ketiga yaitu golongan al-Khawarij, yaitu orang-orang
yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib yang berbalik menentang Ali
dan Muawiyah. Dua tahun kemudian, di Daumatul Jandal bertemu antara
pihak Ali dan Muawiyah yang masing-masing berjumlah 400 orang dan
diketuai Abu Musa al-Asyari dan Amr ibn Ash. Akhirnya, tahkim gagal
total akibat tipu muslihat dari Amr.50 Maka mulai saat itu, kelompok Ali
banyak yang keluar dan bergabung dengan Khawarij yang sudah lahir
sebelumnya.51
Di ujung masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib, umat Islam terpacah
menjadi tiga kekuatan politik, yaitu golongan Muawiyah, golongan Syiah
(pengikut Ali), dan golongan Khawarij (kumpulan orang-orang yang keluar
dari barisan Ali ibn Abi Thalib). Tampaknya keadaan ini tidak
menguntungkan Ali ibn Abi Thalib, sebab pasukannya semakin lemah dan
50 Dengan kelicinan siasatnya, Amr berhasil "memanfaatkan" kesalehan dan ketulusan
Abu Musa untuk mencapai tujuannya tersebut. Wakil dari dua kubu tersebut, Abu Musa
dan Amr bin Ash bersepakat bahwa Ali dan Muawiyah harus melepaskan jabatan masingmasing, setelah itu melakukan pemilihan langsung, siapakah khalifah yang dikehendaki
oleh mayoritas. Amr bin Ash meminta Abu Musa untuk terlebih dahulu melucuti jabatan
Ali, baru dirinya melucuti jabatan Muawiyah. Tetapi ternyata, setelah Abu Musa
melakukannya, Amr bin Ash bukannya melucuti, bahkan menetapkan dan mengukuhkan
Muawiyah sebagai khalifah kaum muslimin. Tentu saja Abu Musa tidak berkutik, dan tidak
mungkin baginya menjilat kembali perkataannya kepada kaum muslimin, walau dicurangi
seperti itu: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2148529/si-jujur-wakil-ali-bin-abi-thalibdalam-tahkim#sthash.HdDfVM4r.dpuf, dan diakses 13 November 2015, pukul 15.50.

51 Karim, Sejarah, hlm. 107-108.


22

sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Pada perkembangan


berikutnya, kelompok Khawarij banyak melakukan huru-hara dan
membuat kacau pemerintahan Ali. Kelompok ini kemudian dihadapi oleh
pasukan Ali di Nahrwain yang melibatkan 65.000 orang. Dalam peristiwa
Nahrwain ini menewaskan 30.000 orang Khawarij. Sebagian besar yang
tewas tersebut adalah dari Bani Tamim di Kufah. Pada akhirnya, emosi
kelompok Khawarij tidak terbendung dan Abdurrahman ibn Muljam
membunuh Khalifah Ali pada saat sedang memasuki masjid untuk shalat,
pada 24 Januari 661 M.52
Kedudukan Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah kemudian dijabat oleh
anaknya Hasan selama beberapa bulan. Pengangkatan Hasan bin Ali di
hadapan orang banyak ternyata tetap saja tidak mendapat pengangkatan
dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan para pendukungnya. Dimana pada saat
itu

Muawiyyah

yang

menjabat

sebagai

gubernur

Damaskus

juga

menobatkan dirinya sebagai khalifah. Hal ini disebabkan karena Muawiyah


sendiri sudah sejak lama mempunyai ambisi untuk menduduki jabatan
tertinggi dalam dunia Islam. Menghadapi situasi yang demikian kacau dan
untuk menyelesaikan persoalan tersebut, khalifah Hasan bin Ali tidak
mempunyai pilihan lain kecuali perundingan dengan pihak Muawiyah.
Akhirnya, Khalifah Hasan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah
pada bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661 M. Tahun kesepakatan damai
antara Hasan dan Muawiyah disebut Aam Jamaah karena kaum Muslim
sepakat untuk memilih satu pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu
Sufyan. Dalam perundingan ini, Hasan bin Ali mengajukan beberapa
syarat bahwa dia bersedia menyerahkan kekuasaan pada Muawiyah.
Dengan demikian, berdirilah dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah, yang

memulai kekuasaannya dalam sejarah politik Islam, sekaligus menjadi


sejarah berakhirnya Khulafaur Rasyidin.
1. Kondisi Sosial Masyarakat
Beberapa hari setelah pembunuhan Usman bin Affan, stabilitas
keamanan kota Madinah menjadi rawan. Gafqy bin Harb memegang
52 Ibid., hlm. 109.
23

keamanan ibukota Islam itu selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya
khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan
Ustman bin Affan, dengan menerima baiat dari sejumlah kaum Muslim.53
Pada masa pemerintahan Ali yang hanya sekitar enam tahun itu,
terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, salah satunya disebabkan
kebijakan khalifah yang memecat gubernur-gubernur yang diangkat oleh
khalifah sebelumnya (Utsman bin Affan). Seperti Ibnu Amir Gubernur
Bashrah Ustman bin Hanif, Abdullah Gubernur Mesir diganti Qais bin
Saad, tak terkecuali Muawiyah bin Abi Sufyan Gubernur Damaskus,
diminta untuk meletakkan jabatannya, namun menolak dan bahkan tidak
mau mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.54
Selain itu, beliau juga mengeluarkan kebijakan baru dengan menarik
hasil tanah yang sebelumnya telah dihadiahkan oleh Utsman kepada
penduduk.55 Tidak lama setelah itu, terjadi kesalahpahaman antara Ali bin
Abi Thalib dengan Aisyah binti Abu Bakar, Thalhah dan Zubair. Mereka
berselisih mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Ustman bin Affan.
Hal ini mengakitbatkan pergolakan politik hingga terjadinya peperangan
yang dikenal dengan peran Jamal yang dimenangi dari kubu Ali bin Abi
Thalib. Selain itu, pada masa ini terjadi perang Shiffin, yaitu peperangan
antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur
Damaskus, yang berakhir dengan tahkim. Akibatnya, timbul golongan
pembenci Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Khawarij.56
2. Pola Pendidikan
Masa enam tahun dengan situasi pemerintahan yang tidak stabil ini,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa ini mendapat hambatan,
53 Amin, Sejarah Peradaban, hlm. 109.
54 Ibid., hlm. 110.
55 Yatim, Sejarah, hlm. 39.
56 Sulthan Fatoni, Peradaban Islam; Disain Awal Peradaban, Konsolidasi Teologi
Konstruk Pemikiran dan Pencarian Madrasah (Jakarta: eLSAS, cet. 3, 2011), hlm.
31.
24

disebabkan Khalifah sendiri tidak sempat untuk memikirkannya. Dan itu


berarti pola pendidikannya tidak jauh berbeda dengan masa-masa
sebelumnya.57
3. Manajemen Pemerintahan Ali ibn Abi Thalib
Khalifah Ali bin Abi Thalib menjalankan sistem pemerintahan sebagaimana Khalifah
sebelumnya, baik dari segi kepemimpinan ataupun manajemen. Dalam mengangkat seorang
pemimpin, beliau mendelesiasikan wewenang dan kekuasaan atas wilayah yang dipimpinnya.
Seorang memiliki kewenangan penuh untuk mengelola wilayah yang dikuasainya, namun
khalifah tetap melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin tersebut. Khalifah
senantiasa mengajak pegawainya untuk untuk hidup zuhud, berhemat dan sederhana dalam
kehidupan, begitu juga untuk selalu memperhatikan dan berbelas kasih terhadap kehidupan
rakyatnya. Beliau juga mengajarkan sistem renumirasi. Selain itu, beliau juga konsisten
terhadap kepentingan masyarakat secara umum.58

57 Nizar, Sejarah Pendidikan, hlm. 50.


58 Abu Sinn, Manajemen, hlm. 48-49.
25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khulafaur rasyidin merupakan sahabat Nabi yang mempunyai kepribadian yang mulia
dengan selalu menjunjung panji agama Islam. Mereka merupakan teladan bagi umat Muslim
dalam bermuamalah dengan Allah dan masyarakat. Perkembangan peradaban Islam pada
masa khulafaurrasyidin mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut ditandai dengan
pembangunan di berbagai bidang, misalnya perluasan wilayah kekuasaan, pertahanan militer,
pembangunan armada angkatan laut, pembentukan lembaga baitul mal, pembangunan sarana
ibadah, pembukuan al quran, pengembangan ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
Pada masa khulafaur rasyidin, Islam dijadikan sebagai dasar negara. Apa yang
diperintahkan oleh agama diyakini sebagai kebenaran mutlak dan mereka tidak ragu terhadap
ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam menjadi ruh dari pada perjuangan mereka. Berbagai
kebijakan politik yang bermanfaat mereka lakukan dengan asas demokrasi dan kemaslahatan
bersama. Usaha-usaha mereka menjadikan peradaban Islam mulai berkembang pesat dan
disegani sebagai salah satu kekuatan dunia, setelah Romawi dan Persia.

B. Saran
Adapun saran penulis ditujukan kepada:
1. Kepada mahasiswa agar dapat mengetahui lebih dalam tentang
sejarah dan peradaban Islam pada masa pemerintahan khulafaur
rasyidin. Harapan penulis agar mahasiswa atau generasi selanjutnya
dapat mengembangkan pembahasan akan hal ini secara lebih luas
dalam suatu jurnal atau karya ilmiah dengan lebih sempurna
2. Kepada masyarakat agar dapat menambah wawasan mengenai
sejarah serta aspek-aspek peradaban Islam pada masa pemerintahan
khulafaur rasyidin

26

DAFTAR PUSTAKA
Abdu al-Daim, Abdullah. 1973. al-Tarbiyah Abra al-Tarikh Min al-Ushur alQadimah Ila Awail al-Qarn al-Isyrin, cet. 5. Bairut: Darul al-Ilm Li alMalayin.
Abdurrahman, Dudung. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasiik
hingga Modern Yogyakarta: LESFI.
Abu Sinn, Ahmad Ibrahim. 1996. Manajemen Syariah. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Amin, Ahmad. 1987. Islam dari Masa ke Masa, cet. 1. Bandung: CV
Rusyda.
Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Fatoni, Sulthan. 2011. Peradaban Islam: Disain Awal Peradaban,
Konsolidasi Teologi Konstruk Pemikiran dan Pencarian Madrasah, cet.
3. Jakarta: eLSAS.
Haekal, Muhammad Husain. 2009. Abu Bakar As-Shiddiq, cet. 9. Jakarta:
PT. Pustaka Litera Antarnusa.
Hafidz. 2002. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, (Penj.
Abu Ishan al-Atsari). Jakarta: Darul Haq.
Hassan, Hassan Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Yogyakarta: Kota Kembang.
Karim, M. Abdul. 2014. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 5.
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta: UI
Press.
Nizar, Syamsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Numan, Syibli. 1981. Umar Yang Agung. Bandung: Pustaka Bandung.
________. 1987. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, cet. 5. Jakarta:
Pustaka Alhusna.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Syalabi, Ahmad. 1982. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka alHusna.
Yasu'i, Luis Ma'luf. 1937. Kamus al-Munjid. Bairut: T. P.
27

Yatim, Badri. 1997. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidayakarya
Agung.
http://mozaik.inilah.com/read/detail/2148529/si-jujur-wakil-ali-bin-abithalib-dalam-tahkim#sthash.HdDfVM4r.dpuf, diakses 13 November
2015, pukul 15.50.

28

https://www.academia.edu/6402078/Islam_Pada_Masa_Kholifah_Abu_B
akar_Ash-Shiddiq
http://majelispenulis.blogspot.co.id/2011/10/sejarah-peradaban-islammasa-abu-bakar.html
http://anwariip28.blogspot.co.id/2014/05/resum-buku-dedisupriyadi.html
https://agantuger.wordpress.com/2014/02/02/peradaban-islam-padamasa-khulafaur-rasyidin/

Dalam Khulafa ar-Rasyidin, terdapat tiga cara dalam pengangkatan


khalifah, yaitu pertama dengan keputusan tegas dari khalifah sebelumnya
untuk menunjuk atau mengangkat calon penggantinya, kedua
berdasarkan kesepakatan ahlul halli wal aqdi (badan permusyawaratan
ulama umat) dan ketiga terjadinya penggulingan kekuasaan.59
dan segala kebijaksanaan mereka tetapkan berdasarkan
musyawarah.

59 https://www.academia.edu/9290648/Khulafaur_rasyidin
29

Вам также может понравиться