Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, status sebagai Rasulullah tidak
dapat digantikan oleh siapapun (khatami al-anbiya wa al-mursalin), tetapi
kedudukan beliau yang kedua yaitu sebagai pimpinan kaum Muslim dalam
tugas kenegaraan harus segera ada gantinya. Orang-orang inilah yang
nantinya disebut sebagai khalifah, yaitu orang yang menggantikan Nabi
menjadi kepala kaum Muslim dalam memberikan petunjuk ke jalan yang
benar dan melestarikan hukum-hukum agama Islam, serta yang selalu
menegakkan keadilan, berdiri di atas kebenaran.
Sebelum Rasulullah wafat, beliau tidak menunjuk penggantinya dan
menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat. Hal ini merupakan
produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan
negara dan pemerintahan secara bijaksana dan demokratis.1 Namun di
sisi lain, timbul kerisauan para sahabat untuk menentukan siapa yang
pantas menjadi khalifah. Hingga sempat terjadi perdebatan antara kaum
Muhajirin dan kaum Anshar, keduanya saling mengklaim bahwa yang
pantas menjadi pengganti Nabi Muhammad saw. adalah dari golongan
mereka. Namun, akhirnya konflik kecil ini berhasil diselesaikan
berdasarkan musyawarah para sahabat, yaitu dengan menunjuk Abu
Bakar sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah.
Selain Sahabat Abu Bakar, terdapat tiga sahabat Nabi Muhammad
yang juga menjabat sebagai khalifah setelahnya. Berikut adalah nama keempat khalifah tersebut beserta masa jabatannya :
1. Abu Bakar (11 - 13 H / 632 - 634 M)
2. Umar ibn Khattab (13 - 23 H / 634 644 M)
3. Usman ibn Affan (23 - 35 H / 644 - 655 M)
4. Ali bin Abi Thalib (35 - 41 H / 655 - 661 M)
Keempat khalifah tersebut disebut Khulafa ar-Rasyidin. Menurut
bahasa, kata khulafa merupakan bentuk jamak dari kata khalifah ( ) .
Dalam Kamus al-Munjid kata ini biasa diterjemahkan sebagai
1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997), hlm. 35.
1
2 Luis Ma'luf Yasu'i, Kamus al-Munjid (Bairut: T. P., 1937), hlm. 190.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Meninggalnya Nabi Muhammad telah menggiring Islam menuju babak
baru. Umat Islam tidak lagi dipimpin oleh seorang Nabi, melainkan
dipimpin oleh khulafa arrasyidin, yaitu orang-orang yang terpilih sebagai
pengganti Nabi untuk menjalankan pemerintahan Islam serta mengatur
berbagai urusan kaum Muslim. Pada masa khulafa arrasyidin inilah
peradaban Islam perlahan-lahan mulai memperlihatkan eksistensinya
melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para khalifah demi
kemaslahatan, baik untuk sesama Muslim itu sendiri, maupun
kemaslahatan yang berhubungan dengan kaum non Muslim yang
bertempat tinggal di wilayah pemerintahan Islam.
A. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Abu
Bakar ra.
Abu Bakar ash-Shiddiq lahir pada tahun 573 M di Mekkah. Nama
aslinya sebelum masuk Islam adalah Abdul Kabah ibn Utsman,
sedangkan setelah masuk Islam oleh Rasulullah ia dipanggil Abdullah.3
Setelah masuk Islam, Abu Bakar selalu senantiasa menemani Rasullullah
sejak masuk Islam hingga wafat Rasullullah. Dia behijrah bersama
Rasulullah ke Madinah dan bersama-sama pula bersembunyi di gua Tsur
pada malam permulaan hijrah sebelum melanjutkan perjalanan.4 Abu
Bakar selalu terlibat dalam berbagai peristiwa yang dialami Rasulullah.
Dia dikenal sebagai salah seorang pemberani yang selalu gagah di dalam
segala medan perang, dia juga dikenal sebagai sosok yang dermawan dan
menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah.
Ketika Nabi Muhammad wafat, tidak ada pesan siapa yang akan
menggantikan beliau. Tidak adanya petunjuk yang jelas setelah beliau
3 Muhammad Husain Haekal, Abu Bakar As-Shiddiq (Jakarta: PT. Pustaka Litera
Antarnusa, cet. 9, 2009), hlm. 1.
4 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982), hlm. 226.
4
tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin
Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah
di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai pertempuran
berantai. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak
korban.
Selain mengadakan perluasan ke wilayah Syiria dan Persia, Khalifah Abu Bakar juga
meneruskan rencana Rasulullah ketika beliau masih hidup, yaitu memerangi kaum Romawi.
Sebenarnya di kalangan sahabat termasuk Umar bin Khattab banyak yang tidak setuju dengan
kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat
itu
Pada tanggal 7 Jumadil Akhir 13 H, Abu Bakar jatuh sakit. Ketika penyakitnya
menjadi semakin gawat, beliau memanggil tokoh pemuka Muslim dan meminta saran mereka
untuk penggantinya yang tepat. Pilihan semuanya jatuh ke tangan Umar, sehingga Abu Bakar
menominasikan Umar sebagai penerusnya, dan wafat pada hari Selasa, 22 Jumadil Akhir 13
H (23 Agustus 634 M). Masa kekhalifahannya sekitar dua tahun lebih sedikit, tetapi
pekerjaan yang luar biasa berat telah dilaksanakan dalam waktu yang demikian singkat.
Dengan demikian, tidak salah pemberian gelar istimewa kepada Abu Bakar oleh para
sejarawan: Abu Bakar is the savior of Islam after the Prophet Muhammad (Abu Bakar adalah
penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat).10
1. Kondisi Sosial Masyarakat
Masa kepemimpinan Abu Bakar terhitung sangat singkat, hanya dua
tahun. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa arab yang tidak
mau tunduk lagi kepada pemerintah di kota Madinah. Mereka
menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad
dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Oleh karena itu, mereka
menentang pemerintahan Abu Bakar. Dikarenakan sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang
disebut perang Riddah (perang melawan kemurtadan).11
2. Pola Pendidikan
Dilihat dari sosial masyarakat yang pada saat itu tidak semua
berpihak pada pemerintahan, dengan alasan diatas, Abu Bakar fokus
untuk menangani pemberontakan orang-orang murtad, pengaku nabi dan
pembangkan zakat. Hal ini menyebabkan pendidikan di masa ini tidak
banyak mengalami perubahan sejak masa Rasulullah, yaitu berkisar pada
materi pendidikan seputar tauhid, akhlak, ibadah, dan kesehatan.12
10 Ibid.
11 Yatim, Sejarah, hlm. 36.
8
1. Pendidikan keimanan (Tauhid) yaitu menanamkan bahwa satusatunya yang wajib disembah adalah Allah
2. Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan
santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya
3. Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji
4. Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan
didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.13
Mengenai bentuk lembaga pendidikan pada masa ini, Ahmad Syalabi
menegaskan lembaga untuk belajar membaca dan menulis pada saat itu
disebut dengan Kuttab.14 Disamping itu masjid juga berfungsi sebagai
tempat belajar, ibadah, dan musyawarah. Khusus kuttab, merupakan
pendidikan yang dibentuk setelah masjid.
Hadramaut, Haulan, Zabid, Rama, al-Jund, Najran, Jarsy, kemudian Bahrain dan wilayah
sekitar menjadi satu provinsi. Adapun para gubernur yang menjadi pemimpin di provinsi
tersebut adalah Itab bin Usaid, Amr bin Ash, Utsman bin Abi al-Ash, Muhajir bin Abi
Umayah, Ziyad bin Ubaidillah al-Anshari, Abu Musa al Asyari, Muadz bin Jabal, Ala bin alHadrami, syarhabi bin Hasanah, Yazid bin Abi Sufyan, Khalid bin walid dan lainnya.
Diantara tugas para gubernur adalah mendirikan shalat, menegakkan peradilan, menarik,
mengelola dan membagikan zakat, melaksanakan had, dan mereka memiliki kekuasaan
pelaksanaan dan peradilan secara simultan.15
B. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan Umar
ibn Khattab ra.
Umar ibn Khattab nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan
Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi, salah satu suku terpandang mulia. Umar dilahirkan di
Mekkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi
luhur, fasih dan adil serta pemberani.16 Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar yaitu
membuat kedudukannya semakin dihormati di kalangan masyarakat Arab, sehingga kaum
Quraisy memberi gelar singa padang pasir, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam
berfikirnya, ia dijuluki Abu Faiz.
Peristiwa diangkatnya Umar sebagai khalifah merupakan fenomena yang baru, tetapi
haruslah dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah,
yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan
umat Islam. Setelah mendapat persetujuan dari para sahabat dan baiat dari semua anggota
masyarakat Islam, Umar menjadi Khalifah. Ia juga mendapat gelar Amir Al-Mukminin
(komandan orang-orang beriman).
Di zaman Umar ibn Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah
kekuasaan dan dawah) pertama terjadi yaitu ibu kota Syria Damaskus
jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium
kalah di pertempuran Yarmuk, maka seluruh daerah Syria jatuh di bawah
kekuasaan dan dawah Islam. Syria dijadikan sebagai basis, maka
15 Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), hlm. 37-38.
16 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.
98.
10
ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr ibn Ash dan ke Irak
di bawah pimpinan Saad ibn Abi al-Waqqas. Iskandaria, ibu kota Mesir
ditaklukkan dan jatuh di bawah kekuasaan Islam pada tahun 641 M.
Kemudian al-Qadisiyah sebuah kota dekat Hirah di Iraq jatuh tahun 637 M
dan dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain jatuh
pada tahun itu juga dan pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan
demikian, pada masa khalifah Umar ibn Khattab, wilayah kekuasaan dan
dawah Islam telah meliputi Jazirah Arabiah, Palestina, Syria, Irak, Persia
dan Mesir.17
Pada zaman Umar ibn Khattab, perluasan daerah dawah terjadi
dengan cepat, sehingga Khalifah Umar ibn Khattab segera mengatur
administrasi
negara
dengan
berkembang
terutama
di
mencontoh
Persia.
administrasi
Administrasi
yang
sudah
pemerintahan
diatur
Pada
sekitar
tahun
ke
17
Hijriah,
tahun
ke-empat
dibunuh
oleh
Abu
Luluah
seorang
budak
dari
Persia.
Hal
ini
perkembangan.
Khalifah
saat
itu
sering
mengadakan
bin
Maqal
dan
Imran
bin
al-Hasyim
(di
Bashrah),
Abdurrahman bin Ghanam (di Syiria), Hasan bin Abi Jabalah (di Mesir).22
Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan
menulis al-Quran dan menghafalkannya serta belajar pokok-pokok agama
Islam. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai
nampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukan harus
belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini
sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan pendidikan di masa khalifah
Umar bin Khattab juga lebih maju, sebab selama Umar memerintah
negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Umar menerapkan masjid
sebagai pusat pendidikan, juga membentuk pusat-pusat pendidikan Islam
di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari ilmu
bahasa, menulis, dan pokok ilmuilmu lainnya. Pendidikan dikelola di
bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi
kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal,
dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu
diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari bait al-mal.
Khalifah
Umar
bin
Khattab
yang
paling
besar
dalam
membuat kebijakan yang terkait dengan al-Maal al-Ghanimah (harta rampasan perang), yaitu
harta rampasan perang yang selama ini dibagikan kepada kepala Negara (20%) dan tentara
(80%), dimasukkannya ke kas negara dan tentara diberi gaji bulanan. 28
C. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan
Utsman ibn Affan ra.
Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 576 M pada sebuah keluarga
dari suku Quraisy Bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab
Nabi Muhammad pada generasi ke-5. Sebelum masuk Islam ia dipanggil
dengan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua
putri Nabi Muhammad, yaitu Ruqayyah dan Ummi Kalsum. 29 Sejak
sebelum Islam, ia adalah seorang pedagang yang kaya raya. Ia bukan saja
salah seorang sahabat terdekat Nabi, melainkan juga salah seorang
penulis wahyu dan sekretarisnya.30 Sebagai seorang hartawan, Usman
menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan agama Islam,
serta kaum Muslim. Ia selalu berjuang bersama Rasulullah dan berperang
pada setiap peperangan, kecuali Perang Badar, yang itupun atas perintah
Nabi untuk menunggui istrinya, Ruqayyah yang sedang sakit keras.
Setelah peristiwa penikaman Umar ibn Khattab, Umar mempertimbangkan untuk tidak
memilih pengganti sebagaimana dilakukan Abu Bakar. Sebelum khalifah Umar wafat, beliau
sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari enam orang sahabat terkemuka,
sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga, sebagai calon ganti kekhalifaannya. Keenam orang
tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Saad bin Abi Waqash. Awalnya hasil musyawarah yang
diketuai oleh Abdurrahman bin Auf menunjukkan bahwa suara pada posisi seimbang, antara
Ali dan Usman. Namun keduanya saling mempersilakan untuk menentukan khalifah secara
musyawarah. Hal ini yang membuktikan bahwa Usman dan Ali tidak ambisius menjadi
khalifah.31 Karena Usman lebih tua, Abdurrahman menetapkan Usman bin Affan sebagai
28 Karim, Sejarah, hlm. 88.
29 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 86.
30 Haekal, Abu Bakar, hlm. 100-102.
31 Karim, Sejarah, hlm. 88.
15
khalifah. Ketetapan itu disetujui oleh anggota tim dengan berbagai pertimbangan yang
matang. Akhirnya, Utsman bin Affan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 23 H/644 M.
Pemerintahan Usman ibn Affan berlangsung selama 121 tahun dan
selama pemerintahan Usman dibagi dalam dua periode, yaitu Periode
Kemajuan dan Periode Kemunduran sampai ia terbunuh. Periode I,
pemerintahan Usman membawa kemajuan luar biasa, berkat jasa para
panglima yng ahli dan berkualitas, di mana peta Islam sangat luas dan
bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair di al-Maghrib, di utara
sampai ke Aleppo dan sebagian Asia Kecil, di Timur Laut sampai ke
Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia, bahkan sampai di perbatasan
Balucistan (wilayah Pakistan sekarang), serta Kabul, dan Ghazni. Selain
itu, ia berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan
menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh
tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah
Islam. Namun periode II kekuasaannya identik dengan kemunduran, huruhara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat.32
Pada masa pemerintahan Usman ibn Affan, di kalangan umat Islam
mulai terjadi perpecahan karena soal pemerintahan. Muncul perasaan
tidak puas dan kecewa terhadap sistem pemerintahannya. Kepemimpinan
Usman ibn Affan memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar
ibn Khattab, hal ini mungkin disebabkan umurnya yang lanjut (diangkat
dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut.33 Selain itu, salah
satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap
kepemimpinan Usman adalah kebijakannya mengangkat keluarga dalam
kedudukan tinggi, dan yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn
Hakam dan dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan,
sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.34
beberapa
wilayah
yang
hendak
melepaskan
diri
dari
Selain itu ada dua hal yang menyebabkan rasa kebencian kepada khalifah
yang menyebabkan terjadinya pemberontakan, yaitu kelemahan Utsman
dan tuduhan nepotisme.
Saif bin Umar mengatakan, bahwa sebab terjadinya pemberontakan
beberapa kelompok menentang pemerintah adalah disebabkan seorang
yahudi bernama Abdullah bin Saba yang berpura-pura masuk Islam dan
pergi ke daerah Mesir untuk menyebarkan idenya tersebut di beberapa
kalangan
masyarakat.
Maka
mulailah
masyarakat
mengingkari
2. Pola Pendidikan
asalnya
dilarang
untuk
keluar
dari
kota
Madinah
kecuali
dengan
demikian
para
pendidik
sendiri
melaksanakan
yang melakukan perubahaan dan penggantian. Allah yang berhak mengubah dan
menggantinya.44
Di awal kekhalifahannya, umur Utsman r.a. relatif tua. Akan tetapi,
di saat umur Khalifah melebihi 70 tahun, beliau masih sanggup
memberangkatkan pasukan perang. Pada masanya, Utsman banyak
melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan, membangun
bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Usman juga membangun jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.45
D. Sejarah dan Peradaban Islam pada Masa Kekhalifahan
Utsman ibn Affan ra.
Dalam kondisi genting pasca terbunuhnya Utsman ibn Affan,
beberapa orang yang teridentifikasi sebagai pembunuh Khalifah Usman
baik secara langsung atau tidak menunjuk Ali ibn Abi Thalib untuk
menjabat sebagai khalifah, pengganti Usman. Semula ia menolak dan
mengusulkan agar mereka memilih dari senior yang lain seperti Thalhah
atau Zubair. Namun akhirnya, dengan permintaan serius dari sahabatsahabat yang lain, pada hari keenam pasca terbunuhnya Usman, Ali
terpilih menjadi khalifah. Ali ibn Abi Thalib memerintah hanya enam tahun
dan nasibnya sama dengan Khalifah Umar ibn Khattab dan Usman ibn
Affan yaitu mati terbunuh. Selama masa pemerintahannya, Ali
menghadapi berbagai tantangan dan pergolakan, sehingga pada masa
pemerintahannya tidak ada masa sedikit pun yang dapat dikatakan
stabil.46
Setelah menduduki jabatan sebagai khalifah, Ali ibn Abi Tahlib, mulai
memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman. Ali yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi karena keteledoran mereka.
44 Yatim, Sejarah, hlm. 39.
45 Ibid.
46 Ibid.
20
Selain itu, dia juga menarik kembali tanah yang dihadiakan Usman kepada
penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara dan
memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang
Islam sebagaimana pernah diterapkan pada masa Khalifah Umar ibn
Khattab.47
Ali ibn Abi Thalib, mendapatkan tantangan dari pihak pendukung
Usman Ibn Affan, terutama Muawiyah, Gubernur Damaskus, dari golongan
Thalhah dan Zubair di Mekkah dan dari kaum Khawarij. Ali ibn Abi Thalib
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka
adalah karena Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman ibn Affan
dan meraka menuntut bela terhadap darah Usman yang telah
ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin menghindari perang,
sehingga Ali mengirimkan surat kepada Thalhah dan Zubair agar
keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai.
Namun ajakan tersebut ditolak dan pertempuran kedua belah pihak tidak
dapat dihindari. Terjadilah pertempuran yang dahsyat yang disebut
dengan Perang Jamal (Perang Berunta) dan Aisyah (istri Nabi) terlibat
dalam perang melawan Ali ibn Abi Thalib dengan menunggang unta. Ali
ibn Abi Thalib berhasil mengalahkan lawannya, Zubair dan Thalhah
terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan
dikirim dengan hormat kembali ke Madinah.48 Karena kondisi yang
semakin tidak kondusif dan para pengikut Ali paling banyak berada di
Kufah, maka pada Januari 657 M, Ali memindahkan ibu kota dari Madinah
ke Kufah.49
Kebijakan Ali ibn Abi Thalib, juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubernur Damaskus Muawiyah yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan
47 Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang,
1989), hlm. 62.
kejayaan mereka. Jadi, setelah Ali ibn Abi Thalib, berhasil memadamkan
pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, kemudian Ali bergerak dari
Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentaranya. Pasukan Ali
bertemu dengan pasukan Muawiyah di Shiffin dan pertempuran tidak
dapat dihindari. Pertempuran yang terjadi di sini antara Ali dengan
Muawiyah dikenal dengan nama Perang Shiffin yang terjadi pada
tanggal 26 Juli 657 M. Pada saat drama Perang Shiffin, terjadi adu taktik
dan kelicikan. Atas usulan Amr ibn Ash, Muawiyah menawarkan
perdamaian dengan mengangkat al-Quran, akhirnya perang berhenti.
Peristiwa ini disebut sebagai tahkim (arbitrase). Akan tetapi, tahkim
tersebut ternyata tidak menyelesaikan persoalan, bahkan menyebabkan
timbulnya golongan ketiga yaitu golongan al-Khawarij, yaitu orang-orang
yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib yang berbalik menentang Ali
dan Muawiyah. Dua tahun kemudian, di Daumatul Jandal bertemu antara
pihak Ali dan Muawiyah yang masing-masing berjumlah 400 orang dan
diketuai Abu Musa al-Asyari dan Amr ibn Ash. Akhirnya, tahkim gagal
total akibat tipu muslihat dari Amr.50 Maka mulai saat itu, kelompok Ali
banyak yang keluar dan bergabung dengan Khawarij yang sudah lahir
sebelumnya.51
Di ujung masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib, umat Islam terpacah
menjadi tiga kekuatan politik, yaitu golongan Muawiyah, golongan Syiah
(pengikut Ali), dan golongan Khawarij (kumpulan orang-orang yang keluar
dari barisan Ali ibn Abi Thalib). Tampaknya keadaan ini tidak
menguntungkan Ali ibn Abi Thalib, sebab pasukannya semakin lemah dan
50 Dengan kelicinan siasatnya, Amr berhasil "memanfaatkan" kesalehan dan ketulusan
Abu Musa untuk mencapai tujuannya tersebut. Wakil dari dua kubu tersebut, Abu Musa
dan Amr bin Ash bersepakat bahwa Ali dan Muawiyah harus melepaskan jabatan masingmasing, setelah itu melakukan pemilihan langsung, siapakah khalifah yang dikehendaki
oleh mayoritas. Amr bin Ash meminta Abu Musa untuk terlebih dahulu melucuti jabatan
Ali, baru dirinya melucuti jabatan Muawiyah. Tetapi ternyata, setelah Abu Musa
melakukannya, Amr bin Ash bukannya melucuti, bahkan menetapkan dan mengukuhkan
Muawiyah sebagai khalifah kaum muslimin. Tentu saja Abu Musa tidak berkutik, dan tidak
mungkin baginya menjilat kembali perkataannya kepada kaum muslimin, walau dicurangi
seperti itu: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2148529/si-jujur-wakil-ali-bin-abi-thalibdalam-tahkim#sthash.HdDfVM4r.dpuf, dan diakses 13 November 2015, pukul 15.50.
Muawiyyah
yang
menjabat
sebagai
gubernur
Damaskus
juga
keamanan ibukota Islam itu selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya
khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan
Ustman bin Affan, dengan menerima baiat dari sejumlah kaum Muslim.53
Pada masa pemerintahan Ali yang hanya sekitar enam tahun itu,
terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, salah satunya disebabkan
kebijakan khalifah yang memecat gubernur-gubernur yang diangkat oleh
khalifah sebelumnya (Utsman bin Affan). Seperti Ibnu Amir Gubernur
Bashrah Ustman bin Hanif, Abdullah Gubernur Mesir diganti Qais bin
Saad, tak terkecuali Muawiyah bin Abi Sufyan Gubernur Damaskus,
diminta untuk meletakkan jabatannya, namun menolak dan bahkan tidak
mau mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.54
Selain itu, beliau juga mengeluarkan kebijakan baru dengan menarik
hasil tanah yang sebelumnya telah dihadiahkan oleh Utsman kepada
penduduk.55 Tidak lama setelah itu, terjadi kesalahpahaman antara Ali bin
Abi Thalib dengan Aisyah binti Abu Bakar, Thalhah dan Zubair. Mereka
berselisih mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Ustman bin Affan.
Hal ini mengakitbatkan pergolakan politik hingga terjadinya peperangan
yang dikenal dengan peran Jamal yang dimenangi dari kubu Ali bin Abi
Thalib. Selain itu, pada masa ini terjadi perang Shiffin, yaitu peperangan
antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur
Damaskus, yang berakhir dengan tahkim. Akibatnya, timbul golongan
pembenci Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Khawarij.56
2. Pola Pendidikan
Masa enam tahun dengan situasi pemerintahan yang tidak stabil ini,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa ini mendapat hambatan,
53 Amin, Sejarah Peradaban, hlm. 109.
54 Ibid., hlm. 110.
55 Yatim, Sejarah, hlm. 39.
56 Sulthan Fatoni, Peradaban Islam; Disain Awal Peradaban, Konsolidasi Teologi
Konstruk Pemikiran dan Pencarian Madrasah (Jakarta: eLSAS, cet. 3, 2011), hlm.
31.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khulafaur rasyidin merupakan sahabat Nabi yang mempunyai kepribadian yang mulia
dengan selalu menjunjung panji agama Islam. Mereka merupakan teladan bagi umat Muslim
dalam bermuamalah dengan Allah dan masyarakat. Perkembangan peradaban Islam pada
masa khulafaurrasyidin mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut ditandai dengan
pembangunan di berbagai bidang, misalnya perluasan wilayah kekuasaan, pertahanan militer,
pembangunan armada angkatan laut, pembentukan lembaga baitul mal, pembangunan sarana
ibadah, pembukuan al quran, pengembangan ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
Pada masa khulafaur rasyidin, Islam dijadikan sebagai dasar negara. Apa yang
diperintahkan oleh agama diyakini sebagai kebenaran mutlak dan mereka tidak ragu terhadap
ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam menjadi ruh dari pada perjuangan mereka. Berbagai
kebijakan politik yang bermanfaat mereka lakukan dengan asas demokrasi dan kemaslahatan
bersama. Usaha-usaha mereka menjadikan peradaban Islam mulai berkembang pesat dan
disegani sebagai salah satu kekuatan dunia, setelah Romawi dan Persia.
B. Saran
Adapun saran penulis ditujukan kepada:
1. Kepada mahasiswa agar dapat mengetahui lebih dalam tentang
sejarah dan peradaban Islam pada masa pemerintahan khulafaur
rasyidin. Harapan penulis agar mahasiswa atau generasi selanjutnya
dapat mengembangkan pembahasan akan hal ini secara lebih luas
dalam suatu jurnal atau karya ilmiah dengan lebih sempurna
2. Kepada masyarakat agar dapat menambah wawasan mengenai
sejarah serta aspek-aspek peradaban Islam pada masa pemerintahan
khulafaur rasyidin
26
DAFTAR PUSTAKA
Abdu al-Daim, Abdullah. 1973. al-Tarbiyah Abra al-Tarikh Min al-Ushur alQadimah Ila Awail al-Qarn al-Isyrin, cet. 5. Bairut: Darul al-Ilm Li alMalayin.
Abdurrahman, Dudung. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasiik
hingga Modern Yogyakarta: LESFI.
Abu Sinn, Ahmad Ibrahim. 1996. Manajemen Syariah. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Amin, Ahmad. 1987. Islam dari Masa ke Masa, cet. 1. Bandung: CV
Rusyda.
Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Fatoni, Sulthan. 2011. Peradaban Islam: Disain Awal Peradaban,
Konsolidasi Teologi Konstruk Pemikiran dan Pencarian Madrasah, cet.
3. Jakarta: eLSAS.
Haekal, Muhammad Husain. 2009. Abu Bakar As-Shiddiq, cet. 9. Jakarta:
PT. Pustaka Litera Antarnusa.
Hafidz. 2002. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, (Penj.
Abu Ishan al-Atsari). Jakarta: Darul Haq.
Hassan, Hassan Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Yogyakarta: Kota Kembang.
Karim, M. Abdul. 2014. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 5.
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta: UI
Press.
Nizar, Syamsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Numan, Syibli. 1981. Umar Yang Agung. Bandung: Pustaka Bandung.
________. 1987. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, cet. 5. Jakarta:
Pustaka Alhusna.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Syalabi, Ahmad. 1982. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka alHusna.
Yasu'i, Luis Ma'luf. 1937. Kamus al-Munjid. Bairut: T. P.
27
Yatim, Badri. 1997. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidayakarya
Agung.
http://mozaik.inilah.com/read/detail/2148529/si-jujur-wakil-ali-bin-abithalib-dalam-tahkim#sthash.HdDfVM4r.dpuf, diakses 13 November
2015, pukul 15.50.
28
https://www.academia.edu/6402078/Islam_Pada_Masa_Kholifah_Abu_B
akar_Ash-Shiddiq
http://majelispenulis.blogspot.co.id/2011/10/sejarah-peradaban-islammasa-abu-bakar.html
http://anwariip28.blogspot.co.id/2014/05/resum-buku-dedisupriyadi.html
https://agantuger.wordpress.com/2014/02/02/peradaban-islam-padamasa-khulafaur-rasyidin/
59 https://www.academia.edu/9290648/Khulafaur_rasyidin
29