Вы находитесь на странице: 1из 26

Trauma Tumpul Abdomen

2.2.1 Definisi
Trauma tumpul abdomen merupakan trauma pada perut tanpa penetrasi
kedalam rongga peritoneum. Benturan benda tumpul pada abdomen dapat
menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi, atau pada organ padat
berupa perdarahan.3
2.2.2 Insidensi
Satu tinjauan dari National Pediatric Trauma Registry oleh Cooper dkk
melaporkan bahwa 8% dari pasien (total = 25301) telah cedera abdominal. 83%
dari cedera mereka disebabkan karena mekanisme trauma tumpul. 59% dari
trauma tumpul tersebut berhubungan dengan kecelakaan mobil.
Tinjauan dari Singapura menjelaskan trauma sebagai penyebab kematian
terkemuka pada usia 1-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas, luka bacokan, dan jatuh
dari ketinggian merupakan penyebab terjadinya trauma tersebut. Trauma tumpul
abdomen menyumbang 79% kasus tersebut. Berdasarkan data dari nasional dan
internasional angka kejadian pria dengan wanita adalah 60:40. Usia Puncak
insidensi terjadi pada usia 14-30 tahun.
2.2.3 Etiologi
Data internasional yang didapat dari

World Health Organization

mengindikasikan penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh
dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan mobil. Data ini mencakup
semua jenis luka, bukan luka akibat trauma tumpul abdomen saja. Penyebab
tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau
rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt).
2.2.4 Patofisiologi

41

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat


kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan objek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas
adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang
ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:3
a)

Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh


gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun
organ berongga.

b)

Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan


vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

c)

Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan


gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju)

biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas


tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar,
lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga.
Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi dua
mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi.(6) Kekuatan kompresi
dapat disebabkan dari aliran langsung atau kompresi eksternal terhadap objek

41

tetap (misalnya, putaran belt, tulang belakang). Paling sering, kekuatan yang
menghancurkan ini menyebabkan perdarahan dan hematom subcapsular ke organ
dalam yang padat. Kekuatan ini juga dapat menyebabkan cacat pada organ
berongga dan meningkatkan tekanan intraluminal secara transient, sehingga
menyebabkan ruptur. Peningkatkan tekanan yang sementara ini merupakan
mekanisme trauma tumpul pada usus kecil.
Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear
antara benda yang secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal ini
cenderung menyebabkan ruptur dari struktur penunjang pada penghubung antara
segmen bebas dan tetap. Cedera deselerasi klasik meliputi perdarahan hepatik
sepanjang ligamentum teres dan cedera intima pada arteri-arteri ginjal. Sebagai
loop usus yang berjalanan dari perlekatan mesenterik mereka, trombosis dan
perdarahan mesenterik, cedera pembuluh darah splanchnic dapat terjadi.
2.2.5 Klasifikasi
Cedera tumpul abdomen dibagi menjadi:3
a) Benturan benda tumpul, dengan akibat:
1) Perforasi pada organ visera berongga.
2) Perdarahan pada organ visera padat.
b) Cedera kompresi, dengan akibat:
1) Robekan dan hematom pada organ visera padat.
2) Ruptur pada organ visera berongga, karena peningkatan tekanan
intraluminer.
c) Cedera perlambatan (deselerasi), dengan akibat:
Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/penyokong
2.2.6 Komplikasi3
a)

Ruptur diaphragma

b)

Kontusi bokong dan panggul

c)

Kontusio abdomen, pinggang, dan inguinal

d)

Kontusio perineum dan genital

41

e)

Ekskoriasi, laserasi superficial-multiple di abdomen, pinggang, dan


panggul

f)

Ruptur limpa

g)

Ruptur pankreas

h)

Ruptur hepar dan kandung empedu

i)

Ruptur gaster, intestine, kolon, maupun rectum

j)

Hematoma retroperitoneum

k)

Ruptur atau kontusio ginjal

l)

Ruptur kandung kemih, ureter, atau ginjal

m)

Ruptur ovarium, tuba fallopi, atau uterus

n)

Ruptur organ intrapelvis multiple

o)

Ruptur kelenjar adrenal

p)

Ruptur kelenjar prostat

q)

Ruptur vesikula seminalis

r)

Ruptur vas deferens

2.2.7 Diagnosis
Anamnesis3,4
Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:
a)

Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul

b)

Jatuh dari ketinggian

c)

Tindakan kekerasan atau penganiayaan

d)

Cedera akibat hiburan atau wisata

Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan dalam
anamnesis pasien:4
a.

A llergies

b.

M edications

c.

P ast medical history

d.

L ast meal or other intake

e.

E vents leading to presentation

41

Pemeriksaan Fisik3,4
a. Inspeksi
1)

Perhatikan abdomen pasien untuk melihat adanya tanda-tanda


luka luar, seperti abrasi dan atau ekimosis.

2)

Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma


intra abdominal (lap belt abrasions, steering wheelshaped contusions),
dari hasil pembelajaran lap belt marks berhubungan dengan rupturnya
usus halus dan meningkatkan insidensi dari luka pada intraabdominal
lainnya.

3)

Observasi pernapasan pasien, karena pernapasan abdominal


mengindikasikan adanya trauma pada sistem spinal. Perhatikan juga
adanya tanda-tanda distensi dan perubahan warna pada daerah abdomen.

4)

Cullen

sign

(ekimosis

periumbilikal)

mengindikasikan

perdarahan retroperitoneal, namun biasanya tanda ini tidak langsung


positif. Jika ditemukan memar dan bengkak pada daerah panggul kita
harus curiga kearah trauma retroperitoneal.
5)

Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk melihat adanya


luka, perdarahan, dan hematom pada jaringan ikat longgar

b) Auskultasi
1) Bising usus bias normal, menurun, atau hilang.
2) Abdominal bruit menandakan adanya penyakit sistem vaskuler

yang

mendasari atau adanya traumatic arteriovenous fistula.


3) Bradikardia mengindikasikan adanya cairan bebas intraperitoneal pada
pasien dengan trauma abdomen.
c) Palpasi
1) Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan hati-hati sambil melihat
respon dari pasien. Perhatikan adanya massa abnormal, tenderness , dan
deformitas.
2) Konsistensi yang padat dan pucat dapat menunjukkan adanya perdarahan
intraabdominal.

41

3) Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga thoraks bagian bawah


mengindikasikan kemungkinan adanya cedera lien atau hepar yang
berhubungan dengan cedera costa bawah.
4) Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya luka pada traktus urinarius
bagian bawah, seperti juga pada pelvis dan hematom retroperitoneal.
fraktur terbuka pelvis juga mengindikasikan potensi cedera pada traktus
urinarius bagian bawah cedera serta hematom panggul dan retroperitoneal.
Fraktur pelvis terbuka juga berhubungan dengan angka mortalitas yang
melebihi 50%.
5) Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis vagina untuk mengidentifikasi
kemungkinan perdarahan atau cedera.
6) Lakukan

pemeriksaan

sensorik

dari

dada

dan

abdomen

untuk

mengevaluasi kemungkinan terjadinya cedera saraf tulang belakang.


Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai dengan akurat dari abdomen
melalui berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.
7) Distensi abdomen dapat merupakan akibat dari dilatasi sekunder gaster
yang berhubungan dengan ventilasi atau menelan udara
8) Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera memberi kesan adanya
kebocoran isi usus. Peritonitis karena perdarahan intraabdominal dapat
berkembang setelah beberapa jam.
d) Perkusi
1)

Percussion tenderness merupakan tanda peritoneal

2)

Tenderness

mengindikasikan

evaluasi

lebih

lanjut

dan

kemungkinan konsultasi bedah


3)

Perkusi region thoraks bagian bawah bisa normal, redup, atau


timpani.

4)

Pekak hati bisa positif maupun negatif.

5)

Nyeri ketok dinding abdomen.

6)

Tes undulasi atau shifting dullness bisa positif maupun negatif.

Pemeriksaan Penunjang

41

a. Pemeriksaan Laboratorium3
Pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan meliputi glukosa darah,
complete blood count (CBC), kimia darah, amylase serum, urinalisis, pemeriksaan
koagulasi, tipe golongan darah, etanol darah, analisa gas darah, dan tes kehamilan
(untuk wanita-wanita usia reproduksi).

Complete blood count

Kadar hemoglobin dan hematokrit yang normal tidak menyingkirkan


adanya perdarahan. Sampai volume darah diganti dengan cairan
kristaloid atau efek hormonal ( seperti hormon drenocorticotropic
[ACTH], aldosterone, antidiuretic hormone [ADH]) dan terjadi
pengisian transkapiler, anemia tidak akan terjadi. Jangan tidak memberi
transfusi pada pasien yang hasil hematokritnya relatif normal (>30%)
tetapi ada bukti klinis shock, cedera serius (contoh: fraktur pelvis
terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan secara terus menerus.

Penggunaan transfuse platelet untuk mengobati pasien dengan


thrombocytopenia platelet count <50,000/mL dan perdarahan terus
menerus.

Hemoglobin dan hematokrit yang cepat dideteksi berguna untuk


mengetahui defisit volume dan hemodilusi dan berguna untuk
mengidentifikasi anemia

Tes Fungsi hepar

LFT mungkin berguna untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen,


namu tes ini juga bisa tinggi akibat penggunaan alkohol.

Kenaikan

kadar

aspartate

aminotransferase

(AST)

or

alanine

aminotransferase (ALT) lebih dari 130 U menandakan adanya perlukaan


di hepar.

Lactate dehydrogenase (LDH) and kadar bilirubin tidak spesifik untuk


indikator pada trauma hepar.

Pemeriksaan Kadar amilase

41

Masih kontroversi tentang penting atau tidaknya untuk dilakukan


pemeriksaan kadar amilase pada trauma tumpul abdomen.

Kenaikan kadar amilase dalam waktu 3-6 jam post trauma biasanya lebih
akurat untuk menentukan adany perlukaan pada pankreas.

Walaupun trauma pada pankreas dapat tidak ditemukan dengan CT scan


segera setelah trauma, namun dapat diidentifikasi jika dilakukan scan
ulang 36-48 jam kemudian.

Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa termasuk


pada trauma abdomen dan atau pelvis, gross hematuria, mikroskopik
hematuria, dan penurunan output urine.

Dapat dilakukan contrast nephrogram dengan utilizing intravenous


pyelography (IVP) atau CT scan dengan kontras intravenous

Gross hematuria mengindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan lebih


lanjut, termasuk dengan cystography dan IVP atau CT scan memakai
kontras dari abdomen.

Periksa kadar serum atau urine pregnancy test pada wanita dengan masa
subur.

Faktor pembekuan darah


Mendapatkan PT / aPTT pada pasien yang memiliki riwayat darah dyscrasia
(misalnya, hemofilia), yang memiliki masalah sintetis (misalnya, sirosis), atau
yang mengkonsumsi obat anticoagulant (misalnya, warfarin, heparin).

Golongan darah, skrining, dan crossmatch.

Skrining dan jenis darah dari semua pasien yang diduga cedera trauma
tumpul abdomen. Jika cedera sudah diidentifikasi, praktik ini sangat
mengurangi waktu yang diperlukan untuk crossmatch.

Lakukan crossmatch awal minimum 4-6 unit bagi pasien tersebut dengan
bukti

yang

jelas

dari

cedera

hemodinamik.

41

abdominal

dan

ketidakstabilan

Sampai crossmatched darah tersedia, memanfaatkan O-negatif atau jenis


darah yang spesifik.

Kadar Analisis Gas Darah (ABG)

Kadar ABG dapat memberikan informasi penting pada korban trauma.


Selain informasi tentang oksigenasi (contoh: PO 2, SaO2) dan ventilasi
(PCO2), tes ini memberikan informasi berharga tentang pemberian
oksigen.

Pasien syok yang diduga asidosis laktat

Defisit dasar sedang (yakni, lebih dari -5 mEq) menunjukkan perlunya


resusitasi yang agresif dan penetapan yang etiologi.

Usaha untuk meningkatkan penyaluran oksigen sistemik dengan


memastikan SaO2

yang adekuat (yakni,> 90%) dan memperoleh

volume resusitasi dengan kristaloid dan, jika diindikasikan, darah.

ABG memberi tahukan kadar hemoglobin total lebih cepat daripada


CBC.

Skrining obat dan alkohol

Lakukan skrining obat dan alcohol pada pasien-pasien trauma yang


memiliki penurunan kesadaran

Pemeriksaan darah dapat mengukur kadar alkohol

b. Pemeriksaan Radiologi3

Foto Rontgen

Pada penderita dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan rontgen


abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi
tulang

punggung)

mungkin

berguna

untuk

mengetahui

udara

ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,


yang keduanya memerlukan laparotomy segera.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan


adanya cedera retroperitoneum.

41

Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang


punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral
decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal (ATLS,
1997)

Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

Cepat, tetapi invasive, dan sangat berperan dalam menentukan


pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan kepada penderita dan 98%
dianggap sensitive untuk perdarahan intra-peritoneum.

Keistimewaannya dapat dilakukan pada situasi:

perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alkohol,


penggunaan obat terlarang

perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang

cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul,


tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)

pemeriksaan fisik yang meragukan

Kontraindikasi mutlak: bila ada indikasi untuk laparotomy (celiotomy).

Kontraindikasi relatif: operasi abdomen sebelumnya, kegemukan yang


tidak sehat, sirosis yang lanjut, dan koagulopati yang telah ada
sebelumnya.

Gambar 2.2 Peritoneal Lavage

41

Ultrasonografi atau Sonogram

(FAST) telah digunakan dalam evaluasi pasien trauma di Eropa


lebih dari 10 tahun dan semakin mendapatkan penerimaan di Amerika
Serikat. Akurasi diagnostic FASTs umumnya sama dengan selaput
lavage (dpl). Studi di Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir
telah menunjukkan sonografi sebagai pendekatan yang noninvasive
untuk

mengevaluasi

hemoperitoneum

dengan

cepat.

Studi

menunjukkan tingkat ketergantungan operator, namun beberapa


penelitian telah menunjukkan bahwa dengan struktur sesi belajar,
bahkan novice operator dapat mengidentifikasi cairan bebas intraabdominal, terutama jika jumlah cairan lebih dari 500 mL.

Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen yang terisolasi


dan cedera multisistem, ultrasonografi yang dilakukan oleh seorang
sonographer berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi cairan
bebas intraperitoneal. Sensitivitas untuk cedera organ solid yang tidak
berkapsul adalah sedang dalam penelitian. Cedera viscus berongga
jarang diidentifikasi, namun bebas cairan dapat dilihat dalam kasus ini.
Untuk pasien-pasien dengan nyeri yang persisten atau tenderness atau
bagi berkembang menjadi gejala peritoneal, pertimbangkan FAST
sebagai pengukur komplementer untuk CT scan, dpl, atau eksplorasi.

Evaluasi FAST abdomen yang terdiri dari visualisasi dari


kantong jantung (dari gambaran subxiphoid), ruang splenorenal dan
hepatorenal (misalnya, kantung Morison), paracolic gutters, dan
kantung Douglas pada panggul. Gambaran kantung Morison paling
sensitive, terlepas dari etiologi dari cairan.

41

Gambar 2.3 Ultrasonic imaging for fluid in Morison's pouch has proven to be a
reliable method for detecting intra-abdominal hemorrhage. A. normal image. B.
This image demonstrates a fluid stripe between the right kidney and liver; this is
considered a positive study. Fluid may also be detected between loops of bowel,
as in C, or in the pelvis, as in D.

Cairan bebas, umumnya dianggap darah pada trauma abdomen,


tampak sebagai garis hitam. Cairan bebas pada pasien yang secara
hemodinamik tidak stabil menunjukkan perlunya laparotomy yang
mendadak; Namun, CT scan dapat lebih jauh mengevaluasi pasien yang
stabil dengan cairan bebas.

Sensitivitas dan spesifisitas dari studi ini berkisar antara 8595%.

Computed Tomography (CT scan)

Meskipun mahal dan berpotensi menghabiskan waktu, CT scan


sering memberikan gambar yang detil dari kelainan trauma dan dapat
membantu dalam penentuan intervensi pembedahan.

41

CT scan dapat tidak menemukan adanya cedera diafragma dan


perforasi dari GI tract, terutama bila CT scan dilakukan segera setelah
cedera. Cedera pancreas tidak dapat diidentifikasi pada awal CT scan,
tetapi biasanya ditemukan pada pemeriksaanfollow up yang dilakukan
pada pasien berisiko tinggi. Untuk pasien tertentu, endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat melengkapi CT
scan untuk menyingkirkan cedera duktus.

Keuntungan utama dari CT scan adalah spesifikasinya yang


tinggi dan digunakan sebagai pedoman pengelolaan nonoperative pada
cedera organ yang solid.

Drawbacks CT scan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk


transportasi pasien trauma dari wilayah resusitasi trauma dan waktu
tambahan yang diperlukan untuk melakukan CT scan dibandingkan
dengan FAST atau dpl. Gambaran CT yang paling baik memerlukan
kontras baik melalui mulut maupun intravena.

Gambar 2.4 A. Parenchymal destruction of the posterior aspect of the right


hepatic lobe with extravasation of blood. The image in B reveals a large
subcapsular hematoma. Both patients were successfully treated nonoperatively. C.
A blunt splenic injury with parenchymal disruption and extravasation.
Tabel 2.1 Perbandingan Pemeriksaan DPL, USG, dan CT Scan Pada Trauma
Tumpul. 3
Indikasi

DPL
Menentukan

USG
adanya Menentukan

41

CT Scan
cairan Menentukan

organ

Keuntungan

Kerugian

perdarahan bila TD bila TD


- Diagnosis cepat - Diagnosis
dan sensitive

tidak

- Akurasi 98%

dapat diulang

cedera bila TD normal


cepat, - Paling spesifik untuk

invasif,

dan cedera
- Akurasi 92-98%

- Akurasi 86-97%
Invasive, gagal untuk Tergantung operator Membutuhkan
mengetahui

cedera distorsi gas usus dan dan waktu lebih lama

diafragma atau cedera udara di bawah kulit


retro-peritoneum

Gagal
cedera

Tidak

diafragma dan pankreas

Penatalaksanaan

Survei Primer
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure), survei ini
dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.3
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas
atau tidak, jika ada obstruksi, lakukan :
a) Chin lift/ Jaw thrust
b) Suction
c) Guedel Airway
d) Intubasi trakea
Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, berikan oksigen
Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
a) Hentikan perdarahan external bila ada
b) Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
c) Beri infus cairan
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil

41

mengetahui

mengetahui cedera diafragma usus,

usus, dan pankreas


2.2.8

biaya

Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar, dapat menggunakan skor GCS atau
AVPU.
AWAKE

RESPON BICARA (VERBAL)

RESPON NYERI

TAK ADA RESPONS

Exposure
Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
immobilisasi in line harus dikerjakan.2
Alur Penanganan Trauma Tumpul Abdomen

41

Trauma Tumpul Abdomen

Hemodinamik stabil

Tanda peritonitis generalisata ada


tidakUSG : cairan bebas jel
ya

tidak

USG : Cairan Bebas

ya

ya

laparotomi

Tidak jelas

DPL

ya

tidak

Perubahan kesa
konservatif
Makroskopis he
HCt < 35 %
tidak

ya

CT-Scan

ya

tid

USG ulang (30


HCt ulang (4 ja
Observasi (8 ja

2.3 Ruptur Renal


2.3.1 Insidensi
Frekuensi terjadinya trauma ginjal tergantung pada populasi pasien. Jumlah
trauma ginjal biasanya 3% dari jumlah semua trauma yang ada di seluruh rumah
sakit dan sebanyak 10% dari total pasien yang mengalami trauma abdomen.
Pada anak-anak, umumnya lebih mudah terjadi rupture ginjal, terkait dengan
ukuran ginjal anak yang relatif besar, lebih bersifat mobile dan perirenal fat yang
minim.5
2.3.2 Etiologi

41

Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia.


Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Cedera ginjal
dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang
atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan
ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.

Jenis cedera yang

mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, ataupun luka
tembak.5
2.3.3

Anatomi
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan ukuran panjang


sekitar 11,25 cm, lebar 5,5-7,7 cm, dan tebal 2,5 cm. Sisi lateral ginjal berbentuk
cembung (convex), sedangkan sisi medialnya berbentuk cekung (concave). Pada
sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu sebagai tempat masuknya arteri renalis dan
tempat keluar vena renalis dan ureter. Hilus ginjal juga merupakan tempat struktur
sistem limfatik dan innervasi ginjal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar
anak ginjal atau glandula adrenal atau suprarenal.1,2
Ginjal dibungkus oleh tiga lapisan. Lapisan terdalam adalah jaringan fibrous
yang tipis dan mengkilat yang disebut kapsula renalis (fibrous capsule). Kapsula
renalis melindungi ginjal dari trauma dan menghambat penyebaran infeksi. Di
luar kapsul ini terdapat jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa renalis. Dan
lapisan paling luar adalah fascia renalis (fascia Gerota) yang terdiri atas jaringan
penghubung yang tebal dan irreguler. Lapisan ini membantu ginjal agar dapat
tersokong dengan baik pada peritoneum dan dinding abdomen.1,2
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan medula
ginjal. Korteks ginjal, yang berhubungan dengan kapsula renalis, tampak coklat
kemerah-merahan dan bergranula karena mengandung banyak kapiler. Sedangkan
di medula ginjal tampak lebih gelap dan terdiri atas 8-10 piramida renalis. Di
bagian apex piramida renalis dikenal dengan papilla renalis. Selanjutnya papilla
renalis akan menonjol membentuk cekungan kecil yang disebut calyx minor.
Beberapa unit calyx minor akan membentuk calyx mayor, dan beberapa calyx

41

mayor akan bersatu membentuk pelvis renalis yang berbentuk corong. Pelvis
renalis akan mengumpulkan urin yang berasal dari calyces dan membawanya
menuju ureter.1,2

Gambar 2.5 Anatomi Ginjal, (ka: potongan longitudinal)


2.3.4

Patogenesis
Ruptur ginjal adalah robek atau koyaknya jaringan ginjal secara paksa.

Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan


pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis.
Robekan ini akan memicu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya
dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera
ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara
lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.5
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi: (1) cedera minor, (2) cedera major, (3) cedera pedikel atau
pembuluh darah ginjal.5
Terdapat dua penggolongan derajat pada ruptur ginjal yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kalsifikasi trauma/cedera ginjal5
Klasifikasi pencitraan Federle

Klasifikasi AAST (American Associate

Kategori

of Surgery)
Derajat Tingkat cedera

Tingkat cedera

41

MINOR

Kontusi
Laserasi

subkapsular
korteks

(tidak 2

Laserasi korteks < 1 cm,

tidak sampai kaliks


Laserasi korteks > 1 cm,

tidak sampai kaliks


Laserasi korteks

meluas ke calyx)
II

MAJOR
Laserasi korteks (meluas ke
calyx)
CATHATROPHIC
Trauma sampai ke pedikulus
ginjal

IV

sampai

junction

atau hingga collecting system


Cedera arteri atau vena
renalis disertai perdarahan
Avulsi pedikel ginjal

SHATTERED KIDNEY
Perlukaan

hingga

corticomedullary

Ruptur ginjal
III

Kontusio dan/atau hematoma

di

pelviureteric junction

Ginjal

terbelah

(shattered

kidney)

Namun klasifikasi yang paling sering digunakan dalam pencitraan adalah


klasifikasi Federle. Sistem Federle mengkategorikan cedera ginjal menjadi empat
kelompok (minor, mayor, catastrophic, dan pelviureteric junction injuries).5

Gambar 2.6 Klasifikasi Cedera Ginjal (AAST)

41

2.3.5 Diagnosis
Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat
bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada
organ lain yang menyertainya. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya
didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat
hematuria makroskopik ataupun mikroskopik.5
Derajat cedera pada ginjal tidak selalu berbanding lurus dengan parah
tidaknya hematuria yang terjadi; hematuria makroskopik dapat terjadi pada trauma
ginjal yang ringan dan hanya hematuria ringan pada trauma mayor.5
Pada trauma mayor atau rupture pedikel sering kali pasien datang dalam
keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama
makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani
pemeriksaan IVP karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak
membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup banyak. Untuk
itu harus segera dilakukan eksplorasi laparatomi untuk menghentikan perdarahan.5
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:5
a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian
b)
c)
d)
e)

atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu
Hematuria
Fraktur costa bawah (T8-12) atau fraktur prosessus spinosus vertebra
Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
Cedera deselarasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu
lintas

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada
pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan selsel. Hematuria makroskopik atau mikroskopik seringkali ditemukan pada
pemeriksaan ini. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan
mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang
dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau
pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus

41

diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk


mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.5
Gambaran Radiologi
Adapun indikasi untuk dilakukan pemeriksaan radiologi adalah apabila
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:5
a) Luka tembus dengan hematuria
b) Trauma tumpul dengan hematuria dan hipotensi
c) Hematuria mikroskopik dengan peritoneal lavage (+)
d) Trauma

tumpul

yang

berhubungan

dengan

perlukaan

ginjal

(kontusio/hematoma di daerah pinggang, fraktur costa bagian bawah, dan


fraktur vertebra thoracolumbal)
Foto Konvensional
Pemeriksaan Intra Venous Urography (IVU) mungkin akan berguna pada
kasus ruptur ginjal. Gambaran yang terlihat adalah pembengkakan pada ginjal,
kontras yang ekstravasasi keluar, tampakan massa perdarahan juga bisa terlihat,
serta tampak kelainan ekskresi jika dibandingkan dengan ginjal sebelah.5
Apabila terdapat dugaan jumlah produksi urin yang sedikit, IVU dapat
menemukan letak kelainan dan mengestimasi jumlah kehilangan cairan tersebut.
Namun, walaupun IVU sangat mudah dan banyak digunakan, harus diingat bahwa
IVU

memberikan ekspose radiasi yang cukup

tinggi

sehingga harus

dipertimbangkan jika ingin dilakukan pada anak-anak. IVU juga harus


diperhatikan pemakaiannya pada orang-orang dengan gangguan fungsi ginjal,
neuropati, dan alergi yang mungkin akan sangat berbahaya jika menerima ekspose
radiasi.5

41

Gambar 2.7 Gambar radiografi ruptur ginjal spontan. (a) psoas line kiri terlihat
normal (panah hitam), psoas line kanan tidak terlihat (panah merah). (b,c) IVU
diambil pada menit ke-15 dan 45, terlihat ekstravasasi meluas di peripelvis dan
perirenal
Ultrasonografi (USG)
Tingkat keparahan pada trauma ginjal sangat beraneka ragam, oleh karena
itu terdapat kemungkinan terdeteksi dengan USG. Ada keadaan dimana ruptur
ginjal disebabkan oleh trauma langsung, sehingga akan didapatkan darah dan/atau
urin yang mengalami ekstravasasi ke perinephric space. Cairan-cairan tersebutlah
yang akan diidentifikasi oleh ultrasound. Jika terdapat urin maupun hematoma
yang banyak dapat dilakukan drainase secara percutaneus.5
Penggunaan USG Doppler berwarna juga dapat sangat berguna untuk
mendiagnosis ruptur ginjal. Pada pemeriksaan USG Doppler, akan terlihat seperti
semburan (jet effect) pada bagian sisi ginjal yang ruptur ketika ada sedikit
kompresi oleh urinoma.5

41

Gambar 2.8 Penampakan ruptur ginjal spontan. (a,b) terlihat defek berdiameter
4.5 mm pada pelvis renali. (c) penampakan USG Doppler berwarna, terlihat aliran
warna pada ginjal yang berhubungan dengan kompresi oleh urinoma
CT-Scan
Sejauh ini CT-Scan adalah modalitas yang paling baik untuk melihat
gambaran ruptur ginjal karena informasi yang diberikan berkaitan dengan
morfologi dan fungsional ginjal bisa didapatkan dalam satu kali pemeriksaan saja.
Pada pasien dengan trauma abdomen, pemeriksaan CT-scan lebih baik digunakan
untuk mengidentifikasi jenis dan luas perlukaan dan juga lebih bermanfaat untuk
melihat organ retroperitoneum, khususnya ginjal.5,6
Gambaran yang mungkin didapatkan pada ruptur ginjal adalah memar atau
kontusi ginjal, umunya muncul sebagai gambaran zona focal yang kurang
penyangatannya karena ekskresi tubular yang terganggu sementara. Jika terdapat
Hematoma intrarenal akan muncul sebagai area yang termarginasi sangat tipis
tanpa penyangatan. Untuk Hematoma subscapular biasanya memperlihatkan
bentuk lentikular sesuai dengan displacement yang terjadi pada korteks renalis.
Jika terdapat perdarahan minor, sisa pendarahan ekstrarenal akan tertahan pada
perirenal space dan meluas ke kompartemen-kompartemen retroperitoneal yang
saling berdekatan. Laserasi ginjal akan terlihat sebagai sebuah garis atau bentuk
irisan (wedge-shape) yang hipodens. Shattered kidney adalah laserasi
mengelilingi ginjal menghasilkan multiple fragmen.5,6

41

Gambar 2.9 Tampak ruptur renal bilateral pada pemeriksaan CT-scan potongan
axial

Gambar 2.10 Tampak hematoma mengelilingi ginjal kiri dan ekstravasasi material
kontras mengindikasikan ruptur renal

Gambar 2.11 Kontusio renalis dengan hematoma subcapsular

41

Gambar 2.12 Hematoma perinephric dan laserasi korteks renal <1 cm tanpa
ekstravasasi urin
MRI
Sebenarnya CT-scan adalah modalitas utama untuk menilai kasus
hematuria pada trauma abdomen akut. Walaupun hasil penelitian pada binatang
membuktikan bahwa MRI mempunyai keakuratan yang sama bahkan lebih
dibandingkan CT-scan, peralatan MRI ini kurang tersedia dimana-mana, serta
membutuhkan waktu yang lebih lama. Seperti halnya CT-scan, pada MRI juga
dapat terlihat ekstravasasi kontras, bahkan mampu membedakan hematoma
perirenal dan intrarenal.6
2.3.

6 Penatalaksanaan

Non-Operatif dan Konservatif


Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan
adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut,
penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urin pada pemeriksaan
urine serial. Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda perdarahan atau
kebocoran urine yang menimbulkan infeksi penurunan hemodinamik, harus
segera dilakukan tindakan operasi.5
Operatif
Penanganan operatif pada ruptur ginjal ditujukan pada trauma ginjal mayor
dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya, mungkin
dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan

41

vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi
total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.5
2.3.

7 Prognosis
Dengan follow-up yang dilakukan secara hati-hati, kebanyakan kasus

ruptur ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan proses penyembuhan yang
berlangsung secara spontan dan mengembalikan fungsi ginjal. Pengawasan
terhadap excretory urography dan tekanan darah juga dapat menjamin deteksi dan
manajemen yang tepat akan kejadian hidronefrosis dan hipertensi.5

1. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. 2012.


2. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Edisi 21. Jakarta: EGC.
2003.
3. Legome
EL.
Blunt
Abdominal
Trauma.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview#showall pada
tanggal 2 September 2015. 2015
4. American Trauma life Support for Doctors, Ninth Edition. 2012
5. Lusaya
DG.
Renal
Trauma.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/440811-overview#showall
pada
tanggal 2 September 2015. 2014
6. Harbison
H.
Renal
Trauma.
Diunduh
dari
http://eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/genito/Harbison.pdf.
pada tanggal 2 September 2015. 2002
7. Khan
AN.
Liver
Trauma
Imaging.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall
pada
tanggal 2 September 2015. 2013
8. Zargar M, Laal M. Liver Trauma: Operative and Non-Operative
Management. International Journal of Collaborative Research on Internal
Medicine & Public Health. 2014: Vol. 2 No 4 . Diunduh dari
http://www.iomcworld.com/ijcrimph/files/v02-n04-03.pdf pada tanggal 2
September 2015.

41

Вам также может понравиться