Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KATA PENGANTAR
Segala puji dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas telah dapat
diselesaikannya penulisan analisis ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah
setiap
negara
untuk
mengenakan
tindakan
pengamanan
perdagangan untuk melindungi produsen domestik dari barang impor pada kondisi
Kami menyadari bahwa analisis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 1
I.1. Latar Belakang.......................................................................................................................................... 1
I.2. Tujuan Penelitian .................................................................................................................................... 2
I.3. Ruang Lingkup Analisis ........................................................................................................................ 2
I.4. Metodologi Analisis ................................................................................................................................ 3
V. PENUTUP ..............................................................................................................................................28
V.1. Kesimpulan.............................................................................................................................................29
V.2. Rekomendasi .........................................................................................................................................30
PENDAHULUAN
pada kondisi tertentu. Tindakan pengamanan tersebut dapat berupa tindakan antidamping, safeguard, atau anti-subsidi. Tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan
ditujukan untuk mengatasi impor yang tidak sehat dari negara tertentu yang masuk ke
impor suatu produk (dalam persaingan dagang yang sehat) yang menyebabkan
kerugian bagi industri domestik yang memproduksi barang sejenis.
ekspor suatu negara dapat merugikan produsen domestik yang berorientasi ekspor, tak
terkecuali bagi Indonesia. Data WTO menunjukkan bahwa selama periode 1995-2012
setidaknya tercatat 171 kasus dumping dan 16 kasus subsidi yang dituduhkan kepada
Indonesia. Meskipun jumlah kasus dalam beberapa tahun terakhir cenderung menurun,
Eropa dalam waktu yang bersamaan. Apabila tindakan anti-dumping, tindakan imbalan,
dan safeguard yang dikenakan terhadap Indonesia terus berlanjut, maka hal tersebut
tentu saja akan bermuara pada terhambatnya pencapaian target ekspor nasional.
Kinerja ekspor sangat penting bagi Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,
terlebih untuk mengimbangi tingginya laju impor beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan hal tersebut, kajian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
nasional. Dalam hal ini, diperlukan perhitungan mengenai taksiran besaran kerugian
nilai ekspor apabila pemerintah Indonesia tidak berhasil memperjuangkan akses pasar
di negara tujuan ekspor. Pengalaman pelaku usaha yang terkena tindakan pengamanan
perdagangan di negara tujuan ekspor juga sangat penting untuk mengetahui gambaran
yang komprehensif mengenai dampak yang ditimbulkan oleh hambatan perdagangan
tersebut. Analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pengambil
kebijakan akan pentingnya upaya-upaya pengamanan ekspor Indonesia. Selanjutnya,
hasil rekomendasi diharapkan dapat membantu Kementerian Perdagangan dalam
meningkatkan peranya dalam memfasilitasi produsen domestik yang mengalami
hambatan perdagangan di luar negeri serta mengamankan pasar ekspor Indonesia di
dunia.
1.
2.
adalah upaya-upaya
yang dilakukan
pemerintah Indonesia
Cq.
Kementerian
upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan pada tahun 2012-2013. Data
sekunder digunakan untuk menaksir seberapa besar potensi nilai yang akan hilang
(kerugian nilai ekspor) jika usaha pengamanan perdagangan tidak berhasil. Sementara,
turun lapang (interview) ditujukan terhadap pelaku usaha yang terkena tuduhan
maupun telah dikenakan tindakan pengamanan definitif di negara tujuan ekspor.
rendah dari harga yang normal yang dipasarkan di dalam negerinya, maka tindakan
tersebut disebut sebagai dumping. Apakah hal ini termasuk dalam persaingan tidak
sehat? Terdapat beragam opini terkait hal tersebut, tetapi banyak pemerintah
mengambil tindakan dumping untuk melindungi industri dalam negeri mereka.
dapat atau tidak dapat bereaksi (ketentuan) terhadap dumping - sering disebut
"Perjanjian Anti-Dumping".
di mana terdapat kerugian material pada industri dalam negeri yang bersaing. Untuk
melakukan hal tersebut, pemerintah harus mampu menunjukkan bahwa dumping
WTO untuk mengambil tindakan terhadap dumping. Selain itu, terdapat Perjanjian AntiDumping yang memperjelas dan memperluas Pasal 6 dan keduanya berlaku bersamasama. Ketentuan-ketentuan tersebut memungkinkan negara-negara untuk bertindak
yang umumnya akan merusak prinsip-prinsip GATT terkait tarif yang mengikat dan
prinsip non-diskriminasi antara mitra dagang.
pengenaan bea masuk tambahan pada produk tertentu dari suatu negara pengekspor
dalam rangka mendekatkan harga ekspor dengan "nilai normal" atau untuk menghapus
kerugian industri dalam negeri di negara pengimpor.
metode ini tidak dapat digunakan, dua alternatif yang tersedia, yaitu harga yang
dikenakan oleh eksportir di negara lain atau perhitungan berdasarkan kombinasi dari
biaya produksi eksportir, biaya terkait lainnya, dan margin keuntungan normal.
Perjanjian tersebut juga menentukan bagaimana perbandingan yang adil dapat dibuat
antara harga ekspor dan apa yang akan menjadi harga normal
Perhitungan tingkat dumping pada suatu produk tidaklah cukup. Tindakan anti-
pengimpor. Oleh karena itu, penyelidikan rinci harus dilakukan sesuai dengan aturan
yang ditetapkan terlebih dahulu. Penyelidikan harus mengevaluasi semua faktor
menunjukkan bahwa dumping telah berlangsung dan industri dalam negeri mengalami
kerugian (injury), perusahaan ekspor dapat secara sukarela menaikkan harga ke tingkat
yang disepakati untuk menghindari bea masuk anti-dumping.
dumping harus dimulai, bagaimana investigasi yang akan dilakukan, dan kondisi untuk
memastikan bahwa semua pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk
mengajukan bukti. Tindakan anti-dumping harus berakhir lima tahun setelah tanggal
pengenaan, kecuali penyelidikan menunjukkan bahwa mengakhiri tindakan antidumping akan menyebabkan kerugian.
dari 2% dari harga ekspor produk). Kondisi lain juga telah diatur. Sebagai contoh,
investigasi juga harus berakhir jika volume impor barang dumping sangat kecil (yaitu
jika volume impor dari satu negara kurang dari 3% dari total impor produk tersebut).
Namun demikian, penyelidikan bisa dilanjutkan jika beberapa negara yang masing4
masing memasok kurang dari 3% impor tersebut secara kumulatif mencapai 7% atau
lebih dari total impor).
Perjanjian
tersebut
mengatur
bahwa
negara-negara
anggota
harus
menginformasikan Komite Praktek Anti-Dumping tentang semua tindakan antidumping dari awal hingga akhir proses, segera dan secara rinci. Mereka juga harus
melaporkan semua penyelidikan dua kali setahun. Ketika perbedaan pendapat muncul,
anggota didorong untuk saling berkonsultasi. Jika masih belum puas dengan hasil
konsultasi, mereka juga dapat menggunakan prosedur penyelesaian sengketa WTO.
II.2. Ketentuan Umum Safeguard
untuk mengambil tindakan safeguard untuk melindungi suatu industri dalam negeri
dari peningkatan impor yang tak terduga untuk produk apa pun yang menyebabkan,
atau yang mungkin menyebabkan, kerugian serius (injury) untuk industri tersebut.
Perjanjian tersebut telah mematahkan aturan dasar dalam pengenaan tindakan
mengenai kerugian serius. Durasi dari tindakan sementara tersebut tidak akan melebihi
200 hari.
Perjanjian menetapkan kriteria untuk kerugian serius (serious injury) dan faktor-
faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan dampak dari impor. Tindakan
safeguard harus diterapkan hanya sejauh yang diperlukan untuk mencegah atau
memulihkan kerugian serius dan untuk memfasilitasi penyesuaian. Jika nantinya
direkomendasikan untuk dikenakan pembatasan kuantitatif (kuota) impor, maka
jumlah kuota yang ditetapkan tidak boleh kurang jumlah impor rata-rata selama tiga
tahun terakhir, kecuali dengan pembenaran/justifikasi yang jelas untuk ditetapkan pada
tingkat yang berbeda dalam rangka mencegah atau memperbaiki kerugian serius.
anggota-anggota yang lain, khususnya dengan negara anggota WTO yang memiliki
ketertarikan yang besar untuk memasok produk yang bersangkutan. Biasanya, alokasi
kuota didasarkan pada proporsi jumlah total atau nilai produk impor selama periode
dengan Komite Safeguard) bahwa impor dari pihak-pihak tertentu telah meningkat
secara tidak proporsional terhadap peningkatan total impor. Durasi tindakan safeguard
dalam kasus ini tidak boleh melebihi empat tahun.
Secara umum, durasi tindakan pengamanan tidak boleh melebihi empat tahun
meskipun ini bisa diperpanjang hingga maksimal delapan tahun, apabila dibutuhkan
diperpanjang dengan penetapan oleh pejabat yang berwenang dan jika ada bukti bahwa
kembali untuk produk yang telah dikenakan safeguard sebelumnya setelah periode
sebanding dengan setengah dari durasi pengenaan safeguard sebelumnya, tunduk pada
periode non-aplikasi setidaknya dua tahun.
Tindakan safeguard tidak akan berlaku untuk produk dari anggota negara
berkembang, jika bagian dari anggota negara berkembang pada impor produk yang
bersangkutan tidak melebihi 3%, dan bahwa negara berkembang yang pangsa impornya
kurang dari 3% secara kolektif tidak melebihi 9% dari total impor produk yang
bersangkutan. Suatu negara berkembang memiliki hak untuk memperpanjang masa
penerapan tindakan safeguard untuk jangka waktu hingga dua tahun di luar waktu
maksimum normal.
kompensasi untuk tindakan safeguard. Apabila konsultasi tidak berhasil, anggota yang
terkena safeguard dapat menarik konsesi yang setara atau kewajiban lain di bawah
GATT 1994. Namun, tindakan tersebut tidak diperbolehkan untuk tiga tahun pertama
dari tindakan safeguard jika sesuai dengan ketentuan perjanjian, dan diambil sebagai
hasil dari peningkatan mutlak atas impor.
diatur tersendiri dalam Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Countervailing yang
dimaksudkan untuk mengembangkan Agreement on Interpretation and Application
Pasal VI, XVI dan XXIII yang dinegosiasikan dalam Putaran Tokyo (Tokyo Round
Subsidies Code). Berbeda dengan peraturan sebelumnya, perjanjian tersebut
memperkenalkan definisi subsidi dan memperkenalkan konsep subsidi khusus. Definisi
subsidi mengandung tiga elemen dasar yang harus terpenuhi, yaitu: (i) kontribusi
keuangan (ii) oleh pemerintah atau badan publik dalam wilayah anggota WTO (iii) yang
memberikan manfaat. Dengan kata lain, subsidi yang tersedia hanya untuk suatu
perusahaan atau industri atau kelompok perusahaan atau industri dalam yurisdiksi
kewenangan pemberian subsidi.
Kedua kategori subsidi dilarang karena hal tersebut dirancang untuk secara langsung
mempengaruhi perdagangan dan dengan demikian dimungkinkan memiliki efek buruk
pada kepentingan anggota lainnya. Fitur utama perjanjian ini termasuk penjadwalan
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh badan Penyelesaian Sengketa, dan jika
ditemukan bahwa subsidi tersebut memang dilarang, maka harus segera ditarik. Jika hal
ini tidak dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan, anggota yang melakukan
komplain berhak untuk mengambil tindakan penanggulangan (countermeasures).
Kategori kedua adalah subsidi yang dapat ditindak (actionable). Perjanjian ini
menetapkan bahwa tidak ada negara anggota WTO yang melalui penggunaan subsidi
menyebabkan efek samping bagi kepentingan negara anggota lainnya, yaitu kerugian
industri dalam negeri dari negaralain, pembatalan atau gangguan dari manfaat yang
diperoleh secara langsung atau tidak langsung dengan negara anggota yang
menandatangi Perjanjian Umum GATT (khususnya manfaat dari konsesi tarif terikat),
dan prasangka yang serius (serious prejudice) bagi kepentingan anggota lain. Prasangka
serius harus dianggap ada pada subsidi tertentu termasuk ketika total ad valorem
subsidi produk melebihi 5%. Dalam situasi seperti ini, beban pembuktian ada pada
Kategori ketiga yaitu subsidi yang tidak dapt ditindak (non-actionable), baik
berupa subsidi non-spesifik ataupun subsidi khusus yang melibatkan bantuan terhadap
penelitian sektor industri dan kegiatan pembangunan pra-kompetitif, bantuan kepada
daerah tertinggal, atau jenis bantuan tertentu untuk menyesuaikan fasilitas yang ada
jumlah subsidi juga diatur dalam ketentuan sebagai dasar untuk penentuan kerugian
pada industri dalam negeri. Semua faktor ekonomi yang relevan harus diperhitungkan
dalam menilai keadaan suatu industri dan hubungan sebab akibat harus terpenuhi
antara impor bersubsidi dan dugaan kerugian. Investigasi tindakan imbalan akan segera
diakhiri dalam kasus di mana jumlah subsidi adalah de minimis (subsidi kurang dari 1%
ad valorem ) atau di mana volume impor bersubsidi aktual atau potensial maupun
kerugian dapat diabaikan. Kecuali dalam keadaan luar biasa, investigasi harus dapat
disimpulkan dalam waktu satu tahun setelah inisiasi dan tidak boleh melebihi 18 bulan.
Semua bea masuk imbalan (countervailing duties) harus dihentikan dalam waktu 5
tahun dari tanggal pengenaan kecuali pihak yang berwenang menentukan bahwa
berdasarkan review menjelang berakhirnya pengenaan bea masuk imbalan akan
cenderung mengarah pada berlanjutnya atau berulangnya subsidi dan kerugian.
pembentukan WTO, dan mereka memiliki pembebasan terikat waktu dari subsidi
terlarang lainnya. Investigasi tindakan imbalan suatu produk yang berasal dari anggota
negara berkembang akan dihentikan jika tingkat keseluruhan subsidi tidak melebihi 2%
(dari negara-negara berkembang tertentu sebesar 3%) dari nilai produk, atau jika
volume impor bersubsidi kurang dari 4% dari total impor untuk produk sejenis. Untuk
negara-negara transisi, subsidi yang dilarang harus dihapus dalam jangka waktu 7
tahun sejak tanggal berlakunya perjanjian.
menerapkan trade remedy. Pada kurun waktu 1995-2012 tuduhan dumping yang
dituduhkan oleh negara anggota WTO sudah mencapai 4.230 kasus, yang melibatkan 47
negara penuduh dan 103 negara tertuduh. Menurut data WTO, pada tahun 1995
terdapat 157 kasus dumping yang dituduhkan oleh beberapa negara WTO dan pada
tahun 2011 tuduhan dumping mencapai puncaknya dengan jumlah sebanyak 372 kasus.
Sementara itu kasus tuduhan dumping pada tahun-tahun berikutnya cenderung
menurun dengan trend -3,6% per tahun. Pada tahun 2012 jumlah kasus dumping yang
dituduhkan oleh negara WTO berjumlah 208 kasus, mengalami peningkatan sebesar
25% dari tahun 2011 yang hanya 166 kasus.
dumping adalah India dengan 677 kasus, Amerika Serikat dengan 469 kasus, Uni Eropa
dengan 451 kasus, Argentina dengan 303 kasus, dan Brasil dengan 279 kasus. Jika
dilihat dari pangsa jumlah kasus dumping, kurang lebih sepertiga kasus tuduhan
dumping selama 1995-2012 diinisiasi oleh tiga otoritas kepabeanan, yaitu India
9
(16,0%), Amerika Serikat (11,1%), dan Uni Eropa (10,7%). India menempati urutan
pertama penuduh dumpin dengan rata-rata tuduhan sebanyak 38 kasus per tahun.
Tabel 1.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Negara
Dari total 4.230 tuduhan dumping selama 1995-2012, kurang lebih setengahnya
saja (2.719 kasus) yang dapat dibuktikan terjadinya dumping dan benar-benar
dikenakan tindakan anti-dumping. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa meskipun telah
terjadi penurunan tarif impor namun hambatan perdagangan di dunia masih ada. Empat
negara teratas yang paling banyak mengenakan tindakan anti-dumping memiliki urutan
yang sama sebagaimana negara yang menuduh dumping. Negara-negara tersebut adalah
India, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Argentina. Sementara itu, Brasil yang menempati
urutan ke-5 negara penuduh dumping dengan 279 kasus ternyata menempati peringkat
ke-7 negara yang mengenakan tindakan anti-dumping dengan 133 kasus. Dalam hal ini,
Brasil sangat aktif dalam melindungi industri dalam negerinya dari praktek
perdagangan yang tidak adil (unfair) dengan menginisiasi tuduhan dumping ke
negareksportir meskipun kasus yang terbukti dumping hanya setengahnya saja.
10
Tabel 2.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Negara
Total
India
United States
European Union
Argentina
China
Turkey
Brazil
South Africa
Canada
Australia
Mexico
Korea, Republic of
Egypt
Peru
Indonesia
100,0
18,7
11,5
10,5
7,9
5,7
5,4
4,9
4,7
3,9
3,6
3,3
2,6
1,9
1,8
1,6
151
28
17
16
12
11
10
8
9
7
6
6
6
4
3
3
Negara anggota WTO yang paling banyak dituduh dumping adalah China
dengan 916 kasus, atau 21,7% dari keseluruhan kasus selama periode 1995-2012. Hal
ini berarti China rata-rata dituduh 51 kasus dumping per tahunnya. Tuduhan yang
dumping hanya terlilit kasus dumping rata-rata 17 kasus per tahun. Selama periode
1995-2012 Korea Selatan menghadapi 306 kasus tuduhan dumping atau sepertiga dari
jumlah kasus yang dituduhkan kepada China. Sementara itu, Amerika Serikat yang
termasuk kelompok negara maju juga terkena tuduhan dumping yang tidak sedikit,
mencapai 306 kasus.
Tabel 3.
11
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Negara
Total
China
Korea, Republic of
United States
Taipei, Chinese
Thailand
Indonesia
Japan
India
Russian Federation
Brazil
100,0
21,7
7,2
5,8
5,5
4,1
4,0
4,0
3,9
3,0
2,7
235
51
17
14
13
10
10
10
9
7
6
selama periode 1995-2012 dengan 664 kasus. Sebanyak 24,4% dari seluruh tindakan
anti-dumping dikenakan kepada produk ekspor China. Sepuluh negara yang paling
sering dikenakan tindakan anti-dumping sama dengan 10 negara yang paling sering
dituduh dumping, meskipun dengan urutan yang bervariasi. Negara-negara maju seperti
Taiwan, Amerika Serikat, dan Jepang juga tak luput dari tindakan anti-dumping dengan
jumlah kasus masing-masing sebanyak 149 kasus, 145 kasus, dan 122 kasus.
Tabel 4.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Negara
Total
China
Korea, Republic of
Taipei, Chinese
United States
Japan
Thailand
Indonesia
Russian Federation
India
Brazil
100,0
24,4
6,7
5,5
5,3
4,5
4,1
3,8
3,8
3,6
3,0
151
37
10
8
8
7
6
6
6
5
5
12
komoditi logam dasar dikenakan dumping kurang lebih sebanyak 43 kasus. Produk lain
yang juga banyak dikenakan tindakan anti-dumping adalah produk industri kimia
dengan 585 kasus sepanjang periode 1995-2012, atau sebanyak 33 kasus per tahun.
Tabel 5.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
28,3
21,5
12,4
8,8
8,4
4,5
3,4
2,4
1,7
1,7
1,4
1,3
1,2
1,1
1,0
0,8
0,1
0,1
100,0
42,7
32,5
18,8
13,3
12,7
7,6
5,2
4,0
3,6
3,5
2,4
2,8
2,7
2,1
2,3
2,3
1,0
1,0
151,1
negara-negara anggota WTO. India merupakan negara yang paling banyak melakukan
inisiasi penyelidikan safeguard terhadap kenaikan lonjakan impor, dengan jumlah total
dari serbuan barang-barang impor. Bahkan, negara masju seperti Amerika Serikat juga
tidak ragu untuk menggunakan instrumen safeguard dengan kasus yang diinisiasi
sebanyak 10.
13
Tabel 6.
No.
Negara
Safeguards
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
India
Indonesia
Turkey
Jordan
Chile
Ukraine
United States
Czech Republic
Egypt
Philippines
254
29
23
17
16
13
10
10
9
9
9
Pangsa
Rata-rata
(%)
100,0
14,1
11,4
1,6
9,1
1,3
6,7
0,9
6,3
0,9
5,1
0,7
3,9
0,6
3,9
0,6
3,5
0,5
3,5
0,5
3,5
0,5
Dari 254 kasus yang dituduhkan, hanya sekitar 50% (121 kasus) yang benar-
kerugian atau mengancam industry dalam negeri negara penuduh. Secara rata-rata,
terdapat 7 kasus tindakan safeguard yang dikenakan oleh negara anggota WTO di
seluruh dunia. India tetap merupakan negara yang paling banyak mengenakan tindakan
safeguard dengan jumlah sebanyak 15 kasus, diikuti dengan Indonesia dan Turki yang
masing-masing sebanyak 13 kasus.
Tabel 7.
No.
Negara
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
India
Indonesia
Turkey
Chile
Jordan
Philippines
United States
Czech Republic
Egypt
Argentina
Safeguards
121
15
13
13
8
7
7
6
5
5
4
Pangsa
Rata-rata
(%)
100,0
7,1
12,4
0,9
10,7
0,8
10,7
0,8
6,6
0,5
5,8
0,4
5,8
0,4
5,0
0,4
4,1
0,3
4,1
0,3
3,3
0,2
dikenakan tindakan safeguard selama periode 1995-2012 dengan jumlah 26 kasus, atau
14
21,1% dari total tindakan safeguard selama periode tersebut. Urutan kedua ditempati
produk metal dasar dengan 20 kasus safeguard atau pangsa 16,3 % dari total kasus.
Tingginya tindakan safeguard terhadap produk kimia dan metal dasar menandakan
bahwa negara importer membutuhkan bahan baku untuk produksi domestiknya yang
kemungkinan tidak mampu dipenuhi di dalam negeri sehingga kedua produk tersebut
banyak diimpor.
Tabel 8.
No.
Kelompok Komoditi
Safeguards
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Total
Products of the chemical and allied industries
Base metals and articles
Prepared foodstuff; beverages, spirits, vinegar; tobacco
Articles of stone, plaster; ceramic prod.; glass
Live animals and products
Vegetable products
Textiles and articles
Machinery and electrical equipment
Resins, plastics and articles; rubber and articles
Footwear, headgear; feathers, artif. flowers, fans
Mineral products
Resins, plastics and articles; rubber and articles
Hides, skins and articles; saddlery and travel goods
Miscellaneous manufactured articles
Hides, skins and articles; saddlery and travel goods
Wood, cork and articles; basketware
Paper, paperboard and articles
123
26
20
12
11
10
10
9
7
4
3
2
2
2
2
1
1
1
Pangsa
Rata-rata
(%)
100.0
7.1
21.1
1.5
16.3
1.1
9.8
0.7
8.9
0.6
8.1
0.6
8.1
0.6
7.3
0.5
5.7
0.4
3.3
0.2
2.4
0.2
1.6
0.1
1.6
0.1
1.6
0.1
1.6
0.1
0.8
0.1
0.8
0.1
0.8
0.1
telah terjadi 302 kasus tuduhan subsidi dengan rata-rata 16 kasus per tahun. Negaranegara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, dan Australia paling sering
15
Tabel 9.
No.
Negara
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
United States
European Union
Canada
Australia
South Africa
Brazil
Peru
Chile
China
New Zealand
Countervailing
302
119
67
33
15
13
7
7
6
6
6
Pangsa
(%)
100,0
39,4
22,2
10,9
5,0
4,3
2,3
2,3
2,0
2,0
2,0
Rata-rata
16,8
6,6
4,8
2,4
1,5
2,2
1,4
1,2
2,0
2,0
2,0
Dari sejumlah 302 kasus tuduhan subsidi, sebanyak 177 kasus dikenakan
tindakan imbalan. Amerika Serikat merupakan negara yang paling banyak mengenakan
tindakan imbalan selama periode 1995-2012 dengan 75 kasus, diikuti dengan Uni Eropa
dengan 40 kasus, dan Kanada 21 kasus.
Tabel 10. Negara yang Paling Banyak Mengenakan Tindakan Imbalan, 1995-2012
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Negara
Total
United States
European Union
Canada
Mexico
Brazil
Australia
Peru
South Africa
Argentina
China
Countervailing
177
75
30
21
10
7
6
5
5
4
4
Pangsa
(%)
100,0
42,4
16,9
11,9
5,6
4,0
3,4
2,8
2,8
2,3
2,3
Rata-rata
9,8
5,0
2,7
1,9
3,3
2,3
1,2
1,3
1,7
2,0
2,0
subsidi. Sementara dari sisi pihak tertudyh, negara-nega berkembang yang paling
banyak terkena tuduhan subsidi. Cina, India, dan Korea Selatan merupakan negaranegara yang paling banyak dituduh melakukan subsidi dengan jumlah masing-masing
sebanyak 62 kasus, 55 kasus, dan 19 kasus. Indonesia menempati peringkat keempat
dengan 16 kasus.
16
Negara
Countervailing
Total
China
India
Korea, Republic of
Indonesia
United States
European Union
Italy
Thailand
Argentina
Canada
82
62
55
19
16
15
13
13
12
8
8
Pangsa
(%)
100,0
75,6
67,1
23,2
19,5
18,3
15,9
15,9
14,6
9,8
9,8
Rata-rata
16,8
7,8
3,2
1,7
1,8
1,5
1,3
1,6
1,7
1,3
1,3
Apabila tuduhan subsidi dapat dibuktikan, maka otoritas yang berwenang di negara
importer dapat mengenakan tindakan imbalan yang biasanya berupa penambahan bea
masuk. China dan India merupakan negara yang paling sering dikenakan tindakan
imbalan oleh negara importer dengan kasus sebanyak 42 dan 33 kasus. Kasus yang
melibatkan kedua negara tersebut mencapai 42% dari total kasus subsidi yang
dikenakan tindakan imbalan.
Tabel 12. Sepuluh Negara yang Paling Banyak Dikenakan Tindakan Imbalan,
1995-2012
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Negara
Total
China
India
European Union
Italy
Brazil
Indonesia
Korea, Republic of
United States
France
Argentina
Countervailing
177
42
33
11
9
8
8
8
7
6
4
Pangsa
(%)
100,0
23,7
18,6
6,2
5,1
4,5
4,5
4,5
4,0
3,4
2,3
Rata-rata
9,8
6,0
2,5
1,2
1,8
2,7
1,1
1,3
1,8
1,2
2,0
Berdasarkan sector, produk metal dasar paling banyak dikenakan tindakan imbalan
dengan kasus sebanyak 82, atu 46,4% dari total tindakan imbalan selama periode 19952012. Produk selanjutnya yang banyak dikenakan tindakan imbalan adalah resin,
17
plastic, dan karet dengan 14 kasus serta bahan makanan, minuman, dan tembakau
sebanayk 13 kasus.
Kelompok Komoditi
Total
Base metals and articles
Resins, plastics and articles; rubber and articles
Prepared foodstuff; beverages, spirits, vinegar; tobacco
Products of the chemical and allied industries
Machinery and electrical equipment
Vegetable products
Textiles and articles
Mineral products
Paper, paperboard and articles
Live animals and products
Animal and vegetable fats, oils and waxes
Wood, cork and articles; basketware
Vehicles, aircraft and vessels
Articles of stone, plaster; ceramic prod.; glass
Countervailing
177
82
14
13
12
11
9
8
6
6
5
5
3
2
1
Pangsa
Rata-rata
(%)
100.0
9.8
46.3
5.5
7.9
2.0
7.3
1.9
6.8
1.5
6.2
1.6
5.1
1.8
4.5
1.3
3.4
2.0
3.4
1.5
2.8
1.3
2.8
1.0
1.7
1.0
1.1
1.0
0.6
1.0
dan eksportir yang terkena tuduhan dumping, subsidi dan safeguard, serta
berkewajiban melakukan langkah-langkah proaktif melalui penyuluhan dan informasi
kepada pelaku bisnis dan masyarakat umum.
18
pembina, atase perdagangan/ perwakilan R.I. di luar negeri, dan instansi terkait
lainnya;
Indonesia;
Petition (NCC/P);
vertifikasi;
pressure group di negara penuduh (asosiasi importir, buyer, end user, dan pihak
Pada tahun 2012, DPP Kemendag telah menangani 17 kasus yang terdiri dari 11
kasus dumping, 4 kasus safeguard, dan 2 kasus subsidi. Sementara itu, pada tahun 2013
(per November), total kasus yang ditangani menurun menjadi 16 kasus yang terdiri
dari 8 kasus dumping, 6 kasus safeguard, dan 2 kasus subsidi. Jumlah tuduhan yang
dihentikan di tahun 2012 mencapai 5 kasus, sedangkan tahun 2013 hanya 2 kasus.
Tabel 14. Kasus - Kasus Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard Terhadap
Indonesia, 20122013
Negara
Tahun/No
Importir
2012
1 Afrika Selatan
Produk
Unframed Glass
Mirrors
2 Amerika Serikat Hot Rolled Carbon
Steel Plate
3 Amerika Serikat Oil Country Tubular
Goods (OCTG)
4 Brazil
ACRYLIC YARN
Tanggal
Inisiasi
31 Januari
2012
01 Nopember
2012
26 Maret
2012
02 Oktober
2012
Kasus
Dumping
Dumping
Dumping
Dumping
Keterangan
Dikenakan
Dalam
Proses
Dalam
Proses
Dihentikan
19
5 Brazil
6 India
7 Japan
8 Korea, Republic
of
9 Malaysia
10 Russian
Federation
11 Russian
Federation
12 Thailand
13 Uni Eropa
14 Uni Eropa
15 Uni Eropa
16 Uni Eropa
17 Vietnam
Acrylic Yarn
POLY VINYL
CHLORIDE (PVC)
Cut Sheet Paper
Oriented
Polyprophylene Film
Hot-rolled Low
Carbon Steel Wire
Rod Bar
Combine harvesters
and modules
Woven Fabrics
Vegetable Oil
7 India
8 Malaysia
Subsidi
06 Juli 2012
Safeguard Dalam
Proses
Safeguard Dalam
Proses
Safeguard Dalam
Proses
Dumping Dihentikan
Dumping
Dumping
Dumping
Dumping
01 Oktober
2012
Hot Rolled Steel Flat 21 Nopember
2012
THREADED TUBE OR 16 Februari
PIPE CAST FITTINGS 2012
OF MALLABLE CAST
IRON
Biodiesel
29 Agustus
Dumping
2012
Bicycles
26 September Dumping
2012
Biodiesel
10 Nopember Subsidi
2012
2013
1 Amerika Serikat Monosodium
Glutamate (MSG)
2 Amerika Serikat Monosodium
Glutamate (MSG)
6 Canada
27 Desember
2012
05 Oktober
2012
25 Juni 2012
31 Desember
2012
28 Juli 2012
Canada Border
Services Agency
(CBSA)
Seamless Pipes &
Tubes
Biaxially Oriented
Poly Propylene
(BOPP)
26 Desember
2012
Dalam
Proses
Dalam
Proses
Dihentikan
Dikenakan
Dihentikan
Dalam
Proses
Dikenakan
Dihentikan
Safeguard Dikenakan
24 Oktober Subsidi
2013
24 Oktober Dumping
2013
Dalam
Proses
Dalam
Proses
05 September Dumping
2013
Dalam
Proses
Dalam
Proses
Dalam
Proses
18 Januari Subsidi
2013
12 Februari Dumping
2013
29 Juli 2013 Dumping
Dihentikan
9 Philippines
10 Philippines
11 Russian
Federation
12 Thailand
13 Thailand
14 Ukraine
Tableware dan
Kitchenware of
Porcelain
15 Uni Eropa
GLASS FIBERS
10 April 2013 Dumping
(Certain Open Mash
Fabrics)
16 Vietnam
Certain Cold Rolled
02 Juli 2013 Dumping
Stainless Steel
Sumber: DPP, Ditjen Daglu Kemendag (per November 2013)
Dikenakan
Dalam
Proses
tentang impor glass block (HS 7016.90.00) dari Indonesia, China, dan Amerika Serikat.
Dan pada pada tanggal 15 Januari 2011, Thailand telah mengenakan tindakan
pengamanan sementara berupa tambahan bea impor. Pada tanggal 3 Agustus 2011,
tindakan safeguard definitif telah diumumkan
Periode I tanggal 18 Agustus 2011 - 14 Januari 2012: Tarif advelorem 35% dari
harga c.i.f.. atau 11,23 baht per buah, mana yang lebih tinggi
harga c.i.f.. atau 10,23 baht per buah, mana yang lebih tinggi
Periode II tanggal 15 Januari 201 2- 14 Januari 2013: Tarif advelorem 32% dari
Periode II tanggal 15 Januari 2013 - 14 Januari 2014: Tarif advelorem 29% dari
harga c.i.f.. atau 9,23 baht per potong, mana yang lebih tinggi.
Indonesia merupakan salah satu pihak mengalami kerugian yang signifikan atas
pengenaan safeguard produk glass block Thailand dengan perusahaan tertuduh PT.
Mulia Glass dan. PT. Kedaung Medan Industrial Ltd. Kerugian signifikan bagi Indonesia
21
bukan tanpa alasan mengingat pada tahun 2005, produk glass block Indonesia juga telah
bukan lagi menjadi eksportir utama glass block ke Thailand dan mengalihkan ke pasar
ekspor yang lain untuk tetap bertahan.
Pada tahun 2004, tujuan utama ekspor produk glass block Indonesia adalah
Thailand, Amerika Serikat, dan Malaysia, masing-masing dengan pangsa sebesar 28%,
18%, dan 8,7%. Setelah adanya tindakan pengamanan perdagangan oleh Thailand (antidumping dan safeguard), tujuan utama ekspor glass block Indonesia tahun 2012 beralih
ke Myanmar dengan nilai USD 2,4 juta (pangsa 27,9%). Pada tahun 2012, ekspor ke
Thailand menempati peringkat ke-2 dengan pangsa 16,4%. Bahkan, data Semester I2013 menunjukkan posisi Thailand turun satu peringkat sebagai tujuan ekspor glass
block Indonesia.
dilanjutkan
pengenaan
Berdasarkan data GTIS, volume impor glass bock Thailand dari Indonesia tahun 2012
hanya sebesar 3.542 ton, mengalami penurunan 60% dibandingkan tahun 2004.
Pengamanan Perdagangan (DPP) telah berkoordinasi dengan KBRI Bangkok dan Atase
ke-2 untuk periode 15 Januari 2012-14 Januari 2013. Hal tersebut didasari pada surat
Deputy Director General of Foreign Trade (DFT) No 0310/3981 tanggal 1 November
perihal konsultasi perpanjangan tindakan safeguard komoditi glass block, dimana
Indonesia sebagai salah satu negara yang dirugikan dan berhak untuk mendapatkan
22
1. Perkembangan volume impor glass block Thailand dari Indonesia selama periode
non-injury dapat dijadikan sebagai dasar dalam memperkirakan volume impor
yang seharusnya diusulkan Indonesia sebagai besaran kompensasi atas tindakan
Tabel 15. Perhitungan Nilai Impor Glass Block Thailand dari Indonesia
pada pasa Non-Injury
Periode Non-injury
2002-2004
2000-2004
8.370
ton
10,7 %/thn
82,6 %
6.956
ton
24,0 %/ thn
85,1 %
9.268 ton
10.263 ton
11.364 ton
8.625 ton
10.695 ton
13.261 ton
a. Produk impor Thailand yang memiliki nilai lebih dari USD 1 (satu) juta
pada tahun 2012;
tanggal 14 November 2013 yang dipimpin oleh Staf Ahli Bidang Diplomasi Perdagangan
Kemendag. Kepala Puska Daglu BPPKP juga turut hadir dalam konsultasi tersebut.
Adapun pelaksanaan konsultasi berisi beberapa hal sebagai berikut:
23
dengan alokasi kuota sebesar 10.000 ton per tahun. Besaran kompensasi
tersebut berdasarkan ketentuan WTO dan data statistik ekspor glass block
negatif dan akan mempengaruhi ekspor Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia
akan tetap meminta kompensasi perdagangan dari thailand nemun tetap
fleksibel dengan pilihan menurunkan tarif secara signifikan tindakan safeguard
sebagai pengganti kuota.
c. Indonesia meminta klarifikasi definisi dari glass block, mengingat tindakan yang
dikenakan Thailand mencakup semua produk di bawah HS 7601.9000,
d. Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan rapat teknis guna mencari solusi
pada tingkat SEOM Joint Commission ke-6 antara Indonesia dan Thailand pada
tanggal 14 November 2013. Kedua belah pihak juga sepakat untuk membahas
lebih lanjut masalah ini pada Joint Trade Commission yang akan mulai dibahas
sekitar Februari 2014.
di negara importir terhadap kinerja ekspor Indonesia menggunakan data BPS dengan
berbagai asumsi, diantaranya:
Indonesia bersumber dari kasus yang ditangani oleh DPP Ditjen Daglu yang
pada tahun 2012 dan 2013.
24
Dari hasil kalkulasi diperoleh nilai potensi kerugian ekspor Indonesia di tahun
2012 sebesar US$ 1,92 juta dan sedikit menurun di tahun berikutnya sebesar US$ 1,83
juta. Perlu dicatat bahwa angka ini merupakan perkiraan kasar dan kemungkinan lebih
kecil atau lebih besar dari yang sebenarnya. Perkiraan yang underestimate terkait
dengan penggunaan tanggal inisiasi kasus pada database DPP periode 2012-2013
sebagai sumber referensi perhitungan. Sebagaimana dilihat dari data inisiasi kasus di
WTO bahwa Indonesia juga terkena beberapa kasus tindakan anti-dumping, safeguard,
maupun tindakan imbalan yang dikenakan kepada Indonesia sebelum tahun. Sementara
itu perkiraan yang overestimate disebabkan karena tarif advelorem yang digunakan
lebih besar dari tarif definitif yang dikenakan sesungguhnya. Selain itu, beberapa kasus
dalam database DPP memiliki tanggal inisiasi yang berbeda dengan tanggal inisiasi
dimulainya penyelidikan kasus oleh negara importir yang dinotifikasikan secara resmi
ke WTO. Sebagai contoh, tanggal inisiasi penyelidikan kasus safeguard glass block pada
database DPP tercatat tanggal 5 Juni 2013, sedangkan di WTO kasus tersebut diinisiasi
pada tanggal 16 Desember 2010.
Tabel 16.
Ekspor Indonesia
No
Negara
Produk
HS
2012
1
Afrika Selatan
7009.91
Amerika Serikat
Monosodium Glutamate
(MSG)
2922.42; 2103.90
Amerika Serikat
Amerika Serikat
7304
Amerika Serikat
0306.13; 1605.20
Volume (ton)
Jan-Agst
2013
2012
Jan-Agst
2013
2012
2013
27,0
42,0
6,0
48,0
5,4
8,4
534,2
494,4
163,5
141,6
74,2
279,0
180,0
55,8
39,6
6,6
22,2
1,8
7,9
1,3
589,0
495,1
72,2
51,4
74,3
25
Australia
7208.40; 7208.51;
7208.52; 7225.40
Australia
Power Transformers
8504.22
Brazil
ACRYLIC YARN
5509.31; 5509.32;
5509.61; 5509.62;
5509.69
Canada
10
India
11
185,1
279,7
893,9
152,2
42,0
990,0
103,0
117,0
19,0
15,5
261,2
65,5
55,9
15,0
52,2
13,1
7208.51; 7208.52
402,5
596,6
3904.10; 3904.21;
3904.22
87,0
31,0
36,0
12,0
17,4
6,2
India
7304
11,5
12,8
5,8
3,5
1,9
12
Japan
4802
520,6
294,0
461,3
298,3
104,1
58,8
13
Korea, Republic
of
Oriented Polyprophylene
Film
3920.20; 3921.90
13,7
7,5
778,6
574,2
2,7
1,5
14
Malaysia
7213
1,2
397,0
1,2
342,0
0,2
79,4
15
Malaysia
3920.20
14,5
7,6
5,8
2,9
1,1
16
Philippines
7210
1,4
451,0
960,0
300,0
67,7
17
Philippines
Newsprint
4801.00
1,8
2,1
2,7
2,9
0,3
18
Russian
Federation
8433.51; 8433.90
19
Russian
Federation
Woven Fabrics
5407
125,0
96,0
20,0
14,0
25,0
19,2
20
Russian
Federation
6911.10
449,0
227,0
40,0
20,0
34,1
21
Thailand
7225; 7226
19,0
37,0
13,0
20,0
3,8
7,4
22
Thailand
7016.90
1,4
613,0
3,5
1,5
92,0
23
Ukraine
6911.10
24
Uni Eropa
7307.19
1.004,0
214,3
232,0
514,0
200,8
42,9
25
Uni Eropa
Biodiesel
1516.20; 1518.00;
2710.19; 2710.20;
3824.90; 3826.00
3.473,4
2.266,2
4.287,3
1.435,8
694,7
453,2
26
Uni Eropa
Bicycles
8712.00; 8712.70
3.895,0
3.336,7
2.402,0
3.106,0
779,0
667,3
27
Uni Eropa
7019.51; 7019.59
28
Vietnam
Vegetable Oil
1507.90; 1511.90
123,8
42,2
123,7
53,0
24,8
8,4
Vietnam
7219; 7220
15,5
7,0
9,0
4,4
1,0
12.786,4
9.807,7
11.309,3
7.313,4
1.918,1
1.826,9
29
Total
26
mengetahui
seberapa
jauh
peran
pemerintah
terutama
dalam
negara importir, maka perlu mendapatkan opini dari perusahaan terkait. Informasi dari
perusahaan tertuduh maupun yang telah terkena tindakan pengamanan perdagangan
juga diperlukan untuk mengetahui dampak tindakan pengamanan perdagangan negara
tujuan ekspor terhadap kinerja perusahaan. Terkait hal ini, telah dilakukan
pengumpulan data lapangan di Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara mengenai
respon/pengalaman
perusahaan
Indonesia
yang
mengalami
tuduhan
karena tidak adanya kesiapan dan tidak adanya pendampingan (advocacy) dari
pemerintah Indonesia.
berupa tambahan bea masuk menyebabkan harga jual komoditi ekspor di pasar
tujuan ekspor menjadi lebih tinggi sehingga produk ekspor menjadi sangat tidak
27
impor jauh lebih terjangkau, namun belum memenuhi SNI dikarenakan biaya
survey yang cukup mahal. Kondisi ini seringkali dimanfaatkan oleh beberapa
V. PENUTUP
28
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
Data WTO menunjukkan bahwa selama periode 1995-2012 telah terjadi 4.230
kasus tuduhan dumping dan sebanyak 2.719 kasus yang benar-benar dapat
peringkat ke-4 sebagai negara yang sering dituduh subsidi oleh negara lain.
1,83 juta di tahun 2013. Bagi perusahaan tertuduh, tindakan pengamanan oleh
negara importir berupa tambahan bea masuk menyebabkan harga jual komoditi
29
V.2. Rekomendasi
Beberapa kebijakan dalam rangka mengoptimalkan usaha-usaha pengamanan
Dalam proses public hearing, pihak yang berkepentingan, dalam hal ini eksportir
maupun
negara
pengekspor
diberikan
hambatan perdagangan yang minimal. Apabila tidak puas dengan keputusan final
yang dibuat negara pengimpor, pemerintah Indonesia dapat membawa kasus antidumping, safeguard, tindakan imbalan ke Dispute Settlement Body di WTO.
30
DAFTAR PUSTAKA
Department for Business, Innovation & Skills UK. (2012). Anti-dumping: Selected
Economic
Issues.
https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file
/32460/12-754-anti-dumping.pdf
Global Trade Alert. (2011). Thailand: Final Safeguard Duties Concerning Imports of
Nurmansyah, Sugih. (2009). Sekilas Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard Negara
Provisi
Sumatera
Barat.
(2010).
Penanganan
Tuduhan
http://203.130.196.151/~admin19/detail_artikel.php?id=228
Dumping.
Viljoen, Willemien. (2013). Trade remedies and safeguards in BRICS countries. TRALAC
Working Paper, February 2013
and
Trade
1994
(Anti-Dumping
Agreement).
http://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/analytic_index_e/anti_dumping_04_
e.htm#article13
WTO.
2013.
Agreement
WTO.
2013.
Statistics
on
Safeguards.
http://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/analytic_index_e/safeguards_e.htm
on
http://www.wto.org/english/tratop_e/adp_e/adp_e.htm
WTO.
2013.
Statistics
on
Safeguard
Measures.
Countervailing
Measures.
http://www.wto.org/english/tratop_e/safeg_e/safeg_e.htm
WTO.
2013.
Statistics
on
Subsidies
and
Anti-Dumping.
http://www.wto.org/english/tratop_e/scm_e/scm_e.htm
31