Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
3.1.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan post test only control group design,
untuk mengetahui efek perlakuan pada unit eksperimen.
3.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitan dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (pemeliharaan hewan uji dan
pemberian perlakuan), pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium
Teknologi Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Sedangkan
pembuatan

sediaan,

dan

pengecatan

sediaan

dengan

pewarnaan

Haematoxylin-eosin (HE) dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi


RSUD Dr Soedarso. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama 16
minggu yaitu dari bulan Agustus-November 2014 dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
Kegiatan/Pelaksanaan
Pengambilan Tanaman
Determinasi
Pembuatan Simplisia dan

Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7

Ekstrak
Persiapan Hewan Uji
Pengujian Terhadap

Hewan Uji
Pembedahan dan

Pembuatan preparat
histopatologi
Pembacaan preparat

histology
Pengolahan Data

3.2 SUBJEK PENELITIAN


3.2.1 Hewan Coba

46

47

Pada penelitian ini yang digunakan adalah tikus putih (Rattus


novergicus) jantan galur wistar yang berumur 3 bulan dan berat badan 150250gr, diadaptasi selama 7 hari, diberi makanan dan minuman secara at
libitum, serta kebersihan kandang dijaga setiap hari dan sekam diganti tiap 3
hari. Hewan coba diperoleh dari peternakan tikus yang beralamat di Jl. Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Komp. Mitra Utama IV Pontianak.
3.2.2 Besar Sampel
Kelompok perlakuan terdiri dari 5 kelompok. Jumlah sampel
penelitian yang digunakan dihitung dengan menggunakan Rumus Federer,
yaitu :
(t-1) (n-1) 15
Keterangan:
t = Jumlah kelompok perlakuan dimana dalam penelitian ini ada 5 kelompok
n = Jumlah ulangan pada masing-masing kelompok
maka,
(5-1)(n-1) 15
4n-4 15
4n 15+4
4n 19
n 4.75 (n=5)
Sehingga total tikus yang digunakan 25 ekor, terdiri dari 5 kelompok
sebagai berikut:
1. Kelompok kontrol positif (K+): 5 ekor tikus yang dioleskan salep
sanoskin 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.
2. Kelompok kontrol negative (K -): 5 ekor tikus yang dioleskan salep basis
(plasebo) 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.
3. Kelompok Perlakuan 1 (P1): 5 ekor tikus dioleskan salep ekstrak daun
karamunting 2.5% 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.
4. Kelompok Perlakuan 2 (P2): 5 ekor tikus dioleskan salep ekstrak daun
karamunting 5% 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.

48

5. Kelompok Perlakuan 3 (P3): 5 ekor tikus dioleskan salep ekstrak daun


karamunting 10% 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.
3.2.3 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

simple random

sampling dengan kriteria:


a. Kriteria Inklusi
1. Tikus jantan galur wistar dalam keadaan sehat
2. Berusia 3 bulan
3. Berat badan 150-250gr
4. Tidak ada abnormalitas anatomis yang tampak
b. Kriteria Eksklusi
1. Tikus mati selama penelitian
2. Sakit selama masa adaptasi 7 hari
3. Infeksi selama penelitian berlangsung
3.3 VARIABEL PENELITIAN
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah ekstrak etanol 70% daun
karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk) dengan konsentrasi
beringkat.
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat penelitian ini adalah Epitelisasi

3.4 DEFINISI OPERASIONAL


Tabel 3.2. Definisi Operasional
No
1

Variabel
Penelitian
Ekstrak etanol
70%
daun
karamunting
(Rhodomyrtus
tomentosa)
dengan

Definisi
Cara
Operasional
Pengukuran
Simplisia kering
Dilakukan dengan
yang telah
menggunakan
dilakukan
timbangan digital
ekstraksi dengan
pelarut 70% etanol

Hasil Ukur
Konsentrasi
ekstrak (%).

Skala
Kategorik

49

konsentrasi
bertingkat
Epitelisasi

Salep plasebo

Salep sanoskin

Epitelisasi adalah
tahapan perbaikan
luka, terjadi
migrasi
keratinosit,
proliferasi
keratinosit,
diferensiasi
neoepitel menjadi
epitel berlapislapis.17

Salep plasebo
adalah sediaan
salep yang hanya
mengandung
bahan dasar salep
tanpa penambahan
zat aktif.17 Pada
penelitian ini
digunakan sebagai
kontrol negatif
Salep sanoskin
adalah salah satu
obat
dermatological
dengan bahan aktif
madu (eco honey)
dan bahan lainnya
berupa glycerin,
propylene glycol
dan PEG 4000.65
Pada penelitian ini
digunakan sebagai
kontrol positif

Pengukuran
kerapatan epitel
dengan mengukur
tebal celah epitel
dan lebar celah
epitel luka
menggunakan
metode
morfometri dan
satuannya
mikrometer
dengan memakai
mikrofotograf.17
Dilakukan dengan
menggunakan
timbangan digital
dengan formulasi
yang sama dengan
salep daun
karamunting

Tebal dan lebar Numerik


celah epitel
luka dengan
satuannya
mikrometer16

Diaplikasikan
dalam jumlah
yang sama
dengan salep
daun
karamunting
sehari 2 kali.

Kategorik

Diaplikasikan
dalam jumlah
yang sama
dengan salep
daun
karamunting
sehari 2 kali.

Kategorik

3.5 INSTRUMEN PENELITIAN


3.5.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Neraca
digital, blender, timbangan analitik, bejana maserasi, batang pengaduk kaca,

50

beaker, tabung reaksi, labu erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, penangas air,
cawan penguap, desikator, toples, termometer, mortir, stamper, kertas
perkamen, kertas saring Whatman no.1, pot plastik, bejana, corong, sudip,
minor set, handscoon, jarum suntik, spuit, wadah pewarnaaan, lembaran
silikon, Mikrotom, Bak bedah, Objek dan cover glass, Mikroskop, Piranti
komputer Image Raster dan Optilab Camera, dan Kandang Tikus
3.5.2 Bahan
a) Bahan Perlakuan
1. Salep sanoskin
2. Salep plasebo
3. Ekstrak daun karamunting
4. Hewan coba (tikus putih galur wistar)
5. eter 10% untuk anestesi
b) Bahan Pembuatan Salep
1. Cera alba
2. Vaselin
3. Butylated Hydroxy Toluene (BHT)
4. Metil paraben
5. propil paraben
c) Pemeriksaan Histopatologis
Bahan yang digunakan adalah Formalin buffer 10%, Alkohol 70%, 80%,
90%, 95% dan alkohol absolut, Larutan xylol, Parafin cair (histoplast),
Hematoxylin_Eosin, Larutan asam periodat, Larutan Schiff, dan eter.
d) Makanan hewan coba
3.6 TAHAP PENELITIAN
3.6.1 Pengambilan Tanaman
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun karamunting.
Tanaman ini diambil di Cagar Alam Mandor Kecamatan Mandor Kabupaten
Landak Kalimantan Barat. Tanaman ini diambil secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain.
3.6.2 Determinasi Tanaman
Tanaman yang digunakan bebas hama, penyakit dan kerusakan lain.
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak

51

dengan menyerahkan sampel berupa tanaman utuh dari akar, batang, daun,
bunga dan buah.
3.6.3 Pembuatan Simplisia
Proses pembuatan simplisia

pada prinsipnya

meliputi

tahap-tahap

pencucian, pengecilan ukuran, dan pengeringan.


1. Daun karamunting dicuci.
2. Daun dipotong-potong kecil, kemudian lakukan perajangan untuk
mempercepat proses pengeringan.
3. Rajangan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di tempat terbuka
yang terlindung dari sinar matahari lansung.
4. Daun yang kering kemudian dihaluskan menjadi serbuk simplisia dengan
menggunakan blender.
5. Simplisia disimpan didalam wadah kering tertutup dan diletakkan di
tempat yang terlindung dari sinar matahari.
3.6.4 Pembuatan Ektrak Etanol 70% Daun Karamunting
Metode ekstrak yang digunakan adalah metode ekstraksi maserasi.
Simplisia dimasukkan ke dalam bejana maserasi dan ditambahkan pelarut
etanol 70%. Tambahkan pelarut etanol sampai terendam dan didiamkan
sambil sesekali diaduk. Proses dilakukan dengan mengganti pelarut tiap
1x24 jam selama 5 hari. Hasil maserasi dikumpulkan dan disaring,
pemekatan dilakukan dengan rotatory evaporator. Hingga diperoleh ekstrak
daun karamunting. Selanjutnya pengentalan dilakukan dalam waterbath pada
suhu 400 C sehingga diperoleh ekstrak kental.
3.6.5 Skrining Fitokimia
a. Alkaloid
Sampel daun karamunting di timbang secukupnya, minimal 2gr,
kemudian larutan kloroform dan NH3 ditambahkan secukupnya. Sampel
yang telah tercampur di masukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan H2SO4 2 M secukupnya. Sampel diaduk, hingga membentuk
dua lapis larutan, H2SO4 dan kloroform tidak akan bersatu, oleh karena
itu larutan yang berada di atas (asam) diambil. Larutan asam dituangkan
pada vial tetes droplet, pisahkan menjadi tiga bagian. Masing-masing

52

bagian akan ditetesi oleh pereaksi yang berbeda yaitu Dragon roff,
Meiyer dan Wragner. Pada pereaksi Dragon roff dinyatakan positif
mengandung alkaloid jika terdapat endapan jingga. Pada pereaksi Meiyer
dinyatakan positif mengandung alkaloid jika terdapat endapan putih.
Pada pereaksi Wragner dinyatakan positif mengandung alkaloid jika
terdapat endapan coklat.24
b. Saponin
Larutan ekstrak sebanyak 1ml ditambahkan 10ml aquades dalam tabung
reaksi dikocok kuat sampai berbuih, apabila buih bertahan lama ( 5
menit), maka sampel dinyatakan positif mengandung saponin. 24
c. Flavonoid
Ekstrak sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan dengan serbuk Mg sebanyak 1 gr dan larutan HCl pekat.
Perubahan warna larutan menjadi warna jingga hingga merah
menandakan adanya flavonoid.80
d. Steroid dan Triterpenoid
Sampel diteteskan dengan pereaksi Liebermann Burchard yang terdiri
dari 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Jika
terbentuk cincin berwarna hijau, menandakan adanya senyawa steroid
dan triterpenoid.34
e. Fenolik
Ekstrak tanaman sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
lalu ditambahkan larutan FeCl3 1%. Perubahan warna menjadi warna
hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat menandakan adanya fenol.34
f. Tanin
Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan 1 ml NaCl 10% kemudian
ditambahkan gelatin1%.81
g. Glikosida
Ekstrak sampel sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes Molisch, ditambahkan dengan hati-hati
2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu
pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula, dengan demikian
menunjukkan adanya glikosida. 82

53

3.6.6 Penentuan Dosis


Dosis ekstrak berdasarkan kepada hasil pengujian penentuan dosis
yang

sudah

dilakukan

sebelumnya.

Pada

penelitian

sebelumnya

menggunakan ekstrak etanol daun seduduk (Melasthoma malabathricum)


yang memiiki kesamaan ordo dengan daun karamunting yaitu Myrtales
dengan konsentrasi 5% dapat memberikan efek penyembuhan luka bakar,59
sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsentrasi
2,5%, 5% dan 10% .
3.6.7 Pembuatan dan Formulasi Salep
Formulasi salep menggunakan zat aktif ekstrak daun karamunting
dengan basis salep yang digunakan merupakan salep berbasis hidrokarbon
(basis berminyak) karena basis ini memiliki waktu bertahan pada kulit,
cenderung stabil dan tidak dipengaruhi oleh waktu selain itu, dapat
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai
penutup.71
Pembuatan salep diawali dengan menimbang bahan-bahan yang
diperlukan, yaitu: 83
1. Cera alba dilelehkan diatas penangas air
2. Ditambahkan vaselin putih, diaduk sampai homogen dan dingin.
3. Butytlated Hydroxy Toluen(BHT) yang telah dilarutkan dengan etanol
dimasukkan kedalam basis salep dan digerus homogen.
4. Metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan etanol
dicampurkan dengan ekstrak.
5. Setelah basis jadi, maka ditambahkan ekstrak kental karamunting ke
dalam basis sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen sejumlah
konsentrasi yang diinginkan dalam salep
Komposisi formulasi salep menurut Moerfiah,83 dapat dilihat pada
tabel 3.3 berikut ini:
Tabel 3.3 Formulasi salep ekstrak daun karamunting

No.
1

Nama Bahan
Ekstrak daun karamunting

F0 (g)

F1 (g)

F2 (g)

F3 (g)

2.5

10

54

Metil paraben

0.15

0.15

0.15

0.15

Propil paraben

0.02

0.02

0.02

0.02

BHT

0.01

0.01

0.01

0.01

Cera Alba

4.75

4.75

4.75

4.75

Vaselin putih

90.07

90.07

90.07

90.07

95

97.5

100

110

Berat salep total

Keterangan:
F0 : Formula salep plasebo tanpa bahan aktif
F1 : Formula salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 2.5 %
F2 : Formula salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 5 %
F3 : Formula salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 10%

3.6.8 Persiapan Tikus dan Pemberian Salep Ekstrak Daun Karamunting


1. Tikus 25 ekor diseleksi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditentukan.
2. Tikus diadaptasikan selama 7 hari dan diberi makanan dan minuman secara
ad libitum.
3. Seluruh tikus (25 ekor) yang sudah diadaptasikan, pada hari pertama
penelitian dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari
5 ekor tikus, yaitu kelompok K(+), kelompok K(-), P1, P2, dan P3 secara
acak. Masing-masing tikus diberi tanda atau label pada ekornya dengan
menggunakan spidol tahan air sesuai kelompoknya.
4. Bulu tikus sekitar sayatan (daerah punggung) dicukur sampai licin,
kemudian dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%.
5. Tikus dianestesi dengan menggunakan ether 10% secara inhalasi 84
6. Setelah itu, pada keempat kelompok sampel tersebut dilakukan insisi
dibagian punggung sepanjang 2 cm dengan kedalaman 0,2 cm sejajar os
vertebrae, berjarak 5 cm dari telinga.2
7. Setelah dilukai, kelompok 1 dioleskan salep sanoskin, kelompok 2 dan 4
dioleskan salep plasebo, kelompok 3,4 dan 5 dioleskan salep ekstrak daun
karamunting pada bagian luka dengan menggunakan cotton buds steril sehari
2 kali, setiap hari selama 9 hari.
8. Pada hari ke 10, tikus-tikus pada masing-masing kelompok diambil sampel
kulit dari lukanya untuk dibuat preparat histopatologi. Penentuan hari ke 9
hari ini berdasarkan laporan jurnal dari Li et al.47 yang menyebutkan bahwa
pembentukan kembali dermis di mulai kira-kira hari ke 3-4 setelah

55

perlukaan, dengan ciri pembentukan neovaskularisasi dan penumpukan


fibroblas, juga laporan yang menyebutkan bahwa kolagen tipe III
disekresikan maksimal oleh fibroblas antara hari ke 5 dan 7, dan setelah itu
terjadi perubahan fenotip fibroblas menjadi miofibroblas. Sedangkan pada
hari ke 7-9 epitelisasi dan basement membrane zone (BMZ) sesudah
terbentuk.
9. Pada proses pengambilan sampel kulit, tikus sebelumnya dianestesi terlebih
dahulu dengan menggunakan ether 10% secara inhalasi
10. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya, dibersihkan dari bulu, kulit
digunting dengan ketebalan kurang lebih 3mm sampai dengan subkutan,
sepanjang 2cm. Setelah itu dibuat sediaan histopatologi. Kemudian tikus
dieutanasia menggunakan metode dislokasi cervicalis.66
11. Selama penelitian tikus diperlakukan sebaik-baiknya, tikus diusahakan tidak
lapar, tidak haus, bebas stres dan leluasa bergerak. Pemberian makan dan
minum dilakukan tiap hari secara ad libitum. Kandang ditempatkan di
ruangan yang tenang, tidak bising, diatur suhu, kelembaban dan cukup
cahaya. Kebersihan kandang dijaga setiap hari dan sekam diganti tiap 3 hari.
3.6.9 Prosedur Pengambilan Jaringan
1. Tikus dieutanasia menggunakan metode dislokasi cervicalis, selanjutnya
diambil organ kulit yang ingin diteliti, yaitu kulit dibagian punggung
terluka yang telah diberi salep ekstrak daun karamunting.
2. Amati bentuk dan keadaan organ, kemudian ambil/potong organ tikustikus pada masing-masing kelompok sebanyak 1 potong pada tiap tikus
dengan ketebalan kurang lebih 3mm sampai dengan subkutan, sepanjang
2cm.
3.6.10
Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi
1. Fiksasi
Organ yang diangkat diletakkan di cawan petri kecil yang telah
terlebih dahulu dicuci dengan garam fisiologis dan dimasukkan dalam
larutan formalin buffer (larutan formalin 10% dalam buffer Natrium
asetat mencapai pH 7.0). Waktu fiksasi jaringan 18-24 jam. Setelah

56

fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquadest selama 1 jam


untuk proses penghilangan larutan fiksasi.
2. Dehidrasi
Potongan organ yang dimasukkan dalam alkohol konsentrasi
bertingkat. Jaringan menjadi lebih jernih dan transparan. Organ
kemudian dimasukkan dalam larutan alkohol-xylol selama 1 jam dan
kemudian xylol selama 5 menit.
3. Impregnasi (Organ dimasukkan dalam paraffin cair selama 5 menit).
4. Embedding
Organ ditanam dalam paraffin padat yang mempunyai titik lebur
56-58 0C, ditunggu sampai paraffin padat. Organ dalam paraffin dipotong
setebal 5 mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada
kaca obyek yang sebelumnya telah diolesi poly-L-Lysine. Jaringan pada
kaca obyek dipanaskan dalam Airplate suhu sampai paraffin mencair.
5. Pewarnaan dengan HE
Pada pewarnaan HE, (Secara berurutan pada kaca obyek
dimasukkan ke dalam): 1) Xylol 1 menit, 2) Xylol 2 menit, 3) Xylol 2
menit, 4) Alkohol 100% 2 menit, 5) Alkohol 90% 2 menit, 6) Alkohol
70% 2 menit, 7) Air 1 menit, 8) Haematoxylin/ 7.5 menit, 9) Air 7.5
menit, 10) Eosin-alcohol-asam asetat (1min), 11) Air 15 detik, 12)
Alkohol 80% 15 detik, 13) Alkohol 90% 30 detik, 14) Alkohol 100% 45
detik, 15) Xylol 1 menit, 16) Xylol 1 menit.
6. Pengamatan sajian histologi masing-masing organ dibawah mikroskop
cahaya dengan perbesaran 10x pada 1 lapang pandang.

57

3.7 Alur Penelitian


25 Ekor tikus jantan galur Wistar usia 3 bulan; BB 150 250 gram

Adaptasi selama 7 hari

Pengam

Randomisasi

K. P3 (5 ekor)
K. P1 (5 ekor)
K. K(+) (5 ekor)
K. P2 (5 ekor)
K. K(-) (5 ekor)

Determ

Sortasi basah, pencuc

Bulu tikus sekitar sayatan (daerah punggung ) dicukur sampai licin, kemudian dibersihkan dengan k

anestesi dengan menggunakan ether 10% secara inhalasi84

dilakukan insisi dibagian punggung sepanjang 2cm dengan kedalaman 0.2cm sejajar os vertebrae, berj
For

Kelompok K- (5Kelompok
ekor)

K+ (5
Kelompok
ekor)

P1 (5Kelompok
ekor)

P2

salep
Ekstra
Dioleskan
salep Ekstrak
Daun
karamunti
Dioleskan salep plasebo(tanpa
Dioleskan
bahan
Dioleskan
salep
aktif):
sanoskin
salep
2x sehari
Ekstrak
:2x
selama
sehari
Daun9karamunting
selama
hari
9 Dioleskan
hari2.5%
:2x
sehari
se

Pengambilan sampel kulit (hari ke 10) dan pembuatan sediaan pr

Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x pada 1 lapang panda

Analisis data: One Way ANOVA

Gambar 3.1. Alur Penelitian

58

3.8 Analisa Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan SPSS 20.0. Dilakukan uji
normalitas data dengan menggunakan Shapiro-Wilk. Kemudian dilanjutkan
dengan uji homogenitas dengan Levene test. Jika didapat distribusi data
normal dan varian data homogen maka dilakukan uji statistic parametric
One Way Anova, dilanjutkan dengan analisis Post Hoc Test untuk
mengetahui perbedaan masing-masing kelompok menggunakan uji Least
Significant Difference (LSD). Jika didapat distribusi data tidak normal maka
dapat dilakukan Transformasi Data. Jika transformasi data tidak berhasil,
maka dilakukan uji Kruskal-Wallis, dilanjutkan dengan analisis Post Hoc
Test untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok menggunakan
uji Mann-Whitney.85
3.9 Etika Penelitian
Penelitian ini telah memperoleh surat lolos kaji etik yang dilakukan
oleh tim etik Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak
dengan no. 3985/UN22.9/DT/2014.

Вам также может понравиться